Disusun Oleh:
Harvina Sindy G0A018011
Heldazya Farasanti Ardi G0A018012
Muhammad Aris Setiawan G0A018013
Yulia Krismonia G0A018014
Wafiq Nur Khasanah G0A018016
Dinda Septiadi Wardani G0A018017
Nurma Wati G0A018020
Fira Alfiana Nurul Hidayah G0A018021
Fi Akhsani Taqwim G0A018023
Kami menyadari makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN
B. Tujuan..........................................................................................................5
A. Kesimpulan..............................................................................................24
B. Saran.......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada anak
dengan
masalah kesehatan Atresia Ani
b. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan atresia ani.
b. Mengetahui etiologi dari atresia ani.
c. Mengetahui manifestasi klinis yang timbul pada atresia ani.
d. Mengetahui komplikasi yang timbul dari atresia ani.
e. Memahami patofisiologi dari atresia ani.
f. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada atresia ani.
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada atresia ani.
h. Mengetahui asuhan keperawatan anak dengan atresia ani
C . RUMUSAN MASALAH
A. PENGERTIAN
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
C. PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal
pada kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan
pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu
dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan
vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi.
D. KLASIFIKASI
E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih
tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita
sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air
besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah
rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula
rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang
rektoperineal. Gejala yang akan timbul:
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya
salah.
4) Perut kembung. (Ngastiyah, 2005)
F. KOMPLIKASI
Menurut Betz dan Sowden (2009), komplikasi pada atresia ani antara
lain:
1) Asidosis hiperkloremik
2) Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
3) Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4) Komplikasi jangka panjang
a) Eversi mukosa anus
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet
training
e) Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
f) Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
g) Fistula kambuhan
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Preventif
Menurut Nurhayati (2009), penatalaksanaan preventif yaitu: (a)
diberikan nasihat pada ibu hamil bahwa selama hamil muda untuk
berhati-hati atau menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan
dan alkohol karena dapat menyebabkan atresia ani; (b) pemeriksaan
lubang dubur/anus bayi pada saat lahir sangat penting dilakukan
sebagai diagnosis awal adanya atresia ani. Sebab jika sampai tiga hari
diketahui bayi menderita ani atresia ani, jiwa bayi dapat terancam
karena feses yang tertimbun dapat mendesak paru-paru bayi dan
organ yang lain.
2. Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan
tipe I dengan stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan
mengeluarkan tinja tidak membutuhkan penanganan apapun.
Sementara pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap
hari dengan karakter uretra, dilatasi Hegar, atau speculum hidung
berukuran kecil. Selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi
sendiri di rumah dengan jari tangan. Dilatasi dikerjakan beberapa kali
seminggu selama kurang lebih 6 bulan sampai daerah stenosis
melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal. Konstipasi
dapat dihindari dengan pengaturan diet yang baik dan pemberian
laktulose. Bentuk operasi yang diperlukan pada tipe II, baik tanpa
atau dengan fistula, adalah anoplasti pcrincum, kemudian dilanjutkan
dengan dilatasi pada anus slama 23 bulan. Tindakan ini paling baik
dilakukan dengan dilator Hegar selama bayi di rumah sakit dan
kemudian orang tua penderita dapat memakai jari tangan di rumah
sampai tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. Pada tipe III, apabila
jarak antara ujung rektum uang buntu ke lekukan anus kurang dari 1,5
cm, pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan melalui
anoproktoplasti pada masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III
biasanya perlu dilakukan pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan.
Kolostomi bermanfaat untuk:
a. Mengatasi obstruksi usus, memungkinkan pembedahan rekonstruktif
dapat dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih.
b. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum
yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain, kolostomi
dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon sigmoideum.
Beberapa metode pembedahan rekonstruktif yang dapat dilakukan
adalah operasi abdominoperineum terpadu pada usia 1 tahun,
anorektoplasti sagital posterior pada usia 8-12 bulan, dan pendekatan
sakrum menurut metode Stephen setelah bayi berumur 6-9 bulan.
Dilatasi anus baru bisa dilakukan 10 hari setelah operasi dan
selanjutnya dapat dilakukan oleh orang tua di rumah, mula-mula
dengan jari kelingking kemudian dengan jari telunjuk selama 23
bulan setelah pembedahan definitif. Sedangkan pada penanganan tipe
IV dilakukan dengan kolostomi, untuk kemudian dilanjutkan dengan
operasi abdominal pull-through seperti kasus pada megakolon
congenital.
Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk
mencegah infeksi pada pasca operasi. Pemberian vitamin C untuk
daya tahan tubuh.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurhayati (2009), untuk memperkuat diagnosis
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi intestinal atau menentukan letak ujung rektum
yang buntu setelah bayi berumur 24 jam. Pada saat pemeriksaan,
bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama 3
menit, sendi panggul bayi dalam keadaan sedikit ekstensi,
kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral
setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
2. Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan
kejelasan keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat
fungsi organ intenal terutama dalam sistem pencernaan dan
mencari adanya faktor reversibel seperti obstruksi massa tumor.
4. CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
5. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk
mengonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan saluran
urinaria.
I. PATHWAY
J. ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual
keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan
menjadi 11 konsep yang meliputi :
a. Pola persepsi kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan
di rumah.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada
pasien dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien
untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan muntah dampak
dari anastesi.
c. Pola eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan
dan dari produk buangan. Oleh karena itu pada pasien atresia ani
tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien
akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari
kelemahan otot.
e. Pola persepsi kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman
dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab
pertanyaan.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka insisi.
g. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image,
body comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan
karena dampak luka jahitan operasi.
h. Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat
reproduksi.
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan,
dan rumah.
k. Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan
ini diharapkan perawat memberikan motivasi dan pendekatan
terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
l. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi
terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam
setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.
Diagnosa post Operasi:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Kerusakan integritas kulit berhubugan dengan luka pembedahan
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
Faktor yang
berhubungan :
Stressor, kebutuhan
yang tidak terpenuhi,
hubungan interpersonal
B. Diagnosa Post Operasi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Gangguan rasa nyaman NOC NIC
nyeri berhubungan Pain Level Pain management :
4.2 Saran
Atresia ani merupakan kelainan bawaan yang diderita oleh bayi. Biasanya terjadi
ketika organgenesis pada trisemester I. Sebagai perawat, kita harus senantiasa untuk
memingatkan kepada ibu untuk selalu berpola hidup sehat, menjaga pola makan, dan
memeriksakan masalah kehamilan kepada ahli kesehatan. Dan ketika bayi lahir dalam
keadaan atresia ani, maka perawat harus dapat melakukan asuhan keparatan sebagaimana
mestinya agar dapat mengatasi masalah yang timbul.
24
DAFTAR PUSTAKA
Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC www. Bedah
Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id http://bedahugm.net/Bedah-
Anak/Atresia-Ani.html
Lynn, Betz Cecily, dkk. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta. EGC
Marlaim. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta. Fakultas Kedokteran UI
Huda, Nuraruf Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis dan
Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta. Mediaction