Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

ATRESIA ANI

Disusun Oleh :

Devega Chlarci Lilihata

Viona Marthalisa Nussy

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat limpahan rahmat, karunia-Nya dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “
Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Hirsprung dan Atresia Ani”. Selain bertujuan untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Anak II. Makalah ini juga disusun
dengan maksud agar teman-teman mahasiswa dapat memperluas ilmu dan pengetahuan
tentang Hirsprung dan Atresia Ani.
Pembahasan makalah ini dilakukan secara lugas dan sederhana sehingga akan mudah
dipahami, dalam pembuatannya kami mendapatkan informasi dari berbagai literature, yang
berhubungan dan sesuai dengan apa yang sudah disarankan demi untuk memperoleh hasil
yang optimal walaupun masih banyak ada kekurangan.
Semoga makalah mengenai bermanfaat bagi semua pihak khususnya teman-teman
mahasiswa, Terimakasih. 

Jayapura, Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah atresia berasal dari bahasa yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada
dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia
adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal. Atresia
aniadalah malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar
(Walley, 1996). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik
pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber
lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi  dimana rektal terjadi gangguan
pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan perkembangan embrional
berupa tidaksempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian bawah, yaitu
gangguan pertumbuhan septum urorektal, dimana tidak terjadi  perforasi membran
yang memisahkan bagian entodermal dengan bagian ektodermal.
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui,  namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi,
dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Angka kejadian rata-rata
malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran ( Grosfeld J,
2006). Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan.
Oleh karena itu penting bagi seorang perawat memahami tentang Atresia
Ani ini, sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan dengan baik dan pasien
yang mengalami Atresia Ani ini bisa mendapatkan perawatan yang maksimal.

1
B.  Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Atresia Ani?
2.  Apakah etiologi pada Atresia Ani?
3. Apakah patofisiologi Atresia Ani?
4. Bagaimanakah pathway pada Atresia Ani?
5. Apa saja klasifikasi Atresia Ani?
6. Apakah manifestasi klinis yang terdapat pada Atresia Ani?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada Atresia Ani?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan pada Atresia Ani?
9. Apa saja asuhan keperawatan pada Atresia Ani
10. Bagaimanakah discharge planning pada atresia ani?

C. Tujuan
1. Dapat memahami definisi dari Atresia Ani
2. Dapat memahami etiologi pada Atresia Ani
3. Dapat memahami patofisiologi Atresia Ani
4. Dapat memahami pathway pada Atresia Ani
5. Dapat memahami klasifikasi yang ada pada Atresia Ani
6. Dapat memahami  manifestasi klinis pada Atresia Ani
7.  Dapat memahami pemeriksaan penunjang untuk Atresia Ani
8. Dapat memahami penatalaksanaan pada Atresia Ani
9.  Dapat memahami asuhan keperawatan pada Atresia Ani
10. Dapat memahami discharge planning pada Atresia Ani

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia
rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma
VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla,
2009).
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang
atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnormal(Suriadi,2001).
Atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu“a” artinya tidak ada, trepis
artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri
adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau
organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak
adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran
atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi
kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat
terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu
tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan
operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.

B. Etiologi
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organ ogenesis dalam kandungan.
3. Berkaitan dengan sindrom down.

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen
genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada
bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100
kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran.
Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani dengan pasien
dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa
mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani
atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2007).
C. Patofisologi

3
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
1. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan
anus dari tonjolan embrionik.
2.  Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
3.  Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu atau tiga bulan
4. Berkaitan dengan sindrom down
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak:
1. Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani
(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit
perineum >1 cm. letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke
saluran kencing atau saluran genital.
2.  Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.
3. Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak
antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
 Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum.
 Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus
urinarius.

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada


kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang.

Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan
organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan
merupakan letak tinggi, pada letak rendah fistula menuju ke uretra
(rektouretralis) (Faradilla, 2009).

4
D. Pathway

E. Klasifikasi
Atresia Ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe:
1. Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam
berbagai derajat.
2.  Terdapatnya suatu membran tipis yang menutupi anus karena
menetapnya membran anus.
3. Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung
yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang
seharusnya terbentuk lekukan anus.
4. Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu
yang terpisah,pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai
kantung buntu.
5.  Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum
yang normal dengan otot puborektalis yangmemiliki fungsi sangat
penting dalam proses defekasi,dikenal sebagaiklasifikasi melboume.

5
6.  Kelainan letak rendah Rektum telah menembus “lebator sling” sehingga
sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal
contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya anus oleh suatu membran
tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopikyang
selalu terletak dianterior lokasi anus yang normal).
7. Rektum berupa kelainan letak tengah Di daerah anus seharusnya
terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup
dalam. Namun,pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat
fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan
uretra pars bulbaris.
8.  Kelainan letak tinggi. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi
laki-laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi
perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus,
fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki
dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula
rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung
kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika
mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat
mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup
besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai
fistula.
9. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan
fusi.
10. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital.

Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani


dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.
 Pada laki – laki :
 Golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin,
atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada dan pada
invertogram: udara > 1 cm dari kulit.
 Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada
invertogram: udara < 1 cm dari kulit.
 Pada perempuan :
 Golongan I dibagi menjadi 6 kelainan yaitu kelainan kloaka,
fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak
ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit.
 Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu
kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan
pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit (Hamami A.H,
2004).
F. Manifestasi Klinis

6
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
meconium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rektal, adanya
membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001).
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48
jam.Bayi muntah- muntah pada usia 24 - 48 jam setelah lahir ini merupakan
salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapatberwarna
hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karenacairan
mekonium.
Gejala itu dapat berupa :
1. Perut kembung.
2. Muntah.
3.  Tidak bisa buang air besar.
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik
dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan (FK UII, 2009).
Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana
rektum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi
tidak dapat melaluinya. (Departement of Surgery University of Michigan,
2009).

G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
3. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi.
4. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
5. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
6. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.

H. Penatalaksanaan

7
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu
lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal
pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan
prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
yang dikutip oleh Faradillah memperkenalkan metode operasi dengan
pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan
mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel (Faradilla, 2009).
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus
ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum
dan ada tidaknya fistula (Faradilla, 2009)
Menurut Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada :
1. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi
atau TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan
definitif (PSARP).
2. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana
sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk
identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. (Faradilla,
2009).

BAB III

8
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Asuhan Keperawatan pada Pasien Atresia Ani


1. Pengkajian
a) Biodata klien
b) Riwayat keperawatan :
 Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang.
 Riwayat kesehatan masa lalu.
c) Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
d) Riwayat tumbuh kembang BB lahir abnormal.
 Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan
tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
 Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
 Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
e) Riwayat sosial
Hubungan sosial
f) Pemeriksaan fisik.
Hasilpemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah
anus tampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus
obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan
oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa
mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina.

J. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi anatomic, dysuria
2. Inkontinensia defekasi b.d abnormalitas sfingter rectal
3. Nyeri akut b.d trauma jaringan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan
5. Kerusakan integritas kulit b.d kolostomi
6. Resiko infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post op
7. Ansietas b.d pembedahan dan mempunyai anak yang tidak sempurna

K. Intervensi

9
No Diagnosa Tujuan Intervensi
.
1. Gangguan eliminasi urine b.d NOC NIC
obstruksi anatomic, dysuria  Urinary elimitation Urinary retention care
 Urinary contiunence  Lakuan penilaian kemih
Batasan karakteristik: Kriteria hasil: yang komprehensif
 Dysuria  Kandung kemih kosong berfokus pada
 Sering berkemih  Tidak ada resisidu urine inkontinensia
 Anyang-anyangan  Intake cairan dalam  Memantau penggunaan
 Inkontinensia rentang normal obat dengan sifat
 Nokturia  Bebas dari ISK antikolinergik atau
 Retensi  Tidak ada spasme bladder property alpha agonis
 Dorongan  Balance cairan seimbang  Memonitor efek dari
obat-obatan yang
deresepkan
 Merangsang reflex
kandung kemih dengan
menerapkan dingin untuk
perut
 Anjurkan keluarga untuk
merekan output urin

10
2. Inkontinensia defekasi b.d NOC NIC
abnormalitas sfingter rectal  Bowel continence Bowel incontinence care
 Bowel elimination  Perkiraan penyebab fisik
Batasan karakteristik: Kriteria hasil: dan psikologi dari
 Bau fekal  Bab teratur, mulai dari inkontinensia fekal
 Warna fekal ditempat tidur setiap hari sampai 3-5 hari  Jelaskan penyebab
 Warna fekal pada pakaian  Defekasi lunak, feses masalahdan rasional dari
 Ketidakmampuan menunda berbentuk tindakan
defekasi  Penurunan insiden  Jelaskan tujuan dari
 Ketidakmampuan untuk inkontinensia usus managemen bowel pada
mengenali dorongan  Perawatan diri toileting pasien/keluarga
defekasi  Perawatan diri ostonomi  Diskusikan prosedur dari
 Tidak perhatian terhadap  Status nutrisi makanan dan criteria hasilyang
dorongan defekasi minuman adekuat diharapkan bersama
 Kulit perianal kemerahan pasien
 Instruksikan keluarga
untuk mencatat keluaran
feses
 Cuci area perineal
dengan sabun dan air lalu
keringkanjaga kebersihan
baju lakukan program
latihan BAB

3. Nyeri akut b.d trauma jaringan Noc Nic


Pain level  Observasi reaksi
Batasan karakteristik: Pain control nonverbal dari
 Perubahan selera makan Comfort level ketidaknyamanan
 Perubahan tekanan darah  Control lingkungan yang
 Perubahan frekwensi Kriteria hasil : dapat mempengaruhi nyeri
pernapasan  Menyatakan rasa seperti suhu ruangan
 Laporan isyarat nyaman setelah pencahayaan dan
 Diaphoresis nyeri berkurang kebisingan
 Perubahan posisiuntuk  Mampu mengontrol  Kaji tipe sumber nyeri
menghindari nyerigangguan nyeri untuk menentukan
tidur intervensi
 Ajarkan kepada keluarga
tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Tingkatkan istirahat

11
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC NIC
dari kebutuhan tubuh b.d  Nutritional status Nutrition management
ketidakmampuan mencerna makanan  Nutritional status :  Kaji adanya alergi
Batasan karakteristik: food and fluid intake makanan
 Kram abdomen  Nutritional status :  Kolaborasi dengan ahli
 Nyeri abdomen nutrient intake gizi untuk menentukan
 Menghindari makanan  Weight control jumlah kalori dan nutrisi
 Diare Kriteria hasil : yang dibutuhkan pasien
 Kehilangan rambut berlebihan  Adanya peningkatan  Anjurkan pasien untuk
 Bising usus hiperaktif berat badan sesuai meningkatkan Fe
 Kurang makanan dengan tujuan  Anjurkan pasien untuk
 Kurang informasi  Berat badan ideal meningkatkan protein dan
 Kurang minat pada makanan sesuai dengan tinggi vtamin C
badan
 Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
 Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti

Kerusakan integritas kulit b.d NOC NIC :


kolostomi  Tissue integrity : Pressure management
Batasan karakteristik: skin and mucous  Anjurkan pasien untuk
 Kerusakan lapisan kulit membranes menggunakan pakaian
(dermis)  Hemodyalis akses yang longgar
 Gangguan permukaan kulit Kriteria hasil :  Jaga kebersihan kulit agar
(epidermis)  Integritas kulit yang tetap bersih dan kering
 Invasi struktur tubuh baik bisa  Mobilisasi pasien setiap
dipertahankan dua jam sekali
 Tidak ada luka/lesi  Monitor kulit akan adanya
pada kulit kemerahan
 Perfusi jaringan baik  Oleskan lotion atau
 Menunjukkan minyak/baby oil pada
pemahaman dalam daerah yang tertekan
proses perbaikan  Monitor status nutrisi
kulit dan mencegah pasien
terjadinya cedera  Memandikan pasien
berulang dengan sabun dan air
hangat
Kerusakan integritas kulit b.d NOC NIC :
kolostomi  Tissue integrity : Pressure management

12
Batasan karakteristik: skin and mucous  Anjurkan pasien untuk
 Kerusakan lapisan kulit membranes menggunakan pakaian
(dermis)  Hemodyalis akses yang longgar
 Gangguan permukaan kulit Kriteria hasil :  Jaga kebersihan kulit agar
(epidermis)  Integritas kulit yang tetap bersih dan kering
 Invasi struktur tubuh baik bisa  Mobilisasi pasien setiap
dipertahankan dua jam sekali
 Tidak ada luka/lesi  Monitor kulit akan adanya
pada kulit kemerahan
 Perfusi jaringan baik  Oleskan lotion atau
 Menunjukkan minyak/baby oil pada
pemahaman dalam daerah yang tertekan
proses perbaikan  Monitor status nutrisi
kulit dan mencegah pasien
terjadinya cedera  Memandikan pasien
berulang dengan sabun dan air
hangat
Resiko infeksi b.d perawatan tidak NOC NIC
adekuat, trauma jaringan post op  Immune status Kontrol infeksi
 Knowledge :  Bersihkan lingkungan
infection control setelah dipakai pasien lain
 Risk control  Pertahankan teknik isolasi
kriteria hasil  Batasi pengunjung bila
 Klien bebas dari perlu
tanda dan gejala  Instruksikan pada
infeksi pengunjung untuk
 Mendeskripsikan mencuci tangan saat
proses penularan berkunjung
penyakit, faktor  Gunakan sabun
yang mempengaruhi antimikroba untuk cuci
penularan serta tangan
penatalaksanaannya  Cuci tangan setiap
 Menunjukkan sebelum dan sesudah
kemampuan untuk tindakan keperawatan
mencegah timbulnya
infeksi
 Menunjukkan
perilaku hidup sehat
 Jumlah leukosit
dalam batas normal

L. Discharge planning

13
1. Berikan pujian saat melakukan perawatan dan jawab pertanyaan
secara jujur apa yang dibutuhkan keluarga
2. Ajarkan tanda dan gejala tanda infeksi (demam, kemerahan didaerah
luka, terasa panas)
3. Ajarkan bagaimana mengenai pengamanan pada bayi dan melakukan
dilatasi anal
4. Berikan instruksi secara tertulis dan verbal tentang alat-alat yang
dibutuhkan untuk perawatan dirumah
5. Tekankan tetap mengadakan stimulasi pada bayi untuk mensupport
tumbuh kembang.

BAB IV

14
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Atresia ani atau anus imperforata  adalah suatu kelainan kongenital
tanpaanus atau tertutupnya lubang anus secara abnormal dengan
beberapa penyebab diantaranya adalah putusnya saluran pencernaan
di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang   dubur,
gangguan organ ogenesis dalam kandungan dan berkaitan dengan
sindrom down.

B. SARAN
Apabilaada kritik serta saran untuk penulisan makalah ini yang
bersifat membangun sangatlah kami harapkan agar penulisan makalah
menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

15
Faradilla dkk, 2009. Anastesi Pada Tindakan Posterosagital

Anorektoplasti Pada Kasus Malformasi Anorektal

Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphaned Journal Of

Rare Diseases 2007, 2:33

Waller A, Caroline NL 1996. Handbook of palliative care in cancer.

Oxford: Butterworth/Heinemann. xxxi + 485pp. £25.00 (PB). ISBN 0

7506 9744

16

Anda mungkin juga menyukai