Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH TENTANG

( ATRESIA ANI )

DISUSUN OLEH :
ALFABET OKSTRISTYAN FAKURIZA
18320006

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “Atresia Ani” dapat
terselesaikan dengan baik.Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklain
untuk memenuhi salah satu dari sekian kewajiban Mata KuliahKeperawatan
Klinik III Bserta merupakan bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas
yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Ns.Lantin Sulistyorini, M.Kes. selaku dosen pengampu serta semua
pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi
referensi bagi pembaca.
Terimakasih.
WassalamualaikumWr. Wb

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................2
1.3 Implikasi Keperawatan.......................................................................2
BAB 2. TINJAUAN TEORI......................................................................3
2.1 Pengertian.............................................................................................3
2.2 Epidemiologi.........................................................................................3
2.3 Etiologi..................................................................................................4
2.4 Klasifikasi.............................................................................................4
2.5 Tanda dan gejala..................................................................................8
2.6 Patofisiologi...........................................................................................8
2.7 komplikasi dan prognosis....................................................................9
2.8 Pengobatan...........................................................................................10
2.9 Pencegahan...........................................................................................12
BAB 3. PATHWAYS.................................................................................13
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................15
4.1 Pengkajian............................................................................................15
4.2 Diagnosa................................................................................................22
4.3 Intervensi dan Implementasi...............................................................23
4.4 Evaluasi.................................................................................................29
BAB 5. PENUTUP......................................................................................30
5.1 Kesimpulan...........................................................................................30
5.2 Saran.....................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................31

ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Atresia ani adalah kelainan congenital dimana lubang anus tertutup
secara abnormal. Atresia ani atau anus imperforate memiliki anus tampak
rata, cekung ke dalam, atau kadang berbentuk anus tetapi lubang anus yang
ada tidak terbentuk secara sempurna sehingga lubang tersebut tidak terhubung
dengan saluran rectum. Rectum yang tidak terhubung dengan anus maka
feses tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh secara normal. Tidak adanya
lubang anus ini karena terjadi gangguan pemisahan kloaka pada saat
kehamilan.
Indonesia memiliki angka kejadian atresia ani sangat tinggi yaitu 90%.
Masyarakat pada daerah perkotaan sangat erat kaitannya dengan kepadatan
penduduk dan lingkungan yang kumuh. Lingkungan yang kumuh dapat
menjadi factor pendukung terjadinya atresia ani. Tingkat pendidikan dan
pengetahuan yang rendah dan pola nutrisi yang kurang baik memungkinkan
bahwa keluarga dengan ibu hamil kurang memperoleh informasi mengenai
kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan.
Lingkungan yang terpapar dengan zat zat racun seperti asap rokok, alcohol
dan nikotin dapat mempengaruhi perkembangan janin. Atresia ani merupakan
suatu penyakit yang terjadi karena factor genetic, lingkungan dan atau
keduanya. Kelainan ini harus segera ditangani, jika tidak maka akan terjadi
komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan inkontinensia feses.
Maka dari itu untuk menambah wawasan khususnya keluarga dengan
ibu hamil penulis mengangkat tema atresia ani ini untuk mengurangi angka
kejadian atresia ani di Indonesia. Makalah ini ditulis bertujuan untuk
mengetahui komplikasi, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan mengenai
atresia ani.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui definisi atresia ani.
1.2.2 Mengetahui epidemiologi atresia ani.
1.2.3 Mengetahui etiologi atresia ani.
1.2.4 Mengetahui tanda dan gejala atresia ani.
1.2.5 Mengetahui patofisiologi atresia ani.
1.2.6 Mengetahui komplikasi dan prognosis atresia ani.
1.2.7 Mengetahi cara pengobatan pada atresia ani.
1.2.8 Mengetahui pencegahan atresia ani.
1.2.9 Mengetahui asuhan keperawatan pada klien atresia ani.

1.3 Implikasi keperawatan


Penerapan asuhan keperawatan pada penyakit atresia ani dapat menyajikan
suatu lingkup praktik keperawatan secara professional. Penggunaan asuhan
keperawatan pada penderita atresia ani sangat bermanfaat bagi pasien dan
keluarga. Dalam hal ini pasien dan keluarga diharapkan dapat berpartisipasi
secara aktif dalam proses keperawatan. Bagi perawat, proses keperawatan ini
dapat meningkatankan kepuasan dalam bekerja dan meningkatkan
perkembangan profesionalisme dan meningktkan suatu pengembangan dan
kreatifitas dalam menangani masalah atresia ani.

2
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus.
Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal pada
anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau anus imperforata adalah
malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang ke luar
(Wong,2016). Pada Atresia ani bentuk anus tampak rata, cekung ke dalam,
kadan berbentuk seperti anus tetapi tidak ada lubang atau lubang abnormal
sehingga tidak terhubung dengan rectum. Atresia ani terjadi karena gangguan
pemisahan kloaka pada saat kehamilan.
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya
nutrisi ataumakanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah
keadaan tidak adanyaatau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular
secara kongenital disebutjuga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang
di tempat yang seharusnyaberlubang atau buntunya saluran atau rongga
tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaansejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.Atresia dapat terjadi pada
seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitutidak
berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata.
Jikaatresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk
membuatsaluran seperti keadaan normalnyaAtresia Ani / Atresia Rekti adalah
ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital(Dorland, 2016).Atresia
Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforatemeliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, 2015).Atresia ini atau
anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yangmemisahkan
bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidaksempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anusnamun tidak berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto,
2015)Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atausaluran anus (Donna L. Wong, 2017: 205).Suatu perineum tanpa
apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross(2016) membagi

3
anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:1.Stenosis rectum yang lebih rendah
atau pada anus2.Membran anus menetap3.Anus inperforata dan ujung rectum
yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dariperitoneum4.Lubang
anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntuPada golongan 3 hampir
selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang seringditemukan fisula
rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang

2.2 Epidemiologi
Atresia Ani dalah kegagalan pemisahan kloaka saat embrional dalam
kandungan ibu yang sehungga tidak terbentuknya lubang anus. Sebenarnya
kelainan ini sangat mudah diketahui, tetapi bisa juga terlewat kan karena
kurangnya pemeriksaan pada perineum.Malformasi anorektal lebih banyak
ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan.Dengan angka kejadian rata-
rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 pada setiap
kelahiran.
Dari data yang ditemukan kelainan yang paling banyak ditemui pada
bayi laki-laki adalah Fistula rektouretra lalu diikuti oleh fistula
perineal.Sedang kanpa da bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang
paling banyak ditemui adalah anus imperforate kemudian diikuti fistula
rektovesti bulardan fistula perineal.
Pada Orang tua yang mempunyai gen karier terhadap Atresia ani
mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan kepada anaknya dan 30%
Anak dengan kelainan genetik, kelainan kromosom atau kelainan kongenital
lain yang juga beresiko untuk menderita atresia ani.
Pada umumnya gambaran atresia ani yang terjadipada 1,5%-2% atresia
ania dalah Atresia rektum, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:0.
Kejadian yang tinggi terjadi pada daerah India selatan (M Kisra, 2015).
Malformasi anorektalletakren dah lebih banyak ditemukan dibanding
kan malformasianorektalletak tinggi itu adalah hasil penelitian Boocock dan
Donna di Manchester.

4
2.3 Etiologi
Penyebab dari atresia ani masih belum diketahui pasti. Pada beberapa
penelitian, atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan genetic maupun factor
lingkungan yang terpapar oleh zat-zat beracun, lingkungan yang kumuh dan
pola nutrisi bayi selama dalam kandungan.
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa factor, yaitu :
1. Putusnyasaluranpencernaanatasdengandaerahdubur,
sehinggabayilahirtanpalubangdubur.
2. Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan dimana terjadi kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan yang diturunkan dari orang tua. Jika kedua orang tua
menjadi carier maka 25%-30% menjadi peluang untuk terjadinya atresia
ani, kemudian adanya kelainan sindrom genetic, kromosom yang tidak
normal dan kelainan congenital lainnya juga dapat beresiko menderita
atresia ani.
5. Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus
urogenital, biasanya karena gangguan perkembangan septum urogenital
pada minggu ke-5 sampai ke-7 pada usia kehamilan,

2.4 Klasifikasi
Menurutklasifikasi Wingspread (1984)dijelaskanbahwa, atresia anidibagi 2
golongan yang dikelompokkanmenurutjeniskelamin.
a. Golongan Iyaitupadaanakpenderitaberjeniskelaminlaki-lakidibagimenjadi
4 kelainanyaitu
1. Kelainanpadafistelurin
2. Atresia rectum,
3. Perineum yang datar

5
4. TidakadanyaFistel.
Namunjikaadafistelurin,
tampakmekoniumkeluardariorifisiumeksternumuretra,
mungkinterdapatfistelkeuretramaupunkevesikaurinaria.Cara
menentukanletakfistelnyaadalahdenganmemasangkateterurin.Dan
jikakatetertelahterpasangkemudian urin yang keluarjernih,
itupertandabahwafistelterletakdiuretrakarenafisteltersebuttertutupkateter.Bilad
engankateterurinmengandungmekonuimmakafistelkevesikaurinariakemudian
pengeluaranfesestersebuttidaklancar,itupertandapenderitamemerlukankolosto
misegera agar faseskeluardengan semestinya.Padaperempuanpenderita atresia
rectum,tindakannyasamasepertilaki-
lakiyaituharusdibuatkolostomidanJikafisteltidakadadanudara> 1 cm
darikulitpada invertogram, makaperlusegeradilakukankolostomijuga.
b. Golongan IIyaitupadapenderitaberjeniskelaminlaki-lakidibagi 4
kelainanyaitu
1. Kelainanpadafistel perineum
2. Membran anal
3. Stenosis anus
4. Fisteltidakada.
Fistel perineum yang adapadalaki-
lakiinisamadenganpadawanitayaitulubangnyaterdapat anterior dariletak
anus yang normal. Sedangkanpadamembran anal,
biasanyaterlihatbayanganmekonium di
bawahselaput.Saatevakuasifesessedangtidakadasebaiknyadilakukanterapid
efinitsecepatmungkin.Pada stenosis anus,
samadenganperempuanyaitutindakan definitive harusdilakukan.
Bilatidakadafisteldanudara.
c. Golongan I padaperempuangdibagi 5 kelainanyaitu :
1. Kelainankloaka
2. Fistel vagina
3. Fistelrektovestibular

6
4. Atresia rectum
5. Fisteltidakada
6. Invertogram : udara >1 cm dari kulit
Padafistel vagina, mekoniumtampakkeluardari
vagina.Evakuasifecesnyamenjaditidaklancarsehinggasebaiknyadilakukank
olostomi.Padafistelvestibulum,
muarafistelterdapatdivulva.Umumnyaevakuasifeseslancarselamapenderita
hanyaminumsusu. Evakuasimulai
terhambatsaatpenderitamulaimakanmakananpadat.Kolostomidapatdirencan
akanbilapenderitadalamkeadaan
optimal.Bilaterdapatkloakamakatidakperluadapemisahanantaratraktusurina
rius, traktusgenetalisdanjalancernanya.Evakuasipengeluaranfeses yang
umumnyatidaksempurnasehinggaperlusegeradilakukankolostomi.Pada
atresia rectum, anus tampak normal tetapipadapemerikasaandubur,
jaritidakdapatmasuklebihdari 1-2 cm. Dan
tidakadaevakuasimekoniumsehinggaperlujugasegeradilakukankolostomi.B
ilatidakadafistel, dibuatinvertogram.
d. Golongan II padaperempuandibagi 3 kelainanyaitu
 Kelainanpadafistel perineum,
 Stenosis anus
 Fisteltidak ada
 Invertogram : udara <1 cm dari kulit.
Lubangfistel perineum biasanyaterdapatdiantara vulva
dantempatletak anus normal, tetapitandatimah anus yang
buntumenimbulkanobstipasi.Pada stenosis anus, lubang anus terletak di
tempat yang seharusnya, tetapisangatsempit.Evakuasifeses tidal
lancarsehinggabiasanyaharussegeradilakukanterapi
definitive.Bilatidakadafisteldanpadainvertogramudara.
Selanjutnyaklasifikasi atresia anijugadibagimenjadiada 4 yaitu :
1. Anal stenosis yaitu terjadinya penyempitan anus sehingga feses tidak
dapat keluar pada semestinya.

7
2. Membranosus atresia adalahterdapat membrane pada anus.
3. Anal agenesis yaitupenderitamasihmemiliki anus tetapiadadaging diantara
rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah penderita yangtidakmemilikirektum.

KemudianKalsifikasipasienpenderita Atresia
anidiklasifikasikanlebihlanjutmenjadi 3 sub kelompokanatomiyaitu :
1. Anomali rendah / infralevator
Pada anomaly rendah, rektum mempunyai jalur desenden yang normal
melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan
dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Pada anomaly intermediet, rektum berada pada atau di bawah tingkat otot
puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang
normal.
3. Anomali tinggi / supralevator
Pada anomaly tinggi ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter
internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula
genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak
antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

8
Gambaran malforasi anorektal pada perempuan

2.5 Tanda dan gejala


1. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
2. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran bayi.
3. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
4. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
5. Pengukuran suhu rektal pada bayi tidak dapat dilakukan.
6. Adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) dan distensi
bertahap
7. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
8. Lebih dari 50% pasien dengan atresia ani mempunyaikelainan congenital
lain.
9. Perut kembung 4-8 jam setelah lahir. (Betz. Ed 7. 2015)

2.6 Patofisiologi
Atresia ani terjadi dikarenakan kegagalan penurunan septum
anorektal pada embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik
bagian belakang. Kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan
struktur anorektal berkembang awalnya dari ujung ekor dari bagian
belakang. Penyempitan pada kanal anorektal menyebabkan terjadinya
stenosis anal. Atresia ani sendiri terjadi karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi tersebut juga diakibatkan karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan

9
vagina. Di usus besar yang keluar hingga anus tidak terjadi pembukaan
sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi
dan adanya fistula. Obstruksi tersebut berakibat distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin
akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses
mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi,
umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate.
(rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke uretra
(rektourethralis).
2.7 Komplikasi & prognosis
2.7.1 Komplikasi
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
c. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet
training.
d. Komplikasi jangka panjang yaitu
a) eversi mukosa anal,
b) stenosis (akibat konstriksijaringan perut dianastomosis).
c) Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
d) Prolaps mukosa anorektal.
e) Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
f) Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan
dan infeksi).(Ngastiyah, 2015).
Factor factor yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi pada
atresia ani adalah kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan
operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi,

10
danketerampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi
yang buruk.
2.7.2 Prognosis
Kelainan anorektal letak rendah biasanya dapat diperbaiki
dengan pembedahan melalui perineum dan prognosis baik untuk
kontinensia fekal. Sedangkan beda dengan kelainan anorektal letak
tinggi diperbaiki dengan pembedahan sakroperineal atau
abdominoperineal. Adapun pada kelainan ini, sfingterani eksternus
tidak memadai dan tidak ada sfingter ani internus, maka
kontinensia fekal tergantung fungsi otot puborektalis (DeLorimer
1981 ; Iwai et al 1988). Ong dan Beasley (1990) mendapatkan hasil
penelitian klinis, dalam jangka panjang dari kelainan anorektal
letak rendah yang dilakukan operasi perineal lebih dari 90%
penderita mencapai kontrol anorektal yang secara sosial dapat
diterima. Insidensi “soiling” pada penderita umur lebih 10 tahun
lebih rendah dibanding penderita yang lebih muda. Pada kelainan
anorektal letak tinggi hasilnya hanya 1/3 yang baik, 1/3 lagi dapat
mengontrol kontinensia fekal. Pada wanita hasilnya lebih baik
daripada laki-laki karena pada wanita lesi seringkali intermediet.
Kebanyakan lesi supralevator dengan tindakan PSARP dapat
dikerjakan melalui perineum tanpa membuka abdomen (Smith,
1990). masalah-masalah kontinensia biasanya terjadi pada
beberapa penderita dengan kelainan anorektal letak tinggi terutama
ketika dilakukan pembedahan dibanding letak rendah.
2.8 Pengobatan
Penatalaksanaan atresia ani ini berbeda, tergantung pada letak ketinggian
akhiran rectum dan ada tidaknya fistula. Leape (1987) menganjurkan pada:
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau
TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif
(PSARP)

11
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas
otot sfingter ani ekternus
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion yaitu tindakan
pembedahan untuk membuat lubang anus pada anus malformasi fistel
rendah misalnya pada anocutan fistel, anus vestibular yang tidak adekuat
dan pada anus membranaseus
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin

Pelaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu sebagai berikut:


a. Kolostomi
Kolostomi adalah suatu tindakan membuat lubang pada dinding
abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Saat ini
tatalaksana atresia ani yang paling ideal adalah divided descending
colostomy karena kolostomi ini memungkinkan terjadinya dekompresi
yang adekuat, dan segmen kolon distal non-fungsional yang pendek
namun tidak mengganggu proses pull-through pada tahap terapi
definitive. Kolostomi pada sigmoid juga dianggap lebih menguntungkan
dibanding dengan kolostomi transversal, karena proses pembersihan
kolon distal pada proses kolostomi menjadi lebih mudah. Loop
colostomy memungkinkan masuknya feses dari stoma proksimal ke
distal, dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi, dilatasi rektal, dan
impaksi feses. Kolostomi pada rektosigmoid bagian bawah sering terjadi
kesalahan karena proses ini membuat segmen distal menjadi terlalu
pendek dan sulit untuk dimobilisasi pada proses pull through.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
PSARP adalah suatu tindakan membelah muskulus sfingter
eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi
kantong rectum dan pemotongan fistel.PSARP umumnya ditunda 9
sampai 12 bulan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada

12
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi
untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari
setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Awalnya BAB akan
sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan
agak padat.
d. Perawatan Postoperasi
Setelah menjalani operasi, dua minggu kemudian pasien menjalani
anal dilatasi dua kali setiap hari sampai ukuran busi sesuai dengan umur
pasien dan saat businasi terasa lancar dan tidak terasa sakit. Kemudian
dilakukan tappering businasi dengan menurunkan frekuensi sampai
beberapa bulan, biasanya sekitar 6 bulan. Orang tua pasien harus
diikutsertakan dalam program ini karena orang tua yang menjalankan dan
orang yang paling dekat dengan anak.

2.9 Pencegahan
1. Melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga khususnya ibu hamil
mengenai informasi kesehatan ibu hamil, pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam kandungan.
2. Promosi kesehatan mengenai sanitasi lingkungan.
3. Menjauhkan ibu hamil dari bahan beracun seperti asap rokok, nikotin,
dan zat yang berbahaya lainnya.

13
BAB 3 PATHWAYS

Kelainan kongengital  Gangguan pertumbuhan Factor lingkungan


 Fusi
 Pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik

Feses menumpuk Feses tidak Atresia Ani Vistel rektrovaginal


keluar

Feses masuk uretra


Reabsorbsi sisa Peningkatan tekanan
metabolism tubuh intra abdominal
Mikroorganisme masuk
Operasi kolostomi ke saluran kemih
Keracunan

anxietas Perubahan Dysuria Gangguan eliminasi urin


Mual, muntah
defekasi:
- pengeluar
Ketidakseimba an tak
ngan nutrisis Gangguan rasa nyaman
terkontrol
kurang dari - iritasi
kebutuhan mukosa
tubuh

14
Trauma jaringan Abnormalitas
Resiko kerusakan spinter rektal
integritas kulit
Perawatan tidak
adekuat
Nyeri

Resiko infeksi

15
BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
4.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : -
Demografi: lingkungan yang kumuh dan pemukiman yang padat
dapat mempengaruhi terjadinya atresia ani
Umur: 1 hari
Jenis Kelamin: laki-laki
Atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki laki
daripada perempuan
No. Reg: -
Tanggal Masuk RS: -
Diagnosa Medis: Atresia Ani
4.1.2 RIWAYAT KESEHATAN
a.Keluhan Utama
Pasien tidak memiliki anus sejak lahir
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama
kelahiran, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air
besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat
dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kedua orang tua merupakan carier dari atresia ani, adanya
kelainan sindrom genetic, kromosom yang tidak normal dan
kelainan congenital lainnya. Riwayat penggunaan obat-obatan
tanpa resep, konsumsi jamu-jamuan, riwayat jatuh, trauma pada
perut disangkal.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang juga memiliki kelainan tidak
memiliki anus sejak lahir.

16
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan
umumnya kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi secara
langsung kasus atresia ani ini. Hanya saja, lingkungan yang
kumuh dan padat tidak menutup kemungkinan menyebabkan
awalan terjadinya penyakit atresia ani pada janin yang masih
didalam kandungan.
4.1.3 POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Pasien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang
apa yangdirasakan dan apa yang diinginkan karena pasien
merupakan bayi.
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri
karena masih bayi.
c. Pola istirahat/tidur
Pasien merasakan nyeri sehingga mengganggu waktu
istirahatnya. Diperoleh dari keterangan ibu bayi atau keluarga
yang lainnya, ketika saat jam istirahat, pasien gelisah dan rewel.
d. Pola nutrisi metabolik
Pasien yang merupakan bayi hanya minum ASI atau susu
kaleng, namun bisa saja dimuntahkan kembali ketika perut
terasa penuh, dan akibat terhambatnya melakukan konstipasi.
e. Pola eliminasi
Pasien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
yang seharusnya dikeluarkan melalui anus.
f. Pola kognitif perseptual
Pasien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi
dengan baik pada orang lain dikarenakan masih bayi. Keluarga
pasien pun belum terlalu paham mengenai penyakit yang
diderita pasien.
g. Pola konsep diri

17
1) Identitas diri : belum bisa terkaji
2) Ideal diri : belum bisa terkaji
3) Gambaran diri : belum bisa terkaji
4) Peran diri : belum bisa terkaji
5) Harga diri : belum bisa terkaji
h. Pola seksual Reproduksi
Pasien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena pasien belum mengerti tentang
kepercayaan.
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena pasien belum mampu berinteraksi
dengan orang lain secara mandiri.
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena pasien masih bayi dan belum mampu
berespon terhadap adanya suatu masalah.

4.1.4 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik Head to toe
1. Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit.
• Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak
ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada
chepal hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan
subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus,
conjungtiva tampak agak pucat.

18
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak
macroglosus, tidak cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago
berbentuk sempurna
7. Leher
Tidak ada webbed neck.
8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel
shest, pernafasan normal
9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
10. Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, tampak stoma kesan vital, produksi
feses positif.
Auskultasi : bising usus positif, normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
Perkusi : timpani
11. Genetalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak
ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar,
kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang
dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada
auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah

19
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan
maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat.
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +

Menurut Pena yang dikutipkan Faradilla untuk mendiagnosa


menggunakan cara sebagai berikut:
1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin
bila:
a) Jika Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau
anal membran berarti atresia ini termasuk atresia letak
rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital
Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi.
b) Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan
kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggu kemudian
dilakukan tindakan definitif. Apabila pemeriksaan diatas
meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1
cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum >
1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa
rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.
2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal
PSARP tanpa kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau
rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila
fistel (-) maka dilakukan invertrogram. Apabila akhiran < 1

20
cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti,
apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi
terlebih dahulu.
Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila
mekonium didapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel
perianal maka kelainan adalah letak rendah. Bila Pada pemeriksaan
fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah.
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar
usus terisi oleh udara, dengan cara Wangenstein Reis yaitu kedua
kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah atau
knee chest position yaitu posisi sujudyang bertujuanagar udara
berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan
fistulografi (Faradilla, 2016).
Pada pemeriksan klinis, pasien dengan atresia ani tidak selalu
menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna.Pada pemeriksaan
klinis harus segera ditegakkan diagnosis setelah lahir dengan
inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer
melalui anus. (Levitt M, 2016)
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi
dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen
tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan
mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau
fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada
bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga
rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus
cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi
rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk
menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah
akan dilakukan colostomy atau anoplasty (Levitt M, 2016).
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat
perineum, ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple

21
mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang
sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak
tinggi dan harus dilakukan colostomy (Levitt M, 2016).
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan
atresia ani letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum,
"bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan
adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium) (Levitt
M, 2016).

4.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diketahui sebagai berikut:
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum.
2. Pemeriksaan urin, jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk
memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice)
dapat menunjukkan adanya gas dalam ujung rectum yang buntu
pada mekonium yang mencegah gas sampai keujung kantong
rectal.
4. Ultrasound terhadap abdomen, dapat digunakan untuk
menentukan letak rectal kantong. Digunakan juga untuk melihat
fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan
menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika
mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm
Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius,
misalnya suatu sistrouretrogram mikturasi akan memperlihatkan
hubungan rektrourinarius dan kelainan urinarius.

22
7. CT Scan digunakan untuk menentukan lesi.

4.2 Diagnosa
a. Gangguan pola eliminasi konstipasi berhubungan dengan abnormalitas
organ.
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan feses masuk ke uretra.
c. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
f. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit,
vistel retrovaginal, dysuria, trauma jaringan post operasi.
g. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan perawatan tidak adekuat,
trauma jaringan post operasi.
h. Ansietas berhubungan dengan pembedahan dan mempunyai anak yang
tidak sempurna.

23
4.3 Perencanaan dan pelaksanaan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Implementasi


Kriteria hasil
1 Gangguan Setelah 1. Monitor tanda 1. Memonitor
pola dilakukan dan gejala tanda dan
eliminasi 3x24 jam pola konstipasi gejala
konstipasi eliminasi 2. Monitor feses: konstipasi
b.d pasien cuku frekuensi, 2. Memonitor
abnormalit baik. konsistensi dan feses:
as organ Kriteria Hasil: volume frekuensi,
Eliminasi 3. Monitor bising konsistensi
konstipasi bayi usus dan volume
bisa, walau 4. Monitor tanda 3. Memonitor
hanya melalui dan gejala bising usus
anus buatan peritonitis(di 4. Memonitor
usus) tanda dan
5. Pantau tanda gejala
dan gejala peritonitis(di
konstipasi usus)
6. Jelaskan 5. Memantau
rasionalisasi dari tanda dan
tindakan yang gejala
dilakukan konstipasi
kepada keluarga 6. Menjelaskan
pasien (bayi) rasionalisasi
7. Dukung intake dari tindakan
cairan yang
dilakukan
kepada
keluarga

24
pasien (bayi)
7. Mendukung
intake cairan

2 Nyeri akut Setelah 1. Lakukan 1. Melakukan


b.d trauma dilakukan pengkajian nyeri pengkajian
jaringan perawatan secara nyeri secara
1x24 jam nyeri komprehensif, komprehensif,
pasien termasuk lokasi, termasuk
berkurang karakteristik, lokasi,
Kriteria Hasil: durasi, frekuensi, karakteristik,
Nyeri pada kualitasnya. durasi,
pasien(bayi) 2. Observasi reaksi frekuensi,
berkurang nonverbal dari kualitasnya
pada skala ketidaknyamanan 2. Mengobservas
nyeri1 setelah (misalnya: bayi i reaksi
dilakukan menangis) nonverbal dari
penanganan 3. Kontrol ketidaknyama
nyeri yang lingkungan yang nan (misalnya:
tepat serta dapat bayi
didampingi mempengaruhi menangis)
dengan nyeri seperti suhu 3. Mengontrol
lingkungan ruangan, lingkungan
yang bersih pencahayaan,dll yang dapat
4. Pilih dan mempengaruh
lakukan i nyeri seperti
penanganan suhu ruangan,
nyeri pencahayaan,d
ll
4. Memilih dan
melakukan

25
penanganan
nyeri
3 Gangguan Setelah 1. Dorong 1. Mendorong
rasa dilakukan keluarga untuk keluarga
nyaman perawatan menemani untuk
b.d gejala 1x24 jam nyeri pasien (bayi) menemani
terkait berkurang 2. Jaga kebersihan pasien (bayi)
penyakit, Kriteria hasil: daerah 2. Menjaga
vistel  Pasien penyakit/trauma kebersihan
retrovagin (bayi) tidak , pantau respon daerah
al, dysuria, lagi rewel pasien penyakit/trau
trauma karena 3. Beri pendidikan ma, pantau
jaringan area/lokasi kesehatan pada respon pasien
post penyakit keluarga pasien 3. Beri
operasi dan trauma (bayi) pendidikan
bersih dan kesehatan
selalu pada keluarga
dipantau pasien (bayi)

4 Ketidaksei Selama 1. Kolaborasi 1. Melakukan


mbangan dilakukan dengan ahli gizi kolaborasi
nutrisi perawatan untuk dengan ahli gizi
kurang 2x24 jam menentukan untuk
dari kebutuhan jumlah nutrisi menentukan
kebutuhan nutrisi pasien yang dibutuhkan jumlah nutrisi
tubuh b.d tercukupi pasien (bayi) yang
ketidakma Kriteria Hasil: 2. Monitor jumlah dibutuhkan
mpuan Nutrisi pasien nutrisi pasien (bayi)
mencerna sedikit demi 3. Kaji kemampuan 2. Memonitor
makanan sedikit pasien untuk jumlah nutrisi
terpenuhi mendapatkan 3. Mengkaji

26
nutrisi yang kemampuan
dibutuhkan pasien untuk
4. Berikan mendapatkan
informasi tentang nutrisi yang
kebutuhan nutrisi dibutuhkan
kepada keluarga 4. Memberikan
pasien informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi kepada
keluarga pasien

5 Resiko Selama 1. Jaga kebersihan 1. Menjaga


kerusakan dilakukan dan pantau kebersihan dan
integritas perawatan didaerah yang di pantau didaerah
kulit b.d selama 3x24 kolostomi pada yang di
kolostomi jam tidak ada pasien (bayi) kolostomi pada
kerusakan 2. Oleskan lotion pasien (bayi)
jaringan pada atau minyak/baby 2. Mengoleskan
kulit. oil pada daerah lotion atau
Criteria hasil: yang beresiko minyak/baby
1. Tidak 3. Monitor status oil pada daerah
ada nutrisi pasien yang beresiko
tanda- 4. Monitor tanda 3. Memonitor
tanda dan gejala infeksi status nutrisi
infeksi pada area insisi pasien
pada 4. Memonitor
kulit tanda dan gejala
2. Ketebal infeksi pada
an dan area insisi
tekstur

27
jaringa
n
normal

6 Resiko Setelah 1. Jaga kebersihan 1. Menjaga


tinggi dilakukan lingkungan kebersihan
infeksi b.d perawatan 2. Pertahankan lingkungan
perawatan 3x24 jam teknik isolasi 2. Mempertahanka
tidak resiko tinggi 3. Berikan terapi n teknik isolasi
adekuat, infeksi pasien antibiotic bila 3. Memberikan
trauma berkurang perlu infection terapi antibiotic
jaringan Kriteria Hasil: protection bila perlu
post Resiko infeksi 4. Monitor tanda infection
operasi berkurang dan gejala infeksi protection
karena sistemik dan local 4. Memonitor
lingkungan 5. Berikan tanda dan gejala
yang bersih perawatan pada infeksi sistemik
serta penangan lokasi infeksi dan local
cepat yang 6. Inspeksi kondisi 5. Memberikan
dilakukan. luka perawatan pada
7. Inspeksi kulit dan lokasi infeksi
membran mukosa 6. Melakukan
terhadap inspeksi kondisi
kemerahan, luka
panas, drainase 7. Melakukan
8. Dorong inspeksi kulit
masukkan nutrisi dan membran
yang cukup mukosa
9. Ajarkan keluarga terhadap
pasien (bayi) kemerahan,
tanda dan gejala panas, drainase

28
infeksi 8. Mendorong
masukkan
nutrisi yang
cukup
9. Mengajarkan
keluarga pasien
(bayi) tanda dan
gejala infeksi

7 Ansietas Selama 1. Gunakan 1. Menggunakan


b.d dilakukan pendekatan yang pendekatan
pembedah perawatan menenangkan yang
an dan 1x24 jam 2. Jelaskan semua menenangkan
mempunya ansietas prosedur 2. Menjelaskan
i anak keluarga 3. Pahami semua prosedur
yang tidak pasien teratasi prespektif 3. Memahami
sempurna Kriteria Hasil: keluarga pasien prespektif
Keluarga terhadap situasi keluarga pasien
pasien sedikit stress terhadap situasi
berkurang rasa 4. Bantu keluarga stress
cemas setelah pasien mengenal 4. Membantu
diberi penkes situasi yang keluarga pasien
yang menimbulkan mengenal
berhubungan kecemasan situasi yang
dengan 5. Dorong keluarga menimbulkan
penyakit sang pasien untuk kecemasan
anak mengungkapkan 5. Mendorong
perasaan, keluarga pasien
ketakutan, untuk
persepsi mengungkapka
n perasaan,

29
ketakutan,
persepsi

4.4 Evaluasi
Evaluasi dalam asuhan keperawatan merupakan respon pasien terhadap
intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan,
dan perbaikan. Penulis menggunakan evaluasi SOAP dalam asuhan
keperawatan atresia ani sebagai berikut :
S: subjectiv
O: objektif
A: assesment
P: plan
Berikut evaluasi dari 3 diagnosa yang kami ambil:
DX 1: Gangguan pola eliminasi konstipasi b.d abnormalitas organ
S: Bayi rewel ketika tidak dapat melakukan konstipasi
O: Keringat dingin, suhu tubuh tinggi, bising usus pekak
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
DX 2: Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit, vistel retrovaginal,
dysuria, trauma jaringan post operasi
S: Bayi gelisah dan rewel
O: Kebersihan area penyakit/trauma belum terpenuhi, tidak ada keluarga
yang mendampingi saat itu
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
DX 3: Nyeri akut b.d trauma jaringan

30
S: Bayi menangis ketika bergerak atau lokasi penyakit tersentuh
O : Skala nyeri bayi di angka 4
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Atresia ani merupakan suatu penyakit dimana tidak ada lubang anus
pada tempat yang seharusnya. Penyakit ini biasanya terjadi pada bayi
baru lahir.Atresia ani ini dapat disebabkan oleh kelainan genetic dan
lingkungan. Untuk mencegah terjadinya atresia ani ini dapat dilakukan
melalui pendidikan kesehatan kepada keluarga khususnya ibu hamil
mengenai informasi kesehatan ibu hamil, pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam kandungan, promosi kesehatan mengenai
sanitasi lingkungan, dan menjauhkan ibu hamil dari bahan beracun
seperti asap rokok, nikotin, dan zat yang berbahaya lainnya. Untuk
penanganannya dapat dilakukan dengan kolostomi, yaitu pembuatan
lubang pada abdomen yang fungsinya sebagai pengganti anus.

5.2 Saran
Untuk mencegah penyakit atresia ani ini sebaiknya keluarga dengan ibu
hamil memperbaiki pola nutrisi saat kehamilan, serta menjaga
kebersihan lingkungan sekitar. Dan bagi perawat, sebaiknya dapat
memberikan asuhan keperawatan secara professional.

31
Daftar Pustaka

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2015. Buku Saku Keperawatan Pediarik”
Edisi ke-3. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC

Sri Kurnianingsih (ed), Monica Ester (Alih bahasa). Pedoman Klinis


Keperawatan Pediatrik.. Edisi ke-4. Jakarta: EGC

Faradilla, dkk. 2016. Anastesi pada tindakan posterosagital anorektoplasti pada


kasus malforasi anorektal.Faculty of Medicine – University of Riau
Pekanbaru. [serial online]
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/06/malformasi_anorektal_file
s_of_drsmed.pdf

Hidayat, A. Alimul. 2015. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba


Medika

[serial online]
https://www.academia.edu/8685826/ASKEP_PADA_PASIEN_ATRESIA_ANI
[diakses pada tanggal 29 Februari 2016]

[serial online]
http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/767/bab21.PDF?
sequence=6 [diakses pada tanggal 1 Maret 2016]

[serial online]
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/jtptunimus-gdl-heldanilag-5416-2-
babii.pdf [diakses pada tanggal 1 Maret 2016]

[serial online]

32
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23480/3/Chapter%20II.pdf
[diakses pada tanggal 1 Maret 2016]

33

Anda mungkin juga menyukai