Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI

Disusun Oleh:
Harvina Sindy G0A018011
Heldazya Farasanti Ardi G0A018012
Muhammad Aris Setiawan G0A018013
Yulia Krismonia G0A018014
Wafiq Nur Khasanah G0A018016
Dinda Septiadi Wardani G0A018017
Nurma Wati G0A018020
Fira Alfiana Nurul Hidayah G0A018021
Fi Akhsani Taqwim G0A018023

PRODI STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI”.Makalah ini berisikan Definisi ,
Etiologi, Pathofisiologi, Klasifikasi, Manifestasi Klinis, Komplikasi,
Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan, dan Asuhan Keperawatan Pada
Atresia Ani.

Kami menyadari makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir.

Semarang, 06 Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................1

KATA PENGANTAR ......................................................................................2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..........................................................................................4

B. Tujuan..........................................................................................................5

C. Rumusan Masalah ….……………………………………………………...5

BAB II KONSEP DASAR

A. Pengertian Atresia Ani ………...................................................................6


B. Etiologi Atresia Ani ……………...............................................................6
C. Pathofisiologi Atresia Ani ……….………………………….....................8
D. Klasifikasi Atresia Ani ………….……………………...………………..8
E. Manifestasi Klinis Atresia Ani ….….……….………………...………....8
F. Komplikasi Atresia Ani ………………………………………………….9
G. Penatalaksanaan Atresia Ani ………….…………..………………….…..9
H. Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani ..………..………………………...10
I. Pathway Atresia Ani ………………...…………………………………12
J. Asuhan Keperawatan Pada Atresia Ani....……………….…….……….13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................24

B. Saran.......................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada


distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R,
2001). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan
penyakit atresia ani, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang
cukup signifikan yakni down syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%).
Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi
seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria
(mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).

Insiden penyakit atresia ani adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup,


dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit atresia ani. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani
yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta
dengan rasio laki-laki: perempuan adalah 4:1. Insidensi ini dipengaruhi
oleh group etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000
kelahiran, Caucassian  1,5 dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam
10.000 kelahiran (Holschneider dan Ure, 2005; Kartono,1993). Menurut
catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.
Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan
pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).  

Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi saluran


kemih yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah),
komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat
konstriksi jaringan perut dianastomosis), masalah atau kelambatan yang
berhubungan dengan toilet training, inkontinensia (akibat stenosis awal atau
impaksi), prolaps mukosa anorektal dan fistula (karena ketegangan diare
pembedahan dan infeksi). Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif
petugas kesehatan baik berupapromotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Hal ini dilakukan dengan pendidikan kesehatan,  pencegahan, pengobatan
sesuai program dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.

B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada anak
dengan
masalah kesehatan Atresia Ani
b. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan atresia ani.
b. Mengetahui etiologi dari atresia ani.
c. Mengetahui manifestasi klinis yang timbul pada atresia ani.
d. Mengetahui komplikasi yang timbul dari atresia ani.
e. Memahami patofisiologi dari atresia ani.
f. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada atresia ani.
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada atresia ani.
h. Mengetahui asuhan keperawatan anak dengan atresia ani

C . RUMUSAN MASALAH

1. Definisi Atresia Ani


2. Etiologi Atresia Ani
3. Patofisiologi Atresia Ani
4. Klasifikasi Atresia Ani
5. Manifestasi Klinis Atresia Ani
6. Komplikasi Atresia Ani
7. Penatalaksanaan Atresia Ani
8. Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani
9. Pathway Atresia Ani
10. Asuhan Keperawatan anak pada Atresia Ani
BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Menurut Nurhayati (2009), istilah atresia berasal dari bahasa Yunani


yaitu ‘a’ yang berarti “tidak ada” dan trepsis yang berarti “makanan atau
nutrisi”. Dalam istilah kedokteran, “atresia” berarti suatu keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan abnormal. Atresia ani memiliki nama
lain yaitu “anus imperforata”.
Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak
mempunyai lubang keluar. (Walley, 1996)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum. (Purwanto, 2001)
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suriadi, 2001)
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rektum, atau keduanya. (Betz, 2002)
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (konginetal), tidak adanya
lubang atau saluran anus. (Donna L. Wong, 2003)
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia
rektum. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma
VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla,
2009).
Jadi, atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan
(kongenital) dimana terjadi pembentukan lubang anus yang tidak sempurna
(abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum
yang terjadi pada masa kehamilan.
B. ETIOLOGI

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik.  Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:

1) Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga


bayi lahir tanpa lubang dubur.
2) Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
3) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum,
sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis
anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian
beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif
yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan
dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai
sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital
lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
4) Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya
adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa
risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara
dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran,
dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000
kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara
atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome).
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-
macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia ani atau
dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M,
2007).
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan
dengan malformasi anorektal adalah :
1) Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten
ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular
septal defect.
2) Kelainan gastrointestinal.
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),
obstruksi duodenum (1%-2%).
3) Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis.
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae,
dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan
adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4) Kelainan traktus genitourinarius.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan
pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 % sampai 60%,
dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut
dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER
(Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality)
dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,
Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality) ( Oldham K,
2005).

C. PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal
pada kehidupan embrional.  Anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan
pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu
dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan
vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi.

D. KLASIFIKASI

Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:


1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani
(M. puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan
kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai
dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani
sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih
tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita
sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air
besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah
rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula
rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang
rektoperineal. Gejala yang akan timbul:
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya
salah.
4) Perut kembung. (Ngastiyah, 2005)

F. KOMPLIKASI
Menurut Betz dan Sowden (2009), komplikasi pada atresia ani antara
lain:
1) Asidosis hiperkloremik
2) Infeksi saluran kemih yang terus-menerus
3) Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4) Komplikasi jangka panjang
a) Eversi mukosa anus
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasi sigmoid)
d) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan toilet
training
e) Inkontinensia (akibat stinosis anal atau inpaksi)
f) Prolaps mukosa anorektal (penyebab inkontinensia)
g) Fistula kambuhan

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Preventif
Menurut Nurhayati (2009), penatalaksanaan preventif yaitu: (a)
diberikan nasihat pada ibu hamil bahwa selama hamil muda untuk
berhati-hati atau menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan
dan alkohol karena dapat menyebabkan atresia ani; (b) pemeriksaan
lubang dubur/anus bayi pada saat lahir sangat penting dilakukan
sebagai diagnosis awal adanya atresia ani. Sebab jika sampai tiga hari
diketahui bayi menderita ani atresia ani, jiwa bayi dapat terancam
karena feses yang tertimbun dapat mendesak paru-paru bayi dan
organ yang lain.
2. Pasca Bayi Lahir
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2012), begi penyidap kelainan
tipe I dengan stenosis yang ringan dan tidak mengalami kesulitan
mengeluarkan tinja tidak membutuhkan penanganan apapun.
Sementara pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap
hari dengan karakter uretra, dilatasi Hegar, atau speculum hidung
berukuran kecil. Selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi
sendiri di rumah dengan jari tangan. Dilatasi dikerjakan beberapa kali
seminggu selama kurang lebih 6 bulan sampai daerah stenosis
melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal. Konstipasi
dapat dihindari dengan pengaturan diet yang baik dan pemberian
laktulose. Bentuk operasi yang diperlukan pada tipe II, baik tanpa
atau dengan fistula, adalah anoplasti pcrincum, kemudian dilanjutkan
dengan dilatasi pada anus slama 23 bulan. Tindakan ini paling baik
dilakukan dengan dilator Hegar selama bayi di rumah sakit dan
kemudian orang tua penderita dapat memakai jari tangan di rumah
sampai tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. Pada tipe III, apabila
jarak antara ujung rektum uang buntu ke lekukan anus kurang dari 1,5
cm, pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan melalui
anoproktoplasti pada masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III
biasanya perlu dilakukan pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan.
Kolostomi bermanfaat untuk:
a. Mengatasi obstruksi usus, memungkinkan pembedahan rekonstruktif
dapat dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih.
b. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum
yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain, kolostomi
dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon sigmoideum.
Beberapa metode pembedahan rekonstruktif yang dapat dilakukan
adalah operasi abdominoperineum terpadu pada usia 1 tahun,
anorektoplasti sagital posterior pada usia 8-12 bulan, dan pendekatan
sakrum menurut metode Stephen setelah bayi berumur 6-9 bulan.
Dilatasi anus baru bisa dilakukan 10 hari setelah operasi dan
selanjutnya dapat dilakukan oleh orang tua di rumah, mula-mula
dengan jari kelingking kemudian dengan jari telunjuk selama 23
bulan setelah pembedahan definitif. Sedangkan pada penanganan tipe
IV dilakukan dengan kolostomi, untuk kemudian dilanjutkan dengan
operasi abdominal pull-through seperti kasus pada megakolon
congenital.
Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk
mencegah infeksi pada pasca operasi. Pemberian vitamin C untuk
daya tahan tubuh.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurhayati (2009), untuk memperkuat diagnosis
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis, yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi intestinal atau menentukan letak ujung rektum
yang buntu setelah bayi berumur 24 jam. Pada saat pemeriksaan,
bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama 3
menit, sendi panggul bayi dalam keadaan sedikit ekstensi,
kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral
setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
2. Sinar-X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan
kejelasan keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat
fungsi organ intenal terutama dalam sistem pencernaan dan
mencari adanya faktor reversibel seperti obstruksi massa tumor.
4. CT Scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
5. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk
mengonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan saluran
urinaria.

I. PATHWAY
J. ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN
Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual
keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan
menjadi 11 konsep yang meliputi :
a. Pola persepsi kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan
di rumah.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada
pasien dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien
untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan muntah dampak
dari anastesi.
c. Pola eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan
dan dari produk buangan. Oleh karena itu pada pasien atresia ani
tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien
akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari
kelemahan otot.
e. Pola persepsi kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman
dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab
pertanyaan.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka insisi.
g. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image,
body comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan
karena dampak luka jahitan operasi.
h. Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat
reproduksi.
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan,
dan rumah.
k. Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan
ini diharapkan perawat memberikan motivasi dan pendekatan
terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
l. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi
terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam
setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.

2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :


Diagnosa preoperasi :
1. Inkontinentia bowel b.d tidak lengkapnya pembentukan anus
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, muntah.
3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.

Diagnosa post Operasi:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Kerusakan integritas kulit berhubugan dengan luka pembedahan
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

A. Diagnosa Pre Operasi


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil (NOC) (NIC)
1. Inkontinentia bowel NOC NIC
b.d tidak lengkapnya Bowel elimination Bowel incontinence care
pembentukan anus
1. Perkirakan penyebab
KH : fisik dan psikologi
Batasan karakteristik :
BAB teratur tiap hari 3-5 2. Jelaskan penyebab
Rembesan konstan feses
hari masalah dan rasional
lunak
Defekasi lunak, feses tindakan
Bau fekal, warna fekal
berbentuk 3. Jelaskan tujuan dari
ditempat tidur
Integritas kulit dan managemen bowel pada
Warna fekal pada
jaringan baik keluarga
pakaian
Ketidakmampuan 4. Diskusikan prosedur dan

menunda defekasi kriteria hasil


5. Instruksikan keluarga
Faktor yang untuk mencatat keluaran
berhubungan : feses
6. Jaga kebersihan baju
Tekanan abdomen dan tempat tidur
abnormal tinggi 7. Monitor ESO
Tekanan usus abnormal 8. Jaga privasi klien
tinggi 9. Evaluasi status BAB
Pengosongan usus tidak secara rutin
tuntas
Impaksi, medikasi
2. Resiko kekurangan NOC NIC
cairan berhubungan 1.Fluid balance Fluid management
dengan muntah 2.Hydration 1, Timbang
3.Nutritional status : food popok/pembalut jika
Faktor resiko : and fluid intake diperlukan
 Kehilangan volume 2, Pertahankan catatan
cairan aktif Kriteria hasil : intake dan output yang
 Penyimpangan yang 1.Mempertahankan urine akurat
mempengaruhi asupan output sesuai dengan usia 3, Monitor status hidrasi
cairan dan BB, BJ urine normal, (kelembaban membran
 Kehilangan HT normal mukosa, nadi adekuat,
 berlebihan melalui 2.Tekanan darah, nadi, tekanan darah ortostatik),
rute normal (mis, suhu tubuh dalam jika diperlukan
diare) batas normal 4. Monitor vital sign
 Faktor yang 3.Tidak ada tanda – tanda 5. Monitor masukan
mempengaruhi cairan dehidrasi, elastisitas makanan / cairan dan
( mis., status turgor kulit hitung intake cairan kalori
hipermetabolik baik, membran mukosa harian

 Kehilangan cairan lembab, tidak ada rasa 6. Kolaborasikan

melalui rute abnormal haus yang pemberian cairan IV

(mis., slang menetap) berlebihan 7. Monitor status nutrisi


8. Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
9. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
10. Kolaborasi dengan
dokter
11.Monitor berat badan
3. Kecemasan dengan NOC NIC
kurang pengetahuan Anxiety Anxiety Management
(Tentang penyakit dan 1. Mendekatkan,
prosedur perawatan) Kriteria Hasil : meyakinkan dan
1.) Ansietas berkurang menenangkan
Batasan karakteristik : 2.) Klien tidak gelisah 1. Menjelaskan semua
*Perilaku ~ 3.) Klien tidak prosedur termasuk
Khawatir tentang mengeluh/memperlihatkan sensasi mungkin dialami
perubahan dalam tanda tanda kesakitan selama prosedur
peristiwa hidup 2. Kaji padangan klien
*Afektif ~ terkait situasi
Kesedihan yang
mendalam , gelisah,
distress, putus asa
*Fisiologis ~
Gemetar, wajah tegang,
suara bergetar

Faktor yang
berhubungan :
Stressor, kebutuhan
yang tidak terpenuhi,
hubungan interpersonal
B. Diagnosa Post Operasi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Gangguan rasa nyaman NOC NIC
nyeri berhubungan Pain Level Pain management :

dengan insisi Comfort Status Physical 1. Memastikan pasien


mendapatkan analgesic
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : secara tepat
Frekuensi nyeri klien
 Ansietas, Menangis, 2. Mengeksplorasi faktor
menurun
Ganguan pola tidur, yang memperburuk nyeri
Klien tidak nampak
Iritabilitas, Merintih, pasien
kesakitan
Melaporkan perasaan 3. Mengajarkan prinsip dalam
tidak nyaman , memanagement nyeri
Gelisah, Berkeluh
kesah Anxiety Management :
3. Mendekatkan, meyakinkan

Faktor Yang dan menenangkan


Berhubungan : 4. Menjelaskan semua
*Gejala terkait penyakit
prosedur termasuk sensasi
*Stimulasi lingkungan
mungkin dialami selama
yang mengganggu
prosedur
*Efek samping terkait
5. Kaji padangan klien terkait
terapi (mis.medikasi,
situasi
radiasi)
*Prosedur pembedahan

2. Nyeri Akut b.d NOC NIC


Cardiac pump
Prosedur pembedahan effectiveness Cardiac care
Circulation status 1. Kaji karakteristik, lokasi,
Batasan karakteristik : Vital sign status durasi, frekuensi, dan
Perubahan TD, frekw. kualitas nyeri.
Jantung, frekw. KH : 2. Ciptakan lingkungan yang
Pernafasan TD-DBN +/- 120/80 nyaman dan anjurkan klien
Mengekspresikan Tidak ada edema paru, untuk
perilaku perifer, dan stres 3. istirahat
Masker wajah, indikasi Tidak ada penurunan 4. Kolaborasi untuk
nyeri yg dapat diamati kesadaran pemberian analgetik sesuai
advis dokter.
Faktor yang 5. Monitor TTV
berhubungan :
Agen cedera
(pembedahan)
3. Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan dengan 1. 1. Immune Status Infection Control (Kontrol
     2. Knowledge :
prosedur pembedahan infeksi)
Infection control
      3. Risk control
 Batasi pengunjung bila
Faktor Resiko: perlu
Kriteria Hasil:  Instruksikan pada
Alkoholisme, Obesitas     1. Klien bebas dari tanda
pengunjung untuk mencuci
dan gejala infeksi tangan saat berkunjung dan
       
Kondisi Terkait : setelah berkunjung
    2. Jumlah leukosit dalam
meninggalkan pasien
*Masalah penyerta batas normal
     
 Tingktkan intake nutrisi
*Diabetes Melitus  Berikan terapi antibiotik
bila perlu
*Imunosupresi  Infection Protection
*Prosedur invasi (proteksi terhadap infeksi)
 Berikan perawatan kulit
*Infeksi pada area pada area epidema
*Pembedahan lain  Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
4. Kerusakan integritas NOC NIC
kulit Tissue integrity Pressure management

Batasan karakteristik : KH : 1. Pakaikan pakaian yang


Kerusakan lapisan kulit Integritas kulit yang longgar
(dermis) baik bisa dipertahankan 2. Jaga kebersihan kulit tetap
Gangguan permukaan Tidak ada luka/lesi bersih
kulit (epidermis) dikulit 3. Mobilisasi pasien 2 jam
Invasi struktur kulit Perfusi jaringan baik sekali
4. Monitor aktivitas klien
Faktor yang 5. Mandikan klien dengan air
berhubungan : hangat
Luka bekas pembedahan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital) dimana terjadi pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna (abnormal) atau anus tampak rata maupun sedikit
cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rektum yang terjadi pada masa kehamilan.
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
(1) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur;
(2) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan;
(3) Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia  kehamilan;
(4) Berkaitan dengan sindrom down.
Penanganan pada atresia ani tergantung bagaimana kondisi klien apabila atresia
ani terlalu tinggi maka dilakukan operasi anoplasti dan pemasangan kolostomi sedangkan
pada yang rendah dilakukan dilatasi rutin.

4.2 Saran
Atresia ani merupakan kelainan bawaan yang diderita oleh bayi. Biasanya terjadi
ketika organgenesis pada trisemester I. Sebagai perawat, kita harus senantiasa untuk
memingatkan kepada ibu untuk selalu berpola hidup sehat, menjaga pola makan, dan
memeriksakan masalah kehamilan kepada ahli kesehatan. Dan ketika bayi lahir dalam
keadaan atresia ani, maka perawat harus dapat melakukan asuhan keparatan sebagaimana
mestinya agar dapat mengatasi masalah yang timbul.
24

DAFTAR PUSTAKA

 Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC


Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit . Jakarta :EGC
 Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC

 Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC www. Bedah
Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id http://bedahugm.net/Bedah-
Anak/Atresia-Ani.html
 Lynn, Betz Cecily, dkk. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta. EGC
 Marlaim. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta. Fakultas Kedokteran UI
 Huda, Nuraruf Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis dan
Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta. Mediaction

Anda mungkin juga menyukai