Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembedahan yaitu semua prosedur terapi yang menggunakan
prosedur invasif membuka bagian tubuh yang akan dirawat melalui
insisi, diakhiri dengan penutupan luka dan penjahitan (Venny, 2014).
Ada tiga fase dalam operasi yaitu pra operasi, intra operasi dan pasca
operasi. Fase pra operasi dimulai dengan keputusan untuk melakukan
operasi dan diakhiri dengan pemindahan pasien ke meja operasi.

Menurut Rahmayati, El et al. (2018) dari World Health


Organization (WHO), jumlah pasien bedah mengalami peningkatan yang
signifikan dari tahun ke tahun. Pada 2012, jumlah data bertambah 148
juta orang. Di Indonesia, operasi mencapai jumlah yang signifikan dari
tahun ke tahun, dengan 2,1 juta orang, operasi pasien meningkat di
seluruh rumah sakit Indonesia, di mana sekitar 32% adalah laparotomi di
mana kebutuhan operasi adalah pilihan terakhir (Kemenkes RI, 2015).

Di wilayah Provinsi Lampung diperoleh 3896 informasi dari


seluruh pasien pra operasi pada tahun 2014 (Biro Provinsi Lampung
2014, Gunawan, 2015). Data tersebut berasal dari rekam medis RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, semua pasien pra operasi
tahun 2014, berjumlah 1570 orang (Gunawan, 2015)

Sebelum operasi, sebagian besar pasien mengalami berbagai


reaksi yang menimbulkan kecemasan (Basri, 2018). Menurut Carpenito
(2002) dan Basri (2018), 90% pasien pra operasi dapat mengalami
kecemasan.

Kecemasan adalah reaksi emosional yang tidak nyaman yang


dapat menghasilkan gejala seperti kekhawatiran dan kecemasan (Annisa
& Ifdil, 2016). Kecemasan pasien pada periode pra operasi dapat terdiri
dari kekhawatiran tentang nyeri pasca operasi, perubahan fisik
(keburukan dan disfungsi), keganasan penyakit (bila diagnosis tidak
pasti), kegagalan operasi, kematian selama anestesi, mengalami kondisi
yang sama seperti orang dengan penyakit serupa, menjumpai ruang
operasi, instrumen bedah dan staf (Perry & Potter, 2010, Basri et al
(2018).

Ketakutan pasien terhadap operasi juga dapat secara signifikan


mempengaruhi beberapa aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Secara biologis, rasa takut menyebabkan pusing, jantung berdebar,
tremor, kehilangan nafsu makan, sesak napas, keringat dingin dan rasa
lemas pada tubuh serta perubahan fungsi motorik yang tidak masuk akal
dan tidak berguna, misal jari kaki lentur dan bergerak sedikit, terkejut
dengan suara yang tiba-tiba. Sementara itu, secara psikologis kecemasan
dapat menimbulkan kekhawatiran, kegelisahan, ketakutan, kebingungan,
sering melamun, sulit tidur, sulit berkonsentrasi, dan gugup (Worden,
2018).

Ketakutan pada pasien sebelum operasi dapat menyebabkan


operasi dibatalkan atau ditunda, selain itu kecemasan dapat
meningkatkan tekanan darah pasien dan jika tekanan darah pasien
meningkat tetapi operasi masih berlangsung, dapat mempengaruhi efek
anestesi yang ada dan dapat menyebabkan pasien terbangun di tengah
operasi (Fadillah, 2014). Kecemasan mempengaruhi sekitar 1 dari 25
orang di Inggris. Wanita lebih banyak dibandingkan pria, dan kondisi ini
lebih sering dialami oleh orang berusia 35 hingga 55 tahun. Asosiasi
Kecemasan dan Depresi Amerika (ADAA), 2014 dalam Basri et al
(2018). Menurut American Psychiatric Association (APA) dalam Halgin
(2012), kecemasan mempengaruhi 8,3% populasi dan biasanya terjadi
pada wanita di atas usia 55 tahun. 60% Studi komunitas menunjukkan
bahwa 3-5% orang dewasa mengalami kecemasan, dan lebih dari 25%
dari mereka pada suatu saat dalam hidup mereka. Sekitar 15% pasien
bedah dan 25% pasien yang menerima pengobatan biasanya mengalami
kecemasan.
Kecemasan yang tidak segera ditangani dengan baik dapat
menyebabkan gangguan jiwa lainnya, sehingga diperlukan penanganan
untuk mencegah kecemasan berkembang menjadi penyakit lain.
Perkembangan psikologi telah membuka peluang baru untuk menawarkan
berbagai pilihan intervensi gangguan jiwa, salah satunya adalah terapi seni
(Sokiyah, Nunuk Nur & Syamsiar, 2021)
Atkins dan Williams 2007, dalam Tualeka, Tiara Dewi, dkk,
(2022) mendefinisikan terapi seni ekspresif sebagai pendekatan konseling
dan psikoterapi interdisipliner, integratif, berbasis seni. Terapi seni
ekspresif melibatkan penggunaan pengalaman artistik dalam pelayanan
kesehatan, penyembuhan, dan pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Terapi seni adalah serangkaian terapi ekspresi di mana individu
terlibat dalam aktivitas kreatif dalam bentuk penciptaan seni (karya atau
produk) (Case & Dalley, 1992; Ballou, 1995; Shokiyah, Nunuk Nur, &
Syamsiar, 2021).
Kegiatan terapi seni meliputi menggambar, memahat, melukis,
menari, mewarnai, akting, puisi, menyanyi, dan melihat karya seni orang
lain. (Krisan, Paulinus Deny, 2019)
Terapi seni memiliki karakteristik seperti metafora sebagai alat
terapi. Seiring dengan seni yang disalurkan ke dalam terapi,
memungkinkan individu untuk mengembangkan dan memanfaatkan
keterampilan praktis dan psikologis yang tumbuh secara tidak sadar
(Nguyen, 2016). Menurut AATA (2013), terapi seni dapat dipraktikkan di
berbagai bidang seperti: kesehatan mental, rehabilitasi, kesehatan,
pendidikan, forensik dan lain-lain. Klien sendiri mengambil bentuk yang
berbeda-beda, misalnya terapi individu, pasangan, keluarga dan kelompok.
Beberapa manfaat pengobatan ini terkait dengan AATA (2013), antara
lain:
a. Terapi seni dianggap efektif dalam memberikan terapi yang efektif
bagi penyandang disabilitas mental, perkembangan, kesehatan,
pendidikan atau sosial.
b. Orang-orang yang dapat memperoleh manfaat dari terapi ini antara lain
mereka yang mengalami trauma pertempuran, pelecehan, dan bencana
alam, serta mereka yang memiliki kondisi kesehatan fisik seperti
kanker, cedera otak, atau masalah kesehatan lainnya.
Berdasarkan penelitian (Sokiyah, Nunuk Nur & Syamsiar 2018)
mengenai terapi seni untuk mengatasi gangguan kecemasan pada lansia
akibat pandemi covid-19 dengan di Posyandu Lansia Bahagia Abadi X di
Nilasari Baru Gonilan Kartosuro-Sukooharjo menunjukan adanya
perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilaksanakan terapi
seni, dengan demikian terapi seni terbukti dapat mengurangi kecemasan
pada lansia akibat pandemi Covid-19.
Berdasarkan penelitian yang menunjukan adanya perubahan
tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilaksanakan terapi seni,
menyebabkan peneliti tertarik melakukan penelitian pengaruh terapi seni
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu dalam
penelitian ini berfokus pada pasien pre operasi, dengan menggunakan
metode penelitian Quasi Eksperimen dengan desain penelitian one group
pretest-posttest, pengambilan sampel menggunakan Teknik Purposive
Sampling. Pemberian terapi seni diharapkan mampu mengurangi tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “pengaruh terapi seni terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Ada Pengaruh
Terapi Seni Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre
Operasi di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2023“

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahui pengaruh terapi seni terhadap penurunan tingkat kecemasan
pada pasien pre operasi di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung tahun 2023

2. Tujuan khusus
a. Diketahui distribusi frekuensi tingkat kecemasan sebelum
diberikan dan dilakukan terapi seni pada pasien pre operasi di
RSUD. Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2023
b. Diketahui distribusi frekuensi tingkat kecemasan setelah diberikan
dan dilakukan terapi seni pada pasien pre operasi di RSUD. Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2023
c. Mengetahui adanya pengaruh terapi seni pada pasien pre operasi di
RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2023

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Manfaat dari penelitian ini dapat menambah wawasan,
pengalaman, dan masukan mengenai proses dan penyusunan laporan
penelitian yang baik dan benar dalam dunia keperawatan, khususnya
mengenai pengaruh terapi seni pada pasien pre operasi sehingga dapat
digunakan pada penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat adaptif
Untuk memberikan masukan perencanaan dan pengembangan
pelayanan kesehatan pasien dalam meningkatkan kualitas pelayanan,
khususnya mengenai pengaruh terapi seni terhadap penuruna tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu keperawatan medikal
bedah. Jenis penelitian kuantitatif. dengan menggunakan Desain penelitian
survey analitik pendekatan quasi eksperimen. Subjek penelitian adalah
pasien pre operasi. Pengumpulan data menggunakan kuisioner. Alat ukur
kecemasan menggunakan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).
Variabel independen yaitu terapi seni, variabel dependen yaitu kecemasan
pasien pre operasi. Tempat penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek provinsi Lampung Tahun 2023.

Anda mungkin juga menyukai