Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH METODOLOGI KEPERAWATAN

Disusun Oleh:

Nelawati 22122273

PROGRAM STUDI SARJANA (RPL) KEPERAWATAN


SEKOLAH ILMU TINGGI KESEHATAN (STIKes)
MERCUBAKTIJAYA PADANG 2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Operasi menjadi salah satu keadaan pemicu kecemasan dan stress,

bahkan jika prosedur yang dilakukan masih tergolong kategorioperasi minor.

Reaksi psikologi dan fisiologi pada prosedur operasi dan proses anestesi yang

memungkinkan adanya respon kecemasan ditandai dengan naiknya tekanan

darah, dan detak jantung. Pada periode preoperatif pasien akan membutuhkan

persiapan terutama berkaitan dengan tubuhnya, dimana hal tersebut menjadi

faktor stresor sehingga respon kecemasan yang timbul berlebihan dan

berdampak pada proses penyembuhan. Pada periode postoperatif kecemasan

bisa timbul dari kurangnya pengetahuan yang terjadi selama operasi, harapan

yang tidak pasti tentang hasil dari operasi, dan dampak yang ditimbulkan

setelah operasi seperti risiko operasi yang dibaca atau didengar oleh pasien,

ketakutan yang berhubungan dengan nyeri, perubahan body image, serta

prosedur diagnose (Lewis, 2011).

Data pasien preoperasi menurut WHO di seluruh penjuru dunia

mencapai angka peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun,

ditahun 2011 angka tersebut mencapai 140 juta jiwa pasien di seluruh rumah

sakit di dunia. Sedangkan pada tahun 2012 pasien pre operasi mengalami

peningkatan sebesar 148 juta jiwa sedangakan untuk kawasan Asia pasien

mencapai angka 77 juta jiwa pada tahun 2018, di Indonesia sendiri pasien pre

operasi mencapai 1,2 juta jiwa pada tahun 2012 (Sartika, 2013).

1
Keperawatan preoperative merupakan tahapan awal dari keperawatan

preoperative. Faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan yaitu faktor

internal diantaranya yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pengetahuan, lingkungan

dan situasi (Elina, 2009). Salah satunya adalah faktor pengetahuan, hal ini bisa

dilihat pas pasien dikirim ke ruang operasi secara bersamaan. Pasien banyak

mengeluh dan bertanya, kapan mereka di operasi.

Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat

tergantung pada fase ini.Hal ini disebabkan fase ini merupakan awal yang

menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Pengkajian

secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis

sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan (Mirianti, 2011).

Dampak kecemasan sesorang yang akan dioperasi, yaitu Menghindari

kontakmata, menolak untuk bicara, gelisah, berteriak, dan menangis. Perilaku

maladaptive setelah operasi meliputi peningkatan nyeri setelah operasi,

gangguan tidur, konflik orangtua dan anak, nokturia, kesulitan dalam memberi

makan, lesu, gelisah, dan mengasingkan diri (Rasti, Jahanpour &

Motamed,2014).

Pengaruh psikologis pada pasien pre operasi berbeda-beda, namun

sesungguhnya selalu timbul rasa ketakutan dan kecemasan yang umum di

antaranya karena anestesi sesuatu yang tidak diinginkan pada saat operasi,

nyeri akibat luka operasi, dan lain (Smeltzer & Bare, 2008). Hal tersebut

merupakan reaksi bagi pasien dan termasuk dalam bentuk kecemasan sebelum

operasi (Muttaqin, 2013).

2
Faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan seseorang salah satunya

adalah psiko-neuro-imunologi atau psikoneuro-endokrinologi. Akan tetapi

tidak semua orang yang mengalami stressor psikososial akan mengalami

gangguan cemas hal ini tergantung pada struktur perkembangan kepribadian

diri orang tersebut yakni usia, pendidikan, pengalaman,jenis kelamin serta

dukungan sosial. Suatu penelitian menyebutkan bahwa 80 % dari pasien yang

akan menjalani pembedahan mengalami kecemasan (Bahson, 2013). Menurut

Shirleyet al (2010), ada beberapa faktor eksternal dan faktor internal lain yang

mempengaruhi kecemasan pre operasi, yaitu dukungan perawat dukungan

keluarga, pengalaman masa lalu, kepribadian orang tua, dan budaya. Hasil

penelitian lain menunjukan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap

tingkat kecemasan adalah tingkat pengetahuan seseorang, karena pengetahuan

mempengaruhi pola pikir dan pemahaman seseorang(Akdaget al, 2014).

Kecemasan pada pasien pre operasi dapat mengakibatkan operasi tidak

terlaksana atau di batalkan. Selain itu, kecemasan dapat meningkatkan tekanan

darah pasien. Apabila tekanan darah pasien naik dan tetap dilakukan operasi

dapat mengganggu efek dari obat anetesi dan dapat menyebabkan pasien

terbangun kembai di tengah-tengah operasi (Fadilah, 2014).

Perawat sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya

terbesar di rumah sakit memiliki peran kunci dalam mewujudkan kesembuhan

pasien. Perawat sebagai petugas kesehatan yang selalu berhubungan langsung

dengan pasien harus memiliki ketrampilan berkomunikasi dengan pasien

sehingga mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan pasien, mencegah

terjadinya masalah illegal, memberi kenyamanan dalam pelayanan

3
keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah

sakit (Uripni, dkk 2003).

Setiawan (2012) dalam penelitiannya yang berjudul hubungan tingkat

kecemasan klien dengan kualitas tidur pada pasien pre operasi dikatakan

bahwa komunikasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat

kecemasan pasien. Didapatkan data 11 orang (84,6%) dengan tingkat

kecemasan ringan dan 2 (15,4%) orang dengan tingkat kecemasan sedang.

Kecemasan yang dapat diturunkan dengan pemberian komunikasi terapeutik

adalah respon yang terkait psikologis yaitu perasaan kecewa, tidak berdaya

danp erasaan tidak berharga.

Sedangkan survey di Ruangan Bedah RS TK III dr.Reksodiwiryo

Padang. Dari 7 orang yang dilakukan observasi terdapat 6 orang mengalami

kecemasan, di antaranya pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi

dan juga mengatakan sudah pernah operasi tapi masih ada rasa kecemasan

karena takut gagal saat operasi.

Berdasarkan masalah diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian

mengenai “Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan

Pada Pasien Pre Operasi elektif di Ruangan III/Bedah RS TK III dr.

Reksodiwiryo Padang Tahun 2023”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, Apakah ada Faktor-Faktor

Yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi di

Ruangan III/Bedah RS TK III dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2023?

C. Tujuan Penelitian

4
1. Tujuan Umum

Diidentifikasi Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat

Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi di Ruangan III/Bedah RS TK III dr.

Reksodiwiryo Padang Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusitingkat kecemasan pasien pre operasi di RS TK III

dr. Reksodiwiryo Padang Tahun 2023.

b. Mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga pada lansia

mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi di Poliklinik

Penyakit Dalam RS. Tk. III Reksodiwiryo Padang tahun 2022.

c. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan lansia

mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi di Poliklinik

Penyakit Dalam RS. Tk. III Reksodiwiryo Padang tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Tempat Penelitian

Melalui KaRumkit peneliti memberi masukan bagi RS terutama di

bidang keperawatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan terutama

pada kualitas asuhan keperawatan untuk menurunkan tingkat kecemasan

pasien dan dapat meningkatkan angka kunjungan pasien.

2. Bagi Institusi Pendidikan (STIKEs Mercubaktijaya Padang)

Hasil penelitian berguna untuk bahan perbandingan, pedoman dan

masukan untuk penelitian selanjutnya.

5
3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan perbandingan atau data dasar bagi peneliti berikutnya

untuk melakukan penelitian dengan masalah yang sama dan variabel

berbeda.

4. Bagi Klien dan Masyarakat

Dapat sebagai bahan informasi tentang tingkat kecemasan yang

dapat menambah ilmu pengetahuan tentang caring perawat dan

komunikasi terapeutik serta wawasan dalam upaya menurunkan

kecemasan pre operasi.

6
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Jenis Operasi

1. Pengertian

Operasi (elektif atau kedaruratan) adalah merupakan peristiwa

kompleks yang menegangkan (Brunner & Suddarth, 2002). Jenis operasi

adalah pembagian tindakan pembedahan diantaranya operasi kecil, sedang,

besar dan khusus (Handoko, 2000).

2. Klasifikasi Lansia

Bedah dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara diantaranya

(Ermawati, 2009) :

a. Menurut Lokasi

Tindakan bedah dapat dilaksanakan eksternal atau internal. Pada bedah

eksternal kulit atau jaringan yang dibawahnya dapat dijangkau oleh

ahli bedah. Bedah eksternal mendatangkan kerugian - kerugian; dapat

menimbulkan parut atau disfigurisasi/perubahan penampilan yang

langsung bisa dilihat, yang menimbulkan banyak pengkhayalan dan

kegelisahan bagi pasien. Pembedahan plastik merupakan bedah contoh

eksternal, ditunjukkan langsung kepada rekonstruksi dan perbaikan

dari jaringan yang terganggu bentuknya. Tindakan bedah internal

disertai penetrasi ke dalam tubuh. Parut dari bedah internal tidak

terlihat, tapi bisa menjadi komplikasi, diantaranya adhesi/

7
perlengketan. Operasi organ besar internal dapat mengurangi fungsi

bila cukup banyak jaringan terangkat. Tindakan bedah bisa juga

diklasifikasikan menurut lokasi atau sistem dari tubuh, seperti bedah

kardiovaskuler, bedah thorax, bedah neurologi dan seterusnya.

b. Menurut jenis operasi (Luas Jangkauan)

Jenis operasi waktu peralatan anestesi resiko

Operasi kecil Kurang Alat standar Lokal Kecil

dari 1 jam

Operasi sedang 1-2 jam Alat standar + Lokal, regional Sedang

dan general

Operasi besar 3 jam Alat standar + General Besar

Operasi khusus 4 jam Alat standar + general Tinggi

++

c. Menurut tujuan

Banyak tujuan dari tindakan-tindakan bedah. Ahli bedah menjelaskan

metoda dan tujuan bedah kepada pasien dan keluarganya. Periode

sebelum operasi merupakan saat peningkatan cemas bagi pasien dan

keluarganya, mungkin mereka tidak mengerti alasan mengapa harus

dioperasi dan memerlukan penjelasan yang lebih lanjut yang bisa

dilaksanakan oleh perawat (Ermawati, 2009).

d. Prosedur bedah

8
Kebanyakan prosedur bedah diberi nama menurut lokasi, menurut tipe

pembedahan yang dilakukan. Umpamanya histerektomi adalah

pengangkatan (ektomi) uterus (hiter).

3. Pengaruh bedah terhadap pasien

a. Respon Fisiologis

Operasi merupakan stressor kepada tubuh dan memicu respon

neuroendocrine. Respon terdiri dari sistem saraf simpatis dan respon

hormonal yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cedera. Stres

terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan darah cukup banyak

mekanisme kompensasi dari tubuh terlalu banyak beban dan shock

akan menjadi akibat dari itu semua. Anesthesi tertentu yang dipakai

dapat membantu terjadinya shock (Ermawati, 2009).

Respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak di

metabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh dipecah untuk

menyajikan suplai asam amino yang dipakai untuk membangun

jaringan baru. Asam amino yang tidak dipakai menjadi nitrogen

sebagai produk akhir seperti urea dan diekskresi. Ini berakibat menjadi

keseimbangan nitrogen yang negatif, itu berarti kehilangan nitrogen

melampaui intake nitrogen. Semua faktor ini menjurus kepada

kehilangan berat badan setelah pembedahan besar. Intake protein yang

tinggi diperlukan guna mengisi kebutuhan protein untuk keperluan

penyembuhan dan mengisi kebutuhan dan fungsi yang optimal

(Ermawati. D, 2009).

b. Respon Psikologis

9
Respon psikologis seseorang dalam menanggapi pembedahan

bervariasi misalnya merasa takut karena tidak tahu tentang tindakan

yang dilakukan. Ketakutan umum meliputi takut oleh yang tidak

diketahui, hilang kendali, hilang kasih sayang dari orang penting,

ancaman seksualitas, sedagkan ketakutan spesifik meliputi diagnosa

keganasan anestesi, sakaratul maut, perubahan penampilan,

keterbatasan permanaen (Ermawati, 2009).

B. Kecemesan

1. Defenisi Tingkat Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan

perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,

tidak mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, kepribadian masih

tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribaadian normal (Hawari,

2016).

Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang

disertai oleh respon autonom, perasan cemas tersebut timbul akibat dari

antisipasi diri terhadap bahaya (Nanda, 2010).

2. Penyebab Kecemasan

Zakiah daradjat (Kholil lur rochman, 2010) mengemukakan

beberapa penyebab dari kecemasan yaitu:

a) Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang

mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut,

karena sumbernya terlihat jelas di dalam pikiran.

10
b) Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal

yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini

sering pula mneyrtai gejala-gejala gangguan mental yang kadang

kadang terlihat dalm bentuk yang umum

c) Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.

Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak

berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan

takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderita

3. Tanda dan Gejala Kecemasan

Gejala gejala psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari

beberapa aspek antara lain pikiran, dimana keadaan pikiran yang tidak

menentu seperti khawatir, sukar konssntrasi, pikiran kosong, memandang

diri sbagai sangat sensitif dan merasa tidak berdaya. Reaksi biologis yang

tidak dapat dikendalikan seperti berkeringat, gemetar, pusing, jantung

berdebar-debar, mual dan mulut kering. Perilaku gelisah, keadaan diri

yang tidak terkendali seperti gugup, kewaspadaan diri yang berlebihan

serta sangat sensitif (Mulyani, 2013).

Direktorat kesehatan jiwa depkes RI (dalam Hasmawa, 2016)

mengembangkan teori teori kecemasan sebagai berikut:

1. Teori Psikoanalisis

2. Teori Interpersonal

3. Teori Perilaku

4. Teori Keluarga

5. Kajian Biologis

11
4. Tingkat Kecemasan

Tahapan Kecemasan Kecemasan diidentifikasikan menjadi 4 tingkat

yaitu, ringan, sedang, berat dan panik. Semakin tinggi tingkat kecemasan

individu maka akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis. Kecemasan

berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap

bahaya. Kecemasan merupakan masalah psikiatri yang paling sering

terjadi, tahapan tingkat kecemasan akan dijelaskan sebagai berikut (Stuart,

dalm nursanti, 2016) :

a. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan persepsi.

b. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu

yang lebih terarah.

c. Kecemasan berat sangat mengurangi persepsi seseorang yang

cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak

dapat berpikir tentang hal lain.

d. Tingkat panik (sangat berat) berhubungan dengan terperangah,

ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang

yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun

dengan pengarahan.

Tanda dan gejala Kecemasan:

a. Tanda Fisik

12
1) Gemetar, ranjatan, rasa goyang

2) Nyeri punggung

3) Ketegangan otot

4) Nafas pendek

5) Mudah lelah

6) Sering kaget

7) Takikardi

8) Wajah pucat

9) Tangan terasa dingin

10) Mulut kering

11) Diare

b. Gejala Psikologi

1) Rasa takut

2) Sulit berkonsentrasi

3) Siaga berlebihan

4) Insomnia

5) Rasa mengganjal di tenggorokan

5. Dampak Kecemasan

Yustinus Semiun (2006:321) membagi beberapa dampak dari

kecemasan kedalam beberapa simtom, antara lain:

a. Simtom suasana hati

Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan

adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber

13
tertentuyang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak

bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah

marah.

b. Simtom Kognitif

Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan

pada individu mengenai hal - hal yang tidak menyenangkan yang

mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah -

masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau

belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa

cemas.

c. Simtom motor

Orang -orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak

tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya

jari-jari kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang

terjadi secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan gambaran

rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan merupakan usaha

untuk melindungi dirinya dariapa saja yang dirasanya mengancam

6. Tanda dan Gejala Kecemasan

National Health Committee(1998) dalam Wangmuba (2009),

menyebutkan beberapa manifestasi kecemasan secara umum yang dapat

muncul berupa :

a. Respons fisik seperti sulit tidur, dada berdebar-debar, tubuh

berkeringat meskipun tidak gerah, tubuh panas atau dingin, sakit

14
kepala, otot tegang atau kaku, sakit perut atau sembelit, terengah-

engah atau sesak nafas.

b. Respons perasaan seperti merasa diri berada dalam khayalan,

derealization, merasa tidak berdaya dan ketakutan pada sesuatu yang

akan terjadi

c. Respons pikiran seperti mengira hal yang paling buruk akan terjadi dan

sering memikirkan bahaya

d. Respons tingkah laku seperti menjauhi situasi yang menakutkan,

mudah terkejut, hyperventilation dan mengurangi rutinitas

7. Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Kecemasan

a. Faktor Presipitasi

Ada dua faktor presipitasi yang mempengaruhi kecemasan :

a) Faktor eksternal

Ancaman integritas fisik, meliputi ketidakmampuan

fisiologis atau gangguan terhadap terhadap kebutuhan dasar

(penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan).

Ancaman sistem diri antara lain: ancaman terhadap

identitas diri, harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan

serta perubahan status atau peran.

b) Faktor Internal

1) Potensi stressor

Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa

yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang

sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi.

15
2) Maturitas

Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar

mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang

matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap

kecemasan.

3) Pendidikan dan status ekonomi

Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah akan

menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan.

Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh

terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat

pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan

menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan

masalah yang baru.

4) Keadaan fisik

Seorang yang akan mengalami gangguan fisik seperti cidera,

operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih

mudah mengalami kecemasan, di samping itu orang yang

mengalami kelelahan fisik mudah mengalami kecemasan.

5) Tipe kepribadian

Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami

gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian

B. Adapun ciri- ciri orang dengan kepribadian adalah tidak

sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa

diburu waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah

16
tersinggung, otot- otot mudah tegang. Sedang orang dengan

tipe kepribadian B mempunyai ciri- ciri berlawanan dengan

tipe kepribadian A. Karena tipe keribadian B adalah orang yang

penyabar, teliti, dan rutinitas.

6) Lingkungan dan situasi

Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih

mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di

lingkungan yang bisa dia tempati.

7) Umur

Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih

mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada

seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yangberpendapat

sebaliknya.

8) Jenis kelamin

Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang

ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik. Gangguan

ini lebih sering dialami ole wanita daripada pria.

b. Faktor Prediposisi

1) Teori Psikoanalisis

Pandangan teori psikoanalisis memaparkan bahwa cemas

merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen

kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting

dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani

dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi

17
tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi

kecemasan untuk mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Teori interpersonal

Teori interpersonal menyatakan bahwa cemas timbul dari perasaan

takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan interpersonal.

Cemas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.

Individu dengan harga diri rendah rentan mengalami kecemasan

yang berat.

3) Teori perilaku

Teori perilaku menyatakan bahwa cemas merupakan produk

frustasi. Frustasi merupakan segala sesuatu yang menggangu

kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan

dikarakteristikkan sebagai suatu dorongan yang dipelajari untuk

menghindari kepedihan. Teori pembelajaran meyakini individu

yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang

berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan

selanjutnya. Teori konflik memandang cemas sebagai pertentangan

antara dua kepentingan yang berlawanan. Kecemasan terjadi

karena adanya hubungan timbal balik antara konflik dan

kecemasan : konflik menimbulkankecemasan, dan cemas

menimbulkan perasaan tak berdaya, yang pada gilirannya

meningkatkan konflik yang dirasakan.

4) Teori kajian keluarga

18
Kajian keluaraga menunjukkan bahwa gangguan cemas terjadi

didalam keluarga.Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara

gangguan kecemasan dan depresi.

Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut (Stuart dan

sundeen, 2008):

1. Faktor psikologis

Pengalaman masa kecil yang bernilai emosi yang tinggi, namun pada

masa berikutnya di tekan dapat menimbulkan kecemasan.

2. Faktor genetik

Biasanya faktor genetik pada wanita lebih banyak dari pada pria dan

lebih dari satu keluarga yang terkena. Gangguan panik memilki

komponen genetik yang sama dan terdapat lebih banyak dari pada

wanita.

3. Faktor umur

Umur kurang dari 20 tahun digolongkan umur muda, umur antara 20

sampai 35 tahun tergolong umur menengah dan umur di atas 35 tahun

tergolong umur tua. Umur muda lebih mudah menderita kecemasan

dari pada umur yang sudah tua.

4. Tingkat ekonomi

Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya kecemasan adalah

stress psikososial termasuk kemiskinana dan status ekonomi tinggi

pada seseorang akan menyebebkan orang tersebut tidak mengalami

stress dan kecemasan

5. Tingkat pendidikan
19
Status pendidikan yang rendah akan menyebabkan seseorang

mengamai stress dan kecemasan, hal ini disebabkan karena kurang

nya informasi yang didapat orang tersebut. Yang berpendidikan tinggi

lebih mampu menggunakan pemahaman mereka dalam merespon

secara adaptif dibandingkan kelompok responden yang berpendidikan

rendah (Lukman, 2009).

6. Dukungan Keluarga

Dukungan psikososial keluarga adalah mekanisme hubungan

interpersonal yang dapat melindungi seseorang dari efek stress yang

buruk. Pada umumnya jika seseorang memiliki sistem pendukung

yang kuat, kerentanan terhadap penyakit mental akan rendah (arum,

2009).

8. Penelatalaksanaan Kecemasan

Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan

kecemasan umum adalah kemungkinan pengobatan yang

mengkombinasikan psikoterapi, farmakoterapi dan pendekatan suportif

(Smeltzer and Bare, 2010).

a. Psikoterapi

Teknik utama yang digunakan adalah pendekatan perilaku

misalnya relaksasi dan bio feedback (proses penyediaan suatu

informasi pada keadaan satu atau beberapa variabel fisiologi

seperti denyut nadi, tekanan darah dan temperatur kulit).

b. Farmakoterapi

20
Dua obat utama yang dipertimbangkan dalam pengobatan

kecemasan umum adalah buspirone dan benzodiazepin. Obat lain

yang mungkin berguna adalah obat trisikliksebagai contonya

imipramine (tofranil)–antihistamin dan antagonis adrenergik beta

sebagai contonya propanolol (inderal).

c. Pendekatan suportif

Dukungan emosi dari keluarga dan orang terdekat akan memberi

kita cinta dan perasaan berbagai beban. Kemampuan berbicara

kepada seseorang dan mengekspresikan perasaan secara terbuka

dapat membantu dalam menguasai keadaan.

9. Pengukuran Kecemasan

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang

apakah ringan, sedang, berat dan berat sekali. Menggunakan alat

ukur(instrumen) yang dikenal dengan namaHamilton Rating Scale for

Anxiety (HRS – A) dikutip Hawari (2013). Alat ukur ini terdiri 14

kelompok gejala, meliputi gejala perasaan cemas, gejala ketegangan,

ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala

somatik, gejala somatik fisik / somatik, gejala kardiovaskuler dan

pembuluh darah, gejala respiratori, gejala gastrointestinal,gejala

urogenital, gejala autonom, sikap dan tingkah laku. Masing- masing

kelompok gejala diberi panilaian angka (skor) antara 0 –4, yang artinya

adalah tidak ada gejala diberi skor 0, gejala ringan diberi skor 1, gejala

sedang diberi skor 2, gejala berat diberi skor 3, gejala berat sekali diberi

skor 4. Masing- masing nilai angka (skor) dari 14 kelompok gejala

21
tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui

derajat kecemasan seseorang, yaitu: tidak ada kecemasan kurang dari 14,

kecemasan ringan 14 –20, kecemasan sedang 21 –27, kecemasan berat 28

–41, kecemasan berat sekali / panik 42 –56 (Hawari, 2013).

22
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka teori

Faktor presipitasi:
Faktor external

Faktor Internal

Potensi stresor

Maturitas

Pendidikan Tingkat kecemasan


Tidak cemas
Keadaan fisik
Ringan
Tipe kepribadian
Sedang
Lingkungan dan situasi
berat
Usia
Faktor Predisposisi:
Teori psikoanalisis
Jenis kelamin

Teori interpersonal
Dukungan Keluarga

Teori perilaku

Teori kajian keluarga

B. Kerangka Konsep

Adapun variabel yang akan diteliti ada 2 variabel independen.

Dalam hal ini variabel independen adalah perilaku caring perawat dan

komunikasi terapeutik. Sedangkan variabel dependen adalah tingkat

kecemasan pasien pre operasi.

Selanjutnya kerangka konsep penelitian dibuat dalam bentuk bagan

sebagai berikut:

23
Variabel Independen Variabel Depeneden

1. Usia
Tingkat kecemasan pada
2. Jenis kelamin
pasien pre operasi
3. Pendidikan
4. Dukungan keluarga

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan

membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat

diterima atau harus ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah

dikumpulkan dalam penelitian (Hidayat, 2013). Berdasarkan rumusan

masalah, landasan teoritis dan kerangka konseptual yang ditentukan, maka

hipotesis yang di uji adalah:

Ha :

1. Ada hubungan antara usia terhadap tingkat kecemasan pasien pre

operasi.

2. Ada hubungan antara jenis kelamin terhadap tingkat kecemasan pasien

pre operasi.

3. Ada hubungan antara pendidikan terhadap tingkat kecemasan pasien

pre operasi.

4. Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan

pasien pre operasi.

24
25

Anda mungkin juga menyukai