Anda di halaman 1dari 18

MK: keperawatan anak II

Dosen : NS JUMIARSIH PURNAMA AL. S. KEP., M.,KEP

ATRESIA ANI

Resky Shafa 201801011


Mulhaeri 201801104
A Tisna ramadhani 201801001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS JENGJANG SARJANA


STIKES MUHAMMADIYAH SIDRAP
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
Kata pengantar ................................................................................................
Daftar isi.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
1. Latar belakang ...............................................................................................
2. Rumusan masalah ..........................................................................................
3. Tujuan penulis................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
1. Apakah definisi dari atresia ani ?...................................................................
2. Bagaimanakah klasifikasi atau jenis atresia ani ?..........................................
3. Apakah etiologi atresia ani ?..........................................................................
4. Apa sajakah fakor pedisposisi atresia ani ?....................................................
5. Apakah patofisiologi atresia ani ?..................................................................
6. Bagaimanakah tanda dan gejala dari atresia ani ?..........................................
7. Apa sajakah komplikasi dari atresia ani ?......................................................
8. Apa sajakah penatalaksanaan atresia ani ?.....................................................
9. Apa saja pencegahan atresia ani ?..................................................................
10............................................................................................. Ba
gaimanakah contoh kasus dan SOAP tentang Atresia Anus ?.......................
BAB III PENUTUP....................................................................................................
1. Kesimpilan ....................................................................................................
2. Saran...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


       Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk
Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat
muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra,
Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Dalam asuhan  neonatus tidak sedikit
dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan.
       Atresiani termasuk kelainan kongenital yang cukup sering dijumpai,
menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna.
Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000
kelahiran, sedangkan atresi ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada
neonatus Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia dan kulit berwarna,
sedangkan pada negro, frekuensi paling rendah.
       Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan
bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
       Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001). Beberapa
kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit atresia ani, namun
hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni down syndrome
(5-10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka
dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan
gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).

B. Rumusan Masalah
a. Apakah definisi dari atresia ani ?
b. Bagaimanakah klasifikasi atau jenis atresia ani ?
c. Apakah etiologi atresia ani ?
d. Apa sajakah fakor pedisposisi atresia ani ?
e. Apakah patofisiologi atresia ani ?
f. Bagaimanakah tanda dan gejala dari atresia ani ?
g. Apa sajakah komplikasi dari atresia ani ?
h. Apa sajakah penatalaksanaan atresia ani ?
i. Apa saja pencegahan atresia ani ?
j. Bagaimanakah contoh kasus dan SOAP tentang Atresia Anus ?

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui definisi atresia ani.
b. Untuk mengetahui klasifikasi dan jenis dari atresia ani
c. Untuk mengetahui etiologi atresia ani.
d. Untuk mengetahui faktor predisposisi dari atresia ani
e. Untu mengetahui patofisiologi atresia ani.
f. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari atresia ani.
g. Untuk mengetahui komplikasi atresia ani.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan atresia ani .
i. Untuk mengetahui pencegahan atresia ani.
j. Untuk mengetahui contoh kasus dan SOAP tentang Atresia Anus

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Atresia Anus
Istilah atresia ani memiliki beberapa defenisi dari para ahli, Yaitu : Istilah
atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya  tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan dan  nutrisi. Dalam istilah  kedokteran, atresia ani adalah suatu
keadaan tidak adanya atau  tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata
meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002).
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna, 2003).
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001).
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran
yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna.  Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang
berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).
Jadi atresia ani adalah  kelainan  kongenital dimana anus tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan  pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan.
B. Klasifikasi/Jenis
Klasifikasi atresia ani, yaitu :
a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
d. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
e. Anus imperforata dan ujung rektum buntu terletak pada berbagai jarak dari
peritoneum
f. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum yang buntu.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi, yaitu :
a.        Anomali rendah / infralevator
        Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b.       Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi / supralevator\
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung rectum buntu sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.

Klasifikasi menurut letaknya :


a. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum
lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran
kencing atau saluran genital.
b. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
c. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit
dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

C. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada 
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau
3 bulan.
d. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
e. Genetik dan abnormalitas kromosom
f. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

D. Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir, seperti :
a. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
gastrointestinal.
b. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
E. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik
bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang  menjadi kloaka
yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena
tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu
dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal
tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya
saluran pencernaan dari atas hingga daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa
lubang anus.
                                           
F. Tanda Gejala (Ngastiyah, 2005)
Tanda dan gejala yang sering timbul, yaitu :
a. Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih
tinggi.
b. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila
bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal,
tidak pernah rektourinarius.
c. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir
di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal.
d. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah
kelahiran. (Suriadi,2001).
e. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
f. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
g. Perut kembung 4-8 jam setelah  lahir.
h. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
i. Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
j. Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah
k. Bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan
intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan
terlihat menonjol (Adele,1996)

G. Komplikasi
a. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
b. Obstruksi intestinal
c. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.(Betz, 2002)

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan
lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon
iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah
lahir. Kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal pull-through"
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik
status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi                 
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak
padat.
d. Dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau
speculum
e. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan
dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
f. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui
anoproktoplasti pada masa neonates.
g. Melakukan pembedahan rekonstruktif ;
1. Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
2. Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-2 bulan)
3. Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
h. Penanganan pasca operasi
1. Memberikan antibiotic secara iv selama 3 hari
2. Memberikan salep antibiotika selama 8-10 hari

2. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang
atau jari.
g. Rontgen orgam abdomen dan pelvis
h. Juga bias digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.

I. Pencegahan
Pencegahan yang bisa dilakukan agar tidak terjadi atresia ani antara lain bagi
ibu yang sedang hamil agar berhati – hati terhadap penggunaan obat, makanan
awetan, alkohol atau zat lain yang berbahaya. Bagi orang tua yang baru memiliki bayi
harus segera memeriksa kondisi fisik bayinya apakah lengkap organ tubuhnya atau
tidak, sehingga bila ada kelainan dapat segera diketahui dan ditangani.
                                                                    
BAB III
TINJAUAN KASUS

A.  Kasus
Bayi Ny.A lahir 8 Desember 2016/06.00 WIB. Di Puskesmas Sayang Ibu.
Seorang bidan menyatakan hasil pemeriksaan sebagai berikut: tanda bugar janin
dalam keadaan normal, A/S benilai 9/10,  pemeriksaan fisik pada perut (kembung,
tidak ada kelainan pada dinding perut seperti omfalokel, hernia diafragmatika). Tali
pusat : tidak ada tanda-tanda perdarahan tali pusat, Genetalia (vagina dan uretra
berlubang, labia mayora menutupi labia minora, tidak ada lubang anus). Ibu
mengatakan ini anak pertamanya.
                                                                                             
B.  SOAP
Tanggal Lahir             : 8 Desember 2016 jam 06.00 Wib
Tanggal Pengkajian     : 8 Desember 2016 jam 06.30 Wib
                     
S : Ibu mengatakan ini persalinan anak pertamanya. Bayi lahir tanggal  8 Desmber
2016 jam 06.00 Wib

O : Bayi lahir spontan, segera menagis, bergerak aktif, seluruh tubuh kemerahan, A/S
: 9/10, Jenis kelamin: Perempuan. N : 130x/i. S : 37.5 C/axila. P : 45x/i. Kepala: tidak
ada molase, tidak ada kelainan bentuk kepala seperti/ hidrosephalus, mikrosephalus,
sephal hematom, caput succedaneum, pada ubun-ubun besar terdapat 4 sutura
diantaranya S. Frontalis, S. Sagitalis, 2 S. Koronalis. Pada ubun-ubun kecil terdapat 3
sutura diantaranya S. Lamboideus kanan & kiri dan S. Sagitalis, Muka: bentuk muka
bulat, tekstur kulit halus, tidak ada tanda-tanda paralisis, tidak sianosis. Mata:
kedudukan mata simetris, sklera putih, tidak ada perdarahan pada konjungtiva, tidak
bengkak pada kelopak mata, refleks cahaya (+). Telinga: kedudukan antara telinga
kanan dan telingan kiri simetris dan sejajar dengan mata, daun telinga terbentuk
sempurna, telinga bersih, tidak ada serumen. Hidung: septum nasi lurus, hidung
bersih, lubang hidung kanan dan kiri simetris, pernapasan melalui hidung. Mulut dan
gigi: mulut bersih, bibir atas dan bibir bawah simetris, mukosa lembab, tidak ada
kelainan pada bibir seperti labioschisis dan labiopalatoschisis (pada palatum), lidah
bersih. Leher: Tidak ada pembesaran vena jugularis, teraba denyut nadi karotis, tidak
ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada
lipatan berlebihan dibelakang leher. Dada: bentuk dada menonjol, kedudukan puting
susu simetris, tampak denyut jantung, RR 45x/menit tidak ada benjolan pada area
dada, terdengar BJ1 Lup BJ2 Dup. Abdomen: kembung, tidak ada kelainan pada
dinding perut seperti omfalokel, hernia diafragmatika. Tali pusat tidak terdapat
perdarahan tali pusat. Genetalia: terdapat lubang uretra dan vagina, labia mayora
menutupi labia minora, tidak ada lubang anus. Ekstremitas: atas, tidak ada kelainan
pada jumlah jari pada tangan kanan dan kirir. Ekstremitas bawah : antara kaki kanan
dan kiri simetris, tidak ada kelainan kongenital, tidak ada kelainan jumlah jari antara
kaki kanan dan kaki kiri. Punggung tidak ada tanda lahir, tidak terdapat spina bifida.
Pemeriksaan refleks: Refleks gallans(+), Refleks morrow(+), Refleks rooting(+),
Refleks sucking(+), Refleks tonik(+), Refleks graps(+), Refleks gallans(+), Refleks
babinski(+). Pengukuran antropometri: Sirkumferensia Fronto – occipitalis : 34 cm,
Sirkumferensia Mento – occipitalis : 35 cm, Sirkumferensia Suboksipito- bregma : 32
cm. Pengukuran antropomentri : BB 3000 gr, PB : 45 cm, LIDA : 31 cm, LIPA : 32
cm. Pemeriksaan penunjang : Belum dilakukan pemeriksaan penunjang
A : Bayi Ny. A lahir 30 menit yang lalu dengan atresia ani

P : Pukul 07.00 Wib


1. Membina hubungan saling percaya dengan keluarga klien. Keluarga
pecaya kepada petugas kesehatan untuk menagani permasalahan bayinya
2. Menjelaskan kepada keluarga tentang kondisi anaknya. Keluarga mengerti
dan paham atas penjelasan yang diberikan
3. Memberikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu. Ibu dan
keluarga bersabar atas kondisi yang dialami anaknya
4. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada keluarga pasien.
Pasien mengerti dan paham atas tindakan yang akan diberikan
Pukul 07.10 Wib
1. Melakukan pemeriksaan lubang anus. Pada anus bayi tidak terdapat
lubang
2. Menjaga bayi agar tetap hangat dengan Keringkan bayi dengan
seksama,Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan
hangat,Selimuti bagian kepala bayi. Bayi terbungkus dengan kain kering
Pukul 07. 30 Wib
1. Melakukan persiapan untuk merujukan dan rujuk ke rumah sakit yang
menyediakan pelayanan pengoperasian atresia ani. Bayi akan dirujuk jam
08.00 Wib
BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum
urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. Gangguan organogenesis dalam kandungan
penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu atau tiga bulan.
Namun demikian terjadi juga keadaan ini tidak terdeteksi, dan baru diketahui
setelah bayi tidak bias BAB dan terlihat gejala sumbatan diusus. Untuk memastikan
jenis atresia dan posisinya pastinya, dilakukan pemeriksaan ronsen plus zat kontras.
MRI atau CT Scan dan juga bisa menentukan jenis dan ukuran atresia.
Tindakan pembedahan merupakan satu-satunya cara pengobatan atresia ani.
Yaitu berupa membuat saluran darurat di dinding perut bayi (colostomy) untuk
menyalurkan feses, beberapa bulan kemudian baru dipindahkan ke bagian anusnya.

B.  Saran
1. Bagi para ibu
Bagi ibu agar menjaga kesehatan anaknya dan memeperhatikan tumbuh
kembang anaknya.
2. Bagi tenaga kesehatan
Bagi tenaga kesehatan agar lebih memperhatikan kesehatan ibu hamil dan
memantau kehaamilannya dan mencegah agar tidak ada gangguan dalam
kehamilannya, sehingga nantinya anak akan lahir dengan sehat tanpa ada cacat
atau kelainan lain.
DAFTAR PUSTAKA

.
Sudarti.2010. KELAINAN DAN PENYAKIT PADA BAYI DA
ANAK.YOGYAKARTA : Nuha Medika
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN
BALITA.Yogyakarta : Fitramaya
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Betz, Cealy L. & Linda
A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta :
EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.
Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri
Kurnianianingsih (ed),
Monica Ester (Alih Bahasa). Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai