Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK TENTANG

ATRESIA ANI
Dosen Pengampu: Siti Rochana, Ns., M.Kep

Disusun Oleh:

1. Musrifah Nurul Aini 22030038


2. Novenda Dwi Rahmadani 22030072
3. Sinta Nur Fauziyah 22030077
4. Tri Mulyani 22030055
5. Wanda Dwi Agustin 22030065

PRODI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ATRESIA ANI”. Diharapkan
makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami
sampaikan rasa terimakasih kepada Dosen Pengampu Ibu Siti Rochana, Ns.,M.Kep.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Cilacap, 8 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia ani atau banyak dikenal sebagai malformasi anorectal merupakan kelainan
kongenital dimana anus tidak terbentuk secara sempurna sebagaimana anatomi tubuh
pada umumnya. Pada umumnya keadaan atresia ani atau malformsi anorectal sendiri
cenderung dijumpai pada bayi yang baru dilahirkan dengan perlunya tindakan bedah anak
dengan tepat (Lokananta, 2017).
Kelahiran bayi dengan kelainan kongenital merupakan salah satu hal yang perlu
diwaspadai karena memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang cukup tinggi. Menurut
WHO lebih dari 8 juta bayi di seluruh dunia setiap tahunnya lahir dengan kelainan
bawaan. Di Amerika Serikat hampir 120.000 bayi lahir dengan kelainan bawaan setiap
tahun. Kelainan bawaan merupakan salah satu penyebab utama dari kematian bayi. Data
WHO menyebutkan bahwa dari 2,68 juta kematian bayi, 11,3% disebabkan oleh kelainan
bawaan (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Menurut data Global Report on Birth Defects
bervariasi dalam data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di wilayah Asia
Tenggara Indonesia dari 1000 kelahiran terdapat 59,3% bayi dengan kelainan bawaan.
Angka kematian MAR bervariasi 16% sampai 29,4% dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan sejak 1995-2014. Kematian neonatus MAR akibat terlambat diagnosis atau
terlambat mendapatkan tindakan operasi kolostomi masih sering terjadi, terutama di
negara berkembang. Berdasarkan data pada presentase jenis kelainan bawaan pada survei
sentinel kelainan bawaan yang terjadi pada bulan September 2014 – bulan Maret 2018
didapatkan prosentase kelahiran dengan kelainan bawaan atresia ani sebanyak 9,7%
(Kementerian Kesehatan RI, 2018). Angka kejadian atresia ani diruang perinatologi
RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang dari rentang April 2021 sampai dengan
April 2022 tahun berkisar 2 Pasien.
Akibat dari terjadinya atresia ani bila tidak ditangani dengan baik maka dapat
memunculkan bermacam komplikasi semacam terbentuknya obstruksi usus, konstipasi,
ketidakseimbangan cairan serta elektrolit, enterokolitis, struktur anal, serta inkontinensial
(Nurarif, Amin Huda, Kusuma, 2016). Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya permasalahan eliminasi fekal, permasalahan eliminasi fekal itu sendiri
beragam ialah semacam konstipasi, impaksi fekal (fekal impation), diare, inkontinensia
fekal, kembung serta hemoroid. Penyakit yang sangat kerap menimbulkan obstuksi usus
pada balita, penyakit ini sangat kerap dikarakteristikan dengan konstipasi pada balita baru
lahir (Kyle Terri Dan Carman Susan, 2014).
Dengan adanya potensi kelahiran dengan atresia ani atau malformsi anorectal
memerlukan penanganan dengan segera. Pada penanganan kelaianan kongenital atresia
ani akan sesegera mungkin dilakukan prosedur pembedahan invasive untuk
meminimalisir komplikasi penyakit yang sudah ada (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Upaya awal dalam menangani kelainan kongenital atresia ani / marformasi anorectal
adala upaya prosedur pembedaan dengan pembuatan kolostotomi dimana pembuatan
saluran pembuangan di abdomen. Kolostomi yang dibuat pada kolon desenden atau
sigmoid lebih mengntungkan karena proses pembersihan kolon akan menjadi lebih
mudah (Marc A. Levitt, 2010).
Lubang kolostomi yang muncul di permukaan abdomen berupa mukosa
kemerahan yang disebut stoma. Pada minggu pertama post operasi kolostomi terjadi
pembengkakan schingga stoma tampak membesar. Pasien dengan pemasangan kolostomi
sangat beresiko mengalami infcksi karena letaknya bersebelahan dengan lubang stoma
yang kemungkinan banyak mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka.
Kantong/bag harus segera diganti dengan kantong yang baru jika telah terisi feses atau
jika kantong bocor dan feses cair mengotori abdomen. Kulit di sekitar stoma harus
dipertahankan tetap kering, penting untuk menghindari terjadinya iritasi atau infcksi dan
untuk kenyamanan pasien (Mikala et al., 2021).
Komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi kolostomi adalah struktur atau sering
terjadi prolaps kolostomi. Prolaps dapat berlanjut menjadi kondisi yang berat (Hapsari et
al., 2022). Selain itu, komplikasi lain yang dapat tterjadi adalah kerusakan integritas kulit
yang tandai dengan tampak nyeri, keruskan lapisan kulit, perdarahan, kemerahan dan
hematoma (SDKI, 2017).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan atresia ani?
2. Apa saja etiologi dari atresia ani?
3. Apa saja manisfestasi klinis pada atresia ani?
4. Apa saja komplikasi atresia ani?
5. Bagaimana patofisiologi dari atresia ani?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada atresia ani?
C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Mengetahui yang dimaksud dengan atresia ani.


2. Mengetahui etiologi dari atresia ani.
3. Mengetahui manisfestasi klinis pada atresia ani.
4. Mengetahui komplikasi atresia ani.
5. Memahami patofisiologi dari atresia ani.
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada atresia ani.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori
1. Definisi Atresia Ani
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rektum. (Purwanto, 2010)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik
pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suriadi, 2010)
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai
anus imperforate meliputi anus, rektum, atau keduanya. (Betz, 2012)
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (konginetal), tidak
adanya lubang atau saluran anus. (Donna L. Wong, 2013).
Atresia Ani merupakan satu dari berbagai kelainan kongenital
yang terjadi pada anak. Atresia ani merupakan suatu keadaan lubang
anus tidak memiliki lubang. Atresia berasal dari bahasa Yunani, yaitu
berarti tidak ada, dan trepsis yang artinya nutrisi atau makanan. (Endris,
2017).
Atresia Ani dalam dunia kedokteran disebut juga sebagai anus
imperforate, malformasi anorektal atau kelainan ektopik anal. Atresia
Ani merupakan kelainan kongenital yang meliputi anus, rektum, atau
batas di antara keduanya. Atresia Ani merupakan tidak terjadinya
perforasi membrane yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum (Endris, 2021)
Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan
bawaan (kongenital) dimana terjadi pembentukan lubang anus yang
tidak sempurna (abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit
cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rektum yang terjadi pada masa kehamilan.
2. Etiologi
Menurut (Noordiati, 2019), atresia anidapat disebabkan karena:
1. Faktor genetik Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus
dari tonjolan embriogenik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
3. Berkaitan dengan sindrom down Beberapa pasien atresia ani
penyebabnya karena adanya hubungan antara atresia ani dengan
trisomi 21 (Down's syndrome).
4. Faktor lingkungan (seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi
alkohol selama masa kehamilan).
Menurut (Betz & Gowden, 2012) dalam buku saku
keperawatan pediatrik edisi 7 menyebutkan beberapa etiologi atresia ani
seperti:
a. Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna
dikarenakan adanya gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan
anus dari tonjolan embrionik.
b. Terputusnya saluran cerna bagian atas dengan dubur sehingga
menyebabkan bayi lahir tanpa lubang anus.
c. danya gangguan organogenesis saat masa kehamilan penyebab atresia
ani, biasanya kegagalan pertumbuhan bayi dalam kandungan saat
berumur 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kongenital, dimana sfingter internal yang mungkin tidak memadai
3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala klinis pada penderita atresia ani menurut
(Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu :
a) Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama setelah kelahiran.
b) Bayi tidak dapat dilakukan pengecekan suhu melalui rektal.
c) Pada umumnya mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus
yang salah letaknya.
d) danya distensi abdomen secara bertahap dan tanda - tanda obstruksi
usus (bila tidak terdapat fistula).
e) Pada umur 24-48 jam bayi mengalami muntah-muntah.
f) Ditemukannya membrane anal pada pemeriksaan rectal touch.
g) Distensi abdomen.
Menurut (Idayanti, 2022) manifestasi klinis atresia ani adalah:
a. Setelah kelahiran sekitar 24 sampai 48 jam, bayi bayi mengalami
muntahmuntah dan tidak ada defekasi meconium, selain itu anus
tampak merah
b. Tidak ditemukan lubang anus dengan ada/tidak adanya fistula.
c. Muntah setelah perut yang terasa kembung
d.Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat
(hiperperistaltik) pada akultasi.
e. Jika terdapat fistula rektovestibular dan meconium keluar dari fistula
tersebut, berarti terjadi atresia letak rendah.
f. Distensi pada abomen yang bertahap dan adanya tanda obstruksi pada
usus (bila tidak terdapat fistula)
g. Ditemukannya membrane anal pada pemeriksaan rectal touch
4. Patofisiologi
Kelainan malformasi anorektal terjadi karena kegagalan
pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang.Ujung ekor dimulai dari bagian belakang berkembang menjadi
kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal.
Timbulnya stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal. Atresia anal timbul karena tidak ada kelengkapan dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan
fetal. Kegagalan migrasi juga dapat terjadi karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak
membukanya usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan
fekaltidak dapat di keluarkan dan menyebabkan obstruksi. Obstruksi
tersebut menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat, adanya mual
dan muntah. Selain itu, hubungan abnormal antara rektum dan vagina
menyebabkan urin mengalir melalui fistel menuju rektum. Urin yang
mengalir tersebut akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia. Sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi (Rosen, 2019).
5. Pathways
6. Komplikasi
Ketelitian saat melakukan inspeksi perineal saat periode
neonatus 24 jam pertama kehidupan sangat penting sebagai kunci untuk
mendiagnosa banyak jenis dari malformasi anorektal. Walaupun pada
pasien dengan malformasi anorektal letak rendah diagnosis tidak dapat
langsung ditegakkan, namun pada saat anak sudah mulai bertumbuh
(later age). Akibat keterlambatan diagnosa malformasi anorektal (>24
jam) berarti akan mengundur penatalaksanaan yang mana bisa memicu
penambahan pembedahan dan komplikasi fungsional seperti: konstipasi
yang kronis didapati pada pasien dengan keterlambatan diagnosis atau
inkontinensia feses sampai dewasa tanpa menyadari penyebab yang
sesungguhnya dari keluhan. Gejala seperti susah mengeluarkan feses,
penambahan berat badan yang inadekuat, distensi abdomen, nyeri
perineal, dan infeksi saluran kemih. Keterlambatan dalam mendiagnosa
dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas (Statovci S,
Grajçevci S, 2015).
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Sunarti, 2022), Penatalaksaan terbagi menjadi medis dan non medis,
yaitu :
a. Penatalaksanaan Medis
1. Kolostomi 11 Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa
mengalami malformasi anorektal (atresia ani) tanpa fistula membutuhkan
satu atau beberapa kali operasi untuk memperbaikinya.
2. Posterior Sagittal Anorectoplasty (PSARP) Merupakan tindakan menarik
rektum ke posisi anus yang akan dibuat anus buatan. Jika terdapat fistula
atau penghubung yang abnormal antara kandung kemih atau vagina,
maka fistula harus ditutup. Tindakan ini dapat langsung dilakukan pada
neonatal atresia ani dengan gambaran letak rendah, tetapi perlu
dipertimbangkan juga kondisi klinis bayi.
3. Penutupan kolostomi
4. Dilatasi Anal (secara digital atau manual) Dilatasi anal dilakukan dua
kali sehari selama 30 detik setiap hari umumnya selama 1 –2 minggu
dengan menggunakan Hegar Dilator. Ukuran dilator harus diganti setiap
minggu ke ukuran yang lebih besar
b. Penatalaksanaan non medis
1. Toilet Training Toilet training dimulai pada usia 18 bulan sampai 3 tahun.
Menggunakan strategi yang sama dengan anak normal,misalnya
pemilihan tempat duduk berlubang untuk eliminasi dan atau penggunaan
toilet.
2. Diet Laksatif/Tinggi Serat antara lain dengan mengkonsumsi makanan
seperti ASI, buah-buahan, sayuran, jus apel dan apricot, buah kering,
makanan tinggi lemak, coklat.
8. Penatalaksanaan Keperawatan
Saat pasien terdiagnosis dengan atresia ani, tata laksana yang harus dilakukan
dengan memberikan cairan secara intravena, agar pasien tidak dehidrasi.
Pencegahan sepsis juga perlu dilakukan dengan pemberian antibiotik
berspektrum luas, dengan cefotaxime atau erythromycin.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan oleh seorang perawat untuk mendapatkan data
baik objektif maupun subjektif dari ibu adalah sebagai berikut.
a) Wawancara
1. Biodata bayi dan ibu, diantaranya: nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,
agama, alamat
2. Keluhan Utama : Nyeri, menangis dan rewel
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang : dapat ditemukan adanya penyumbatan
anus (pertumbuhan anus yang tidak normal), tidak adanya feses yang
keluar, adanya distensi abdomen, adanya kembung dan terjadi mun.tah
b) Riwayat Kesehatan Dahulu :
1) Riwayat Prental : Nutrisi yang ibu konsumsi masa kehamilan dan
kebiasaan atau perilaku ibu sewaktu hamil yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan janin
2) Riwayat Intranatal : Umur kehamilan, jenis pertolongan persalinan,
berat badan saat bayi lahir, keadaan bayi saat lahir dan tindakan
khusus saat melahirkan.
3) Riwayat posnatal : dapat dinilai dengan Skor APGAR (warna,
sianosis, pucat, ikterik), mukus yang berlebihan paralisis, demam,
kelainan congenital, kesulitan menghisap, dan kesulitan pemberian
makan atau ASI.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga : Mengkaji kemungkinan adanya anggota
keluarga yang mengalami gangguan seperti yang dialami klien.
1) Riwayat psikologis : Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
2) Riwayat tumbuh kembang BB lahir :
d) Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
e) Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
b) Pemeriksaan Fisik
1) Kepala: Kepala simetris, tidak terdapatluka/lesi, kulit kepala bersih,
tidak ada benjolan/tumor, tidak ada hematom.
2) Mata: Simetris, konjunctiva ananemis, tidak ada perdarahan
subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak gangguan penglihatan mata.
3) Hidung: Simetris, bersih, tidak ada luka, , tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada pus dan lender.
4) Mulut: Bibir simetris, tidak ada kelainan palatum
5) Telinga: Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago
berbentuk sempurna.
6) Leher: Tidak ada webbed neck
7) Thorak: Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, pernafasan
normal.
8) Jantung: Tidak gangguan irama jantung, frekuensi jantung teratur
9) Abdomen : simetris, tidak bermasa/tumor, tidak terdapat perdarahan
pada umbilicus, kadang kadang tampak terasa ileus obstruksi, pada
auskultasi terdengar hiperperistaltik 10) Genitalia : Pada bayi laki laki
dengan fistulan urinaria didapatkan meconium pada urin, dan pada
bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan meconium pada
vagina.
11) Anus : Tidak terdapat anus, anus tampak merah
12) Pemeriksaan kondisi kolostomi apakah ada tanda-tanda infeksi di
area pemasangan kolostomi.
13) Ektrimitas atas dan bawah : Bentuknya Simetris, tidak fraktur,
jumlah jari lengkap pada kedua tangan dan kaki dan pada kukunya
tampak agak pucat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin akan muncul pada penderita atresia
ani menurut (Nurarif & Kusuma, 2015)& (PPNI, 2017)
a. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan Krisis Situasional ditandai dengan
pasien tampak tegang, pasien tampak gelisah (SDKI/D.0080/180
Kategori : Psikologis
Subkategori : Integritas Ego
b. Intra Operasi
2) Resiko Aspirasi ditandai dengan Terpasang Endotracheal Tube
(SDKI/D.0006/28) 25
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
c. Post Operasi
3) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Efek agen
farmakologis (anastesi) (SDKI/D.0001/18)
Kategori : Fisiolois
Subkategori : Respirasi
4) Resiko Perdarahan ditandai dengan Tindakan Pembedahan
(SDKI/D.0012/42)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Sirkulasi

5) Resiko Perfusi Perifer Tidak Efektif ditandai dengan Trauma (D.0015)


Kategori : Fisiologis
Subkategori : Sirkulasi
6) Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Program pembatasan
gerak
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktivitas/Istirahat
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam 26 usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi 2013).
1) Ansietas berhubungan dengan Krisis Situasional ditandai dengan pasien
tampak tegang, pasien tampak gelisah (SDKI/D.0080/180)
a. Luaran (Tim Pokja SLKI PPNI, 2019 Luaran Utama : Tingkat Ansietas
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
Tingkat Ansietas Menurun, dengan kriteria hasil : Perilaku gelisah
Menurun. Perilaku tegang Menurun
b. Intervensi (Tim Pokja SIKI PPNI 2018) Intervensi utama : Reduksi
Ansietas
a) Monitor tanda-tanda ansietas
b) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkabn kepercayaan
c) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
c. Rasional :
a) Kenali penyebab kecemasan, pengakuan atas perasaan pasien
memvalidasi perasaan dan mengkomunikasikan penerimaan perasaan
tersebut.
b) Kesadaran akan lingkungan mendorong kenyamanan dan dapat
mengurangi kecemasan
c) Pertahanan tidak terancam pasien mungkin akan merasa aman
(NANDA,2017)
2) Resiko Aspirasi ditandai dengan Terpasang Endotracheal Tube
(SDKI/D.0006/28)
a. Luaran Utama : Tingkat Aspirasi Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Tingkat Aspirasi Menurun
dengan kriteria hasil : Tingkat Kesadaran Meningkat, Kemampuan
Menelan Meningkat, Gelisah Menurun
b. Intervensi Intervensi Utama : Manajemen Jalan Nafas Utama
a) Monitor status pernafasan
b) Pertahankan kepatenan jalan nafas
c) Lakukan penghisapan jalan nafas
d) Suction
c. Rasional :
a) Menurunkan resiko aspirasi atau obstruksi
b) Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan mencegah
terjadinya hipoksia
c) Menurunkan resiko aspirasi
d) Memudahkan dan meningkatkan aliran secret (NANDA, 2017)
3) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Efek agen
farmakologis (anastesi) (SDKI/D.0001/18)
a. Luaran Utama : Bersihan Jalan Nafas 28 Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 1x1 jam diharapkan Bersihan Jalan Nafas
Meningkat dengan kriteria hasil : Produksi sputum menurun
b. Intervensi Intervensi Utama : Manajemen Jalan Nafas
a) Monitor tanda-tanda vital
b) Monitor bunyi nafas
c) Suction
d) Monitor sputum
e) Berikan posisi miring kekiri
f) Pemberian alat bantu nafas simple mask
c. Rasional :
a) Pemantauan dyspnea, sianosis yan merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun
b) Pemantauan bunyi nafas sebagai gangguan pernafasan
c) Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan secret
d) Mengetahui keluaran yang dikeluarkan
e) Secara anatomi cairan berlebih dalam mulut akan keluar dengan
sendirinya
f) Pemberian oksigen untuk membantu pemenuhan oksigen
(NANDA,2017)
4)Resiko Perdarahan ditandai dengan Tindakan Pembedahan
(SDKI/D.0012/42)
a. Luaran Utama : Tingkat Perdarahan Setelah diberikan intervensi
selama 1x30 menit diharapkan Perdarahan Menurun dengan kriteria
hasil: Kognitif Meningkat b. Intervensi Intervensi Utama: Pencegahan
Perdarahan
a) Pertahankan bed-rest
b) Terpasang tampon pada area post op (anus)
c) Beri metode bedong pada ekstermitas bawah pasien
c. Rasional :
a) Mengurangi pergerakan aktivitas berlebih
b) Mengurangi perdarahan
c) Meminimalisir pergerakan aktif ekstermitas bagian bawah
5) Resiko Perfusi Perifer Tidak Efektif ditandai dengan Trauma (D.0015)
a. Luaran Utama : Perfusi Perifer Setelah diberikan tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam diharapkan Perfusi Perifer Meningkat dengan kriteria
hasil : Denyut nadi perifer Meningkat, Warna kulit pucat Menurun
b. Intervensi Intervensi Utama : Perawatan Sirkulasi
a) Periksa sirkulasi perifer (eksternitas bawah)
b) Hindari pemasangan infus dan pengambilan darah pada area tersebut
c) Berikan fleksibilitas dalam pembedongn
c. Rasional
a) Mengetaui pasokan suplai oksigen ke ekstermitas
b) Meminimalisir adanya phlebitis karena tekukan
c) Memaksimalkan oksigen pada organ terjaun dari jantung
6) Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Program pembatasan
gerak (D.0054)
a. Luaran : Mobilitas Fisik Setelah diberikan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan Mobilitas Fisik Meningkat dengan kriteria
hasil : Pergerakan ekstermitas Meningkat, Gerakan tidak terkondisi
Menurun, Kecemasan Menurun
b. Intervensi Intervensi Utama : Dukungan Ambulasi
a) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
b) Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan bantuan
c) Anjurkan melakukan ambulasi dini
4. Intervensi Berdasar Evidence Based Practice/Jurnal
a. Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi hubungan sebelum dan sesudah
sakit. eksretorik) berhubungan dengan tidak Perubahan pola biasa dalam
tanggungjawab lengkapnya pembentukan anus. atau perubahan kapasitas
fisik untuk Tujuan yang diharapkan yaitu terjadi peningkatan fungsi usus,
dengan kriteria hasil pasien akan menunjukkan konsistensi tinja lembek,
terbentuknya tinja, tidak ada nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan.
Intervensi:
1) Dilatasikan anal sesuai program.
2) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus
normal.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi gangguan integritas kulit,
dengan kriteria hasil penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi
kerusakan di daerah sekitar anoplasti. Intervensi :
1) Kaji area stoma.
2) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada
area stoma.
3) Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma.
4) Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar
sekitar 1/8 dari ukuran stoma.
5) Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil
tidak ada tanda-tanda infeksi, TTV normal, lekosit normal. Intervensi :
1) Pertahankan teknik septik dan aseptik secara ketat pada prosedur medis
atau perawatan.
2) Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
3) Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
4) Pantau dan batasi pengunjung, beri isolasi jika memungkinkan.
5) Beri antibiotik sesuai advis dokter.
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan
sekret berlebih.
Tujuan yang diharapkan adalah mempertahakan efektif jalan nafas,
mengeluarkan sekret tanpa bantuan dengan kriteria hasil bunyi nafas
bersih, menunjukkan perilaku perbaikan jalan nafas misalnya, batuk
efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi:
1) Kaji fungsi pernafasan, contoh: bunyi nafas, kecepatan, irama dan
kedalaman dan penggunaan otot tambahan.
2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak atau batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemaptoe.
3) Berikan posisi semi fowler dan bantu pasien untuk batuk efektif dan
latihan nafas dalam.
4) Bersihkan secret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan.
5) Pertahankan masukan cairan sesuai kebutuhan setiap harinya kecuali
kontra indikasi.
6) Kolaborasi pemberian mukolitik dan bronkodilator.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan yang diharapkan adalah kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi, dengan
kriteria hasil : menunjukkan peningkatan berat badan, nilai albumin
normal, bebas tanda malnutrisi. Intervensi:
1) Pantau masukan/pengeluaran makanan/cairan.
2) Kaji kesukaan makanan anak.
3) Beri makan sedikit tapi sering.
4) Pantau berat badan secara periodik.
5) Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk
anak untuk makan.
6) Beri perawatan mulut sebelum makan.
7) Berikan isirahat yang adekuat.
8) Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan
kalori sesuai program diit.
f. Kecemasan keluarga berhubungan dengan prosedur pembedahan dan
kondisi bayi. Tujuan yang diharapkan adalah memberi support emosional
pada keluarga, dengan kriteria hasil keluarga akan mengekspresikan
perasaan dan pemahaman terhadap kebutuhan intervensi perawatan dan
pengobatan. Intervensi:
1) Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
2) Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan perawatan di
rumah.
3) Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien.
4) Berikan pujian pada keluarga saat memberikan perawatan pada pasien.
5) Jelaskan kebutuhan terapi IV, NGT. pengukuran tanda-tanda vital dan
pengkajian.
g. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan.
Tujuan yang diharapkan adalah pasien akan melaporkan nyeri hilang atau
terkontrol, pasien akan tampak rileks, dengan kriteria hasil ekspresi wajah
pasien relaks, TTV normal. Intervensi:
1) Tanyakan pada pasien tentang nyeri.
2) Catat kemungkinan penyebab nyeri.
3) Anjurkan pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol nyeri.
4) Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi.
h. Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan
masukan diit. Tujuan yang diharapkan adalah pola eliminasi sesuai
kebutuhan, dengan kriteria hasil: BAB 1x/hari, feses lunak, tidak ada rasa
nyeri saat defekasi. Intervensi:
1) Auskultasi bising usus.
2) Observasi pola diit dan itake cairan
i. Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi.
Tujuan yang diharapkan adalah pasien mau menerima kondisi dirinya
sekarang, dengan kriteria hasil: pasien mengatakan menerima perubahan
ke dalam konsep diri tanpa harga diri rendah, menunjukkan penerimaan
dengan merawat stoma tersebut, menyatakan perasaannya tentang stoma.
Intervensi:
1) Kaji persepsi pasien tentang stoma.
2) Motivasi pasien untuk megungkapkan perasaannya.
3) Kaji ulang tentang alasan pembedahan.
4) Observasi perilaku pasien.
5) Berikan kesempatan pada pasien untuk merawat stomanya.
6) Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan hubungan
positif.
j. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kebutuhan perawatan dirumah
berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
Tujuan yang diharapkan adalah pasien dan keluarga memahami perawatan
di rumah, dengan kriteria hasil keluarga menunjukkan kemampuan untuk
memberikan perawatan untuk bayi di rumah. Intervensi:
1) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai
mereka dapat melakukan perawatan.
2) Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan
perawat.
3) Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan
melakukan dilatasi pada stoma secara tepat.
4) Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
5) Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
6) Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama, Tempat tgl lahir, umur , Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku
Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS,
Diagnosa Medis
2. Keluhan Utama
Distensi Abdomen
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama
kelahiran
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/ penyakit menurun
sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
6. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang
apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Nutrisi
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
c. Eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
d. Aktivitas
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri
karena masih bayi.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi 
Berpakaian 
Eliminasi 
Mobilitas ditempat tidur 
Makan 
Berpindah 
Ambulisasi 
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas
e. Tidur Dan Istirahat
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain.
f. Pola Kognitif Dan Persepsi
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi
dengan baik pada orang lain
g. Persepsi Diri Dan Konsep Diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola Peran Hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan
orang lain secara mandiri
i. Pola Seksualitas / Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
j. Pola Koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu
berespon terhadap adanya suatu masalah
k. Nilai Kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang
kepercayaan
7. PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak
ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan
oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa
mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit.
• Suhu axila :37º Celsius.
a. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak
ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada
chepal hematom
b. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan
subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak
episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
c. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
d. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak
macroglosus, tidak cheilochisis.
e. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago
berbentuk sempurna
f. Leher
Tidak ada webbed neck
g. Thorax
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak
funnel shest, pernafasan normal
h. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
i. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak
termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus
j. Genetalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis
tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
k. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar,
kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang
dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada
auskultasi terdengar peristaltic.
l. Ektermitas Atas Dan Bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan
maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat
m. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid.
n. Pemeriksaan Reflek
1) Suching +
2) Rooting +
3) Moro +
4) Grip +
5) Plantar +

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Dx Pre Operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
menurunnya intake, muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
2. Dx Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf
jaringan.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Dx pre operasi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Konstipasi Setelah dilakukan 1. Lakukan enema atau 1. Evaluasi bowel
b/d ganglion Tindakan keperawatan irigasi rectal sesuai meningkatkan
selama 1x 24 jam Klien order kenyaman pada
mampu: 2. Kaji bising usus dan anak
Mempertahankan pola abdomen setiap 4 2. Meyakinkan
eliminasi BAB dengan jam berfungsinya usus
teratur 3. Ukur lingkar 3. Pengukuran
KH : Penurunan abdomen lingkar abdomen
Distensi abdomen, membantu
Meningkatnya mendeteksi
kenyamanan terjadinya
distensi
2 Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor intake – 1. Dapat
kekurangan tindakan output cairan mengidentifikasi
volume keperawatan 2. Lakukan status cairan klien
cairan b/d selama 1x 24 jam pemasangan infus 2. Mencegah
menurunnya Klien dapat dan berikan cairan dehidrasi
intake, mempertahankan IV 3. Mengetahui
muntah keseimbangan cairan 3. Observasi TTV kehilangan cairan
KH: Output urin 4.Monitor status melalui suhu tubuh
1-2 ml/kg/jam, capill Hidrasi yang tinggi
ary refill 3-5 (kelembaban 4. Mengetahui tanda-
detik, trgor kulit membran mukosa, tanda dehidrasi
baik, membrane nadi adekuat,
mukosa lembab takanan darah
ortostatik)
3 Cemas Setelah dilakukan 1. Jelaskan dg 1. Agar orang tua
orang tua tindakan istilah yg mengerti kondisi
b/d kurang keperawatan dimengerti tentang klien
pengetahuan selama 1x 24 jam anatomi dan 2. Pengetahuan
tentang Kecemasan orang fisiologi saluran Tersebut
penyakit dan tua dapat pencernaan normal. diharapkan
prosedur berkurang 2. Gunakan alat, dapat membantu
perawatan KH: Klien tidak lemas media dan gambar menurunkan
Beri jadwal studi kecemasan
diagnosa pada 3. Membantu
orang tua Mengurangi
3. Beri informasi kecemasan klien
pada orang tua
tentang operasi
kolostomi

2. Dx Post Operasi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan 1. Mencegah
integritas Tindakan keperawatan pada tempat tidur perlukaan pada
kulit b/d selama 2. Jaga kebersihan kulit
kolostomi 1 x 24 jam diharapkan kulit agar tetap 2. Menjaga ketahanan
integritas kulit dapat bersih dan kering kulit
dikontrol. 3. Monitor kulit akan 3. Mengetahui
KH : - temperatur adanya kemerahan adanya tanda
jaringan dalam 4. Oleskan kerusakan
batas normal,sensasi lotion/baby oil jaringan kulit
dalam batas normal, pada daerah yang 4. Menjaga
elastisitas dalam batas tertekan Kelembaban kulit
normal, hidrasi dalam 5. Monitor status 5. Menjaga
bats normal, pigmentasi nutrisi klien keadekuatan
dalam batas normal, nutrisi guna
perfusi jaringan baik. penyembuhan
luka
2 Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan 1. mengetahui
infeksi b/d tindakan gejala infeksi tanda infeksi
prosedur keperawatan selama sistemik dan lokal lebih dini
pembedahan 1 x 24 jam 2. Batasi pengunjung 2. menghindari
diharapkan klien 3. Pertahankan kontaminasi
bebas dari tanda-tanda teknik cairan dari pengunjung
infeksi asepsis pada klien 3. mencegah
KH : bebas dari yang beresiko penyebab infeks
tanda dan gejala infeksi 4. Inspeksi kondisi 4. mengetahui
luka/insisi bedah kebersihan luka
5. Ajarkan keluarga dan tanda
klien tentang infeksi
tanda dan gejala 5. Gejala infeksi
infeksi dapat di deteksi
6. Laporkan lebih dini
kecurigaan infeksi 6. Gejala infeksi
dapat segera
teratasi
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan
(kongenital) dimana terjadi pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna (abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum yang terjadi pada masa kehamilan.
Adapun diagnosa yang mungkin muncul :
1. Dx Pre Operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
menurunnya intake, muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
2. Dx Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf
jaringan.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Kartono, D. Penyakit Atresia Ani. Jakarta: Sagung Seto. 2004.


Suriadi, SKp. & Yulianti, Rita, SKp. Buku pegangan praktek klinik:
Asuhan keperawatan pada anak. Edisi 1. CV. Sagung Seto Jakarta.
2001.
Richardson C. Morphological parameters of intra-uterine growth
retardation in the newborn lamb. Vet Rec 1977. 1977.
Long Barbara C. Perawatan Medikal Bedah.
Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan keperawatan Pajajaran.
1996.
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisi ke-3. EGC. Jakarta. 2002.
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta. 1997.
Wong, Donna L. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri
Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa), edisi ke-4.
EGC. Jakarta. 2003.
Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta :
EGC
Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit . Jakarta :EGC
Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra :
EGC

Anda mungkin juga menyukai