Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecemasan merupakan reaksi yang umum dialami oleh pasien yang

dirawat di rumah sakit untuk operasi. Prosedur pembedahan dapat membawa

pasien pada kecemasan pada tingkatan paling tinggi (Tluczek & Brown.2009.

I.http://en.wikipedia.org/wiki/Preoperational_anxiety.26/02/2011).

Segala bentuk prosedur pembedahan selalu di dahului dengan suatu

reaksi emosional tertentu oleh pasien, apakah reaksi tersebut jelas atau

tersembunyi, normal atau abnormal. Sebagai contoh ansietas preoperatif

kemungkinan merupakan suatu respon antisipasi terhadap suatu pengalaman

yang dapat dianggap pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam

hidup, integritas tubuh, atau bahkan kehidupannya itu sendiri. Sudah diketahui

bahwa pikiran yang bermasalah secara langsung mempengaruhi fungsi tubuh.

Karenanya, penting artinya untuk identifikasi ansietas yang dialami pasien

(Smeltzer dan Bare, 2002).

Orang berbeda-beda dalam menanggapi operasi atau pembedahan

sehingga responnya berbeda-beda, namun sesungguhnya selalu terjadi

ketakutan dan penghayatan yang umum antara lain : keinginan untuk

mengelak dan orang tidak ingin mengetahui penyebabnya, diagnosis belum

pasti, takut hasil pemeriksaan keganasan, takut anesthesia, dan takut tidak

1
bangun lagi, takut nyeri, berubah bentuk, kurang pengetahuan atau salah

persepsi (Smeltzer dan Bare, 2002).

Respon psikologis ini memerlukan dukungan mental dan sosial baik

dari keluarga maupun dari perawat karena dukungan tersebut sangat penting

bagi pasien untuk mengurangi kecemasan praoperasi. Peran keluarga dalam

mengurangi kecemasan pasien yang akan menjalani pembedahan dapat berupa

dukungan mental dan sosial dengan memberikan pendidikan kesehatan

(Smeltzer dan Bare, 2002).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sri Handayani (2009) di RSUP

Dr. Kariadi Semarang didapatkan hasil sebagai berikut sebagian besar

responden memperoleh dukungan informasi yang baik dari keluarga (60 %),

hampir separuh memperoleh dukungan emosional yang baik dari keluarga (45

%), sebagian besar memperoleh dukungan instrumental yang baik dari

keluarga (65 %) dan sebagian besar memperoleh dukungan penilaian yang

baik dari keluarganya (55 %). Responden yang mengalami kecemasan ringan

dan tinggi masing-masing sebanyak 35 %. Dukungan keluarga memiliki

hubungan dengan tingkat kecemasan responden. Dukungan informasi

memiliki korelasi cukup (r = -0,490), dukungan emosional memiliki korelasi

kuat (r = -0,649), dukungan instrumental memiliki korelasi cukup (r = -0,483)

dan dukungan penilaian memiliki korelasi kuat (r = -0,528). Dengan demikian

disimpulan adanya dukungan keluarga membantu menurunkan kecemasan

sehingga disarankan keluarga agar tetap memberikan dukungan saat pasien

akan dioperasi.

2
Dari hasil observasi atau studi pendahuluan selama satu minggu, dengan

tehnik wawancara di bangsal Bougenville RSU dr R. Soetrasno Rembang,

pada tanggal 10 Januari 2011, didapatkan data bahwa dari 15 pasien yang akan

melakukan operasi, 12 orang diantaranya merasa cemas, dengan data sebagai

berikut ; tiga pasien mengatakan cemas dikarenakan memikirkan biaya

operasi, tanda-tanda kecemasan yang dimiliki adalah pasien lebih banyak

berdiam diri dan murung. Tiga pasien mengatakan cemas karena ketidak

tahuan pasien tentang prosedur operasi dan dampak dari operasi, tanda-tanda

kecemasan yang dimiliki antara lain nafsu makan berkurang, sering bangun

saat malam hari, muka terlihat pucat dan murung, sering bertanya-tanya

tentang operasi. Lima pasien mengatakan cemas dikarenakan tidak ada

dukungan dari anak-anak dan sanak saudara, tanda-tanda kecemasan yang

dimiliki adalah jarang berkomunikasi, sering menanyakan keluarga dan sulit

untuk memulai tidur. Tiga pasien mengatakan tidak cemas dikarenakan

mendapat dukungan dari keluarga yaitu anak, istri, orang tua yang selalu

mendampingi dan sanak keluarga yang bergantian mengunjungi. Satu pasien

mengatakan cemas karena lingkungan yang asing bagi pasien.

Secara psikologis, pasien yang dipersiapkan untuk menghadapi

pembedahan akan mengalami kecemasan dan ketakutan. Perasaan cemas ini

hampir selalu didapatkan pada pasien preoperasi yang sebagian besar

disebabkan oleh kurangnya pengetahuan atau informasi yang didapatkan

terkait dengan operasi yang akan dilakukan. Hal ini bisa disebabkan oleh

kurangnya daya pengingatan, salah interpretasi informasi tentang operasi atau

3
tidak akrab dengan sumber informasi. Untuk mengatasi hal tersebut maka

dapat diberikan informed consent yaitu penyampaian informasi yang

mengandung unsur-unsur diagnosis, tindakan yang akan direncanakan,

prosedur alternatif, resiko yang timbul bila tidak dilakukan tindakan tersebut,

kemampuan pasien untuk mengambil keputusan, kesukarelaan dari pasien

yang memberi ijin (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

Penjelasan tentang informed consent menjelang operasi umumnya masih

kurang dilakukan para dokter kita di Indonesia. Penyebabnya bisa dikarenakan

oleh berbagai alasan yang salah satunya dikarenakan oleh banyak pasien yang

dilayani sehingga waktu untuk berkonsultasi sedikit (Yusuf dan Amir, 1999).

Informed consent adalah persetujuan seseorang untuk memperbolehkan

sesuatu yang terjadi (misalnya : operasi, tranfusi darah, atau prosedur invasif)

(Potter dan Perry, 2005). Menurut Permenkes No. 585 Th 1989 tentang

persetujuan tindakan medik adalah merupakan persetujuan yang diberikan

oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik

yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Berdasarkan hasil analisa penelitian yang dilakukan oleh Sudibyo (2008)

di RSUP Dr. Kariadi Semarang didapatkan hasil bahwa (p=0,005) hasil

penelitian menunjukkan bahwa metode informed consent efektif untuk

menurunkan tingkat kecemasan. Sebelum diberi informed consent sementara

responden yang memiliki tingkat kecemasan berat yaitu 1 (4.2 %) responden,

sesudah diberi informed consent, yang memiliki tingkat kecemasan berat

menurun menjadi 0 %. Sedangkan sebelum diberi informed consent,

4
responden memiliki tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 17 (70.8 %),

sedangkan sesudah diberi informed consent, yang memiliki tingkat

kecemasan sedang menurun menjadi 11 (45.8 %) responden. Dengan

demikian disimpulkan bahwa pemberian informed consent dapat menurunkan

tingkat kecemasan pasien yang sebelum dilakukan operasi.

Rumah sakit umum dr R Soetrasno Rembang merupakan rumah sakit

dengan tipe C yang juga merupakan rumah sakit rujukan di kabupaten

Rembang. Rumah sakit ini juga memberikan pelayanan di bidang keperawatan

bedah. Fokus utama perawatan dalam bangsal bedah adalah merawat pasien

yang sedang mengalami prosedur operasi dan sedang dalam proses pemulihan.

Prinsip perawatan berbagai pasien dalam bangsal bedah adalah berupa

pelaksanaan persiapan pre operasi untuk menjamin keamanan pasien yang

mengalami pembedahan. Ada suatu kecenderungan bagi perawat untuk

memandang perawatan pasien pre operasi sebagai suatu hal yang rutin. Jika

mayoritas pasien mengalami tipe pembedahan yang sama, dibutuhkan suatu

standar perencanaan perawatan atau daftar pemeriksaan untuk menuntun

perawat. Penting diingat bahwa pengalaman masuk rumah sakit dan menjalani

operasi bukan merupakan hal yang rutin bagi pasien (keluarganya).

B. Rumusan Masalah

Pasien yang akan dilakukan operasi di ruang rawat bedah RSU dr R

Soetrasno, mereka mengatakan bahwa kecemasan yang mereka hadapi

dikarenakan karena ketidaktahuan tentang prosedur operasi, dampak operasi

5
serta lingkungan asing bagi pasien dan ada tidaknya dukungan dari keluarga.

Berdasarkan masalah tersebut, perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah adakah hubungan pemberian informed consent dan dukungan keluarga

dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi elektif di Rumah Sakit Umum

dr. R. Soetrasno Rembang ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan informed consent dan dukungan keluarga

dengan tingkat kecemasan pasien sebelum dilakukan tindakan operasi di

RSU dr R Soetrasno Rembang.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengidentifikasi pemberian informed consent pada pasien pre

operasi.

b. Untuk mengidentifikasi dukungan keluarga pada pasien yang

dilakukan operasi.

c. Untuk mengidentifikasi kecemasan pasien yang akan dilakukan

operasi.

d. Untuk mengetahui hubungan informed consent dengan kecemasan

pasien yang akan dilakukan operasi.

e. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan

pasien yang akan dilakukan operasi.

6
f. Untuk menganaliasa hubungan pemberian informed consent dan

dukungan keluarga dengan kecemasan pada pasien yang dilakukan

operasi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Bagi Rumah Sakit dr. R. Soetrasno Rembang

Sebagai masukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan

perawatan khusunya bagi para perawat dalam memberikan informed

consent kepada pasien pre operasi.

2. Bagi Profesi

Sebagai masukan dalam penatalaksanaan kecemasan pasien pre operasi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi penelitian lanjutan dan bahan pertimbangan bagi yang

berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis.

4. Peneliti

Menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan pengalaman peneliti

dibidang keperawatan bedah khususnya mengenai hubungan pemberian

informed consent dan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada

pasien pre operasi.

7
8

Anda mungkin juga menyukai