KELAS : TINGKAT 2B
Di Susun Oleh :
TANGERANG
2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih tak pilih kasih, lagi Maha Penyayang.
Segala puji adalah milik Allah Tuhan yang maha mengatur lagi maha bijaksana, yang maha
penyayang lagi maha dermawan dan maha pengasih lagi maha pemurah.Karena hanya dengan
rakhmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Sebagai manusia biasa, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini.Demi kesempurnaan dan peningkatan kualitas makalah ini, kami mohon kritik dan saran dari
berbagai pihak dalam rangka penyempurnaan makalah ini.
Untuk itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman
yang telah membantu kami dalam proses penyelesaian penyusunan makalah ini yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan pada kami guna terselesainya makalah ini, dengan tidak
mengurangi rasa hormat yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dan membantu kami dalam
melaksanakan kuliah nanti.Amiinn. . . . . .
Tangerang, 07 Mei2020
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB III
BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubuler secara kongenital disebut juga clausura. Dengan
kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya atau buntutnya saluran
atau rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi
kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia ani yaitu
yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu Anus
imperforata.
Kelainan kongenital anus dan rektum relatif sering terjadi. Malformasi kecil
pada 1 diantara 5kelahiran hidup. Kasus pada laki"laki lebih sering terjadi
rekto$estibuler.
kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan
feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
%alaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir! tetapi kelainan
bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan
perineum.
1.3. Tujuan
2.1 Definisi
Menurut Nurhayati (2009), istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘a’ yang berarti
“tidak ada” dan trepsis yang berarti “makanan atau nutrisi”. Dalam istilah kedokteran, “atresia”
berarti suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan abnormal. Atresia ani memiliki
nama lain yaitu “anus imperforata”.
Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang keluar.
(Walley, 1996)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna.Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun
tidak berhubungan langsung dengan rektum. (Purwanto, 2001)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal. (Suriadi, 2001)
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rektum, atau keduanya. (Betz, 2002)
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (konginetal), tidak adanya lubang atau saluran
anus. (Donna L. Wong, 2003)
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna,
termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.Insiden 1:5000 kelahiran
yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal,
Limb) (Faradilla, 2009).
Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan (kongenital) dimana
terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna (abnormal) atau anus tampak rata maupun
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum yang terjadi pada masa kehamilan.
2.2 Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1) Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
2) Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi
dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier
penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom
genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk
menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
4) Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial.Salah satunya adalah komponen genetik.
Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki
saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan
populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan
antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut
menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan
atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2007).
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal
adalah
1) Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani.Jenis kelainan yang paling
banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh
tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2) Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%).
3) Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral
seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan
kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan
teratoma intraspinal.
4) Kelainan traktus genitourinarius.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.
Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak
tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER
(Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL
(Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb
abnormality) ( Oldham K, 2005).
2.3 Klasifikasi
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1
cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran
kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit
dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
2.5 Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2009), komplikasi pada atresia ani antara lain:
1) Asidosis hiperkloremik
2) Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
3) Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4) Komplikasi jangka panjang
a) Eversi mukosa anus
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet training
e) Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
f) Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
g) Fistula kambuhan
2.6 Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan
rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal.Terjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.Terjadi atresia anal karena tidak
ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan
fetal.Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas
pada uretra dan vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional.Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila
urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.
Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada
perempuan, 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler).Pada
laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan
merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis) (Faradilla,
2009).
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Preventif
Menurut Nurhayati (2009), penatalaksanaan preventif yaitu: (a) diberikan nasihat
pada ibu hamil bahwa selama hamil muda untuk berhati-hati atau menghindari obat-
obatan, makanan yang diawetkan dan alkohol karena dapat menyebabkan atresia ani; (b)
pemeriksaan lubang dubur/anus bayi pada saat lahir sangat penting dilakukan sebagai
diagnosis awal adanya atresia ani. Sebab jika sampai tiga hari diketahui bayi menderita ani
atresia ani, jiwa bayi dapat terancam karena feses yang tertimbun dapat mendesak paru-
paru bayi dan organ yang lain.
2. Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan tipe I dengan stenosis
yang ringan dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan tinja tidak membutuhkan
penanganan apapun.Sementara pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari
dengan karakter uretra, dilatasi Hegar, atau speculum hidung berukuran kecil.Selanjutnya
orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri di rumah dengan jari tangan.Dilatasi dikerjakan
beberapa kali seminggu selama kurang lebih 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan
fungsi defekasi mencapai keadaan normal.Konstipasi dapat dihindari dengan pengaturan
diet yang baik dan pemberian laktulose.Bentuk operasi yang diperlukan pada tipe II, baik
tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti pcrincum, kemudian dilanjutkan dengan dilatasi
pada anus slama 23 bulan.Tindakan ini paling baik dilakukan dengan dilator Hegar selama
bayi di rumah sakit dan kemudian orang tua penderita dapat memakai jari tangan di rumah
sampai tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. Pada tipe III, apabila jarak antara ujung
rektum uang buntu ke lekukan anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan rekonstruktif dapat
dilakukan melalui anoproktoplasti pada masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III biasanya
perlu dilakukan pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan. Kolostomi bermanfaat untuk:
a. Mengatasi obstruksi usus, memungkinkan pembedahan rekonstruktif dapat dikerjakan
dengan lapangan operasi yang bersih.
b. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap
dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan
bawaan yang lain, kolostomi dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon
sigmoideum. Beberapa metode pembedahan rekonstruktif yang dapat dilakukan adalah
operasi abdominoperineum terpadu pada usia 1 tahun, anorektoplasti sagital posterior
pada usia 8-12 bulan, dan pendekatan sakrum menurut metode Stephen setelah bayi
berumur 6-9 bulan. Dilatasi anus baru bisa dilakukan 10 hari setelah operasi dan
selanjutnya dapat dilakukan oleh orang tua di rumah, mula-mula dengan jari kelingking
kemudian dengan jari telunjuk selama 23 bulan setelah pembedahan definitif.
Sedangkan pada penanganan tipe IV dilakukan dengan kolostomi, untuk kemudian
dilanjutkan dengan operasi abdominal pull-through seperti kasus pada megakolon
congenital.
Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi pada pasca
operasi.Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
1. Pengkajian
2) Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah
mengalami trauma saat sakit.
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
4) CT Scan
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.
3. Intervensi Keperawatan
N TG SDKI SLKI SIKI
O L
1 Inkontinensia fekal b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
kehilangan fungsi keperawatan Inkontinensia 1. Monitor peristaltic usus secara
Pengendalian sfingter fekal Membaik dengan teratur
rectum kriteria hasil: Terapeutik
Di tandai dengan: - Pengontrolan 1. Anjurkan waktu yang
Tanda dan Gejala mayor pengeluaran feses konsisten untuk buang air
Subjektif: meningkat besar
1. Tidak mampu - Defekasi Membaik 2. Berikan pivasi,kenyamanan
mengontrol - Frekuensi buang air dan posisi yang
pengeluaran feses besar Membaik meningkatkan proses
2. Tidak mampu - Kondisi kulit defekasi
menunda defekasi perianal Membaik. 3. Gunakan enema rendah,jika
Objektif: perlu
1. Feses keluar sedikit- 4. Anjurkan dilatasi rektal
sedikit dan sering digital,jika perlu
Tanda dan Gejala minor: Ubah program latihan eliminasi
Subjektif: fekal,jika perlu.
Objektif: Edukasi:
2. Bau feses 1. Anjurkan mengkonsumsi
3. Kulit perianal makanan tertentu,sesuai
kemerahan. program atau hasil konsultasi
2. Anjurkan asupan cairan yang
adekuat sesuai kebutuhan
Anjurkan olah raga sesuai toleransi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi penggunaan
supositoria,jika perlu.
2. Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan tindakan Observasi
b.d. iritasi kandung kemih keperawatan Gangguan 1. Identifikasi kebiasaan BAB/BAK
Di tandai dengan: eliminasi urine dengan sesuai usia
Tanda dan Gejala mayor kriteria hasil : 2. Monitor integritas kulit pasien
Subjektif: - Sensasi berkemih
1. Desakan Meningkat Terapeutik
berkemih(urgensi) - Desakan berkemih 1. Buka pakian yang diperlukan
2. Urine menetes Menurun untuk memudahkan eliminasi
(dribbling) - Distensi kandung 2. dukung penggunaan toilet
3. Sering buang air kemih Menurun /pispot/urinal secara konsisten
kecil - Berkemih tidak 3. jaga privasi selama elimasi
4. Nokturia tuntas Menurun 4. Ganti pakaian pasien setelah
5. Mengompol - Volume residu urine eliminasi,jika perlu
6. Enuresis Menurun 5. Bersihkan alat bantu BAK/BAB
Objektif: - Urine menetes setelah di gunakan
1. Distensi kandung Menurun 6. Latihan BAK/BAB sesuai
kemih - Nokturia Menurun jadwal,jika perlu
2.Berkemih tidak - Mengompol 7. Sediakan alat bantu(mis:kateter
tuntas Menurun eksternal,urinal),jika perlu
3. Volume residu - Enuresis Menurun Edukasi
urine meningkat. - Disuria menurun 1. Anjurkan BAK/BAB secara rutin
- Anuria Menurun 2. Anjurkan kekamar
- Frekuensi BAK mandi/toilet,jika perlu.
Membaik
- Karaktristik urine
Membaik.
3. Nyeri akut b.d trauma Setelah dilakukan tindakan Observasi
jaringan(post oprasi) keperawatan Nyeri akut 1. Identifikasi
Ditandai dengan: Menurun dengan kriteria lokasi,karaktristik,durasi
Tanda dan Gejala mayor hasil : 2. Identifikasi sekala nyeri
Subjektif: - Kemampuan 3. Identifikasi skala nyeri non verbal
1. Mengeluh nyeri menuntaskan 4. Identifikasi factor yang
Objektif: aktifitas Meningkat memperberat dan memperingan
1. Tanpak meringis - Keluhan nyeri nyeri
2.Bersikap Menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
protektif(mis.waspada,posis - Meringis Menurun keyakinan tentang nyeri
i menghindari nyeri - Sikap protektif 6. Identifikasi budaya terhadap
3. Gelisah Menurun respon nyeri
4. Frekuensi nadi meningkat - Gelisah Menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri
5. Sulit tidur - Kesulitan tidur terhadap kualitas hidup
Tanda dan gejala minor Menurun 8. Monitor keberhasilan terapi
Subjektif: - Menarik diri komplementer yang sudah di berikan
Objektif: Menurun 9. Monitor efek samping
1. TD meningkat - Berfokus pada diri penggunaan analgetik
2. Pola nafas berubah sendiri Menurun Terapeutik
3. Nafsu makan berubah - Diaforesis Menurun 1. Berikan teknik nonfarmakologis
4. Proses berfikir terganggu - Prasaan untuk mengurangi rasa
5. Menarik diri defresi/tertekan nyeri(mis.kompres hangat
6. Berfokus pada diri sendiri Menurun dingin,terapi pijat,dll)
7. Diaforesis - Prasaan takut 2. Kontrol lingkungan yang
mengalami cedera memperberat rasa
berulang Menurun nyeri(mis.suhu,kebisingan)
- Anoreksia Menurun 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
- Perineum terasa 4. Pertimbangkan jenis dan sumber
tertekan Menurun nyeri dalam pemilihan strategi
- Uterus teraba meredekan nyeri
Membulat Menurun Edukasi
- Ketegangan otot 1. Jelaskan penyebab,periodedan
Menurun pemicu nyeri
- Pupil dilatasi 2. Jelaskan strategi meredekan nyeri
Menurun 3. Anjurkan memonitor nyeri secara
- Mual dan mutah mandiri
menurun 4. Anjurkan menggunakan analgetik
- Frekuensi nadi secara tepat
Membaik 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
- Pola nafas Membaik untuk menguerangi rasa nyeri
- TD Membaik Kolaborasi
- Proses berfikir 1. Kolaborasi pemberian
Membaik analgetik,jika perlu.
- Fokus Membaik
- Fungsi berkemih
Membaik
- Perilaku membaik
- Nafsu Makan
Membaik
- Pola tidur Membaik.
4. Resiko infeksi b.d trauma Setelah dilakukan tindakan Observasi
jaringan,perawatan tiadak keperawatan Resiko infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
ade kuat. Menurun dengan kriteria lokal dan sistemik
hasil : Terapeutik
- Kebersihan tangan 1. Batasi jumlah pengunjung
Meningkat 2. Berikan perawatan kulit pada area
- Kebersihan badan edema
Meningkat 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Nafsu makan kontak dengan pasien dan
Meningkat lingkungan pasien
- Demam menurun 4. Pertahankan teknik aseptic pada
- Kemerahan pasien beresiko tinggi
Menurun Edukasi
- Nyeri Menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Bengkak Menuerun 2. Ajarkan cara mencuci tangan
- Veskel Menurun yang benar
- Cairan berbau busuk 3. Ajarkan etika batukAjarkan cara
Menurun memeriksa kondisi luka /luka oprasi
- Sputumberwarna 4. Ajarkan meningkatkan nutrisi dan
hijau Menurun cairan
- Drainase purulent Kolaborasi
Menurun 1. Kolaborasi pemberian
- Piuria Menurun imunisasi,jika perlu.
- Periode malaise
Menurun
- Periode menggigil
Menurun
- Letargi Menurun
- Gangguan kognitif
Menurun
- Kadar sel darah
putih Membaik
- Kulur darah
Membaik
- Kultur urine
Membaik
- Kultur sputum Observasi
Membaik 1. Monitor karaktirtik
5. Gangguan integritas kulit - Kultur area luka luka(mis.drainase,warna,ukuran,bau)
b.d Pemasangan kolostomi Membaik 2. Monitor tanda-tanda infeksi
di tandai dengan: - Kultur feses Terapeutik
Tanda dan Gejala mayor Membaik. 1. Lepskan balutan dan plester
Subjektif: secara perlahan
Objektif: 2. Cukur rambut di sekitar daerah
1.Kerusakan luka,jika perlu
jaringan/lapisan kulit Setelah dilakukan tindakan 3. Bersihkan dengan cairan
Tanda dan Gejala minor keperawatan Gangguan NaCl/pembersish nontoksik,sesuai
Subjektif: integritas kulit Meningkat kebutuhan
Objektif: dengan kriteria hasil : 4. Bersihkan jaringan nekrotik
1. Nyeri - Elastisitas 5. Berikan salep yang sesuai
2. Perdarahan Meningkat kekulit/lesi,jika perlu
3. kemerahan - Hidrasi Meningkat 6. Pasang ablutan sesuai jenis luka
4. Hematoma - Perfusi Jarinagn 7. Pertahankan teknik steril saat
Meningkat melakukan perawatan luka
- Kerusakan Jaringan 8. Ganti balutan sesuai eksudat dan
Menurun drainase
- Kerusakan lapisan 9. Jadwalkan ganti posisi setiap 2
kulit Menurun jam/sesuai kondisi pasien
- Nyeri Menurun 10. Berikan diet dengan kalori 30-35
- Perdarahan Kkl/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
Menurun g/kgBB/hari
- Kemerahan 11. Berikan suplemen vitamin dan
Menurun mineral (mis,vit.A/C,zinc,asam
- Hematoma Menurun amino,dll) sesuai indikasi
- Pigmentasi 12. Berikan terapi TENS,jika perllu
abnormal Menurun Edukasi
- Jaringan parut 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Menurun 2. Anjurkan mengkonsumsi
- Nekrosis Menurun makanan tinggi kalori dan protein
- Abrasi korena 3. Ajarkan posedur perawatan luka
Menurun secara mandiri
- Suhu kulit Membaik Kolaborasi
- Sensasi Membaik 1. kolaborasi prosedur debridemen
- Tekstur membaik (mis. Mekanis,dll)
- Pertumbuhan 2. Kolaborasi pemebrian
rambut Membaik. antibiotic,jika perlu.
Tanda-tanda vital atau TTV adalah suatu nilai ukur atau pemeriksaan dari fungsi vital tubuh yang
paling mendasar karena merupakan indikator kehidupan.Dalam dunia medis, ada empat indikator
utama tanda vital tubuh, yaitu suhu tubuh, denyut nadi, laju pernapasan, dan tekanan darah.
Begitu seorang bayi dilahirkan, maka tenaga kesehatan, baik bidan ataupun dokter segera menilai
tanda-tanda vital yang nampak. Telah menjadi kesepakatan oleh para ahli dunia, bahwa nilai
TTV pada bayi baru lahir mengacu pada skor APGAR (APGAR score).APGAR adalah
singkatan dari Appearance (tampilan dari warna kulit), Pulse (denyut jantung), Grimace (reflek
gerak tubuh terhadap rangsangan), Activity (tonus otot), dan Respiratory (usaha napas).APGAR
score pada bayi baru lahir harus segera didapatkan dalam 1-5 menit dari kelahiran. Nilai tertinggi
skor APGAR tertinggi adalah 10 (sehat) dan nilai terendahnya adalah 0.TTV normal bayi baru
lahir mengacu pada nilai APGAR score untuk memastikan apakah kondisi bayi baik-baik saja
atau membutuhkan pertolongan medis lanjutan atau resusitasi.
Setelah dilakukan pemeriksaan, nilai tanda-tanda vital bayi baru lahir dengan menggunakan tabel
di bawah ini sebagai nilai acuan perhitungan. Nilai012Appearance (warna kulit)Biru,
pucatBadan merah, ekstremitas biruSemuanya merah mudaPulse (denyut jantung)Tidak teraba<
100>100Grimace (refleks terhadap rangsangan)Tidak adaLambatMenangis kuatActivity (tonus
otot)Lemas / lumpuhGerakan sedikit / Fleksi tungkaiAktif fleksi tungkai baik / reaksi
melawanRespiratory (usaha napas)Tidak adaLambat, tidak teraturBaik, menangis
kuatKeterangan hasil:Nilai APGAR antara 7-10 menandakan kondisi bayi baikNilai APGAR
antara 4-6 menandakan bahwa bayi mengalami asfiksia sedang, memerlukan intervensi.Nilai
APGAR antara 0-3 menandakan bahwa bayi mengalami asfiksia berat, memerlukan resusitasi
segera.Dari data di atas, maka diketahui bahwa TTV normal pada bayi baru lahir adalah:Kulit
berwarna merah atau merah muda (A)Denyut jantung > 100 denyut per menit (P)Bayi menangis
setelah lahir (G)Ada gerakan dan otot mengencang (A)Bernafas atau ada usaha napas (R)Setelah
ditentukan dipastikan bahwa kondisi bayi baik, maka selanjutnya tetap dilakukan penilaian TTV
bayi secara berkala, namun tidak menggunakan skor APGAR lagi sebagai acuan
normalnya.Tanda-tanda Vital yang diperiksa selanjutnya yaitu tekanan darah, denyut nadi, laju
pernapasan, dan suhu tubuh.
Tubuh kita memiliki jantung dan pembuluh darah untuk mengedarkan oksigen dan nutrisi
penting ke setiap sel dalam tubuh. Kebutuhan ini akan terpenuhi dengan baik apabila tekanan
darah yang dihasilkan oleh pompa jantung dan tahanan pembuluh darah masih dalam rentang
normal.
Selain tekanan atau kekuatan pompa jantung, frekuensi denyut jantung juga penting karena
menjadi indikator kesehatan jantung itu sendiri.Denyut jantung disebut juga dengan denyut nadi.
Begitu banyak reaksi kimia dan biologis pada tubuh manusia, reaksi ini akan berjalan baik, pada
suhu optimal. Oleh sebab itu, tubuh yang sehat akan mempertahankan suhu normal meskipun
pada kondisi lingkungan apa pun.Suhu tubuh manusia berdasarkan kelompok usia. Kelompok
UsiaSuhu:
Dewasa36.1 ° C – 37.2 ° C.
A. Persiapan alat
Handuk dan waslap bersih, sabun bayi dan sampo, cotton bud atau
kapas bersih, kapas untuk membersihkan daerah perineal, waskom
2 buah atau bath up, bengkok, air hangat, popok dan pakaian
bersih, keranjang/plastic pakaian kotor.
B. Tahap pre interaksi
Cek catatan perawatan dan catatan medis klien
Cuci tangan
Siapkan/dekatkan alat-alat
C. Tahap orientasi
Berikan salam, panggil klien/keluarga dengan namanya
Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada keluarga
D. Tahap kerja
Berikan kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya sebelum
kegiatan dimulai
Menanyakan keluhan dan kaji gejala spesifik yang ada pada klien
Memulai tindakan dengan cara yang baik
Berikan privasi pada klien
Pastikan bayi dalam posisi nyaman dalam pegangan atau terbaring
dalam incubator
Periksa kembali temperatur air dengan suhu (37-38 derajat) hangat-
hangat kuku, air dalam waskom hanya digunakan untuk membasuh
(sponge bathing) dan membersihkan rambut
Usap mata dari kantus dalam ke luar. Gunakan air bersih dan
bagian yang berbeda untuk tiap mata.
Bersihkan wajah dengan lembut. Gunakan air biasa tanpa
menggunakan sabun
Pegang bayi dengan aman, gunakan foot ball hold, basahi rambut
dengan air secara lembut
Usapkan sampo bayi dengan menggunakan waslap, bilas rambut
dan keringkan kulit kepala dengan cepat
Bersihkan telinga dengan gerakan memutar dan gunakan bagian
yang berbeda untuk tiap-tiap telinga.
Setelah melepas selimut mandi atau pakaian bayi, bersihkan leher,
dada, lengan dan punggung dengan cara yang sama.
Bersihkan tubuh dengan sabun dan air, bilas dengan hati-hati dan
keringkan bagian tubuh yang dibersihkan sebelum berpindah ke
bagian lain
Membersihkan bagian genetalia
Akhiri kegiatan
Cuci tangan
F. Dokumentasi
Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
3. SOP MENGGANTI POPOK BAYI
4. SOP PEMBERIAN IMUNISASI HB0
Pengertian
Suatu tindakan pemberian kekebalan kepada tubuh bayi terhadap penyakit Hepatitis
dengan Uniject secara intramuscular pada bayi usia 0-7 hari
Tujuan
1. Agar anak mempunyai daya tahan terhadap penyakit hepatitis
Kebijakan
Bidan dan tenaga kesehatan lainya dapat melakukan sesuai dengan standar prosedur kerja
yang berlaku
Proses
A. Persiapan alat
1. Baki beralas
2. Bak spuit steril
3. Vaksin HB0 dalam uniject
4. Kom berisi kapas alcohol
5. Bengkok
6. Buku KIA
B. Persiapan
1. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa bayinya akan diberikan vaksin Hepatitis B
dengan cara di suntik
2. Posisikan bayi terlentang
C. Pelaksanaan
1. Keluarkan vaksin HB0 dari kemasan
2. Dorong dan tekan dengan cepat penutup jarum ke dalam port. Jarak antara penutup
jarum dengan port akan hilang dan terasa ada klik
3. Oleskan kapas alcohol di 1/3 paha luar bayi sebelah kanan
4. Pegang paha bayi sebelah kanan dengan ibu jari dan jari telunjuk
5. Keluarkan penutup jarum
6. Pegang vaksin HB0 dan suntikan jarum dengan sudut 90 0 di 1/3 paha luar bayi
sebelah kanan
7. Tekan reservoir (gelembung vaksin) untuk memsukkan vaksin, setelah reservoir
kempes cabut uniject dari paha bayi dengan cepat.
8. Tekan paha bayi dengan kapas alcohol
9. Dokumentasikan pada buku KIA
FOTOTERAPI
PENGERTIAN
Suatu tindakan keperawatan dan pengobatan yang diberikan kepada bayi dengan
menggunakan sinar biru / lampu foto terapi
TUJUAN
PERSIAPAN ALAT
1 TAHAP PRAINTERAKSI
2. Mencuci tangan
2 TAHAP ORIENTASI
3 TAHAP KERJA
1. Bayi disiapkan dengan memberikan minum ASI atau PASI terlebih dahulu /
ditetekkan
2. Tes alat bisa dipakai atau tidak
4 TAHAP TERMINASI
2. Mencuci tangan
TUJUAN:
1. Pertumbuhan bayi lebih cepat dari pada bayi yang tidak dipijat
2. Merangsang bayi untuk minum ASI lebih banyak dari pada bayi yang tidak dilakukan
pemijatan
PERSIAPAN:
2. Minyak pelicin
PROSEDUR:
4. PIJAT KAKI
· Gerakan menarik pada kaki bayi dimulai dari bagian paha ke bagian jari
· Gerakan memeras dan memutar pada paha bayi dari bagian paha ke bagian jari
· Pijat dengan ibu jari telapak kaki bayi dari arah tumit ke bagian jari
· Gerakan menggulung paha dan betis bayi dengan menggunakan kedua telapak tangan
· Gerakan mengusap bagian paha kearah jari kaki dengan menggunakan telapak tangan
5. PERUT
· Gerakan mengayuh perut bayi dengan menggunakan telapak tangan melintang secara
bergantian
· Pijat bagian perut dengan ibu jari kearah samping kanan kiri
Gerakan telapak tangan melingkar diawali tangan kanan dari daerah apendiks memutar
ke kiri disusul gerakan tangan kiri
· Gerakan “I”
Gerakan tangan kanan dari bagian atas perut ke bagian bawah membentuk huruf “I”
· Gerakan “L”
Gerakan tangan kanan dari perut bagian kanan atas ke bagian kiri kemudian kebawah
membentuk huruf “L”
· Gerakan “U”
Gerakan tangan kanan dari perut bagian kanan bawah ke atas, ke bagian kiri kemudian
kebawah membentuk huruf “U”
· Gerakan jari-jari tangan berjalan diatas perut dari atas bagian apendiks keatas, kekiri,
kebawah untuk mengeluarkan gelembung-gelembung gas pada perut bayi
6.DADA
· Gerakan jantung besar
· Letakkan tangan pemijat diatas dada bayi, gerakkan ke atas, ke samping, ke bawah
membentuk jantung
· Gerakan KUPU-KUPU
Tangan kanan diatas dada sebelah kiri bergerak menyilang pada dada, ulangi dengan
tangan kiri melakukan gerakan yang sama dimulai dari dada kanan
7.KETIAK
· Gerakan memerah tangan bayi dengan satu tangan dari lengan atas ke arah lengan
bawah, tangan bayi diangkat oleh tangan yang lain
· Gerakan memeras dan memutar tangan bayi dari lengan atas ke arah lengan bawah,
tangan bayi diangkat oleh tangan yang lain
· Gerakan memerah tangan bayi dari lengan atas ke arah lengan bawah, tangan bayi
diangkat oleh tangan yang lain
· Gerakan menggulung tangan bayi dari lengan atas ke arah lengan bawah dengan ke
dua telapak tangan
8.DAHI
· Tekan dan pijat memutar bagian pelipis bayi ke arah bawah melewati pipi akhiri pada
bagian dagu
· Gerakan menyetrika
· Menyetrika alis
Urut bagian alis bayi dengan menggunakan ke dua ibu jari ke arah samping
· Urut mulut bagian atas dengan menggunakan ke dua ibu jari dari tengah ke samping
· Lakukan pada bagian belakang telinga urut ke arah muka melewati bawah telinga
9.BAGIAN PUNGGUNG
· Urut bagian punggung bayi dengan kedua telapak tangan membentuk gerakan maju
mundur
· Ulangi gerakan dengan mengangkat kaki dan pijatan sampai ke bagian kaki
· Gerakan seperti menggaruk dengan jari pemijat terbuka pada punggung bayi
10. RELAKSASI
4.2 Saran
Atresia ani merupakan kelainan bawaan yang diderita oleh bayi.Biasanya terjadi ketika
organgenesis pada trisemester I. Sebagai perawat, kita harus senantiasa untuk memingatkan
kepada ibu untuk selalu berpola hidup sehat, menjaga pola makan, dan memeriksakan
masalah kehamilan kepada ahli kesehatan.Dan ketika bayi lahir dalam keadaan atresia ani,
maka perawat harus dapat melakukan asuhan keparatan sebagaimana mestinya agar dapat
mengatasi masalah yang timbul.
DAFTAR PUSTAKA