DISUSUN OLEH:
NELAWATI 22122273
Puji sukur saya ucapkan atas kehadirat tuhan yang maha esa karena atas
berkat rahmat dan pertolongannya saya bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah
ini membahas tentang “Askep Atresia” semoga dengan makalah yan saya susun
ini kita sebagai mahsiwa STIKes MERCU BAKTI JAYA dapat menambah dan
memperluas wawasan kita.
Saya mengetahui bahwa makalah yang tersusun ini masih sangat jauh dari
kata sempurna, maka dari itu saya masih mengharapkan kritik dan saran, karena
kritik dan saran, karena kritik dan saran dapat membangun kita dari yang salah
menjadi benar.
Semoga ASKEP yang di susun ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita ,akhir kata saya mengucapkan terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Latar belakang...........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah.....................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
2.1 Defenisi.....................................................................................................3
2.2 Etiologi......................................................................................................3
2.3 Klasifikasi..................................................................................................4
2.4 Menifestasi Klinis......................................................................................4
2.5 Komplikasi................................................................................................5
2.6 Patofisiologi...............................................................................................5
2.7 Penatalaksanaan.........................................................................................5
2.8 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................7
2.9 Pathway.....................................................................................................9
BAB III..................................................................................................................10
3.1 Pengkajian...............................................................................................10
3.2 Data Fokus...............................................................................................12
3.3 Analisa Data............................................................................................12
3.4 Diagnosa Keperawatan............................................................................14
3.6 Perencanaan.............................................................................................15
BAB IV..................................................................................................................21
4.1 Kesimpulan..............................................................................................21
4.2 Saran........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal atau organ tubuler secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata
lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya atau buntutnya saluran atau
rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia ani yaitu yaitu tidak
berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu Anus imperforata.
Kelainan kongenital anus dan rektum relatif sering terjadi. Malformasi kecil
terdapat pada 1 diantara 500 kelahiran hidup, sedangkan malformasi besar terjadi
pada 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Kasus pada laki-laki lebih sering terjadi
daripada pada perempuan. Pada laki-laki paling sering didapatkan fistula
rektouretra, sedangkan pada perempuan paling sering didapatkan fistula
rektovestibuler.
1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguang sistem eliminasi yaitu atresia ani.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui apa yang dimaksud dengan atresia ani
2) Mengetahui etiologic dari atresia ani
3) Mengetahui manifestasi klinis yang timbul pada atresia ani
1
4) Mengetahui komplikasi yang timbul dari atresia ani
5) Mengetahui patofisiologi dari atresia ani
6) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada atresia ani
7) Mengetahui pemeriksaan penunjang pada atresia ani
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Defenisi
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran
yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus
yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum. (Purwanto,
2001). Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai
lubang keluar. (Walley, 1996)
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.
Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL
(Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).
Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan (kongenital)
dimana terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna (abnormal) atau
anus tampak rata maupun sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rektum yang terjadi pada masa
kehamilan.
2.2 Etiologi
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam proses embryogenesis dapat
menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Perkembangan
awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang
sehingga menyebabkan terjadi suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan ini
mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ, atau
mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda (Effendi, Indrasanto E. 2009).
Menurut, Betz & Gowden, 2012 dalam buku saku keperawatan Pediatrick edisi
7 menybutkan beberapa etiologi atresia ani seperti:
3
a. Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna
dikarenakan adanya gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik
b. Terputusnya saluran cerna bagian atas dengan dubur sehingga
menyebabkan bayi lahir tanpa lubang anus
c. Adanya gangguan organogenesis saat masa kehamilan menyebabkan atresia
ani, biasanya kegagalan pertumbuhan bayi dalam kandungan saat berumur
12 minggu atau 3 bulan
d. Kongenital, dimana svingter internal yang mungkin tidak memadai
2.3 Klasifikasi
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (Supralevator)
Rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan jarak
antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
2. Intermediate
Rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya
3. Rendah
rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.
4
d. Adanya distensi abdomen secara bertahap dan tanda obstruksi usus (bila
tidak terdapat fistula)
e. Pada umur 24-28 jam bayi mengalami muntah-muntah
f. Ditemukannya membrane anal pada pemeriksaan rektal touch
2.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
2.6 Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinary
dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada
kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan
perkembangan struktur kolon antara 7 dan 12 minggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang
keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Preventif
5
menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan dan alkohol karena dapat
menyebabkan atresia ani; (b) pemeriksaan lubang dubur/anus bayi pada saat
lahir sangat penting dilakukan sebagai diagnosis awal adanya atresia ani.
Sebab jika sampai tiga hari diketahui bayi menderita ani atresia ani, jiwa bayi
dapat terancam karena feses yang tertimbun dapat mendesak paru-paru bayi
dan organ yang lain.
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan tipe I dengan
stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan tinja tidak
membutuhkan penanganan apapun. Sementara pada stenosis yang berat perlu
dilakukan dilatasi setiap hari dengan karakter uretra, dilatasi Hegar, atau
speculum hidung berukuran kecil. Selanjutnya orang tua dapat melakukan
dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan. Dilatasi dikerjakan beberapa kali
seminggu selama kurang lebih 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan
fungsi defekasi mencapai keadaan normal. Konstipasi dapat dihindari dengan
pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulose.
Bentuk operasi yang diperlukan pada tipe II, baik tanpa atau dengan
fistula, adalah anoplasti pcrincum, kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada
anus slama 23 bulan. Tindakan ini paling baik dilakukan dengan dilator Hegar
selama bayi di rumah sakit dan kemudian orang tua penderita dapat memakai
jari tangan di rumah sampai tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. Pada tipe
III, apabila jarak antara ujung rektum uang buntu ke lekukan anus kurang dari
1,5 cm, pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan melalui anoproktoplasti
pada masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III biasanya perlu dilakukan
pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan. Kolostomi bermanfaat untuk:
6
buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain, kolostomi dapat
dilakukan pada kolon transversum atau kolon sigmoideum. Beberapa
metode pembedahan rekonstruktif yang dapat dilakukan adalah operasi
abdominoperineum terpadu pada usia 1 tahun, anorektoplasti sagital
posterior pada usia 8-12 bulan, dan pendekatan sakrum menurut metode
Stephen setelah bayi berumur 6-9 bulan. Dilatasi anus baru bisa
dilakukan 10 hari setelah operasi dan selanjutnya dapat dilakukan oleh
orang tua di rumah, mula-mula dengan jari kelingking kemudian
dengan jari telunjuk selama 23 bulan setelah pembedahan definitif.
Sedangkan pada penanganan tipe IV dilakukan dengan kolostomi,
untuk kemudian dilanjutkan dengan operasi abdominal pull-through
seperti kasus pada megakolon congenital.
7
5. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk
mengonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan saluran urinaria.
8
2.9 Pathway
Kelainan kogenital
Gangguan
Pertumbuhan
Fusi
Pembentukan anus dari
tonjolan embrionik
ATRESIA ANI
Gang.
2.5 Rasa nyaman
Mual, muntah
Ansietas Perubahan
Defekasi: Gang.
2.6 Eliminasi
Ketidakseimbang Pengeluaran Tak Urine
an Nutrisi < Terkontrol
Kebutuhan Tubuh
Resiko Infeksi
9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas pasien
b. Identitas Penanggung Jawab
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Distensi abomen
b. Riwayat kesehatan sekarang
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-28 jam pertama kelahiran
d. Riwayat kesehatan keluarga
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh anggota keluarga yang lain
e. Riwayat kesehatan lingkungan
Kebersihan lingkungan tidak memperngaruhi kejadi atresia ani
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/Bahasa tentang apa
yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola katifitas kesehatan/Latihan
Pasien belum bisa melakukan katifitas apapun secara mandiri karena
masih bayi
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau keluarga yang lain
d. Pola nutris metabolik
Klien hanya minum air susu ibu (ASI) atau susu kaleng
10
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urun ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berientasi dengan
baik pada orang lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas dari : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peranm hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinterksi dengan orang
lain secara mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu merespon
adanya suatu masalah
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Klien lemah
b. Tanda-tanda vital
1) Nadi : 120-140 kali per menit
2) Tekanan darah : Normal
3) Suhu : 36,5 ºC – 37,6 ºC
4) Pernapasan : 30-40 kali per menit
5) BB : > 2500 gram
6) PB : Normal
11
c. Data sistematik
1) Sistem kardiovaskular
Tekanan daran normal dan denyut nadi normal (120-140 kali per
menit)
2) Sistem respirasi dan pernapasan
Klien tidak mengalami gangguan pernapasan
3) Sistem gastrointestinal
Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan membuncit
4) Sistem muskoskeletal
Klien tidak mengalami gangguan sistem muskoskeletal
5) Sistem integumen
Klien tidak mengalami gangguan sistem integumen
6) Sistem perkemihan
Tedapat meconium di dalam urin
12
Anak menangis, mual, perut
kembung, menolak pemberian
ASI
DO : Gangguan eliminasi Feses masuk ke
Feses keluar bersamaan dengan urine uretra (dysuria)
urine
DS : Cemas orang tua Kurangnya
Ibu klien mengatakan bahwa pengetahuan terkait
dirinya bingung melihat kondisi penyakit anak
sang anak
DO: Kerusakan Integritas Pemasangan
Terpasang kolostomi pada klien Kulit Kolostomi
13
3.4 Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Ditemukan Masalah Masalah Selesai
Tgl. Paraf Tgl. Paraf
1. Ketidakseimbangan nutrisi <
dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan mencerna
makanan (mual, muntah)
2. Gangguan eliminasi urine b.d.
obstruksi anatomik (atresia ani),
dysuria
3. Kecemasan orangtua b.d.
kurangnya pengetahuan terkait
penyakit anak
4. Kerusakan integritas kulit b.d.
pemasangan kolostomi
3.5
14
3.6 Perencanaan
Nama klien : An. Mawar
No. Register : 0123
Ruang : Teratai
Intervensi
No Dx. Kep Tujuan dan NOC Tindakan Rasional TTD
Keperawatan/NIC
1. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Memonitor mual dan 1. Mengetahui berapa
kurang dari kebutuhan b.d. keperawatan selama 1x24 jam muntah output yang keluar
ketidakmampuan diharapkan kebutuhan nutrisi 2. Kaji kemampuan klien 2. Memberikan makanan
mencerna makanan klien terpenuhi dengan untuk mendapatkan sesuai kemampuan
kriteria hasil: nutrisi yang dibutuhkan (oral atau NGT)
Mampu 3. Memonitor status gizi 3. Mengetahui status gizi
mengidentifikasikan 4. Kolaborasi dengan dan meminimali-sir
kebutuhan nutrisi (4) dokter malnutrisi
Tidak ada tanda-tanda 4. Terkait pemasangan
malnutrisi (4) NGT
15
2 Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan asuhan 1. Memantau tanda-tanda 1. Mengetahui tingkat
b.d. obstruksi anatomik keperawatan selama 1x24 jam vital dan tingkat distensi distensi kandung kemih
(atresia ani), dysuria diharapkan gangguan kandung kemih dengan klien
elimnasi urine dapat palpasi dan perkusi 2. Mengetahui jumlah
teratasi kriteria hasil: 2. Periksa dan timbang output (urine) dan ada
Kandung kemih pasien popok klien tidaknya feses yang
kosong secara penuh (4) 3. Melakukan penilaian bercampur
Intake cairan dalam pada fungsi kognitif 3. Memastikan apakah
rentang normal (4) 4. saluran kemih normal
Bebas dari ISK (4)
3 Kecemasan orang tua Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status mental dan 1. Derajat ansietas akan
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam tingkat ansietas dari dipengaruhi bagaimana
kurang pengetahuan diharapkan rasa cemas klien dan keluarga. informasi tersebut
tentang penyakit dan orangtua dapat hilang atau 2. Dengarkan dengan diterima.
prosedur perawatan berkurang. penuh perhatikan 2. Menjadi pendengar
Kriteria Hasil: 3. Jelaskan dan persiapkan yang baik dapat
1.) Ansietas berkurang untuk tindakan prosedur mengurangi rasa cemas
sebelum dilakukan
16
2.) Ibu klien tidak gelisah operasi. orangtua
4. Beri kesempatan klien 3. Membuat orang tua
untuk mengungkapkan lebih mengerti keadaan
isi pikiran dan bertanya. anaknya
5. Ciptakan lingkungan 4. Dapat meringankan
yang tenang dan ansietas terutama ketika
nyaman. tindakan operasi tersebut
dilakukan.
5. Mengungkapkan rasa
takut dan bertanya secara
terbuka dimana rasa
takut dapat ditujukan.
6. Lingkungan nyaman
dapat mengurangi cemas
4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Hindari kerutan pada 1. Untuk mencegah
b.d. pemasangan keperawatan selama 1x24 jam tempat tidur perlukaan pada kulit
kolostomi diharapkan kerusakan 2. Jaga kebersihan kulit agar 2. Untuk menjaga
integritas kulit dapat tetap bersih dan kering ketahanan kulit
17
berkurang kriteria hasil: 3. Monitor kulit akan adanya 3. Untuk mengetahui
Integritas kullit yang kemerahan adanya tanda kerusakan
baik bisa dipertahan-kan 4. Oleskan lotion/baby oil jaringan kulit
(4) pada daerah yang tertekan 4. Untuk menjaga
Perfusi jaringan baik (3) 5. Monitor status nutrisi kelembaban kulit
Menunjukan pemahaman klien 5. Untuk menjaga
dalam proses perbaikan keadekuatan nutrisi guna
kulit dan mencegah penyembuhan luka
terjadinya cedera
berulang (4)
5 Nyeri akut b.d trauma Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi reaksi 1. Untuk mengetahui
jaringan (post operasi) keperawatan selama 1x24 jam nonverbal dari bagian mana yang nyeri
diharapkan nyeri akut dapat ketidaknyamanan klien 2. Dengan dukungan orang
berkurang kriteria hasil: 2. Bantu klien dan keluarga tua disekitar klien bisa
Klien tampak nyaman untuk mencari dan mengurangi nyeri
dan tenang (4) menemukan dukungan 3. Lingkungan yang
3. Kontrol lingkungan yang nyaman dapat
dapat memengaruhi mengurangi rasa nyeri
nyeri
18
4. Kolaborasi dengan 4. Analgesik dapat
dokter terkait pemberian mengurangi nyeri
analgesik
6 Inkontinensia defekasi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Intruksikan keluarga 1. Untuk mengetahui
abnormalitas sfingter keperawatan 1x24 jam untuk mencatat keluaran bentuk fisik feses yang
rektal diharapkan pengeluaran feses keluar
defekasi terkontrol dengan 2. Jaga kebersihan baju dan 2. Mencegah terjadinya
kriteria hasil: tempat tidur resiko infeksi
Defekasi lunak, feses 3. Evaluasi status BAB 3. Mengetahui
berbentuk (4) secara rutin perkembangan
perubahan defekasi
7 Resiko infeksi b.d trauma Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui tanda
jaringan, perawatan tidak keperawatan selama 1x24 jam infeksi sistemik dan lokal infeksi lebih dini
adekuat diharapkan klien bebas dari 2. Batasi pengunjung 2. Untuk menghindari
tanda-tanda infeksi dengan 3. Pertahankan teknik cairan kontaminasi dari
kriteria hasil: asepsis pada klien yang pengunjung
Klien bebas dari tanda beresiko 3. Untuk mencegah
dan gejala infeksi (4) 4. Inspeksi kondisi penyebab infeksi
luka/insisi bedah 4. Untuk mengetahui
19
Jumlah leukosit dalam 5. Ajarkan keluarga klien kebersihan luka dan
batas normal (4) tentang tanda dan gejala tanda infeksi
infeksi 5. Agar gejala infeksi dapat
6. Laporkan kecurigaan di deteksi lebih dini
infeksi 6. Agar gejala infeksi dapat
segera teratasi
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital) dimana terjadi
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna (abnormal) atau anus tampak rata
maupun sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rektum yang terjadi pada masa kehamilan.
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur; (2) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan; (3) Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan; (4) Berkaitan
dengan sindrom down.
Penanganan pada atresia ani tergantung bagaimana kondisi klien apabila atresia
ani terlalu tinggi maka dilakukan operasi anoplasti dan pemasangan kolostomi
sedangkan pada yang rendah dilakukan dilatasi rutin.
4.2 Saran
Atresia ani merupakan kelainan bawaan yang diderita oleh bayi. Biasanya
terjadi ketika organgenesis pada trisemester I. Sebagai perawat, kita harus
senantiasa untuk memingatkan kepada ibu untuk selalu berpola hidup sehat,
menjaga pola makan, dan memeriksakan masalah kehamilan kepada ahli
kesehatan. Dan ketika bayi lahir dalam keadaan atresia ani, maka perawat harus
dapat melakukan asuhan keparatan sebagaimana mestinya agar dapat mengatasi
masalah yang timbul.
21
DAFTAR PUSTAKA
22