Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN ATRESIA ANI

MATA KULIAH : KEPERAWATAN ANAK

KELAS : TINGKAT 2B

Di Susun Oleh :

YUNIAWATI MUTAMIROH (18.069)

AKADEMI KEPERAWATAN ISLAMIC VILLAGE

TANGERANG

Website :www.akperisvill.ac.id Email : info@akperisvill.ac.id,


akperislamicvillage@yahoo.com

2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih tak pilih kasih, lagi Maha Penyayang.
Segala puji adalah milik Allah Tuhan yang maha mengatur lagi maha bijaksana, yang maha
penyayang lagi maha dermawan dan maha pengasih lagi maha pemurah.Karena hanya dengan
rakhmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Sebagai manusia biasa, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini.Demi kesempurnaan dan peningkatan kualitas makalah ini, kami mohon kritik dan saran dari
berbagai pihak dalam rangka penyempurnaan makalah ini.

Untuk itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman
yang telah membantu kami dalam proses penyelesaian penyusunan makalah ini yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan pada kami guna terselesainya makalah ini, dengan tidak
mengurangi rasa hormat yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dan membantu kami dalam
melaksanakan kuliah nanti.Amiinn. . . . . .

Tangerang, 07 Mei2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


2.1 RUMUSAN MASALAH
3.1 TUJUAN UMUM DAN KHUSUS
4.1 MANFAAT PENULISAN

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Atresia ani


2.2 Macam-Macam Atresia ani
2.3 Etiologi Atresia ani
2.4 Patofisiologi dan Pathway Atresia ani
2.5 Manifestasi Klinik Atersia ani
2.6 Penatalaksanaan Atresia ani
2.7 Pencegahan Atresia ani
2.8 Pemeriksaan Penunjang Atresia ani
2.9 Komplikasi Atresia ani

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK ATRESIA ANI

SOP ATRESIA ANI

BAB IV PENUTUP

A.Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang

badan normal atau organ tubuler secara kongenital disebut juga clausura. Dengan

kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya atau buntutnya saluran

atau rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi

kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia ani yaitu

yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu Anus

imperforata.

Kelainan kongenital anus dan rektum relatif sering terjadi. Malformasi kecil

terdapat pada 1 diantara 5 kelahiran hidup! sedangkan malformasi besar terjadi

pada 1 diantara 5kelahiran hidup. Kasus pada laki"laki lebih sering terjadi

daripada pada perempuan. Karena laki"laki paling sering didapatkan fistula

rektouretra! sedangkan pada perempuan paling sering didapatkan fistula

rekto$estibuler.

Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat

kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan

feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.

%alaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir! tetapi kelainan

bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan

perineum.

1.2. Rumusan Masalah

a.Apa yang dimaksud dengan atresia ani)


b.Apa saja etiologi dari atresia ani)

c.Bagaimana Asuhan Keperawatan bayi dengan atresia ani?

1.3. Tujuan

1.1. T'ujuan (umum)

Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada anak dengan

gangguang sistem eliminasi yaitu atresia ani.

1.2. 'ujuan Khusus

a.Mengetahui apa yang dimaksud dengan atresia ani.

b.Mengetahui etiologi dari atresia ani.

c.MengetahuiAsuhan Keperawatana bayi dengan Atresia ani.


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Menurut Nurhayati (2009), istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘a’ yang berarti
“tidak ada” dan trepsis yang berarti “makanan atau nutrisi”. Dalam istilah kedokteran, “atresia”
berarti suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan abnormal. Atresia ani memiliki
nama lain yaitu “anus imperforata”.
Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang keluar.
(Walley, 1996)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna.Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun
tidak berhubungan langsung dengan rektum. (Purwanto, 2001)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal. (Suriadi, 2001)
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rektum, atau keduanya. (Betz, 2002)
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (konginetal), tidak adanya lubang atau saluran
anus. (Donna L. Wong, 2003)
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna,
termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.Insiden 1:5000 kelahiran
yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal,
Limb) (Faradilla, 2009).
Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan (kongenital) dimana
terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna (abnormal) atau anus tampak rata maupun
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum yang terjadi pada masa kehamilan.

2.2 Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1) Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
2) Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi
dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier
penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom
genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk
menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
4) Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial.Salah satunya adalah komponen genetik.
Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki
saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan
populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan
antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut
menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan
atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2007).
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal
adalah
1) Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani.Jenis kelainan yang paling
banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh
tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2) Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%).
3) Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral
seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan
kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan
teratoma intraspinal.
4) Kelainan traktus genitourinarius.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.
Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak
tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER
(Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL
(Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb
abnormality) ( Oldham K, 2005).

2.3 Klasifikasi
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1
cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran
kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit
dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

2.4 Manifestasi Klinis


Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium.Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula.Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan
jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius.Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi
fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal.
Gejala yang akan timbul:
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4) Perut kembung. (Ngastiyah, 2005)

2.5 Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2009), komplikasi pada atresia ani antara lain:
1) Asidosis hiperkloremik
2) Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
3) Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4) Komplikasi jangka panjang
a) Eversi mukosa anus
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet training
e) Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
f) Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
g) Fistula kambuhan

2.6 Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan
rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal.Terjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.Terjadi atresia anal karena tidak
ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan
fetal.Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas
pada uretra dan vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional.Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila
urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.
Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada
perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler).Pada
laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan
merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis) (Faradilla,
2009).

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Preventif
Menurut Nurhayati (2009), penatalaksanaan preventif yaitu: (a) diberikan nasihat
pada ibu hamil bahwa selama hamil muda untuk berhati-hati atau menghindari obat-
obatan, makanan yang diawetkan dan alkohol karena dapat menyebabkan atresia ani; (b)
pemeriksaan lubang dubur/anus bayi pada saat lahir sangat penting dilakukan sebagai
diagnosis awal adanya atresia ani. Sebab jika sampai tiga hari diketahui bayi menderita ani
atresia ani, jiwa bayi dapat terancam karena feses yang tertimbun dapat mendesak paru-
paru bayi dan organ yang lain.
2. Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan tipe I dengan stenosis
yang ringan dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan tinja tidak membutuhkan
penanganan apapun.Sementara pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari
dengan karakter uretra, dilatasi Hegar, atau speculum hidung berukuran kecil.Selanjutnya
orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan.Dilatasi dikerjakan
beberapa kali seminggu selama kurang lebih 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan
fungsi defekasi mencapai keadaan normal.Konstipasi dapat dihindari dengan pengaturan
diet yang baik dan pemberian laktulose.Bentuk operasi yang diperlukan pada tipe II, baik
tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti pcrincum, kemudian dilanjutkan dengan dilatasi
pada anus slama 23 bulan.Tindakan ini paling baik dilakukan dengan dilator Hegar selama
bayi di rumah sakit dan kemudian orang tua penderita dapat memakai jari tangan di rumah
sampai tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. Pada tipe III, apabila jarak antara ujung
rektum uang buntu ke lekukan anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan rekonstruktif dapat
dilakukan melalui anoproktoplasti pada masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III biasanya
perlu dilakukan pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan. Kolostomi bermanfaat untuk:
a. Mengatasi obstruksi usus, memungkinkan pembedahan rekonstruktif dapat dikerjakan
dengan lapangan operasi yang bersih.
b. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap
dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan
bawaan yang lain, kolostomi dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon
sigmoideum. Beberapa metode pembedahan rekonstruktif yang dapat dilakukan adalah
operasi abdominoperineum terpadu pada usia 1 tahun, anorektoplasti sagital posterior
pada usia 8-12 bulan, dan pendekatan sakrum menurut metode Stephen setelah bayi
berumur 6-9 bulan. Dilatasi anus baru bisa dilakukan 10 hari setelah operasi dan
selanjutnya dapat dilakukan oleh orang tua di rumah, mula-mula dengan jari kelingking
kemudian dengan jari telunjuk selama 23 bulan setelah pembedahan definitif.
Sedangkan pada penanganan tipe IV dilakukan dengan kolostomi, untuk kemudian
dilanjutkan dengan operasi abdominal pull-through seperti kasus pada megakolon
congenital.
Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi pada pasca
operasi.Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Nurhayati (2009), untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal atau menentukan letak ujung rektum yang buntu setelah bayi berumur 24
jam. Pada saat pemeriksaan, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik
selama 3 menit, sendi panggul bayi dalam keadaan sedikit ekstensi, kemudian
dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada
daerah lekukan anus.
2. Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum
dari sfingternya.
3. Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat fungsi organ intenal
terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversibel seperti
obstruksi massa tumor.
4. CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
5. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk mengonfirmasi
adanya fistula yang berhubungan dengan saluran urinaria.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN ATRESIA ANI

1.      Pengkajian

a.       Biodata klien.

b.      Riwayat keperawatan.

1)      Riwayat keperawatan/ kesehatan sekarang.

2)      Riwayat kesehatan masa lalu.

c.       Riwayat psikologis.

Koping keluarga dalam menghadapi masalah.

d.      Riwayat tumbuh kembang anak.

1)      BB lahir abnormal.

2)      Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah
mengalami trauma saat sakit.

3)      Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.

4)      Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.

e.       Riwayat sosial.

f.       Pemeriksaan fisik.

g.       Pemeriksaan penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

1)      Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

2)      Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.

3)      Ultrasound terhadap abdomen


Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari
adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

4)      CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

5)      Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

6)      Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

7)      Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.

2.      Diagnosa keperawatan

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. ketidakmampuan mencerna


makanan
2. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik (atresia ani), dysuria
3. Kecemasan b.d kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan
4. Kerusakan integritas kulit b.d. pemasangan kolostomi
5. Nyeri akut b.d trauma jaringan (post operasi)
6. Inkontinensia defekasi b.d abnormalitas sfingter rektal
7. Resiko infeksi b.d trauma jaringan, perawatan tidak adekuat

3. Intervensi Keperawatan
N TG SDKI SLKI SIKI
O L
1 Inkontinensia fekal b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
kehilangan fungsi keperawatan Inkontinensia 1. Monitor peristaltic usus secara
Pengendalian sfingter fekal Membaik dengan teratur
rectum kriteria hasil: Terapeutik
Di tandai dengan: - Pengontrolan 1. Anjurkan waktu yang
Tanda dan Gejala mayor pengeluaran feses konsisten untuk buang air
Subjektif: meningkat besar
1. Tidak mampu - Defekasi Membaik 2. Berikan pivasi,kenyamanan
mengontrol - Frekuensi buang air dan posisi yang
pengeluaran feses besar Membaik meningkatkan proses
2. Tidak mampu - Kondisi kulit defekasi
menunda defekasi perianal Membaik. 3. Gunakan enema rendah,jika
Objektif: perlu
1. Feses keluar sedikit- 4. Anjurkan dilatasi rektal
sedikit dan sering digital,jika perlu
Tanda dan Gejala minor: Ubah program latihan eliminasi
Subjektif: fekal,jika perlu.
Objektif: Edukasi:
2. Bau feses 1. Anjurkan mengkonsumsi
3. Kulit perianal makanan tertentu,sesuai
kemerahan. program atau hasil konsultasi
2. Anjurkan asupan cairan yang
adekuat sesuai kebutuhan
Anjurkan olah raga sesuai toleransi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi penggunaan
supositoria,jika perlu.
2. Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan tindakan Observasi
b.d. iritasi kandung kemih keperawatan Gangguan 1. Identifikasi kebiasaan BAB/BAK
Di tandai dengan: eliminasi urine dengan sesuai usia
Tanda dan Gejala mayor kriteria hasil : 2. Monitor integritas kulit pasien
Subjektif: - Sensasi berkemih
1. Desakan Meningkat Terapeutik
berkemih(urgensi) - Desakan berkemih 1. Buka pakian yang diperlukan
2. Urine menetes Menurun untuk memudahkan eliminasi
(dribbling) - Distensi kandung 2. dukung penggunaan toilet
3. Sering buang air kemih Menurun /pispot/urinal secara konsisten
kecil - Berkemih tidak 3. jaga privasi selama elimasi
4. Nokturia tuntas Menurun 4. Ganti pakaian pasien setelah
5. Mengompol - Volume residu urine eliminasi,jika perlu
6. Enuresis Menurun 5. Bersihkan alat bantu BAK/BAB
Objektif: - Urine menetes setelah di gunakan
1. Distensi kandung Menurun 6. Latihan BAK/BAB sesuai
kemih - Nokturia Menurun jadwal,jika perlu
2.Berkemih tidak - Mengompol 7. Sediakan alat bantu(mis:kateter
tuntas Menurun eksternal,urinal),jika perlu
3. Volume residu - Enuresis Menurun Edukasi
urine meningkat. - Disuria menurun 1. Anjurkan BAK/BAB secara rutin
- Anuria Menurun 2. Anjurkan kekamar
- Frekuensi BAK mandi/toilet,jika perlu.
Membaik
- Karaktristik urine
Membaik.
3. Nyeri akut b.d trauma Setelah dilakukan tindakan Observasi
jaringan(post oprasi) keperawatan Nyeri akut 1. Identifikasi
Ditandai dengan: Menurun dengan kriteria lokasi,karaktristik,durasi
Tanda dan Gejala mayor hasil : 2. Identifikasi sekala nyeri
Subjektif: - Kemampuan 3. Identifikasi skala nyeri non verbal
1. Mengeluh nyeri menuntaskan 4. Identifikasi factor yang
Objektif: aktifitas Meningkat memperberat dan memperingan
1. Tanpak meringis - Keluhan nyeri nyeri
2.Bersikap Menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
protektif(mis.waspada,posis - Meringis Menurun keyakinan tentang nyeri
i menghindari nyeri - Sikap protektif 6. Identifikasi budaya terhadap
3. Gelisah Menurun respon nyeri
4. Frekuensi nadi meningkat - Gelisah Menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri
5. Sulit tidur - Kesulitan tidur terhadap kualitas hidup
Tanda dan gejala minor Menurun 8. Monitor keberhasilan terapi
Subjektif: - Menarik diri komplementer yang sudah di berikan
Objektif: Menurun 9. Monitor efek samping
1. TD meningkat - Berfokus pada diri penggunaan analgetik
2. Pola nafas berubah sendiri Menurun Terapeutik
3. Nafsu makan berubah - Diaforesis Menurun 1. Berikan teknik nonfarmakologis
4. Proses berfikir terganggu - Prasaan untuk mengurangi rasa
5. Menarik diri defresi/tertekan nyeri(mis.kompres hangat
6. Berfokus pada diri sendiri Menurun dingin,terapi pijat,dll)
7. Diaforesis - Prasaan takut 2. Kontrol lingkungan yang
mengalami cedera memperberat rasa
berulang Menurun nyeri(mis.suhu,kebisingan)
- Anoreksia Menurun 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
- Perineum terasa 4. Pertimbangkan jenis dan sumber
tertekan Menurun nyeri dalam pemilihan strategi
- Uterus teraba meredekan nyeri
Membulat Menurun Edukasi
- Ketegangan otot 1. Jelaskan penyebab,periodedan
Menurun pemicu nyeri
- Pupil dilatasi 2. Jelaskan strategi meredekan nyeri
Menurun 3. Anjurkan memonitor nyeri secara
- Mual dan mutah mandiri
menurun 4. Anjurkan menggunakan analgetik
- Frekuensi nadi secara tepat
Membaik 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
- Pola nafas Membaik untuk menguerangi rasa nyeri
- TD Membaik Kolaborasi
- Proses berfikir 1. Kolaborasi pemberian
Membaik analgetik,jika perlu.
- Fokus Membaik
- Fungsi berkemih
Membaik
- Perilaku membaik
- Nafsu Makan
Membaik
- Pola tidur Membaik.
4. Resiko infeksi b.d trauma Setelah dilakukan tindakan Observasi
jaringan,perawatan tiadak keperawatan Resiko infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
ade kuat. Menurun dengan kriteria lokal dan sistemik
hasil : Terapeutik
- Kebersihan tangan 1. Batasi jumlah pengunjung
Meningkat 2. Berikan perawatan kulit pada area
- Kebersihan badan edema
Meningkat 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Nafsu makan kontak dengan pasien dan
Meningkat lingkungan pasien
- Demam menurun 4. Pertahankan teknik aseptic pada
- Kemerahan pasien beresiko tinggi
Menurun Edukasi
- Nyeri Menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Bengkak Menuerun 2. Ajarkan cara mencuci tangan
- Veskel Menurun yang benar
- Cairan berbau busuk 3. Ajarkan etika batukAjarkan cara
Menurun memeriksa kondisi luka /luka oprasi
- Sputumberwarna 4. Ajarkan meningkatkan nutrisi dan
hijau Menurun cairan
- Drainase purulent Kolaborasi
Menurun 1. Kolaborasi pemberian
- Piuria Menurun imunisasi,jika perlu.
- Periode malaise
Menurun
- Periode menggigil
Menurun
- Letargi Menurun
- Gangguan kognitif
Menurun
- Kadar sel darah
putih Membaik
- Kulur darah
Membaik
- Kultur urine
Membaik
- Kultur sputum Observasi
Membaik 1. Monitor karaktirtik
5. Gangguan integritas kulit - Kultur area luka luka(mis.drainase,warna,ukuran,bau)
b.d Pemasangan kolostomi Membaik 2. Monitor tanda-tanda infeksi
di tandai dengan: - Kultur feses Terapeutik
Tanda dan Gejala mayor Membaik. 1. Lepskan balutan dan plester
Subjektif: secara perlahan
Objektif: 2. Cukur rambut di sekitar daerah
1.Kerusakan luka,jika perlu
jaringan/lapisan kulit Setelah dilakukan tindakan 3. Bersihkan dengan cairan
Tanda dan Gejala minor keperawatan Gangguan NaCl/pembersish nontoksik,sesuai
Subjektif: integritas kulit Meningkat kebutuhan
Objektif: dengan kriteria hasil : 4. Bersihkan jaringan nekrotik
1. Nyeri - Elastisitas 5. Berikan salep yang sesuai
2. Perdarahan Meningkat kekulit/lesi,jika perlu
3. kemerahan - Hidrasi Meningkat 6. Pasang ablutan sesuai jenis luka
4. Hematoma - Perfusi Jarinagn 7. Pertahankan teknik steril saat
Meningkat melakukan perawatan luka
- Kerusakan Jaringan 8. Ganti balutan sesuai eksudat dan
Menurun drainase
- Kerusakan lapisan 9. Jadwalkan ganti posisi setiap 2
kulit Menurun jam/sesuai kondisi pasien
- Nyeri Menurun 10. Berikan diet dengan kalori 30-35
- Perdarahan Kkl/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
Menurun g/kgBB/hari
- Kemerahan 11. Berikan suplemen vitamin dan
Menurun mineral (mis,vit.A/C,zinc,asam
- Hematoma Menurun amino,dll) sesuai indikasi
- Pigmentasi 12. Berikan terapi TENS,jika perllu
abnormal Menurun Edukasi
- Jaringan parut 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Menurun 2. Anjurkan mengkonsumsi
- Nekrosis Menurun makanan tinggi kalori dan protein
- Abrasi korena 3. Ajarkan posedur perawatan luka
Menurun secara mandiri
- Suhu kulit Membaik Kolaborasi
- Sensasi Membaik 1. kolaborasi prosedur debridemen
- Tekstur membaik (mis. Mekanis,dll)
- Pertumbuhan 2. Kolaborasi pemebrian
rambut Membaik. antibiotic,jika perlu.

6. Ansietas b.d kurang Setelah dilakukan tindakan Observasi


terpapar informasi keperawatan Ansietas 1. Identifikasi saat ansietas
Ditandai dengan: Menurun dengan kriteria berubah(mis.kondisi,waktu)
Tanda dan Gejala mayor hasil : 2. Identifikasi kemampuan
Subjektif: - Verbaliasasi mengambil keputusan
1. Merasa bingung kebingungan 3. Monitor tanda-tanda
2. Merasa khawatir dengan Menurun ansietas(verbal/non verbal)
akibat dari kondisi yang di - Verbalisasi khawatir Terapeutuk
hadapi akibat kondisi yang 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
3. Sulit berkonsentrasi di hadapi Menurun menumbuhkan kepercayaan
Objektif: - Perilaku gelisa 2. Temani pasien untuk mengurangi
1. Tanpak gelisah Menurun kecemasan
2. Tanpak tegang - Perilaku tegang 3. Pahami situasi yang membuat
3. Sulit tidur Menurun ansietas
Tanda dan Gejala minor - Keluhan pusing 4. Dengarkan dengan penuh
1. Mengeluh pusing Menurun perhatian
2. Anoreksia - Anoreksia Menurun 5. Gunakan pendekatan yang tenang
3. Palpitasi - Palpitasi menurun dan meyakinan
4. Merasa tidak berdaya - Frekuensi 6. Tempatkan barang pribadi yang
Objektif: pernafasan Menurun memberiakn kenyamanan
1. Frekuensi nafas - Frekuensi nadi 7. Motivasi mengidentifikasi situasi
meningkat Menurun yang memicu kecemasan
2. Frekuensi nadi meningkat - TD Menurun 8. Diskusikan perencanaan realistis
3. TD meningkat - Diaforesis Menurun tentang peristiwa yang akan datang
4. Diaforesis - Tremor Menurun Edukasi
5. Tremor - Pucat Menurun 1. Jelaskan prosedur,termasuk senasi
6. Muka tanpak pucat - Konsentasi yang mungkin di alami
7. Suara bergetar Membaik 2. Informasikan secara factual
8. Kontak mata buruk - Pola tidur Membaik mengenai diagnosis,pengobatan dan
9. Sering berkemih - Prasaan keberdayan prognosis
10. Berorientasi pada masa membaik 3. Anjurkan keluarga tetap bersama
lalu. - Kontak mata pasien,jika perlu
membaik 4. Anjurkan melakukan kegiatan
- Pola berkemih yang tidak kompetitip,sesuai
membaik kebutuhan
- Orientasi Membaik. 5. Anjurkan mengungkapkan
prasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanaan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas,jika perlu.

7. Devisit nutrisi b.d. ketidak Setelah dilakukan tindakan Observasi


mampuan mencerna keperawatan Devisit nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
makanan ditandi dengan: Membaik dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
Tnda dan Gejala mayor hasil : makanan
Subjektif: - Porsi makan yang di 3. Identifikasi makanan yang disukai
Objektif: habiskan Meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
1. BB menurun minimal - Kekuatan otot jenis nutrient
10% di bawah rentang ideal pengunyah 5. Identifikasi perlunya penggunaan
Tanda dan Gejala minor Meningkat selang nasogatrik
Subjektif: - Kekuatan otot 6. Monitor asupan makanan
1. Cepet kenyang setelah menelan Meningkat 7. Monitor BB
makan - Serum albumin 8. Monitor hasil Lab
2. Kram/nyeri perut Meningkat Terapeutik
3. Nafsu makan menurun - Verbalisasi 1. Lakukan oral hygiene sebelum
Objektif: keinginan untuk makan,jika perlu
1. Bising susu hipeaktif meningkatkan 2. fasilitasi menentukan pedoman
2. Ototo pengunyah lemah nutrisi Meningkat diet(mis.piramida makanan)
3. Otot menelan lemah - Pengetahuan tentang 3. Sajikan makanan secara menarik
4. Membran mukosa pucat pilihan makanan dan suhu yang sesuai
5. Sariawan dan minuman yang 4. Berikan makanan tinggi serat
6. Serum albumin turun sehat Meningkat untuk mencegah konstipasi
7. Rambut rontok - Pengetahuan tentang 5. Berikan makanan tinggi kalori
berlebihan standar asupan dan tinggi protein
8. Diare. nutrisi yang tepat 6. Berikan suplemen makanan,jika
Meningkat perlu
- Penyiapan dan 7. Hentikan pemberian makanan
penyimpanan melalui selang nasogatrik jika
makanan dan asupan oral dapat di toleransi
minuman yang Edukasi
aman Meningkat 1. Anjurkan posisi duduk,jika
- Makanan dan mampu
minuman sesuai 2. Ajarkan diet yang diprogramkan
dengan tujuan Kolaborasi
kesehatan 1. Kolaborasi pemebrian medikasi
Meningkata sebelum makan(mis.pereda
- Perasaan cepat nyeri/antiemetic),jika perlu
kenyang Menurun 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
- Nyeri abdomen menentukan jumlah kalori dan jenis
Menurun nutrient yang di butuhkan,jika perlu.
- Sariawan Menurun
- Rambut rontok
Menurun
- Diare Menurun
- BB Membaik
- IMT Membaik
- Frekuensi makan
Membaik
- Nafsu makan
Membaik
- Bising usus
Membaik
- Tebal lipatan kulit
trisep Membaik
- Membrane mukosa
Membaik.

8. Setelah dilakukan tindakan Observasi


Gangguan rasa nyaman keperawatan gangguan rasa 1. Monitor status oksigenasi
b.d kurang penegndalian nyaman Meningkat dengan sebelum dan sesudah mengatur
situasional/lingkungan kriteria hasil : posisi
Ditandai dengan: - Kesejahtraan fisik 2. Monitor alat traksi agar selalu
Tanda da Gejaka mayor dan psikologis tepat
Subjektif: Meningkat Terapeutik:
1. Mengeluh tidak nyaman - Dukugan social dari 1. Tempatkan pada matras/tempat
Objektif: keluarga dan teman tidur terapeutik yang tepat
1. Gelisah Meningkat 2. Tempatkan pada posisi terapeutik
Tanda dan Gejala minor - Perawatan sesuai 3. Tempatkan objek yang sering di
Subjektif: keyakinan budaya gunakan dalam jangkuan
1. Mengeluh sulit tidur Meningkat 4. Tmpatkan bel/lampu panggilan
2. Tidak mampu rileks - Perawatan sesuai dalam jangkuan
3. Mengeluh kebutuhan 5. Sediakan matras yang
kedinginan/kepenasan Meningkat kokoh/padat
4. Merasa gatal - Kebebasan 6. Atur posisi tidur yang di
5. Mengeluuh mual dan melakukan ibadah sukai,jika tidak kontraindikasi
lelah Meningkat 7. Atur posisi untuk mengurangi
Objektif: - Rileks Meningkat sesak(mis.semi-fowler)
1. Menunjukan gejala - Keluhan tidak 8. Atur posisi yang meningkatkan
distress nayaman Menurun drainage
2. Tanpak - Gelisah Menurun 9. Posisiskan pada kesejajaran tubuh
merintih/menangis - Kebisingan yang tepat
3. Pola eliminasi berubah Menurun 10. Imobiliasasi dan topang bagian
4. Postur tubuh berubah - Keluhan sulit tidur tubuh yang sedera dengan tepat
5. Iritabilitas. MenurunKeluhan 11. Tinggikan bagian tubuh yang
kedinginan dan sakit dengan tepat
kepenasan Menurun 12. Tinggikan anggota gerak 20
- Gatal,mual,lelah derajat/di atas level jantung
Menurun 13. Tinggikkan tepat tidur bagian
- Merintih dan kepala
Meangis Menurun 14. Berikan abntal yang tepat pada
- Iritabilitas Menurun leher
- Menyalahkan diri 15. berikan topang pada area edema
sendiri Menurun 16. posisikan untuk mempermudah
- Konfusi Menurun ventilasi /perfusi
- Konsumsi alcohol 17. Motivasi melakukan ROM aktif
Menurun atau pasif
- Penggunaan zat 19. Motivasi terlibat dalam
Menurun perubahan posisi,sesuai kebutuhan
- Percobaan bunuh 20. Hindari menempatkan pada
diri Menurun posisi yang dapat meningkatkan
- Memori masa lalu nyeri
Membaik 21. Hindari posisi yang dapat
- Suhu ruangan menimbulkan ketegangan pada luka
Membaik 22. Ubah posisi setiap 2 jam
- Pola eliminasi 23. Ubah posisi dengan teknik long
Membaik roll
- Postur tubuh 24. Perthankan posisi dan integritas
Membaik traksi
- Kewaspadaan 25. jadwalkan secara tertulis untuk
Membaik perubahan posisi
- Pola hidup Edukasi
Membaik 1. Informasikan saat akan dilakukan
- Pola tidur Membaik. perubahan posisi
2. Ajarkan cara menggunakan postur
yang baik dan mekanika tubuh yang
baik selama melakukan perubahan
posisi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemebrian
premedikasi sebelum mengubah
posisi,jika perlu.

SOP ATRESIA ANI

1. Nilai TTV Normal Bayi Baru Lahir dan Anak-anak


Apa yang dimaksud dengan TTV?

Tanda-tanda vital atau TTV adalah suatu nilai ukur atau pemeriksaan dari fungsi vital tubuh yang
paling mendasar karena merupakan indikator kehidupan.Dalam dunia medis, ada empat indikator
utama tanda vital tubuh, yaitu suhu tubuh, denyut nadi, laju pernapasan, dan tekanan darah.

Nilai Normal TTV pada Bayi Baru Lahir

Begitu seorang bayi dilahirkan, maka tenaga kesehatan, baik bidan ataupun dokter segera menilai
tanda-tanda vital yang nampak. Telah menjadi kesepakatan oleh para ahli dunia, bahwa nilai
TTV pada bayi baru lahir mengacu pada skor APGAR (APGAR score).APGAR adalah
singkatan dari Appearance (tampilan dari warna kulit), Pulse (denyut jantung), Grimace (reflek
gerak tubuh terhadap rangsangan), Activity (tonus otot), dan Respiratory (usaha napas).APGAR
score pada bayi baru lahir harus segera didapatkan dalam 1-5 menit dari kelahiran. Nilai tertinggi
skor APGAR tertinggi adalah 10 (sehat) dan nilai terendahnya adalah 0.TTV normal bayi baru
lahir mengacu pada nilai APGAR score untuk memastikan apakah kondisi bayi baik-baik saja
atau membutuhkan pertolongan medis lanjutan atau resusitasi.

Cara menghitung APGAR score

Setelah dilakukan pemeriksaan, nilai tanda-tanda vital bayi baru lahir dengan menggunakan tabel
di bawah ini sebagai nilai acuan perhitungan. Nilai012Appearance (warna kulit)Biru,
pucatBadan merah, ekstremitas biruSemuanya merah mudaPulse (denyut jantung)Tidak teraba<
100>100Grimace (refleks terhadap rangsangan)Tidak adaLambatMenangis kuatActivity (tonus
otot)Lemas / lumpuhGerakan sedikit / Fleksi tungkaiAktif fleksi tungkai baik / reaksi
melawanRespiratory (usaha napas)Tidak adaLambat, tidak teraturBaik, menangis
kuatKeterangan hasil:Nilai APGAR antara 7-10 menandakan kondisi bayi baikNilai APGAR
antara 4-6 menandakan bahwa bayi mengalami asfiksia sedang, memerlukan intervensi.Nilai
APGAR antara 0-3 menandakan bahwa bayi mengalami asfiksia berat, memerlukan resusitasi
segera.Dari data di atas, maka diketahui bahwa TTV normal pada bayi baru lahir adalah:Kulit
berwarna merah atau merah muda (A)Denyut jantung > 100 denyut per menit (P)Bayi menangis
setelah lahir (G)Ada gerakan dan otot mengencang (A)Bernafas atau ada usaha napas (R)Setelah
ditentukan dipastikan bahwa kondisi bayi baik, maka selanjutnya tetap dilakukan penilaian TTV
bayi secara berkala, namun tidak menggunakan skor APGAR lagi sebagai acuan
normalnya.Tanda-tanda Vital yang diperiksa selanjutnya yaitu tekanan darah, denyut nadi, laju
pernapasan, dan suhu tubuh.

Nilai Normal TTV pada Bayi, Anak-anak, hingga Remaja


1. Tekanan Darah Normal

Tubuh kita memiliki jantung dan pembuluh darah untuk mengedarkan oksigen dan nutrisi
penting ke setiap sel dalam tubuh. Kebutuhan ini akan terpenuhi dengan baik apabila tekanan
darah yang dihasilkan oleh pompa jantung dan tahanan pembuluh darah masih dalam rentang
normal.

Tekanan Darah Normal berdasarkan UsiaUsiaSistolikDiastolik

Bayi baru lahir (12 jam)60-8545-55

Neonatus (96 jam)67-8435-53

Bayi (1-12 bulan)80-10055-65

Balita (1-2 tahun)90-10555-70

Balita (3-5 tahun)95-10760-71

Usia sekolah (6-9 tahun)95-11060-73

Usia sekolah (10-11 tahun)100-11965-76

Remaja (12-15 tahun)110-12470-792.

2. Frekuensi Denyut Jantung atau Nadi Normal

Selain tekanan atau kekuatan pompa jantung, frekuensi denyut jantung juga penting karena
menjadi indikator kesehatan jantung itu sendiri.Denyut jantung disebut juga dengan denyut nadi.

Denyut Jantung Normal menurut Usia (denyut / Menit)UsiaSaat BangunSaat Tidur

Neonatus (<28 hari)100-16590-160

Bayi (1 bulan-1 tahun)100-15090-160

Balita (1-2 tahun)70-11080-120

Balita (3-5 tahun)65-11065-100

Usia sekolah (6-11 tahun)60-9558-90

Remaja (12-15 tahun)55-8550-903.

3. Frekuensi Pernapasan Normal


Frekuensi pernapasan seseorang menjadi indikator normalnya sistem penapasan.Sistem ini
sangat penting bagi tubuh karena menjadi sumber oksigen satu-satunya yang mempertahankan
kehidupan.

Frekuensi pernapasan normal berdasarkan usia (kali / menit)UsiaFrekuensi Pernapasan

Bayi (<1 tahun)30-55

Balita (1-2 tahun)20-30

Balita (3-5 tahun)20-25

Usia sekolah (6-11 tahun)14-22

Remaja (12-15 tahun)12-184.

4. Suhu Normal Tubuh

Begitu banyak reaksi kimia dan biologis pada tubuh manusia, reaksi ini akan berjalan baik, pada
suhu optimal. Oleh sebab itu, tubuh yang sehat akan mempertahankan suhu normal meskipun
pada kondisi lingkungan apa pun.Suhu tubuh manusia berdasarkan kelompok usia. Kelompok
UsiaSuhu:

Normal Bayi dan anak-anak36,6 ° – 37,2 ° C.

Dewasa36.1 ° C – 37.2 ° C.

Lansia diatas 65 tahun< 36,2 ° C.


2. SOP MEMANDIKAN BAYI

A. Persiapan alat     

Handuk dan waslap bersih, sabun bayi dan sampo, cotton bud atau
kapas bersih, kapas untuk membersihkan daerah perineal, waskom
2 buah atau bath up, bengkok, air hangat, popok dan pakaian
bersih, keranjang/plastic pakaian kotor. 
B. Tahap pre interaksi       
Cek catatan perawatan dan catatan medis klien       
Cuci tangan       
Siapkan/dekatkan alat-alat       
C. Tahap orientasi       
Berikan salam, panggil klien/keluarga dengan namanya       
Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada keluarga       
D. Tahap kerja       
Berikan kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya sebelum       
kegiatan dimulai
Menanyakan keluhan dan kaji gejala spesifik yang ada pada klien        
Memulai tindakan dengan cara yang baik       
Berikan privasi pada klien       
Pastikan bayi dalam posisi nyaman dalam pegangan atau terbaring        
dalam incubator
Periksa kembali temperatur air dengan suhu (37-38 derajat) hangat-        
hangat kuku, air dalam waskom hanya digunakan untuk membasuh
(sponge bathing) dan membersihkan rambut
Usap mata dari kantus dalam ke luar. Gunakan air bersih dan       
bagian yang berbeda untuk tiap mata.
Bersihkan wajah dengan lembut. Gunakan air biasa tanpa       
menggunakan sabun
Pegang bayi dengan aman, gunakan foot ball hold, basahi rambut        
dengan air secara lembut
Usapkan sampo bayi dengan menggunakan waslap, bilas rambut        
dan keringkan kulit kepala dengan cepat
Bersihkan telinga  dengan gerakan memutar dan gunakan bagian        
yang berbeda untuk tiap-tiap telinga.
Setelah melepas selimut mandi atau pakaian bayi, bersihkan leher,        
dada, lengan dan punggung dengan cara yang sama.
Bersihkan tubuh dengan sabun dan air, bilas dengan hati-hati dan        
keringkan bagian tubuh yang dibersihkan sebelum berpindah ke
bagian lain
Membersihkan bagian genetalia       
Akhiri kegiatan       
Cuci tangan       
F. Dokumentasi       
Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
3. SOP MENGGANTI POPOK BAYI
4. SOP PEMBERIAN IMUNISASI HB0

Pengertian
Suatu tindakan pemberian kekebalan kepada tubuh bayi terhadap penyakit Hepatitis
dengan Uniject secara intramuscular pada bayi usia 0-7 hari
Tujuan
     1.      Agar anak mempunyai daya tahan terhadap penyakit hepatitis
Kebijakan
Bidan dan tenaga kesehatan lainya dapat melakukan sesuai dengan standar prosedur kerja
yang berlaku
Proses    
     A.    Persiapan alat
1.      Baki beralas
2.      Bak spuit steril
3.      Vaksin HB0 dalam uniject
4.      Kom berisi kapas alcohol
5.      Bengkok
6.      Buku KIA
     B.     Persiapan
1.      Memberitahu ibu dan keluarga bahwa bayinya akan diberikan vaksin Hepatitis B
dengan cara di suntik
2.      Posisikan bayi terlentang
     C.     Pelaksanaan
1.      Keluarkan vaksin HB0 dari kemasan
2.      Dorong dan tekan dengan cepat penutup jarum ke dalam port. Jarak antara penutup
jarum dengan port akan hilang dan terasa ada klik
3.      Oleskan kapas alcohol di 1/3 paha luar bayi sebelah kanan
4.      Pegang paha bayi sebelah kanan  dengan ibu jari dan jari telunjuk
5.      Keluarkan penutup jarum
6.      Pegang vaksin HB0 dan suntikan jarum dengan sudut 90 0 di 1/3 paha luar bayi
sebelah kanan
7.      Tekan reservoir (gelembung vaksin) untuk memsukkan vaksin, setelah reservoir
kempes cabut uniject dari paha bayi dengan cepat.
8.      Tekan paha bayi dengan kapas alcohol
9.      Dokumentasikan pada buku KIA

      D.    Hal-hal yang harus di perhatikan 


1.      Pemberian imunisasi hepatitis B sebaiknya ditunda pada kondisi bayi :
a.       Berat badan lahir rendah (BBLR)
b.      Bayi kuning
c.       Tidak sehat atau lemah
      E.     Gambar
1.      Alat-alat
a.       Vaksin hb0 dalam uniject
b.      Bengkok
c.       Kom berisi kapas alcohol
2.      Pelaksanaan
1.      Kelarkan vaksin HB0 dari kemasan
2.      Dorong dan tekan dengan cepat penutup jarum ke dalam port. Jarak antara penutup
jarum dengan port akan hilang dan terasa ada klik
3.      Oleskan kapas alcohol di 1/3 paha luar bayi sebelah kanan
4.      Dokumentasikan pada buku KIA
5.      Pegang vaksin HB0 dan suntikan jarum dengan sudut 900 di 1/3 paha luar bayi
sebelah kanan. Tekan reservoir (gelembung vaksin) untuk memsukkan vaksin, setelah
reservoir kempes cabut uniject dari paha bayi dengan cepat.
1. Tekan paha bayi dengan kapas alcohol
5. SOP PERAWATAN METODE KANGGURU
6.SOP FISIOTRAPI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

FOTOTERAPI

PENGERTIAN

Suatu tindakan keperawatan dan pengobatan yang diberikan kepada bayi dengan
menggunakan sinar biru / lampu foto terapi

TUJUAN

1.      Untuk memberikan penyinaran pada bayi

2.      Menurunkan kadar bilirubin dalam darah

PERSIAPAN ALAT

1.      Lampu foto terapi dan formulir foto terapi

2.      Tempat tidur bayi (box bayi) atau incubator

3.      Kain tidak tembus cahaya / penutup mata

4.      Termometer dan timbangan bayi

1 TAHAP PRAINTERAKSI

1.      Melakukan pengecekan program terapi

2.      Mencuci tangan

3.      Menempatkan alat dekat pasien

2 TAHAP ORIENTASI

1.      Memberikan salam dan menyapa nama klien

2.      Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien

3 TAHAP KERJA

1.      Bayi disiapkan dengan memberikan minum ASI atau PASI terlebih dahulu /
ditetekkan
2.      Tes alat bisa dipakai atau tidak

3.      Lengkapi formulir foto terapi

4.      Ukur suhu bayi dan timbang berat badan

5.      Pasang pengalas pada box bayi / incubator

6.      Buka pakaian bayi, tutup mata dengan penutup mata

7.      Tidurkan bayi pada box yang sudah disiapkan

Ubah posisi setiap 6 jam dan ukur suhu setiap jam

4 TAHAP TERMINASI

1.      Melakukan evaluasi tindakan

         Cek lab 3 x 24 jam untuk Hb dan bilirubin

         Menambahkan minum 15 % dari kebutuhan

         Lakukan pendokumentasian Membereskan alat-alat

2.      Mencuci tangan

Mencatat seluruh kegiatan yang dilakukan dalam lembar catatan keperawatan

7. SOP PIJAT BAYI

TUJUAN:
1. Pertumbuhan bayi lebih cepat dari pada bayi yang tidak dipijat

2. Merangsang bayi untuk minum ASI lebih banyak dari pada bayi yang tidak dilakukan
pemijatan

3. Merangsang produksi ASI

PERSIAPAN:

1. Alas yang datar dan lembut

2. Minyak pelicin

PROSEDUR:

1. Letakkan bayi pada tempat yang datar dan lembut

2. Lepaskan pakaian bayi

3. Gunakan minyak pelicin

4. PIJAT KAKI

·   Gerakan menarik pada kaki bayi dimulai dari bagian paha ke bagian jari

·   Gerakan memeras dan memutar pada paha bayi dari bagian paha ke bagian jari

·   Pijat dengan ibu jari telapak kaki bayi dari arah tumit ke bagian jari

·   Tarik lembut jari-jari kaki

·   Tekan bagian-bagian telapak kaki dengan ibu jari

·   Urut bagian punggung kaki ke arah jari kaki

·   Gerakan memeras dan memutar pada pergelangan kaki


·   Gerakan memerah kaki bayi dari paha ke arah jari bayi

·   Gerakan menggulung paha dan betis bayi dengan menggunakan kedua telapak tangan

·   Gerakan mengusap bagian paha kearah jari kaki dengan menggunakan telapak tangan

5. PERUT

·   Gerakan mengayuh perut bayi dengan menggunakan telapak tangan melintang secara
bergantian

·   Ulangi gerakan dengan kaki bayi diangkat

·   Pijat bagian perut dengan ibu jari kearah samping kanan kiri

·   Gerakan “BULAN MATAHARI”

Gerakan telapak tangan melingkar diawali tangan kanan dari daerah apendiks memutar
ke kiri disusul gerakan tangan kiri

·   Gerakan “I LOVE YOU”

·   Gerakan “I”

Gerakan tangan kanan dari bagian atas perut ke bagian bawah membentuk huruf “I”

·   Gerakan “L”

Gerakan tangan kanan dari perut bagian kanan atas ke bagian kiri kemudian kebawah
membentuk huruf “L”

·   Gerakan “U”

Gerakan tangan kanan dari perut bagian kanan bawah ke atas, ke bagian kiri kemudian
kebawah membentuk huruf “U”

·   Gerakan jari-jari tangan berjalan diatas perut dari atas bagian apendiks keatas, kekiri,
kebawah untuk mengeluarkan gelembung-gelembung gas pada perut bayi

6.DADA
·   Gerakan jantung besar

·   Letakkan tangan pemijat diatas dada bayi, gerakkan ke atas, ke samping, ke bawah
membentuk jantung

·   Gerakan KUPU-KUPU

Tangan kanan diatas dada sebelah kiri bergerak menyilang pada dada, ulangi dengan
tangan kiri melakukan gerakan yang sama dimulai dari dada kanan

7.KETIAK

·   Pijat ketiak bayi dengan jari-jari kemudian gerakkan memutar

·   Gerakan memerah tangan bayi dengan satu tangan dari lengan atas ke arah lengan
bawah, tangan bayi diangkat oleh tangan yang lain

·   Gerakan memeras dan memutar tangan bayi dari lengan atas ke arah lengan bawah,
tangan bayi diangkat oleh tangan yang lain

·   Gerakan membuka jari-jari bayi

·   Putar masing-masing jari bayi dengan lembut

·   Pijat bagian punggung tangan bayi

·   Gerakan memeras dan memutar pergelangan bayi

·   Gerakan memerah tangan bayi dari lengan atas ke arah lengan bawah, tangan bayi
diangkat oleh tangan yang lain

·   Gerakan menggulung tangan bayi dari lengan atas ke arah lengan bawah dengan ke
dua telapak tangan

8.DAHI
·   Tekan dan pijat memutar bagian pelipis bayi ke arah  bawah melewati pipi akhiri pada
bagian dagu

·   Gerakan menyetrika

·   Menyetrika alis

    Urut bagian alis bayi dengan menggunakan ke dua ibu jari ke arah samping

·   Urut bagian kening ke bawah sampai ke hidung

·   Urut mulut bagian atas dengan menggunakan ke dua ibu jari dari tengah ke samping

·   Lakukan pada mulut bagian bawah

·   Tekan dan putar bagian pipi bayi

·   Lakukan pada bagian belakang telinga urut ke arah muka melewati bawah telinga

9.BAGIAN PUNGGUNG

·   Pemijat menempatkan diri disamping

·   Urut bagian punggung bayi dengan kedua telapak tangan membentuk gerakan maju
mundur

·   Gerakan telapak tangan dari punggung bagian atas ke arah pantat

·   Ulangi gerakan dengan mengangkat kaki dan pijatan sampai ke bagian kaki

·   Lakukan gerakan melingkar pada punggung bayi

·   Gerakan seperti menggaruk dengan jari pemijat terbuka pada punggung bayi

10. RELAKSASI

·   Tangan disilangkan di depan dada kemudian kesamping


·   Gerakan diagonal antara kaki dan tangan bayi, jika tangan bayi yang digerakkan
adalah bagian kanan, maka kaki bayi adalah bagian kiri, begitu sebaliknya

·   Gerakan menyilangkan kaki

·   Menekuk kaki bersamaan ke arah perut

·   Menekuk kaki secara bergantian ke arah perut

·   Goyangkan bayi ke arah samping

·   Goyangkan bayi ke arah atas bawah


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital) dimana terjadi pembentukan lubang
anus yang tidak sempurna (abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit cekung ke dalam
atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum yang terjadi
pada masa kehamilan.
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur; (2) Kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan; (3) Adanya gangguan
atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia  kehamilan; (4) Berkaitan
dengan sindrom down.
Penanganan pada atresia ani tergantung bagaimana kondisi klien apabila atresia ani terlalu
tinggi maka dilakukan operasi anoplasti dan pemasangan kolostomi sedangkan pada yang rendah
dilakukan dilatasi rutin.

4.2 Saran
Atresia ani merupakan kelainan bawaan yang diderita oleh bayi.Biasanya terjadi ketika
organgenesis pada trisemester I. Sebagai perawat, kita harus senantiasa untuk memingatkan
kepada ibu untuk selalu berpola hidup sehat, menjaga pola makan, dan memeriksakan
masalah kehamilan kepada ahli kesehatan.Dan ketika bayi lahir dalam keadaan atresia ani,
maka perawat harus dapat melakukan asuhan keparatan sebagaimana mestinya agar dapat
mengatasi masalah yang timbul.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.cincinnatichildrens.org/health/i/imperforate-anus (diakses pada 09 November 2016)


Huda, Nuraruf Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis dan Nanda
Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1.Yogyakarta. Mediaction
Irfandi, Febri. 2012. Askep Atresia Ani.Jombang. http://chocolateperfect.blogspot.co.id
Lynn, Betz Cecily, dkk. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta. EGC
Marlaim. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta. Fakultas Kedokteran UI
Nurhayati.2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. Jakarta. Trans Info
Media
Yeyen, Rukiyah Ai, dkk. 2009. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta. Trans Info
Media
ATRESIA ANI APA ITU ATRESIA APA PENYEBAB
ANI..? ATRESIA ANI ITU…?
Atresia ani atau
Dalam kondisi
disebut juga anus
imperforate adalah normal, saluran
salah satu jenis cacat kemih, lubang
atau kelainan sejak anus, dan kelamin
lahir. Pada kondisi akan terbentuk
ini, perkembangan pada usia
janin mengalami kehamilan delapan
gangguan sehingga
minggu melalui
bentuk rektum
(bagian akhir usus proses pembelahan
DISUSUN OLEH:
besar) sampai lubang dan pemisahan
YUNIAWATI MUTAMIROH
anus umumnya dinding-dinding
terbentuk tidak pencernaan janin.
sempurna. Namun, bila terjadi
Pada atresia ani, gangguan pada
kelainan juga bisa masa
terjadi di area tubuh perkembangan
yang lain seperti janin tersebut, hal
kelainan di organ
ini bisa memicu
pencernaan, saluran
kemih, hingga atresia ani. Hingga
kelamin saat ini, penyebab
gangguan
AKADEMI KEPERAWATAN ISLAMIC
VILLAGE TANGERANG perkembangan ini
belum diketahui
Jl. Kelapa Raya KelapaDuaTangerang,
secara pasti, tapi
15810,Tlp/Fax : 021-5462852
ahli menduga
Website : bahwa atresia ani
APA GEJALA ATRESIA APA SAJA FAKTOR CONTOH KELAINAN
ANI ITU…? RESIKO ATRESIA PADA ATRESIA ANI…
ANI..?
Gejala-gejala atresia ani  Kelainan di tingkat
biasanya terlihat jelas setelah Ada berbagai macam faktor bawah yakni berupa
bayi lahir, antara lain: yang bisa meningkatkan lubang anus yang
risiko atresia ani pada bayi, menyempit atau sama
 Bayi tidak memiliki antara lain: sekali tertutup akibat
lubang anal. usus rektum yang
 Pada bayi perempuan,  Jenis kelamin. Atresia masih menempel pada
posisi lubang anal ani terjadi lebih kulit.
berada di tempat yang banyak pada bayi  Kelainan di tingkat
salah, seperti terlalu laki-laki atas yaitu posisi usus
dekat dengan vagina. dibandingkan bayi besar yang terletak di
perempuan. rongga panggul
 Bayi tidak buang air
besar selama 24 sampai  Memiliki cacat lahir bagian atas dan
lainnya. terbentuknya fistula
48 jam pertama yang menghubungkan
kehidupan.  Ibu menggunakan rektum dan kandung
 Feses keluar melalui steroid inhalers kemih, uretra, atau
tempat yang salah, selama masa vagina.
seperti uretra, vagina, kehamilan.  Lubang posterior atau
skrotum, atau pangkal kloaka yang persisten
penis. yakni kelainan yang
menyebabkan
 Perut bengkak. rectum,saluran kemih,
dan lubang vagina
bertemu pada satu
saluran yang sama.

Anda mungkin juga menyukai