Anda di halaman 1dari 56

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI
DENGAN GENERAL ANESTESI
DI RSUD KOTA MADIUN

Oleh:
MEGA AYU SETYA NINGRUM
NIM: 201502022

PRODI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Operasi dan anestesi merupakan salah satu tindakan medis yang penting

untuk pelayanan kesehatan. Lebih dari 1 abad perawatan operasi telah menjadi

komponen penting dari keperwatan di seluruh dunia (WHO, 2009). Syamsuri

(2016) Operasi merupakan salah satu dari cara pengobatan medis dan upaya

penyembuhan penyakit denga cara memotong atau mengiris anggota yang sakit.

Operasi yang akan dilakukan bisa menimbulkan banyak kemungkinan buruk yang

berakibat membahayakan pasien, sehingga kemungkinan dapat menimbulkan

sebuah kecemasan (Sjamsul, 2010). Kecemasan merupakan kekhawatiran yang

tidak jelas disertai oleh perasaan takut, pasien yang akan menjalani operasi

umumnya mengalami cemas dari mulai ringan sampai berat (Syamsuri, 2016).

Dalam dunia kesehatan, rasa sakit saat menjalani operasi atau prosedur kesehatan

lainnya dapat diredam dengan pemberian anestesi (Pramono, 2017).

Anestesi memiliki arti yakni hilangnya rasa atau sensasi. Anestesi secara

garis besar dibagi tiga macam, yakni anestesi lokal, regional, dan general, ketiga

macam anestesi ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan

oleh Jawaid et al (2007) memberikan hasil bahwa tingkat kecemasan operasi

menggunakan teknik general anestesi lebih tinggi dibandingkan dengan teknik

spinal. Pasien pre operasi general anestesi dapat mengalami beberapa ketakutan,

ketakutan anestesi, takut karena nyeri post operasi, takut tentang ketidak tahuan,

1
selain takut pasien juga mengalmi kecemasan dan kekwatiran lain seperti

financial, tanggung jawab terhadap keluarga, ketakutan kemunkinan kecacatan.

Hal ini kebanyakan dipengaruhi oleh ketidaktahuan sehingga memperberat

ketegangan emosional yang kuat yang menciptakan kecemasan pre operasi

(Sjamsul, 2010). Dampak kecemasan pre operasi dapat menimbulkan perubahan

secara fisik maupun psikologis yang merugikan seperti takikardi, respirasi

meningkat, hipertensi, disritmia, peningkatan dosis obat anestesi untuk mencapai

kondisi unconsciousness, peningkatan kebutuhan dosis obat analgesia post

operatif yang akan meurunkan tingkat kepuasan pasien secara menyeluruh

terhadap perawatan perioperatif. Kondisi ini kecemasan akan bisa menimbulkan

efek merugikan pada anestesi general saat induksi serta saat pemulihan pasien

(Juawid, 2018).

Prevalensi operasi di dunia setiap tahunnya diperkirakan terdapat 67 juta

kasus insiden dan prevalensi di seluruh dunia tidak diketahui pasti. Tingkat

prosedur operasi di berbagai Negara mempunyai tingkat yang bervariasi, berkisar

100 sampai dengan 300 prosedur per 100.000 orang dalam setahun. Di Jawa

Timur terdapat 11.504 kasus operasi yang dilakukan selama periode 2017

(Dinkes, 2017). Catatan rekam medis di RSUD Kota Madiun pada bulan Januari -

Desember 2017 jumlah pasien yang menjalani tindakan operasi jumlah totalnya

sebanyak 3.991 dengan rata-rata 8,3% setiap bulan (operasi umum 1.124, operasi

orthopedic 977, operasi obstetric & ginekgologi 1.364 dan operasi THT 141 serta

operasi mata 385). Data pada bulan Januari - September 2018 jumlah pasien yang

menjalani tindakan operasi (operasi umum 1.169, operasi orthopedic 660, operasi

2
obstetric & ginekgologi 1.019 dan operasi THT 38 serta operasi mata 225 jumlah

totalnya sebanyak 3.116) dengan rata-rata 11% setiap bulan.

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan pada tahun

2007, Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 pasien operasi dirawat di

unit perawatan intensif antara 1 Oktober 2003 sampai dengan 30 September 2016,

sebanyak 25,1% mengalami kondisi kejiwaan dan pasien 7% mengalami

kecemasan (Depkes RI, 2017). Angka kejadian kecemasan di Amerika 28% atau

lebih. Usia yang mengalami kecemasan 9-17 tahun. 13% usia 18-54 tahun, 16%

usia 55 dan lansia 11,4%. Jenis kelamin wanita 2 kali lebih banyak beresiko

mengalami kecemasan dibandingkan laki laki (Fortinesh, 2007; Vellyana 2017).

Beberapa studi menyatakan 60% - 80% pasien yang akan menjalani operasi akan

mengalami kecemasan perioperatif dalam berbagai tingkat (Jawaid; Budianti,

2018). Kecemasan adanya kemungkinan meninggal selama dilakukan anestesi

sekitar 8-55%, kesadaran selama anestesi sekitar 5-54%, nyeri paska operasi

sekitar 5-65% dan mual muntah paska operasi 5-4% (Ortiz J et al., 2007; Budianti

Nugrahaeni et al., 2018). Catatan rekammedis RSUD Kota Madiun pada bulan

Januari - desember tahun 2017 didapatkan ternik prosedur general anestesi 59,1%,

regional anestesi 15,4% dan lokal anestesi 25,4%. Data kejadian kecemasan

menghadapi general anestesi di RSUD Kota Madiun tidak diketahui secara

empiris, hal ini dikarenakan belum dilakukan penelitian.

Reaksi pasien terhadap operasi didasarkan pada banyak faktor, yaitu

ketidaknyamanan dan perubahan yang diwaspadai baik fisik, financial, psikologis,

spiritual, social, atau hasil akhir operasi yang di harapkan. Pasien yang akan

3
menjalani perencanaan operasi akan mengalami perasaan cemas dan takut, pada

pasien dewasa dengan operasi dan anestesi akan menyebabkan kecemasan yang

meningkat, karena pada pasien dewasa sebagian besar dari mereka memiliki

tanggung jawab, baik tanggung jawab keluarga, maupun pekerjaan. Dampak

kecemasan pre operasi dapat menimbulkan perubahan secara psikologis yang

muncul merupakan adanya ketidaktahuan terhadap tindakan operasi yang dapat

mengakibatkan kecemasan yang diekspresikan seperti marah, menolak, atau apatis

terhadap kegiatan kepearwatan (Muttaqin, 2009). Dampak psikologis yang

merugikan seperti takikardi, respirasi meningkat, hipertensi, disritmia,

peningkatan dosis obatanestesi untuk mencapai kondisi unconsciousness,

peningkatan kebutuhan dosis obat analgesia post operatif yang akan meurunkan

tingkat kepuasan pasien secara menyeluruh terhadap perawatan perioperatif

(Juawid, 2018). Masalah psikososial khususnya perasaan takut dan cemas selalu

dialami setiap orang dalam menghadapi operasi dan anestesi, dimana akan

berpotensi operasi pun terganggu dikarenakan penundaan operasi untuk

menormalkan kembali tanda-tanda vital sebelum dilakukan operasi, hal tersebut

juga akan mempengaruhi, bahkan akan menyebabkan reaksi pasien seperti

pembatalan proses operasi (Potter & Perry, 2005).

Perawatan perioperatif merupakan tahapan awal yang menjadi landasan

untuk keberhasilan tahapan-tahapan berikutnya. Persiapan pre operasi sangat

penting dilakukan untuk mendukung kesuksesan tindakan operasi. Persiapan yang

dapat dilakukan yaitu persiapan fisiologis, persiapan fisiologis merupakan

persiapan yang dilakukan mulai persiapan fisik, persiapan penunjang,

4
pemeriksaan status anestesi sampai informed consert. Persiapan mental atau

psikologis, persiapan mental sangatlah penting dalam proses persipan operasi

karena jika mental pasien tidak siap dapat mempengaruhi terhadap kondisi fisik,

dalam persiapan mental ini dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan juga

perawat guna mengatasi masalah ketakutan dan kecemasan yang dirasakan pasien

pre operasi. Burke & Lemone (2008) menyatakan tindakan untuk mengurangi

kecemasan merupakan dengan cara mempersiakan mental dari pasien. Pesrsiapan

mental tersebut salah satunya dengan pendidikan kesehatan. Kemampuan perawat

untuk mendengar secara aktif baik verbal dan nonverbal sangat penting untuk

membangun hubungan saling percaya dengan pasien, pendidikan kesehatan pre

operasi dapat membantu pasien mengidentifikasi dan mengurangi kecemasan

yang dirasakan. Perawat selanjutnya dapat merencanakan tindakan dan peran

suportif untuk mengurangi kecemasan dan membantu pasien untuk menghadapi

stress yang dialami selama masa perioperatif (Syamsuri, 2016)

Didapatkan beberapa intervensi nonfarmakologi di dalam review yang

berjudul intervensi nonfarmakologi untuk menurunkan kecemasan pada pasien pre

operasi. Intervensi nonfarmakologi teresebut salah satunya merupakan pendidikan

preoperatif. Pendidikan perioperatif merupakan intervensi keperawatan yang

diberikan pada hari ketiga atau pertama sebelum dilakukan operasi pada pasien

yang akan menjalani operasi. Pendidikan ini berisi tentang persiapan operasi,

kemudian tinggal di ICU setelah operasi, setelah itu kembali ke bangsal jantung,

dan keluar rumah sakit untuk persiapan rawat jalan. Pendidikan ini disampaikan

secara verbal kepada responden selama 15-20 menit. Selain itu juga disajikan

5
dalam bentuk leaflet dan menyarankan pasien tersebut membawa leaflet ketika

keluar rumah sakit. Intervensi pendidikan perioperatif memberikan hasil

penurunan kecemasan lebih cepat dibandingkan pasien yang tidak diberkan

intervensi tersebut (Alimohammadi, 2017).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Virda dan Parka (2014) dengan judul

pengaruh health education dengan metode leaflet terhadap tingkat kecemasan

pasien pre operasi di RSUD Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto,

berdasarkan hasil uji signifikasi data pada dua kelompok intervensi dan intervensi

menggunakan Mann Whitney didapatkan jika nilai p value 0,001 sehingga dapat

disimpulkan ada signifikan. Hasil penelitian oleh Diyono, Herminto, Hana (2014)

yang berjudul pengaruh pendidikan kesehatan pre operasi terhadap tingkat

kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Dr. Oen Surakarta didapatkan hasil

paired T-test menunjukan sebesar 0,000 (< 0,05) sehingga hipotesa di terima atau

ada pengaruh. Hasil penelitian Budianti, Pratomo, Rahardjo (2018) menunjukan

perbedaan yang bermakna penurunan tingkat kecemasan antara kelompok video

dan kelompok lisan didapatkan pada TK-2, TK-3 dan TK-4 (p=0,001, p=0,001

dan p=0,000) informasi multimedia video terbukti efektif menurukan tingkat

kecemasan praoperasi dibandingkan dengan pemberian informasi lisan biasa.

Dari beberapa penjabaran dan hasil penelitian diatas menunjukan

persiapan mental pendidikan kesehatan sangat dibutuhkan oleh pasien guna

mengurangi kecemasan yang dialami pasien sebelum menjalani operasi, dan

belum diketahuinya angka pasti kecemasan pasien pre operasi dengan general

anestesi, sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh

6
pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi dengan

general anestesi di RSUD Kota Madiun”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang diatas, maka peneli tertarik untuk melakukan

penelitian “Apakah Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat

kecemasan pasien pre operasi dengan general anestesi di RSUD Kota Madiun?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat

kecemasan pasien pre operasi dengan general anestesi di RSUD Kota Madiun.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan general

anestesi di RSUD Kota Madiun sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan

kesehatan pada kelompok eksperimen.

2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan general

anestesi di RSUD Kota Madiun sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan

kesehatan pada kelompok intervensi.

3. Menganalisis perubahan tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan general

anestesi di RSUD Kota Madiun pada kelompok intervensi

4. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan

pasien pre operasi dengan general anestesi di RSUD Kota Madiun.

7
1.4 Manfaat penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Hasil penelitian dapat mengembangkan intervensi pendidikan kesehatan

terhadap perubahan kecemasan pada pasien pre operasi dengan general

anestesi.

2. Bagi Tempat penelitian RSUD Kota Madiun

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan acuan yang

digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan tindakan perawatan pre

operasi dengan general anestesi untuk menurunkan tingkat kecemasan.

3. Bagi Peneliti

Bisa mengaplikasikan teori dalam riset dan hasil dari penelitian ini dapat

digunakan sebagai sumber untuk penelitian berikutnya.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pre Operasi

2.1.1 Pengertian Pre Operasi

Operasi merupakan tindakan operasi pada suatu bagian tubuh. Konsep pre

operasi merupakan bagian dari keperawatan perioperatif dan merupakan persiapan

awal sebelum melakukan tindakan operasi, dalam konsep pre operasi membahas

pengertian pre operasi, persiapan pre operasi, indikasi dan klasifikasi operasi, dan

faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien pre operasi. Fase

perioperatif dari peran keperawatan perioperatif dimuai ketika keputusan untuk

intervensi operasi dibuat dan berakhir saat pasien dikirim ke meja operasi

(Smeltzer & Bare, 2008).

Himpunan Kamar Operasi Indonesia (HIPKABI) mengartikan tindakan

operasi sebagai prosedur medis yang bersifat invasif untuk diagnosis, pengobatan

penyakit, trauma dan deformitas. Pre operasi merupakan tahap yang dimulai

ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi operasi dan diakhiri ketika klien

dikirim ke meja operasi. Keperawatan preoperatif merupakan tahapan awal dari

keperawatan perioperatif. Tahap ini merupakan awalan yang menjadi kesuksesan

tahap-tahap berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat

fatal pada tahap berikutnya (HIPKABI, 2014).

Penjelasan tersebut dapat disimpulkan operasi adalah prosedur medis

bersifat invasif dibagian tubuh. Pre operasi merupakan tahap yang dimulai ketika

9
keputusan dilakukan intervensi operasi dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja

operasi. Preoperatif merupakan tahap awalan yang menjadi kesuksesan tahap-

tahap berikutnya.

2.1.2 Persiapan Pre Operasi

Persiapan pre operasi pengkajian pasien secara integral meliputi fungsi

fisik, biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan

kesuksesan suatu operasi, dalam hal ini persiapan sebelum operasi sangat penting

dilakukan. Persiapan operasi yang dapat dilakukan diantaranya persiapan

fisiologis, dimana persiapan ini merupakan persiapan yang dilakukan dari

persiapan fisik, persiapan penunjang, pemerikaan status anestesi sampai inform

consent. Persiapan psikologis atau persiapan mental merupakan hal yang tidak

kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak

siap dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik pasien (Smeltzer & Bare, 2008).

1. Persiapan klien di unit perawatan (Syamsuri, 2016) diantaranya:

a. Persiapan fisik, berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap

pasien pre operasi antara lain:

1) Status kesehatan fisik secara umum: penting dilakukan pemeriksaan

status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat

penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga,

pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status

kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi

endokrin, fungsi imunologi, dan lain- lain.

10
2) Status nutris: nutrisi harus di koreksi sebelum operasi kondisi gizi

buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi

pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat

di rumah sakit.

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit: balance cairan perlu diperhatikan

dalam kaitannya dengan input dan output cairan, demikian juga kadar

elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Keseimbangan

cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal, dimana ginjal

berfungsi mengatur mekanisme ekskresi metabolik obat-obatan

anestesi.

4) Pencukuran daerah operasi: ditujukan untuk menghindari terjadinya

infeksi pada daerah yang dilakukan operasi karena rambut yang tidak

dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga

mengganggu atau menghambat proses penyembuhan dan perawatan

luka.

5) Personal hygiene: kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk

persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber

kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang di operasi.

6) Pengosongan kandung kemih: dilakukan dengan pemasangan kateter,

selain untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga

diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.

b. Persiapan penunjang: pemerikasaan yang dimaksud adalah pemeriksaan

laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan

11
masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,

hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto

thoraks dan EKG.

c. Pemeriksaan status anestesi: sebelum dilakukan anestesi demi

kepentingan operasi, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik

yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko anestesi terhadap diri

pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan merupakan pemeriksaan

dengan menggunakan metode ASA (American Society of

Anasthesiologist).

d. Inform consent: sangat penting terkait dengan aspek hukum dan

tanggung jawab dan tanggung gugat. Pasien yang akan menjalani

tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan

tindakan medis (operasi dan anestesi).

e. Persiapan mental: merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam

proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil

dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Perawat perlu mengkaji

mekanisme koping yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam

menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang

terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung.

2.1.3 General Anestesi

1. Pengertian

General anestesi merupakan anesteti sistemi untuk menghilangkan sensasi

(the loss of feeling) disertai hilangnya kesadaran (Sjamsuhidajat & Wim De

12
Jong, 2010). General anestesi merupakan suatu tindakan yang bertujuan

menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar dan menyebabkan amnesia yang

bersifat reversible dan dapat diprediksi, general anestesi menyebabkan

hilangnya ingatan saat dilakukan anestesi dan operasi sehingga saat pasien

sadar pasien tidak mengingat peristiwa operasi yang dilakukan (Pramono,

2015).

2. Metode General anestesi

Metode atau teknik general anestesi dibagi menjadi 3 yaitu teknik general

anestesi inhalasi (melalui hirup gas), general anestesi parenteral (melalui

intravena, intramuskuler) dan general anestesi rectal (melalui anus). Metode

pemberian secara rectal sudah jarang digunankan, biasanya digunakan pada

bayi, anak-anak daam bentuk tablet. Respirasi merupakan salah satu jalan

masuknya anestetik, khususnya metode inhalasi. Obat anastesi inhalasi masuk

melalui proses inspirasi dan mencapai alveoli paru,dalam alveoli, anestetik

mencapai konsentrasi tertentu sampai cukup kuat untuk proses difusi ke

dalam sirkulasi dan seluruh tubuhatau jaringan (Pramono, 2015).

3. Status fisik pasien

Pramono (2014) menyatakan pasien harus dinilai status fisiknya

menunjukkan apakah kondisi tubuh normal atau mengalami kelainan yang

memerlukan perhatian khusus. Status fisisk di katakana dengan status ASA

(American Society of Anesthesiologist) dan dibagi beberapa tingkatan, yaitu:

13
a. ASA I: pasien normal/sehat, tidak ada gangguan organic, fisiologis atau

kejiwaan, tidak termasuk sangat muda dan sangat tua, sehat dengan

toleransi latihan yang baik.

b. ASA II: pasien memiliki kelainan sistemik ringan (misalnya: hipertensi,

diabetes mellitus yang terkontrol), tidak ada keterbatasan fungsional,

mempunyai penyakit yang terkontrol dengan baik dari satu sitem tubuh,

hipertensi terkontrol atau diabetes mellitus tanpa efek sistemik, merokok

tanpa PPOK, obesitas ringan, kehamilan.

c. ASA III: pasien memiliki kelainan sistemik berat, terdapat keterbatasan

fungsional, memiliki penyakitlebih dari satu sistem tubuh atau system

utama yang terkendali, tidak ada bahaya kematian, gagal jantung kongesif

terkontrol, abgina stabil, serangan jantung tua, hipertensi tidak terkontrol,

obesitas morbid, gagal ginjal kronik.

d. ASA IV: pasien memiliki kelainan sistemik berat dan incapacitance

(misalnya: pasien gagal jantung derajat 3 dan hanya bisa berbaring di

tempat tidur saja). Pasien dengan setidaknya satu penyakit berat yang

tidak terkontrol atau pada tahap akhir, kemungkinan resiko kematian,

angina tidak stabil, PPOK bergejala, gejala CHF, kegagaan hepatorenal.

e. ASA V: pasien yang dengan atau tanpa operasi diperkirakan meninggal

dalam 24 jam, resiko besar akan kematian, kegagalan multiorgan, sindrom

sepsis dengan ketidak hemodinamika, hipotermia, koagulopati tidak

terkontrol.

f. ASA VI: mati batang otak untuk donor organ

14
2.1.4 Jenis Tindakan Keperawatan Pre operasi

Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai peran perawat

perioperatif antara lain mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi resiko

pelaksanaan operasi, mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis

1. Tindakan pre operasi sesuai peran perawat:

a. Membina hubungan terapeutik, memeberi kesempatan pada pasien untuk

menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi

b. Melakukan sentuhan untk menunjukkan adanya empati dan perhatian

c. Menjawab atau menerangkan sebagian prosedur operasi

d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi

e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam

f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah operasi

g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulisasi

h. Menerangkan alat-alat yang akan digunankan oleh pasien selamaoperasi

2. Sehari sebelum operasi

a. Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan dan

memberikan dukungan spiritual bila diperlukan

b. Melakukan pembatasan diet pre operasi

c. Menyiapkan kebutuhan eleminasi selma dan setelah pemoperasian

d. Mencukur dan mempersiapkan daerah operasi

3. Hari operasi

a. Mengecek bahwa bahan dan obat-obatan telah lengkap

b. Mengecek tanda-tanda vital

15
c. Mengecek inform consent

d. Melanjutkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi

e. Melepaskan protese dan kosmetik

f. Melakukan perawatn mulut

g. Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi

h. Memberikan obat-obatan yang perlu diberikan sesuai intruksi dokter

2.2 Konsep Kecemasan

2.2.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas

dan gelisah disertai dengan respon otonom (sumber terkadang tidak spesifik atau

tidak diketahui oleh individu), perasaan yang was-was untuk mengatasi bahaya.

Ini merupakan sinyal peringatan akan adanya bahaya dan memungkinkan individu

untuk mengambil langkah dalam menghadapinya (Herdman, 2010). Kecemasan

(ansietas) merupakan gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan

perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak

mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Abillity/ RTA, masih

baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/

Splitting of Personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas

normal (Hawari, 2011). Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai

ketegangan mental yang menggelisah sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan

mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak

menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan

menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Budayani, 2015).

16
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

kecemasan adalah respon psikologis terhadap stres yang mengandung komponen

fisiologis dan psikologis, perasaan takut atau tidak tenang yang tidak diketahui

sebabnya. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik secara fisik

maupun psikologik seperti harga diri, gambaran diri atau identitas diri.

2.2.2 Faktor Pengaruh Kecemasan Pre Operasi

Lutfa & Maliya (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pre

operasi adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor intrinsik, antara lain:

a. Usia pasien: gangguan kecemasan lebih sering terjadi pada usia dewasa

dan lebih banyak pada wanita. Stuart & Sundeen (2007) Sebagian besar

kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun.

b. Pengalaman: menjelaskan bahwa pengalaman awal ini sebagai bagian

penting dan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian

hari. Apabila pengalaman individu tentang pengobatan kurang, maka

cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan saat menghadapi

tindakan pengobatan selanjutnya.

c. Konsep diri dan peran: konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan

dan pendirian yang diketetahui individu terhadap dirinya dan

mempengaruhi individu untuk berhubungan dengan orang lain. Peran

adalah pola, sikap, perilaku dan tujuan yang diharapkan dari seseorang

berdasarkan posisinya di masyarakat. Pasien yang mempunyai peran ganda

17
baik di dalam keluarga atau di masyarakat akan cenderung mengalami

kecemasan yang berlebih disebabkan konsentrasi terganggu.

2. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain :

a. Kondisi medis: terjadinya kecemasan yang berhubungan dengan kondisi

medis sering ditemukan, walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk

masing-masing kondisi medis, misalnya: pada pasien yang mendapatkan

diagnosa operasi akan lebih mempengaruhi tingkat kecemasan pasien

dibandingkan dengan pasien yang didiagnosa baik.

b. Tingkat pendidikan: pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah

pola pikir, pola bertingkah laku dan pola pengambil keputusan. Tingkat

pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stressor

dalam diri sendiri maupun dari luarnya.

c. Akses informasi: merupakan pemberitahuan tentang sesuatu agar orang

membentuk pendapat berdasarkan sesuatu yang diketahuinya. Informasi

yang akan didapatkan pasien sebelum pelaksanaan tindakan operasi terdiri

dari tujuan, proses, resiko dan komplikasi serta alternatif tindakan yang

tersedia, serta proses administrasi (Smeltzer, Suzanne et al, 2008).

d. Adaptasi: perawat merupakan sumber daya dirumah sakit yang

mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk membantu pasien

mengembalikan atau mencapai keseimbangan diri dalam menghadapi

lingkungan yang baru.

e. Tingkat sosial ekonomi: berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

masyarakat kelas sosial ekonomi rendah memililki prevalensi gangguan

18
psikiatrik yang lebih banyak, dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonomi

yang rendah atau tidak dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pada

pasien menghadapi tindakan operasi.

f. Tindakan operasi: adalah klasifikasi tindakan terapi medis yang dapat

mendatangkan kecemasan karena terdapat ancaman pada integritas tubuh

dan jiwa seseorang

g. Lingkungan: lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara

berfikir. Kecemasan wajar timbul jika anda merasa tidak aman terhadap

lingkungan.

2.2.3 Respon kecemasan

Passer & Smith (2007) menyatakan respon kecemasan memiliki empat

komponen, yaitu:

1. Respon subjektif emosional, merupakan respon emosional yang dirasakan,

seperti perasaan tertekan dan ketakutan.

2. Respon kognitif berupa pemikiran khawatir dan pemikiran tidak mampu

untuk mengatasi berbagai hal.

3. Respon fisiologis berupa perubahan yang terjadi pada fisik seseorang seperti

meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, menegangnya otot-otot,

peningkatan intensitas bernafas, mual, mulut kering, dehidrasi dan

berkeringat.

4. Respon perilaku berupa perilaku menghindar dari situasi tertentu yang dapat

menganggu dalam penyelesaian tugas.

19
2.2.4 Tingkat Kecemasan

Tiap tingkat kecemasan mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama

lain tergantung dari kemampuan pribadi, pemahaman dalam menghadapi

ketegangan, harga diri dan mekanisme koping yang digunakannya (Stuart, 2010).

Karekteristik atau ciri-ciri tingkat kecemasan menurut Stuart (2010), yaitu:

1. Kecemasan ringan

Merupakan perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan

perhatian khusus. Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari sehingga dan menyebabkan seseorang individu menjadi

waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Menifestasi yang muncul

pada tingkat ini merupakan kelelahan, lapang persepsi meningkat, kesadaran

tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai

dengan situasi.

2. Kecemasan sedang

Merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar

berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Kecemasan sedang dengan ciri-

ciri lebih tegang, menurunnya konsentrasi dan persepsi, sadar tapi fokusnya

sempit, sedikit mengalami peningkatan tanda-tanda vital. Menifestasi yang

terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, ketegangan otot

meningkat.

3. Kecemasan berat

Yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons

takut dan distress. Kecemasan berat dengan ciri-ciri persepsi menjadi

20
terganngu, perasaan tentang terganggu atau takut meningkat, komunikasi

menjadi terganggu dan mengalami peningkatan tanda-tanda vital, semua

perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut

memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.

4. Panik

Individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya

kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.

Panik dengan ciri-ciri perasaan terancam, ganggan realitas, tidak mudah

berkomunikasi, kombinasi dari gejala-gejal fisik yang disebutkan diatas

dengan peningkatan tanda-tanda vital lebih awal dari tanda panik, tetapi akan

lebih buruk jika intervensi yang dilakukan gagal dapat membahayakan diri

sendri dan orang lain.

2.2.5 Alat Ukur Kecemasan

Beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur kecemasan

pasien praoperatif menurut Firdaus (2014), di antaranya adalah State Anxiety

Score dari Spielberger State-Trait Anxiety Inventory (STAI), dan The Amsterdam

Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS), Setiap instrumen memiliki

keunggulan dan kelemahan masing-masing dalam menukur kecemasan

praoperatif.

VAS merupakan salah satu perangkat pengukuran kecemasan pasien yang

telah divalidasi dan banyak digunakan di seluruh dunia. Metode VAS sangat

sederhana dan mudah. Skor kecemasan VAS ditentukan dengan menginstruksikan

kepada pasien untuk memberi tanda pada suatu garis horizontal yang panjangnya

21
100 milimeter. STAI merupakan instrumen berupa kuesioner yang dikembangkan

oleh Spielberger pada tahun 1970 untuk menilai kecemasan. Kuisioner STAI

terdiri dari dua bentuk, yang pertama untuk mengukur kecemasan trait dan yang

kedua untuk mengukur kecemasan state. Setiap bentuk kuesioner. Waktu yang

dibutuhkan relatif lama bagi responden mengisi kuesioner STAI yaitu sekitar 10

menit. APAIS merupakan instrumen yang spesifik digunakan untuk mengukur

kecemasan praoperatif. Secara garis besar ada dua hal yang dapat dinilai melalui

pengisian kuisioner APAIS yaitu kecemasan dan kebutuhan informasi. Kuisioner

APAIS terdiri dari 6 pertanyaan singkat, 4 pertanyaan mengevaluasi mengenai

kecemasan yang berhubungan dengan anestesia dan prosedur bedah sedangkan 2

pertanyaan lainnya mengevaluasi kebutuhan akan informasi. Semua pertanyaan

dilakukan sistem skoring dengan nilai 1 sampai 5 dengan skala.

Studi oleh Boker di Canada yang membandingkan APAIS dan STAI untuk

mengukur kecemasan praoperatif menyimpulkan bahwa APAIS merupakan

instrumen baru yang menjanjikan untuk mengukur kecemasan praoperatif. Boker

menemukan korelasi positif antara APAIS dan STAI. Pada studi penggunaan

instrumen APAIS yang pertama pada populasi German disimpulkan bahwa

APAIS versi German merupakan instrumen yang valid dan reliabel. Studi di

negara asia Thailand oleh Kunthonluxamee menemukan bahwa APAIS

mempunyai korelasi yang reliabel dengan STAI. Berdasarkan data tersebut dapat

dinilai bahwa APAIS merupakan salah satu instrumen pengukur kecemasan

praoperatif yang sederhana, praktis, valid dan reliabel.

22
2.2.6 Kecemasan pre operasi

Kecemasan praoperatif secara umum akan dialami oleh pasien setelah

mengetahui dirinya dijadwalkan untuk menjalani prosedur anestesi atau prosedur

operasi dan akan terus meningkat. Istilah kecemasan juga digunakan dalam

psikologi untuk menggambarkan perbedaan antara individu kecenderungan untuk

cemas sebagai ciri kepribadian, dalam hal ini situasi kecemasanya adalah prosedur

anestesia dan operasi (Firdaus, 2014).

2.2.7 Penatalaksanaan Kecemasan

Intervensi utama yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien kecemasan merupakan melindungi pasien dari bahaya

fisik dan memberikan rasa aman pada pasien karena pasien tidak dapat

mengendalikan perilakunya (Asmadi, 2010).

1. Penatalaksanaan farmakologi

Obat untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini digunakan

untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena

mengakibatkan toleransi dan ketergantungan. Obat anti kecemasan non

benzodiazepine, seperti buspiron (buspar) dan beberapa antidepressant

(Isaacs, 2005; Syamsuri, 2016).

2. Non farmakologi

a. Distraksi: metode guna menghilangkan kecemasan dengan cara

mengalihkan perhatian pada hal lain sehingga pasien lupaterhadap cemas

yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan

pelepasan endofrin yang mampu menghambat stimulus cemas yang

23
mengakibatkan lebih sedikit stimulus cemas yang ditransmisikan ke otak

(Potter & Perry, 2005)

b. Relaksasi: terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi,

meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi progresif

(Isaacs, 2005; Syamsuri, 2016).

3. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan salah satu wujud peran edukator bagi

perawat khususnya pada masa perioperatif dan membantu menghilangkan

kecemasan pasien, hal ini membantu perawat merencanakan waktu yang

tenang untuk pasien dan keluarga dan memberikan kesempatan menanyakan

pertanyaan dan membicarakan tentang keluhan-keluhan pasien serta

memberikan beberapa prosedur dalam memberikan informasi dan pendidikan

kesehatan pada pasien dan keluarga pada masa pre operasi seperti peralatan,

prosedur operasi, anaestesi, prosedur mengenai pendidikan kesehatan dan

penjelasan tentang hal-halyang bisa mengurangi kecemasan (Maryunani,

2014; Syamsuri, 2016).

2.3 Konsep Pendidikan Kesehatan

2.3.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan

Nursalam & Efendyi (2008) menyatakan pendidikan kesehatan merupakan

betuk pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan di rumah sakit maupun di luar

rumah sakit (non klinik) yang dapat dilakukan di tempat ibadah, pusat kesehatan

ibu dan anak, tempat layanan umum, tempat penampungan, organisasi

masyarakat, organisasai pemelihara kesehatan (asuransi), sekolah, panti werda,

24
dan unit kesehatan bergerak (mobile). Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya

atau kegiatan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau

masyarakat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Pendidikan kesehatan

juga suatu kegiatan untuk menjadikan kondisi sedemikian rupa sehingga orang

mampu untuk berperilaku hidup sehat (Fitriani, 2011).

Pendidikan kesehatan merupakan istilah yang diterapkan pada penggunaan

proses pendidikan secara terencana untuk mempengaruhi orang lain, baik

individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang

menjadi tujuan pelaku pendidikan kesehatan yang meliputi beberapa kombinasi

dan kesepakatan belajar atau aplikasi pendidikan didalam bidang kesehatan. Hasil

yang diharapkan dari sebuah pendidikan kesehatan merupakan perilaku kesehatan,

atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang sesuai oleh

sasaran dari pendidikan kesehatan (Notoadmodjo, 2012)

2.3.2 Unsur Pendidikan Kesehatan

Unsur-unsur pendidikan menurut Fitriani (2011), ada 3 yaitu:

1. Input: sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik

(pelaku pendidikan).

2. Proses: upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain (informasi

kesehatan).

3. Output: melakukan apa yang diharapkan atau perubahan perilaku. Output

yang diharapkan dari suatu pendidikan kesehatan disini adalah perilaku

kesehatan atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan atau

dapat dikatakan perilaku yang kondusif.

25
2.3.3 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Notoadmodjo (2012) menyatakan tujuan dan manfaat pendidikan

kesehatan secara umum yaitu untuk mengubah perilaku individu atau masyarakat

dalam bidang kesehatan. Selain hal tersebut, tujuan dan manfaat pendidikan

kesehatan ialah:

1. Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai dimasyarakat.

2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan

kegiatan untuk mencapai tujuan lebih sehat.

3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada.

4. Agar penderita (masyarakat) memilki tanggung jawab yang lebih besar pada

kesehatan.

5. Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya

sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi parah dan mencegah penyakit

menular.

6. Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat bagi pribadi, keluarga dan

masyarakat umum sehingga dapat memberikan dampak yang bermakna

terhadap derajat kesehatan masyarakat.

7. Meningkatkan pengertian terhadap pencegahan dan pengobatan terhadap

berbagai penyakit yeng disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan perilaku

sehat sehingga angka kesakitan terhadap penyakit tersebut berkurang.

26
2.3.4 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan menurut Fitria (2011), mampu dilihat

dari berbagai dimensi yaitu:

1. Dimensi sasaran

a. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu

b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok

c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.

2. Dimensi tempat pelaksanaanya

a. Pendidikan kesehatan disekolah, dilakukan disekolah dengan sasaran

murid yang pelaksanaanya diintegrasikan dengan Upaya Kesehatan

Sekolah (UKS)

b. Pendidikan pelayanan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan Pusat

Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun

khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien.

c. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau

karyawan.

3. Dimensi tingkat pelayanan pendidikan kesehatan

a. Promosi kesehatan (Health Promotion), Pada tingkat ini pendidikan

kesehatan sangat diperlukan misalnya: peningkatan gizi, perbaikan

kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan serta hiegine perorangan.

b. Perlindungan khusus (Spesific Protection), Program imunisasi sebagai

bentuk pelayanan perlindungan khusus sangat dibutuhkan terutama di

negara berkembang.

27
c. Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Promt

Treatment), Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarkat terhadap

kesehatan dan penyakit maka sering kesulitan mendeteksi penyakit yang

terjadi pada masyarakat, bahkan masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa

dan diobati sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan

yang layak.

d. Pembatasan cacat (Disability Limitation), Kurangnya kesadaran dan

pengetahuan masyarakat tentang penyakit sehingga masyarakat tidak

melanjutkan pengobatan sampai tuntas dengan kata lain pengobatan dan

pemeriksaan yang tidak sempurna mengakibatkan orang tersebut

mengalami kecacatan.

e. Rehabilitasi (Rehabilitation), Untuk memulihkan kecacatan kadang-

kadang diperlukan latihan tertentu, karena kurangnya pengetahuan

masyarakat enggan melakukan latihan yang dianjurkan, misalnya: dengan

memulihkan kondisi cacat melalui terapi atau latihan tertentu.

2.3.5 Langkah-langkah Pendidikan Kesehatan

Dony et al (2014) menyatakan berdasarkan langkah-langkah yang ingin

dicapai, penggolongan langkah-langkah pendidikan kesehatan ada empat yakni:

1. Analisa situasi: merupakan suatu tahap dalam mengumpulkan data tentang

keadaan wilyah, masalah-masalah sehingga diperoleh informasi yang akurat

tentang masalah tang dihadapi.

2. Penentuan prioritas masalah: mengurutkan masalah dari masalah yang

dianggap penting sampai dengan urutan yang kurang penting, ini bisa

28
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode,antara lain dengan

pembobotan.

3. Penentuan tujuan: tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku

yang tidak sehat menjadi sehat.

a. Penentuan sasaran, sasaran dibedakan menjadi 3 yakni

1) Masyarakat umum

2) Masyarakat sekolah, sebagai masyarakat yang mudah dicapai

3) Kelompok masyarakat tertentu, misanya kaderkesehatan

b. Penentuan pesan, pesan merupakan informasi yang disampaikan kepada

sasaran. Pesan yang disampaikan harus sesuai dengan sasaran yang akan

diberi pendidikan kesehatan.

c. Penentuan metode, metodebiasanya mengacu pada penentuan tujuan yang

ingin dicapai,apakah perubahan pada tingkat kognitif, afektif atau

psikomotor, misalnya mengubah kognitif pengetahuan bisa dengan

menggunakan metode ceramah atau diskusi.

d. Penentuan media, dalam menyampikan pendidikan kesehatan digunakan

media dan alat bantu, pemilihan media yang tepat serta dukungan dan

kemampuan dari tenaga pendidik adalah suatu yang mempermudah proses

pendidikan kesehatan.

4. Penyusunan jadwal kegiatan: rencana kegiaatan dibuat dalam satu rentang

waktu dan terjadwal yang disesuikan dengan sasaran, tujuan, materi, atal

bantu, petugas, waktu, dan rencana pelaksanaan.

29
2.3.6 Metode Pendidikan Kesehatan

Metode pendidikan ada 3 macam berdasarkan pendekatan sasaranya yang

ingin dicapai (Donny, 2014) yakni:

1. Metode pendidikan individual

a. Bimbingan dan pendidikan kesehatan (guidance and conceling) cara ini

kontak antara klien dan petugas lebih efektif

b. Wawancara (interview) cara ini merupakan sebagian dari bimbingan dan

pendidikan kesehatan wawancara antar klien dan petugas untuk

mendapatkan informasi mengapa tidak atau belum mendapat perubahan

c. Demonstrasi merupakan metode penyajian pembelajaran dengan

memperagakan dan mempertunjukan kepada klien tentang suatu proses,

situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan.

2. Metode pendidikan kelompok

Metode pendendidikan kelompok harus diingat banyak atau besarnya

kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Metode

kelompok ada beberapa macam, yakni:

a. Kelompok besar

1) Ceramah: metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan

tinggi maupun rendah.

2) Seminar: hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan

pendidikan menengah atas.

30
b. Kelompok kecil

1) Diskusi kelompok: dibuat sedemikian sehingga saling berhadapan,

pimpinan diskusi atau penyuluhan duduk diantara peserta agar ada

kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan

pendapat.

2) Curah pendapat (brain stroming): merupakan modifikasi diskusi

kelompok, dimulai dengan memberikan jawaban atau tanggapan,

tanggapan atau jawaban tersebut di tamping dan ditulis dalam

flipchart, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak bleh ada

komentar dari siapapun, baru setelah semuanya mengemukaan

pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi

3) Bola salju (Snow Balling) ; tiap orang di bagi menjadi pasangan-

pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian di lontarkan suatu pertanyaan

atau, masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung

menjadi satu. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4

orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian

seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh anggota.

4) Kelompok kecil-kecil (Buzz Group): kelompok langsung dibagi

menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu masalah

yang sama/tidak sama dengan kelompok lain dan masing-masing

kelompok mendiskusikan masalah tersebut selanjutnya kesimpulan

dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.

31
5) Memainkan peran (Role Play): beberapa kelompok ditunjukkan

sebagai pemegang perananan tertentu untuk memainkan peranan

tertentu, misal sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan

dll. Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-

hari dalam melaksanakan tugas.

6) Permainan simulasi (Simulation Game): Pesan-pesan disajikan dalam

bentuk permainan momopoli. Cara memainkan persis seperti bermain

monopoli dengan menggunakan dadu, atau gaco (penunjuk arah), dan

papan main, beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi

berperan sebagai nara sumber.

3. Metode pendidikan massa

Metode ini untuk megkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujuakan

kepada masyarakat. Metode untuk pendekatan massa berikut ini beberapa

contohnya:

a. Ceramah umum (public speaking) merupakan cara menyajikan palajaran

melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung pada sekelompok

peserta didik.

b. Pidato atau diskusi ialah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan

tentang kesehatan bisa melalui media elektronik, televisi maupaun radio.

c. Billboard dipasang di tempat umum dan berisikan pesan atau informasi

kesehatan.

32
2.3.7 Media dan alat bantu Pendidikan Kesehatan

Suliha (2008) menyatakan alat bantu pembelajaran merupakan alat-alat

yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pengajaran dan

biasanya dengan menggunakan alat peraga pengajaran. Alat peraga pada dasarnya

dapat membantu sasaran pendidik untuk menerima pelajaran dengan

menggunakan panca inderanya. Macam-macam media atau alat bantu tersebut

sebagai berikut:

1. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau media yang

hanya meiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.

2. Media visual, yaitu media yang hanya dilihat saja, tidak mengandung unsur

suara, seperti film, slide, foto, transparasi, lukisan, gambar, dan berbagai

bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis.

3. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara

juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya

4. Media atau alat bantu berdasarkan pembuatanya

a. Alat bantu elektronik yang rumit, Jenis media ini memerlukan alat

proyeksi khusus seperti proyektor,

1) Televisi, biasanya berupa sinetron, sandiwara, fquiz, cerdas cermat

2) Radio, biasanya berupa percakapan/tanya jawab, ceramah

3) Video Compact Disc (VSD) digunakan untuk

4) Slide digunakan untuk menyampaikan informasi kesehatan

5) Fils strip digunakan untuk menyampaikan informasi kesehatan

33
b. Alat bantu sederhana, Ciri-ciri alat bantu sederhana merupakan mudah

dibuat, mudah memperoleh bahan- bahan, mudah dimengerti serta tidak

menimbulkan salah persepsi.

1) Booklet, digunakan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku,

baik tulisan maupun gambar

2) Leaflet,bersikan pesan bisa gambar, tulisan, atau keduanya bentuk

lembaran yang dilipat

3) Flyer (selebaran) seperti leaflet tapi tidak dalam bentk lipat,

4) Filp chart (lembar balik), brisis gambar peragaan dan di baliknya beisi

kalimat sebagiasanya dalam bentuk buku, disetiap lembar atau

halaman berisiskan informasi yang berkaitan denan gambar tersebut

5) Rubric (tulisan-tulisan), berisikan mengenai sebuah topic masalah

kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, biasanya

dalam surat kabar atau majalah.

6) Poster, bentuk media cetak berisikan pesan atau informasi kesehatan,

biasanya di temple di dinding, di tempat umum, atau kendaraan umun

7) Foto, biasanya digunakan untuk mengungkapkan informasi kesehatan

2.3.8 Pendidikan Kesehatan Pre operasi

Pemberian pendidikan kesehatan semacam ini juga harus diterapkan pada

pasien yang akan menjalani operasi. Pemberian pendidikan kesehatan pra operasi

pada pasien yang akan menjalani operasi harapannya akan menurunkan

kecemasan pasien (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

34
Informasi yang perlu diberikan saat pendidikan kesehatan pada pasien dan

keluarga sebelum tindakan operasi Maryuani (2014), antara lain:

1. Pendidikan kesehatan perioperatif memberikan informasi tentang hal rutin

pre operasi, seperti:

a. Taksiran waktu atau lamanya operasi, pemulihan post operasi, tujuan

perawatan post anaestesi dan hal-hal rutin yang bisa dilakukan

b. Pasien bisa mendapatkan penjelasan tentang cara atau teknik nafas dalam

2. Pendidikan kesehatan perioperatif juga memberikan informasi tentang

beberap persiapan pre operasi yang dibutuhkan, antara lain:

a. Pesiapan meliputi pentingnya mandi, pasien harus menjaga kebersihan

sebelum operasi dilakukan

b. Pembatasan masuknya makanan dan minuman pada masa pre operasi

bertujuan untuk meminimalkan resiko terjadi aspirasi pada induksi atau

pemberian anestesi, dan juga untuk menurunkan resiko mula, muntah pada

masa post operasi.

3. Pasien yan belum mengikuti anjuran kemungkinan operasinya ditunda atau

terlambat. Keadaan ini terutama bagi pasien operasi rawat jalan harus

memahami dan mengerti tentang adanya pembatasan-pembatasan ini.

35
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Faktor yang mempengaruhi kecemasan Tindakan operasi

1. Faktor intrinsik - Preoperatif


- Intraoperatif
- Usia pasien
- Postoperatif
- Pengalaman
- Konsep diri dan peran
Persiapan preoperatif
2. Faktor ekstrinsik
1. Persiapan Fisik
- Kondisi medis
2. Persiapan penunjang
- Tingkat pendidikan
3. Pemeriksaan status anestesi
- Akses informasi
4. Inform consent
- Adaptasi 5. Persiapan mental
- Tingkat sosial ekonomi
- Tindakan operasi
Tingkat Kecemasan
- Lingkungan

Pendidikan Kesehatan
Pre operasi

Keterangan

: Tidak diteliti

: Diteliti

: Pengaruh

Gambar 3.1 Kerangka koseptual penelitian pengaruh pendidikan kesehatan


terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan general
anestesi di RSUD Kota Madiun

36
Gambar 3.1 menjelaskan bahwa pasien pre operasi pasti akan mengalami

kecemasan. Faktor yang mempengaruhi kecemasan pre operasi berupa faktor

intrinsik yaitu usia pasien, pengalaman, konsep diri dan peran serta juga faktor

ekstrinsik yaitu kondisi medis, tingkat pendidikan, akses informasi, adaptasi,

tingkat sosial ekonomi, tindakan operasi, lingkungan (Lutfa & Maliya 2008). Dari

faktor-faktor tersebut akses informasi yakni berupa pendidikan kesehatan mampu

menjadi ntervensi untuk penutunan tingkat kecemasan. Pemberian pendidikan

kesehatan yang mana pendidikan kesehatan tersebut seperti memberikan

pengetahuan persiapan pre operasi dengan general anestesi, pengertian, tujuan

tindakan. Diharapkan kecemasan pada pasien pre operasi dengan general anestesi

di RSUD Kota Madiun tingkat kecemasan dapat teratasi atau berkurang.

3.2 Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

pernyataan (Sugiyono, 2009).

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan pasien

pre operasi dengan general anestesi di RSUD Kota Madiun.

37
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian semu atau quasi

eksperimen. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah non equivalent

control group design dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping

kelompok eksperimen dimana dalam penelitian ini membandingkan hasil

intervensi program pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol yang serupa

(Notoatmodjo, 2012). Kelompok intervensi sampel diberikan pre test dahulu

sebelum dan diberikan post test setelah diberikan perlakuan pendidikan kesehatan

dengan lisan dan leaflet, sedangkan kelompok kontrol yang sampel diberikan pre

test sebelum dan diberikan post test sesudah diberikan perlakuan pendidikan

kesehatan dengan lisan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan

general anestesi yang akurat.

Tabel 4.1 Skema Rancangan Penelitian


Kelompok Pre test Intervensi Post test
Intervensi 01 X 02
Kontrol 01 - 02
Sumber : Notoatmodjo (2012). Metode Penelitian Kesehatan.

Keterangan :
01 : Pengukuran awal sebelum dilakukan intervensi (pre test).
X : Intervensi (pendidikan kesehatan lisan & leaflet).
- : Kontrol (pendidikan kesehatan lisan).
02 : Pengukuran kedua setelah dilakukan intervensi (post test).

38
4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti yang

mempunyai karakteristik yang telah ditetapkan (Notoadmodjo, 2012). Populasi

target dalam penelitian ini adalah pasien pre operasi dengan general anestesi

yang dirawat di RSUD Kota Madiun sedangkan populasi terjangkau pasien

pre operasi dengan general anestesi yang dirawat di RSUD Kota Madiun periode

April - Mei 2015.

4.2.2 Sample

Menurut Notoatmodjo (2010) sampel merupakan sebagian yang diambil

dari keseluruhan objek penelitian dan dianggap mewakili seluruh populasi. Rumus

jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Federer (1963) yang

dikutip dari Furqon, Nurmuklis, Kasiman (2015), dapat ditentukan berdasarkan

total kelompok (t) yang digunakan dalam penelitian adalah 2 kelompok maka

besar sampel yang digunakan:

(n - 1) x (t - 1)  15 Keterangan :

(n - 1) x (2 - 1)  15 n : jumlah sampel tiap kelompok


(n - 1) x 1  15
t : jumlah kelompok
n - 1  15
n  15 + 1
n  16
Hasil jumlah sampel dengan hitungan rumus yang didapat adalah minimal n = 16

sampel responden. Koreksi atau penambahan jumlah sampel berdasarkan prediksi

sampel drop out dari peneliti. Rumus yang digunakan untuk koreksi jumlah

sampel adalah :

39
n` = n Keterangan:
1-f
n’ : besar sampel setelah dikoreksi
n` = 16
1 – 0,1 n : jumlah sampel sebelumnya

n` = 16 f : prediksi sampel drop out diperkirakan 10% (f = 0,1)


0,9
n` = 17,7
n` = 18
Sampel yang diperlukan berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus drop out

adalah masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol dalam

penelitian sejumlah 18 sampel sehingga jumlah seluruh sampel penelitian

sebanyak 36 responden.

4.2.3 Kriteri Sampel

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi

bias hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel-variabel kontrol ternyata

mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat

dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu inklusi dan eksklusi (Nursalam 2017).

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah :

a. Usia 18-65 tahun

b. Sadar penuh

c. Bersedia menjadi responden

d. Tidak ada ganggunan kognitif

e. Belum pernah mengalami operasi dengan general anestesi

40
2. Kriteria ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan responden

yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena berbagai sebab, seperti:

a. Memiliki komplikasi atau penyakit penyerta lain.

4.3 Teknik Sampling

Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive

sampling atau disebut juga judgement sampling merupakan jenismetode sampel

non-probability. Purposive sampling merupakan suatu metode penetapan sampel

dengan cara memimilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (tujuan, masalah), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik

populasi yang telah ditentukan sebelumnya (Nursalam, 2017).

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja merupakan bagian kerja terhadap rancangan kegiatan

penelitian yang akan dilakukan, meliputi siapa yang akan diteliti (subjek

penelitian), variabel yang akan diteliti, dan variabel yang mempengaruhi dalam

penelitian (Hidayat, 2007; Rahayu, 2017).

41
Populasi
Seluruh pasien pre operasi dengan general anestesi yang dirawat di RSUD Kota Madiun
periode April – Mei 2019.

Sampel
Sebagian pasien pre operasi dengan general anestesi yang dirawat di RSUD Kota Madiun
sebanyak 36 responden.

Teknik Sampling
Purposive sampling

Desain Penelitian
Non equivalent control group design

Pengumpulan Data
Skala tingkat kecemasan APAIS

Kelompok intervensi Kelompok kontrol

Pengukuran kecemasan I Pengukuran kecemasan I

Pemberian intervensi: Pendidikan Pemberian intervensi: Pendidikan


kesehatan lisan dan leaflet kesehatan lisan

Pengukuran kecemasan II Pengukuran kecemasan II

Pengolahan Data
Editing, Coding, Scoring, Entry, Tabulating

Analisisa Data
Uji Statistik Wilcoxon –Mann Whitney

Hasil dan Kesimpulan

Penyajian dan publikasi

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap


Tingkat Kecemasanpasien Pre Operasi Dengan General Anestesi
Di RSUD Kota Madiun
42
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Oprasional

4.5.1 Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel adalah bagian penelitian dengan cara menentukan

variabel-variabel yang ada dalam penelitian seperti variabel independen,

dependen, moderator, kontrol dan interving (Hidayat, 2007; Rahayu 2017).

Variabel penelitian ini yaitu :

1. Variabel independen (Variabel bebas)

Variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau

timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2011). Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah pendidikan kesehatan.

2. Variabel dependen (Variabel terikat)

Variable yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya Variabel

independen (Sugiyono, 2011). Variabel terikat pada penelitian ini adalah

tingkat kecemasan pasien preoperasi general anastesi.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena. (Nursalam, 2013; Rahayu 2017).

43
Tabel 4.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Terhadap Tingkat Kecemasanpasien Pre Operasi Dengan
General Anestesi Di RSUD Kota Madiun

Variabel Definisi Alat


Parameter Skala Skor
Penelitian Operasional Ukur
Independe: Pendidikan Pendiidkan kesehatan pre SAP - -
Pendidikan kesehatan operasi dengan general
kesehatan. adalah suatu anestesi :
kegiatan 1. Pengertian preoperasi
penyuluhan dengan general
untuk anestesi
memberikan 2. Persiapan preoperasi
informasi dengan general
mengenai anestesi
tindakan 3. Tujuan preoperasi
operasi dengan general
anestesi
4. Prosedur preoperasi
dengan general
anestesi
5. Dampak general
anestesi
Dependen: Kecemasan 1. Respon subjektif Skala Ordinal 1-6 : tidak
tingkat adalah perasaan emosional APAIS ada
kecemasan tidak nyaman 2. Respon kognitif kecemasan
atau ketakutan 3. Respon fisiologis 7-12 :
yang tidak jelas 4. Respon perilaku kecemasan
dan gelisah ringan
dikernakan 13-18 :
sebuah kecemasan
prodesur yang sedang
akan 19-24 :
berlangsung kecemasan
disertai dengan berat
respon otonom 25-30 :
perasaan yang kecemasan
was-was untuk berat
mengatasi sekali/pani
bahaya. k

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini untuk variabel independen

44
(pendidikan kesehatan) dengan menggunakan Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

dan untuk variabel dependen (tingkat kecemasan) menggunakan kuisioner The

Amsterdam Pre Operative Anxiety And Information Scale (APAIS)

Kuisioner APAIS terdiri dari 6 pertanyaan singkat, 4 pertanyaan

mengevaluasi mengenai kecemasan yang berhubungan dengan anestesia dan

prosedur operasi sedangkan 2 pertanyaan lainnya mengevaluasi kebutuhan akan

informasi. Semua pertanyaan dilakukan sistem skoring dengan nilai 1 sampai 5

dengan skala Likert. Enam item APAIS dibagi menjadi 3 komponen yaitu:

kecemasan yang berhubungan dengan anestesia (sum A = pertanyaan nomor 1 dan

2), kecemasan yang berhubungan prosedur operasi (sum S = pertanyaan nomor 4

dan 5), komponen kebutuhan informasi (pertanyaan nomor 3 dan 6). Kombinasi

komponen kecemasan yaitu jumlah komponen kecemasan yang berhubungan

dengan anestesia dan prosedur operasi (sum C = sum A + sum S). Skor yang

semakin tinggi menunjukkan makin tinggi tingkat kecemasan praoperatif dan

kebutuhan akan informasi (Firdaus, 2014).

4.7 Uji Validitas dan Rehabilitas

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan dapat mengungkapkan data dari variabel yang ditelitisetelah penelitian

ini dilakukan uji validitas yang tepat (Arikunto, 2010; Rahayu 2017). Uji

reliabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang

digunakan telah reliabel. Suatu alat yang dikatakan reliabel alat itu mengukur

suatu gejala dalam waktu berlainan senantiasa menunjukan hasil yang sama

(Notoatmodjo, 2012).

45
Peneliti tidak melakukan uji validitas dan uji rehabilitas dikarenakan

instrument penilaian skala tingkat kecemasan yang digunakan sudah baku. Skor

skala tingkat kecemasan menggunakan The Amsterdam Pre Operative Anxiety

And Information Scale (APAIS).

Firdaus, (2014) dalam penelitinya yang berjudul Uji Validasi Konstruksi

dan Reliabilitas Instrumen The Amsterdam Preoperative Anxiety and Information

Scale (APAIS) Versi Indonesia didapatkan Reliabilitas instrumen APAIS versi

Indonesia menunjukkan hasil yang baik dengan uji konsistensi internal

(Cronbach’s Alpha). Nilai Cronbach’s Alpha untuk komponen kecemasan

(pernyataan 1, 2, 4, dan 5) didapatkan sebesar 0,825, sedangkan nilai Cronbach’s

Alpha untuk komponen kebutuhan informasi (pernyataan 3 dan 6) didapatkan

sebesar 0,863. Nilai Cronbach’s Alpha komponen kecemasan APAIS versi

Indonesia sama tinggi dibanding dengan uji reliabilitas pada asal instrumen

APAIS dan beberapa studi mengenai APAIS yang pernah dilaporkan sebelumnya

oleh Moerman (0,860), Bert (0,920), Kunthonluxamee (0,870), Maurice-

Szamburski (0,840). Sedangkan nilai Cronbach’s Alpha komponen kebutuhan

informasi APAIS versi Indonesia relatif lebih tinggi dibanding dengan nilai

Cronbach’s Alpha pada studi instrumen APAIS oleh Moerman (0,680),

Kunthonluxamee (0,87), Maurice-Szamburski (0,76).Nilai Cronbach’s Alpha

yang baik berkisar antara 0,7–0,9 (Tavakol). Penelitian ini berhasil menghasilkan

instrumen APAIS versi Indonesia yang valid dan reliable

46
4.8 Lokasi dan waktu penelitian

4.8.1 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Ruang Rawat bangsal bedah RSUD Kota

Madiun.

4.8.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan mulia dari pembutan proposal bulan Januari

2019 sampai dengan menyelesaikan hasil penelitian bulan Juni 2019.

4.9 Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam 2017).

Dalam melakukan penelitian ini prosedur yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

1. Mengurus ijin penelitian dengan membawa surat dari STIKES Bhakti Husada

Mulia Madiun untuk ditujukan BANKESBANGPOL wilayah Kota Madiun.

2. Mengurus surat ijin penelitian dari BANKESBANGPOL kepada Direktur

RSUD Kota Madiun.

3. Melakukan pendataan pada pasien pre operasi dengan general anestesi sesuai

dengan kriteria inklusi dengan mendatangi bangsal bedah di RSUD Kota

Madiun.

4. Meminta ijin untuk bersedia menjadi responden dan memberikan penjelasan

pada responden tentang prosedur serta tujuan dari penelitian.

47
5. Memberikan informed consert, jika bersedia menjadi responden, maka

dipersilahkan untuk mentandatangani informed consert, dan jika tidak

bersedia menjadi responden peneliti tetap menghormati keputusannya.

6. Membagi responden menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi sejumlah

18 dan kelompok kontrol sejumlah 18 pasien.

7. Pengumpulan data dan pengukuran kecemasan dilakukan pada pasien

(responden) pre operasi dengan general anestesi menggunakan kuesioner

tingkat kecemasan APAIS yang diisi oleh responden.

8. Mengukur kecemasan yang pertama pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi dilakukan 2 hari sebelum dilakukan operasi dengan general

anestesi.

9. Memberikan intervensi kepada kelompok intervensi berupa pendidikan

kesehatan dengan lisan dan media leaflet dan kelompok kontrol diberi

intervensi pendidikan kesehatan dengan lisan.

10. Mengukur kecemasan yang kedua pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi dilakukan 1 hari setelah dilakukan intervensi.

11. Mengumpulkan kuisioner yang telah disi oleh responden dan memeriksa

kelengkapanya data jawaban pada saat itu juga.

12. Peneliti melakukan pengumpulan, pengelolahan dan analisa data

48
4.10 Pengolahan Data dan Analisis Data

4.10.1 Pengolahan Data

Dalam penelitian ini pengolah data dilakukan menggunakan software

statistik. Menurut Nugroho (2012), pengolahan data meliputi :

1. Editing

Hasil data dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih

dahulu. Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan

perbaikan isian formulir atau kuisioner. Peneliti melakukan pengecekan saat

setelah responden mengisi kuisioner:

a. Apakah lengkap semua pertanyaan sudah terisi

b. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas

terbaca

c. Apakah jawaban sesuai dengan pertanyaan.

Apabila ada data-data atau jawaban-jawaban yang belum lengkap, jika

memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang melengkapi data-data

atau jawaban-jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan, maka data

yang tidak lengkap tersebut tidak dioleh atau dimasukan dalam pengolahan

“data missing” (Notoatmodjo, 2012).

2. Coding

Setelah data diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan pengkodean atau

coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka

atau bilangan (Notoatmodjo, 2012).

Coding pada penelitian ini adalah :

49
a. Kelompok Kontrol : 0

b. Kelompok Intervensi : 1

c. Laki – laki : 1

d. Perempuan : 2

e. Tidak ada kecemasan : 1

f. Kecemasan ringan : 2

g. Kecemasan sedang : 3

h. Kecemasan berat : 4

i. Kecemasan berat sekali/panik : 5

3. Scoring

Scoring yaitu menentukan skor/nilai untuk tiap item pertanyaan dan

menentukan nilai terendah dan tertinggi (Satiadi, 2007). Tahapan ini dilakukan

setelah ditetapkan kode jawaban atau hasil observasi sehingga setiap jawaban

responden atau hasil observasi dapat diberikan skor (Suyanto & Salamah,

2007).

Scoring pada penelitian ini sebagai berikut:

a. Tidak ada kecemasan : 1-6

b. Kecemasan ringan : 7-12

c. Kecemasan sedang : 13-18

d. Kecemasan berat : 19-24

e. Kecemasan berat sekali/panik : 25-30

50
4. Entry atau processing

Entry atau processing data yakni data-data atau jawaban dari masing-masing

responden yang dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimaksukkan ke

program atau software komputer. Proses ini juga dituntut ketelitian saat

melakukan entry data, jika tidak akan terjadi bias (Notoadmodjo, 2012).

Software yang digunakan oleh peneliti untuk entry data adalah program SPSS

16 for windows.

5. Tabulating

Tabulating adalah membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan

penelitian atau yang diinginkan peneliti (Notoatmodjo, 2012). Tabel yang akan

ditabulasi adalah tabel yang berisiskan data yang sesuai dengan kebutuhan

mencakup data umum dan data khusus.

4.10.2 Analisa Data

Analisa data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis

responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,

menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk

menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis

yang telah diajukan (Sugiono, 2011; Rahayu 2017). Analisa data dalam penelitian

ini meliputi :

1. Analisa Univariat (deskriptif)

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Untuk mengalalisis pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan

51
general anastesi. Penyajiannya dalam bentuk distribusi dan prosentase dari

setiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini, peneliti menganalisa

tingkat kecemasan pada pasien sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan

kesehatan. Semua karakteristik responden dalam penelitian ini seperti : usia,

jenis kelamin dan lama hari rawat berbentuk kategori yang dianalisis

menggunakan analisa proporsi dan dituangkan dalam tabel distribusi frekuensi.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmojo, 20012). Analisa

bivariat dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pendidikan

kesehatan terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan general

anastesi. Untuk menentukan analisa bivariat dari penelitian ini peneliti

melakukan analisa data terlebih dahulu. Peneliti menggunakan uji Statistik t-tes

berpasangan, uji ini digunakan untuk melakukan telaah variabilitas data

menjadi dua sumber variasi yaitu variasi dalam kelompok kontrol dan

intervensi. Sampel yang digunakan harus homogen atau kondisi sama dan

berasal dari tabulasi yang telah terdistribusi normal. Perbedaan yang bermakna

ada tidaknya sebelum dan setelah dilakukan intervensi bisa diketahui dengan

dua cara, pertama harga t hitung dibandingkan dengan harga t tabel sehingga

diperoleh interprentasi.

Distribusi tidak normal maka menggunakan uji wilcoxon. Uji wilcoxon

yang dipilih dalam penelitian ini jika data tidak berditribusikan adalah uji

wilcoxon sign tank test untuk pengambilan keputusan menggunakan cara yang

52
tujuan ujinya komperasi perbedaan selisih dan tingkat kecemasan dengan

jumlah sampel dua pasang. Interpretasi data dapat dilihat dari nilai signifikansi

yaitu jika nilai signifikansi < 0,05 berarti ada perbedaan yang signifikansi

antara sebelum dan sesudah intervensi, sebaliknya jika nilai signifikansi > 0,05

berarti tidak ada perbedaan yang signifikansiantara sebelum dan sesudah

intervensi. Itu berarti dari hasil statistik akan didapatkan nilai signifikansi yang

menunjukan bahwa jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan Ha

ditolak dan sebaliknya jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak Ha

diterima (Dahlan, 2014).

53
DAFTAR PUSTAKA

Diana, P., Hamdan,H., Setyo K., Dkk. 2018. Intervensi Nonfarmakologik Untuk
Menurunkan Kecemasan Pada Pasien Preoperasi: Literature Review.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, April 2018, Volume 9 Nomor 2

DINKES Jawa Timur. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2017).

Diyono, Budi, H., Dessy, H. 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pre Bedah
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Bedah Di Rumah Sakit Dr. Oen
Surakarta. Kosala Jik. Vol. 2 No. 2.

Fitriani, S. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hawari Dadang. 2011. Manajemen Stress Cemas Dan Depresi Edisi Ke-2,
Cetakan Ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

HIPKABI. 2014. Perawatan Perioperatif. Artikel: www.hipkabipusat.com


(diakses pada tanggal 28 Desember 2018).

M. Fikry Firdaus. 2014. Uji Validasi Konstruksi Dan Reliabilitas Instrumen The
Amsterdam Preoperative Anxiety And Information Scale APAIS Versi
Indonesia.

Muh. Irham Syamsuri. 2016 - Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap


Perubahan Kecemasan Pasien Pre Operasi Elektif Di Kelas Iii Rsud Kota
Madiun. Skripsi Prodi Keperawatan STIKES Bhakti Husada Mulia
Madiun.

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka


Cipta.

Nugrahaeni Budianti, Bhirowo Yudho P., Sri Rahardjo. 2018. Efektivitas


Informasi Multimedia Video Dan Lisan Untuk Menurunkan Tingkat
Kecemasan Preanestesi Umum Pada Pasien Yang Akan Dilakukan
Tindakan Operasi Elektif Dengan Anestesi Umum Teknik Intubasi. Jurnal
Komplikasi Anestesi Volume 5 Nomor 3.

Nurfauzi. 2017. Pengaruh Pendidikan Kesehatan K3 Terhadap Pengetahuan Dan


Perilaku Kesehatan Pekerja Bengkel Di Desa Karangkobar Banjarnegara.
Fakultas Ilmu Kesehatan , Ump.

Nursalam & Efendi, F. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.

54
Potter & Perry. 2005. Buju Ajaran Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
Dan Praktik Edisi 4 Volume 1. Jakarta: ECG.

Pramono Ardi. 2014. Buku Kuliah: Anestesi. Jakarta: ECG.

Puji R., Harmilah, Budhy, E. 2017. Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media


Leaflet Menurunkan Kecemasan Pada Pasien Pre Anestesi Dengan Teknik
Spinal Anestesi Di Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Sjamsuhidajat, R & Wim, De J. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta:
ECG.

Smeltzer, Suzanne, G. Bare, Brenda., 2008. Keperawatan Medikal-Bedah.


Brunner & Suddarth. Jakarta: ECG.

Stuart & Sundeen. 2007. Kecemasan. http://www.digilib.unimus.ac.id (diakses


pada tanggal 03 januari 2019).

55

Anda mungkin juga menyukai