Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ATRESIA ANI

Di susun oleh :

FANDI (AOA0180858)

SUPRIANA NINGSIH (AOA0180865)

Program studi DIII Keperawatan/ Kleas maleo

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

Jl. Raden Panji Suroso No. 6, Polowijen, Blimbing, Kota Malang

Tahun Pelajaran 2020-2021

KATA PENANTAR
Puju syukur kami persembahkan kepada Allah Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
karunia nya lah Kami dapat menyelesaikan tugas kelompok Makalah Farmakologi yang
diberikan kepada kami. Yang dimana Makalah ini kami beri judul : PENYAKIT JANTUNG
BAWAAN. Makalah ini kami susun dengantujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
“keperawatan anak”

Makalah ini juga kami harapkan dapat bermanfaat bagi orang yang berkesempatan
membacanya. Makalah ini kami susun dengan sebaik mungkin dengan menggunakan
beberapa reprefensi dari buku beberapa para ahli dalam bidang Farmakologi.

Serta mengajak kita semua agar dapat mengetahui apa saja Peran Perawat Dalam
Pemberian Obat. Untuk itu kami sangat berharap agar makalah yang kami buat ini dapat
digunakan sebagai acuan yang positif, serta bermanfaat bagi masyarakat.

Malang ,28 maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATAN PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2. Rumusan masalah............................................................................................. 1

1.3. Tujuan..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2

2.1 Definisi dan Anatomi...................................................................................................... 2


2.2. Etiologi.......................................................................................................................... 3

2.3. Klasifikasi..................................................................................................................... 3

2.4. Patofisiologi....................................................................................................................3

2.5. Pathway............................................................................................................................

2.6. Manifestasi Klinis.............................................................................................................

2.7. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................

2.8. Penatalaksanaan................................................................................................................

BAB III PENUTUP............................................................................................................ 4

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 4

3.2 Saran ....................................................................................................................... 4

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang

Kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran,


sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan
dapat muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada
laki-laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan.

Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan
sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani
juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah
anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum
vagina pada perempuan (Alpers, 2006).

Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang


didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang
yaitu sekitar 50% dari tahun 2007-2009. Menyikapi kasus yang demikian serius akibat
dari komplikasi penyakit atresia ani, maka penulis mengangkat kasus atresia ani untuk
lebih memahami perawatan pada pasien dengan atresia ani.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan atresia Ani?


2. Apa etiologi dari atresia ani?
3. Apa saja klasifikasi dari atresia ani?
4. Bagaimana patofisiologi dari atresia ani?
5. Bagaimana WOC dari atresia ani?
6. Apa saja tanda dan gejala atresia ani?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari atresia ani?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari atresia ani?
9. Apa saja komplikasi dari atresia ani?
10. Apa saja isi pengkajian asuhan keperawatan pada atresia ani?
11. Apa saja diagnosa asuhan keperawatan pada atresia ani?
12. Bagaimana intervensi asuhankeperawatan pada atresia ani?
1.3Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi dari atresia ani


2. Mengetahui etiologi dari atresia ani
3. Mengetahui klasifikasi dari atresia ani
4. Mengetahui patofisiologi dari atresia ani
5. Mengetahui WOC dari atresia ani
6. Mengetahui tanda dan gejala dari atresia ani
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari atresia ani
8. Mengetahui penatalaksanaan dari atresia ani
9. Mengetahui komplikasi dari atresia ani
10. Mengetahui pengkajian dari asuhan keperawatan pada atresia ani
11. Mengetahui diagnosa keperawatan dari asuhan keperawatan atresia ani
12. Mengetahui intervensi dari asuhan keperawatan atresia ani
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi dan Anatomi

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai


lubang keluar (Walley, 1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah
tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi
dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam
kandungan.

Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi
gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Jadi menurut
kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus
tidakmempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan
mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan
yang cermat atau pemeriksaan perineum. Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang
dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3
tahun 2002).

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran
yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber
Purwanto. 2001 RSCM).
2.2. Etiologi

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya
tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada
agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.

Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier
penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat
kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau
kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan
kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum
dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan
septum urorektal yang memisahkannya.

 Faktor predisposisi

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir
seperti :

1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,


jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.

2.3. Klasifikasi

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:

1. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai


melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina
atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan
dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.

2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar
tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok
anatomi yaitu :
a. Anomali rendah

Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis,


terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi
normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.

b. Anomali intermediet

Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.

c. Anomali tinggi

Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebih dari 1 cm.

Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi menjadi


2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I
dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar
dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara
praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter
terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter.
Bila dengan kateter urin mengandung mekonium maka fistel ke vesikaurinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia
rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak
ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan
kolostomi.

Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu


kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak
ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi
tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara
fistel terdapat divulva.

Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu.


Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi
dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka
tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna.
Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok
dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram.
Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada
wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal
biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan
perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1 cm
dari kulit pada invertogram, perlu juga dilakukan pembedahan.

Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel


perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat
diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus
segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara <
1cm dari kulit dapat segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi
tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
2.4. Patofisiologi

Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara


komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.

Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada


kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga
bulan. Berkaitan dengan sindrom down. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.

Terdapat tiga macam letak :

1. Tinggi (supralevator) : Rektum berakhir di atas M.Levator ani


(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit
perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel
kesaluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : Rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : Rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
2.5. Pathway

Gangguan Pertumbuhan
Pembentukan Anus Dari
Tonjolan Embrionik

ATRESIA ANI

Vistel
Feces Tidak
Rektovaginal
Keluar

Feces Menumpuk Feces Masuk


Uretra

Peningkatan Tekanan
Intra Abdomen Reabsorbsi Sisa
Mikroorganisme
Metabolisme oleh Tubuh
Masuk Saluran Kemih

Dysuria
Operasi: Mual, Penumpukan Sisa
Anoplasti Muntah Metabolisme
Colostomi

Resti Nutrisi Kurang Gangguan Gangguan


Dari Kebutuhan Rasa Nyaman Resti Infeksi Eliminasi
Perubahan Nyeri BAK
Defekasi
Gangguan
Kecemasan
Pengeluaran Trauma
Tidak Jaringan
Terkontrol

Nyeri
Iritasi
Mukosa
Gangguan Rasa
Nyaman
Resti Kerusakan
Integritas Kulit
2.6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran
anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi, 2001). Gejala lain yang nampak
diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir,
gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen akan
terlihat menonjol (Adele,1996).

Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan
salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau
karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai


berikut :

1. Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

2. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk


mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

3. USG terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system


pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor.

4. CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

5. Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang


atau jari.
2.8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a) Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut
diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
b) Colostomi sementara
BAB III

ASKEP TEORI

A. Diagnosa Keperawatan

Data yang diperoleh perlu dianalisa terlebih dahulu sebelum mengemukkan


diagnosa keperawatan, sehingga dapat diperoleh diagnosa keperawatan yang spesifik.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani yaitu:

 Sebelum proses pembedahan :


a) Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan tidak
lengkapnya pembentukan anus (Suriadi, 2001).
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
dan atu muntah (Doenges,1993).
c) Kecemasan keluarga berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi
bayi (Suriadi, 2001).

 Setelah proses pembedahan :


a) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1993).
b) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges, 1993).
c) Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges, 1993).
d) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan
(Doenges, 1993).
e) Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di
rumah (Whaley & Wong, 1996).

B. Intervensi Keperawatan

Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah sebagai berikut :

 Sebelum proses pembedahan :


1) Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik) berhubungan dengan tidak
lengkapnya pembentukan anus (Suriadi, 2001).

Tujuan : terjadi peningkatan fungsi usus


Kriteria hasil : pasien akan menunjukkan konsistensi tinja lembek,
terbentuknya tinja, tidak ada nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan.

Intervensi :

a) Dilatasikan anal sesuai program.


b) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus
normal.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan atau muntah (Doenges, 1993).

Tujuan : kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi

Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan BB, nilai laboratorium normal,


bebas tanda mal nutrisi.

Intervensi :

a) Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.


b) Kaji kesukaan makanan anak.
c) Beri makan sedikit tapi sering.
d) Pantau berat badan secara periodik.
e) Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk
anak untuk makan.
f) Beri perawatan mulut sebelum makan.
g) Berikan isirahat yang adekuat.
h) Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan
kalori sesuai program diit.
C. Implementasi

Adalah tahap pelaksanaan atau implementasi terhadap rencana tindakan


keperawatan yang telah dibuat atau ditetapkan untuk perawat bersama klien ataupun
tenaga kesehatan lainnya guna mengatasi masalah kesehatan klien. Pelaksanaan
dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah divalidasi sesuai dengan kebutuhan
klien.
D. Evaluasi

Merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan ini adalah


membandingkan hasil yang telah dicapai setelah tahap pelaksanaan tidakan
keperawatan dengan tujuan dan criteria hasil yang diharapkan dalam tahap
perrencanaan.
BAB IV

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai


lubang keluar (Walley, 1996). Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun
ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Secara fungsional,
atresia ani dibagi menjadi 2 yaitu tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate
traktus gastrointestinalis dan tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate
untuk jalan keluar tinja.

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang seperti


pemeriksaan Sinar X terhadap abdomen, Ultrasound terhadap abdomen, CT Scan dan
Pemeriksaan fisik rektum. Penatalaksanaan Medis yang sering dilakukan pada pasien
atresia ani yaitu pada Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang
disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital dan Colostomi
sementara.

3.2. Saran

Sebagai seorang perawat yang professional, maka seharusnya kita bisa


melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir terutama pada anggota badan yang
rentan mengalami kelainan kongenital seperti anus. Hal yang harus dilakukan adalah
bayi dilakukan colok dubur untuk mengetahui apakah bayi mempunyai anus atau
tidak. Lalu dianjurkan bayi untuk menginap di klinik atau RS dalam waktu 24 jam
untuk mengetahui apakah bayi sudah mengeluarkan mekonium atau tidak, kalau
dalam jangka waktu tersebut bayi sudah mengeluarkan mekonium maka bayi tidak
mengalami kelainan.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. “Buku Saku Keperawatan Pediatrik”. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.

Doengoes Merillynn. 1999. “Rencana Asuhan Keperawatan, Nursing care plans, Guidelines
for planing and documenting patient care”. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. Jakarta: EGC

Wong, Donna L. 2003. “Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik”. Sri Kurnianianingsih (ed),
Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai