Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI

Dosen Pembimbing:
Erna Handayani, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:

1. Siti Zainab (14201.12.20041)


2. Yuyun Puspita Sari (14201.12.20050)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN-PROBOLINGGO
TAHUN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan
Keperawatan Anak II dengan judul Atresia Ani ini dengan lancar.

Makalah Asuhan Keperawatan Anak II dengan judul Atresia Ani ini berisi tentang
Definisi Atresia Ani, Klasifikasi Atresia Ani, Etiologi Atresia Ani, Manifestasi Klinis Atresia
Ani, Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani, Penatalaksanaan Atresia Ani, Komplikasi Atresia Ani,
serta Asuhan Keperawatan Atresia Ani.

Laporan ini disusun untuk menyelesaikan tugas dari dosen kami. Selain itu, kami
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi referensi untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, kami mengharap segala kritik dan saran yang membangun dan dapat
menjadikan laporan ini jauh lebih baik lagi, kami mohon maaf sebanyak-banyaknya atas
kesalahan maupun kekurangan dalam penyusunan laporan ini.

Penyusun

ii
DAFTAR PUSTAKA

COVER......................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................. 2
C. TUJUAN........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................. 3
A. DEFINISI ATRESIA ANI................................................................................................ 3
B. KLASIFIKASI ATRESIA ANI........................................................................................ 3
C. ETIOLOGI ATRESIA ANI.............................................................................................. 6
D. PATOFISIOLOGI............................................................................................................. 7
E. PATHWAY....................................................................................................................... 8
F. MANIFESTASI KLINIS.................................................................................................. 9
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG...................................................................................... 9
H. PENATALAKSANAAN..................................................................................................10
I. KOMPLIKASI..................................................................................................................11
J. ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................................................12
BAB III PENUTUP......................................................................................................................18
A. KESIMPULAN.................................................................................................................18
B. SARAN.............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah kesehatan bayi merupakan penyebab utama terjadinya kematian bayi di
Indonesia. World Health Organization (WHO) Pada tahun 2012 melaporkan bahwa setiap
hari lebih dari 7200 bayi lahir mati, sebagian besar diantaranya 98% terjadi di negara
negara berpendapatan rendah hingga sedang. Tetapi WHO mencatat negara kaya tidak
luput dari kasus ini, dengan catatan satu bayi mati dari 320 kelahiran. Data dari WHO
mengatakan dua pertiga kasus atau 1,8 juta/tahun bayi lahir mati ditemukan pada 10
negara, jumlah tertinggi ditemukan dikawasan Sub-Sahara afrika dan Asia Tenggara.
Antara 25 % dan 40 % kasus angka lahir mati disebabkan karena kelainan kongenital,
infeksi, malnutrisi, hidrops non imun dan isoimunisasi anti-D.
Kematian bayi baru lahir di Indonesia terutama disebabkan oleh prematuritas
32%, asfiksia 30%, infeksi 22%, kelainan kongenital 7%, lain-lain 9%. Meskipun
kelainan kongenital hanya ikut menyumbang 7% penyebab angka kematian bayi baru
lahir di Indonesia, namun apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat maka kelainan
kongenital akan menjadi cacat seumur hidup yang dapat meningkatkan angka kesakitan
dan kematian bayi di Indonesia. (Depkes, 2010). Angka kejadian kasus di Indonesia
sekitar 90 %.
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah satu kelainan pada struktur fungsi
maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Sekitar 3-4
% bayi baru lahir dengan kelainan bawaan orang tua yang jelas-jelas tidak memiliki
gangguan kesehatan maupun faktor resiko. Sebanyak 60% kasus kelainan bawaan
penyebabnya tidak diketahui dan sisanya di sebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik
atau kombinasi dari keduanya.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang bawaan gen autosomal resesif
yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak mengetahui apakah karier gen pada
kondisi dini. Janin menerima copyan dari kedua gen orang tuanya. Pasangan suami istri
yang karier gen tersebut berpeluang 25% untuk terjadi lagi malformasi pada kehamilan
berikutnya. Terjadinya kasus atresia ani karena adanya kelainan kongenital dimana saat

1
proses perkembangan embrionik tidak sempurna pada proses perkembangan anus dan
rektum.
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh
kelainan kongenital anorektal didapatkan 1% dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan
atresia ani didapatkan 1% dari seluruh kelainan kongenita l pada neonatus dan dapat
muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki
lebih banyak ditem ukan dari pada pasien perempuan. Insiden terjadinya atresia ani
berkisar dari 1500- 5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-
laki, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 7:2. 20 % -75 % bayi yang menderita
atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan
adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vesti
bulum vagina pada perempuan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Atresia Ani?
2. Apa klasifikasi terjadinya Atresia Ani?
3. Apa penyebab Atresia Ani?
4. Bagaimana patofisiologi Atresia Ani?
5. Seperti apa pathway Atresia Ani?
6. Apa saja manifestasi klinis (tanda gejala) Atresia Ani?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang Atresia Ani?
8. Apa saja penatalaksanaan dari Atresia?
9. Bagaimana komplikasi dari Atresia Ani?
10. Seperti apa asuhan keperawatan pada Atresia Ani?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi Atresia Ani.
2. Untuk mengetahui klasifikasi terjadinya Atresia Ani.
3. Untuk mengetahui penyebab Atresia Ani.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Atresia Ani.
5. Untuk mengetahui pathway Atresia Ani.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis Atresia Ani.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Atresia Ani.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Atresia Ani.
9. Untuk mengetahui komplikasi Atresia Ani.
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Atresia Ani.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ATRESIA ANI


Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan
“trepsis” yang berarti makanan atau nutrisi. Atresia ani atau anus imperforate yang
disebut sebagai malformasi anorektal, adalah kelainan kongenital tanpa anus atau dengan
anus tidak sempurna.
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan anus secara abnormal. Atresia
ani adalah kondidi dimana rektal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama
pertumbuhan janin dalam kandungan. Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang
baru lahir.
Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang memisahkan bagian
endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak
rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbantuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rectum.
Jadi kesimpulannya, atresia ani adalah kelainan kongenital yang terjadi pada bayi
yang lahir tanpa lubang anus atau anus tidak sempurna.

B. KLASIFIKASI ATRESIA ANI


Klasifikasi internasional yang paling umum untuk malformasi anorektal adalah
klasifikasi Wingspread pada tahun 1984. Namun malformasi anorektal memunyai
dampak yang luas dan klasifikasi Wingspread dianggap tidak memunyai nilai prognosis
dan terapis, sehingga Pena pada tahun 1995 membuat klasifikasi yang lebih sederhana.
a. Menurut Wingspread

Laki-laki
Kelompok I
Kelainan Tindakan
1. Fistel urin Kolonstomi neonatus, operasi definitive
2. Atresia rectum pada usia 4-6 bulan.
3. Perineum datar
4. Invertogram udara > 1 cm dari kulit

3
Kelompok II
Kelainan Tindakan
1. Fistel perineum Operasi langsung pada neonatus
2. Membrane anal
3. Stenosis anus
4. Invertogram udara < 1 cm dari kulit
Perempuan
Kelompok I
Kelainan Tindakan
1. Kloaka Kolostomi neonatus
2. Fistel vagina
3. Fistel anovestibuler atau
rektovestibuler
4. Atresia rectum
5. Fistel tidak ada
6. Invertogram udara > 1 cm dari kulit
Kelompok II
Kelainan Tindakan
1. Fistel perineum Operasi langsung pada neonatus
2. Stenosis anus
3. Fistel tidak ada
4. Invertogram udara < 1 cm dari kulit

b. Menurut Alberto Pena

Laki-laki Perempuan
Fistula perineum Fistula perineum
Fistula rekto-uretra Fistula vestibuler
1. Bulbar
2. Porstatik
Fistula rekto-vesikal Persisten kloaka
Imperforated ani tanpa fistula Imperforate ani tanpa fistula
Atresia rektal Atresia rektal

4
Bayi Laki-laki Berusia 1 Hari dengan MAR Fistula Perineal

Bayi Perempuan berusia 0 hari dengan MAR tanpa Fistula

5
C. ETIOLOGI ATRESIA ANI
Etiologi malformasi anorektal belum diketahui secara pasti. Namun sebagian
besar kelainan bawaan (kongenital) anus disebabkan oleh kegagalan pertumbuhan saat
bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan. Adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus, rectum bagian distal serta traktus
urogenitalis, yang terjadi anatara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
Beberapa ahli berpendapat bahwa kelainan ini sebagai akibat dari abnormalitas
perkembangan embriologi anus, rektum dan traktus urogenital, dimana septum tidak
membagi membran kloaka secara sempurna.
Menurut (Betz & Gowden, 2012), dalam buku saku keperawatan pediatric edisi ke-7
menyebutkan beberapa penyebab Atresia ani, antara lain:
1. Belum diketahui secara pasti
2. Merupakan keabnormalan gastrointestinal dan ganitourynari. Namun ada sumber
yang mengatakan bahwa Malformasi anorektal (Atresia Ani) disebabkan oleh:
a) Terdapat adalanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna
dikarenakan adanya gangguan fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik
b) Gangguan organogenesis dalam kandungan. Karena ada kegagalan pertumbuhan
saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
c) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin
tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua
orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % -
30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani.

6
D. PATOFISIOLOGI
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.
Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan
pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra
dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir
tanpa lubang anus.
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi
ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke
vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada
letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis).

7
E. PATHWAY

8
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Selama 24-28 jam pertama kelahiran, bayi mengalami muntah-muntah dan tidak ada
defekasi mekonium. Selain itu anus tampak merah.
2. Perut kembung baru kemudian disusul muntah.
3. Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat ( hiperperistaltik ) pada
auskultasi.
4. Tidak ada lubang anus.
5. Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam untuk menentukan tingginya
atresia.
6. Terkadang Tampak ileus obstruktif. Dapat Terjadi fistel. Pada bayi perempuan sering
terjadi fistel rektovaginal, sedangkan pada bayi laki-laki sering terjadi fistel
rektourinal

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik pada rectum
Pemeriksaan ini biasanya akan dilakukan colok dubur atau lebih gampangnya
dilakukan pengecekan suhu melalui anus.
2. Pemeriksaan radiologis, yang brtujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal atau menentukan letak ujung rektum yang buntu setelah bayi berumur 24
jam. Pada saat pemeriksaan, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik
selama 3 menit, sendi panggul bayi dalam keadaan sedikit ekstensi, kemudian dibuat
foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah
lekukan anus.
3. Sinar –X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan kejelasan keseluruhan
bowel/usus dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari
sfrinternya.
4. Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat fungsi organ internal
terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversibel seperti
obstruksi massa tumor.
5. CT scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
6. Pyelografi intrevena, yang bertujuan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

9
7. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk mengkonfirmasi
adanya masalah yang berhubungan dengan saluran urinaria

H. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan secara preventif
a) Berikan nasehat/informasi kepada ibu hamil sampai kandungan menginjak usia 3
bulan untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alcohol yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya Atresia ani.
b) Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jika sampai 3 hari tidak
diketahui bayi mengidap Atresia ani maka itu akan mengancam keselamatan jiwa
bayi karena feses atau tinja akan tertimbun hingga paru-parunya.
c) Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.

2. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Hidayat, 2010), (Suriadi & Yuliani, 2016), (Kurniah, 2013)
penatalaksanaan medis pada Atresia ni adalah:
a) Pembuatan Kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang kolostomi
biasanya sementara ataupun permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk
anomaly tinggi dilakukan tindakan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b) Posterior Sagital Ano Rektal Plasy (PSARP)
Bedah definitifnya, yaitu tindakan Anoplasty dan umumnya ditunda sampai 9-12
bulan. Penundaan bertujuan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan
pada otot-otat untuk berkembang. Tindakan ini juga dapat memungkinkan bayi
untuk menambah berat badan.
c) Penutupan Kolostomi
Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai buang air besar (BAB)
melalui anus. Pertama BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB
akan berkurang frekuensinya dan agak padat.
d) Pemberian cairan parenteral contohnya KAEN 3B

10
e) Pemberian antibiotic yang berguna untuk mencegah infeksi pasca operasi seperti
cefotaxime dan garamicin
f) Pemberian vitamin c dapat dilakukan yang berguna untuk meningkatkan daya
tahan tubuh pada anak.

I. KOMPLIKASI
Menurut (Wong, 2012) komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Atresia ani yaitu:
1. Terdapat penyumbatan
2. Terdapat luka atau lubang
3. Adanya kerusakan pada uretra akibat prosedur pembedahan
4. Terjadi komplikasi jangka panjang
a. Eversi mukosa anal
b. Penyempitan lubang tulang belakang
5. Terjadinya keterlambatan atau masalah yang berhubungan dengan toilet training.
6. Inkontinensia akibat stenosis awal
7. Prolaps mukosa anorektal.
8. Fistula berulang, karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi.
9. Sepsis

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI


1. PENGKAJIAN
1) Biodata
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,
nama orang tua, pekerjaan orang tua.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: distensi abdomen
b. riwayat kesehatan sekarang
Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar,
meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urine.

11
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran.
Antenatal care: factor predisposisi : kemungkinan ibu hamil mengokonsumsi
obat-obatan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/penyakit menurun sehingga
belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
3) Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang
dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih
bayi
c. Pola istirahat/tidur
Informasi diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi
Klien hanya meminum ASI atau susu formula
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat BAB dan didalam urin terdapat mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berperan, dan berorientasi dengan baik
kepada orang lain dikarenakan masih bayi
g. Pola konsep diri
Belum bisa dikaji
h. Pola seksual reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mengerti tentang
kepercayaan
j. Pola peran hubungan

12
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain
secara mandiri dan masih bayi
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu merespon
terhadap adanya suatu masalah
4) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan,
terdapat rambut
2) Mata
Simetris antara kanan dan kiri, tidak ada benjolan/tumor, tidak ada
luka/lesi
3) Hidung
Simetrsis, bersih, tidak ada luka/lesi, tidak ada secret, tidak ada
pernapasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir
4) Mulut
Bibir simetris, tidak ada sariawan, belum tumbuh gigi, tidak ada kelainan
pada bibir (bibir sumbing), tidak ada luka, tidak ada benjolan
5) Telinga
Memiliki 2 telinga, simetris antara telingan kanan dan kiri, tidak ada luka,
tidak ada benjolan, tidak ada sekret
6) Leher
Tidak ada webbed neck
7) Thoraks
Bentuk dada simetris, tidak ada pigeon chest, pergerakan dinding dada
simetris, tidak ada luka, tidak ada benjolan
8) Paru-paru
Tidak ada pembesaran paru-paru, pernapasan normal, tidak ada weezing.

13
9) Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung normal, tidak ada pembesaran
jantung
10) Abdomen
Simetris, teraba keras
11) Genetalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada hipospadia pada panis, tidak ada
epispandia pada…..
12) Anus
Tidak terdapat lubang anus, anus tampak merah, thermometer yang akan
dimasukkan kedalam anus tertahan oleh jaringan
13) Ekstremitas atas dan bawah

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglionik ditandai dengan pengeluaran feses
yang lama dan sulit
b. Resiko deficit nutrisi ditandai dengan factor fisikologis (keengganan untuk
makan)
c. Ansietas orang tua berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan rencana
operasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( prosedur operasi)
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembedahan
f. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur pembedahan
g. Deficit pengetahuan tentang perawatan kolostomi berhubungan dengan kurang
terpapar informasi

14
3. INTERVENSI

No Diagnose Tujuan Intervensi


.
1. Konstipasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Manajemen Eliminasi Fekal (I.04151)
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan eliminasi fekal Observasi:
aganglionik ditandai membaik. 1. Identifikasi masaalah usus dan penggunaan
dengan pengeluaran a. Eliminasi Fekal (L.04033) obat pencahar
2. Identifikasi pengobatan yang berefek pada
feses lama dan sulit No Indikator Skor Skor
kondisi gastrointestinal
Awal Target
3. Monitor buang air besar (mis. warna, frekuensi,
1. Kontrol 5
konsistensi, volume)
pengeluaran feses
4. Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau
2. Keluhan defekasi 5
impaksi
lama dan sulit
Terapeutik:
3. Mengejan saat 5
1. Berikan air hangat setelah makan
defekasi
2. Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
4. Distensi abdomen 5
3. Sediakan makanan tinggi serat
5. Teraba massa pada 5
rektal Edukasi:
6. Nyeri abdomen 5
1. Jelaskan jenis makanan yang membantu
meningkatkan keteraturan peristaltic usus
7. Kram abdomen 5
2. Anjurkan mencatat warna, frekuensi,
8. Konsistensi feses 5
konsistensi, volume feses
9. Frekuensi BAB 5
3. Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik, jika
10. Peristaltic usus 5
perlu
4. Anjurkan pengurangan supan makanan yang
meningkatkan pembentikan gas

15
5. Anjurkan mengkonsumsi makanan yang
meningkatkan pembentukan gas
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika
tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat suppositoria anal,
jika perlu

b. Manajemen Konstipasi (I.04155)


Observasi:
1. Periksa tanda dan gejala konstipasi
2. Periksa pergerakan usus, karakteristik feses
(konsistensi, bentuk, volume, dan warna)
3. Identifikasi factor resiko konstipasi (mis. Obat-
obatan, tirah baring, dan diet rendah serat)
4. Monitor tanda dan gejala rupture usus dan/atau
peritonitis
Terapeutik:
1. Anjurkan diet serat tinggi
2. Lakukan masase abdomen, jika perlu
3. Lakukan evakuasi feses secara manual, jika
perlu
4. Berikan enema atau irigasi, jika perlu
Edukasi:
1. Jelaskan etiologi, masalah dan alas an tindakan
2. Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika perlu
3. Latih buang air besar secara mandiri
Kolaborasi:
1. Konsultasi dengan tim medis tentang

16
penurunan/peningkatan frekuensi suara usus
2. Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika
perlu
2. Resiko deficit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Manajemen Nutrisi (I.03119)
Observasi:
ditandai dengan factor selama 3x24 jam diharapkan status nutrisi
1. Identifikasi nutrisi
psikologis membaik. 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
(keengganan untuk a. Status Nutrisi (L.03030)
4. Monitor asupan makanan
makan) No Indikator Skor Skor 5. Monitor berat badan
Awal Target 6. Identifikasi perlunya penggunaan selang
1. Porsi makan yang 5 nasogastrik
dihabiskan 7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Kekuatan otot 5 Terapeutik:
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
pengunyah
perlu
3. Kekuatan otot 5 2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
menelan konstipasi
4. Pengetahuan Kolaborasi:
tentang pilihan 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makanan yang makan (mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika
sehat perlu
5. Perasaan cepat 5 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kenyang jumlah kalori dan jenis nutrient yang
6. Nyeri abdomen 5 dibutuhkan, jika perlu
7. Diare 5
b. Manajemen Gangguan Makan (I.03111)
8. Indeks Massa 5
Observasi:
Tubuh (IMT) 1. Monitor asupan dan keluarnya makanan dan
9. Frekuensi makan 5 cairan serta kebutuhan kalori
10. Nafsu makan 5 Terapeutik:
11. Bisimg usus 5 1. Timbang berat badan secara rutin
2. Diskusikan perilaku makan dan aktivitas fisik

17
yang sesuai
3. Berikan penguatan positif terhadap
keberhasilan target dan perubahan perilaku
4. Rencanakan program pengobatan untuk
perawatan di rumah (mis. Medis, konseling)
Edukasi:
1. Anjurkan membuat catatan harian tentang
perasaan dan situasi pemicu pengeluaran
makanan (mis.pengeluaran yang disengaja,
muntah, aktivitas berlebihan)
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat
badan, kebutuhan kalori dan pilihan makanan.
3. Ansietas orang tua Setelah dilakukan tindakan keperawatan A. Reduksi Ansietas (I.09314)
Observasi:
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan tingkat ansietas
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.
krisis situasional orang tua menurun. Kondisi, waktu, stressor)
2. Identifikasi kemempuan mengambil keputusan
ditandai dengan a. Tingkat Ansietas (L.09093)
3. Identifikasi tanda-tanda ansietas (verbal dan
rencana operasi No Indikator Skor Skor nonverbal)
Awal Target Terapeutik:
1. Verbalisasi 5 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
kebingungan menumbuhkan kepercayaan
2. Verbalisasi 5
2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
khawatir akibat
3. Pahami situasi yang membuat ansietas
kondisi yang 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
dihadapi 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
3. Perilaku gelisah 5 meyakinkan
4. Perilaku tegang 6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
5. Keluhan pusing 5 kenyamanan
6. Anoreksia 5 7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
7. Palpitasi 5

18
8. Tremor 5 8. Diskusikan perencanaan realistis tentang
9. Pucat 5 peristiwa yang akan datang
10. Konsentrasi 5 Edukasi:
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
11. Frekuensi nafas 5
mungkin dialami
12. Frekuensi nadi 5 2. Informasikan secara factual mengenasi
13. Tekanan darah 5 diagnosis, pengobatan, dan prognosis
14. Kontak mata 5 3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
15. Pola berkemih 5 jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri
yang tepat
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu

B. Terapi Relaksasi (I.09326)


Observasi:
1. Identifikasi penurunan tingkat energy,
ketidakmampuan konsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
pengguanaan teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, atau suhu sebelum dan sesudah
latihan

19
5. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik:
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan, mafaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis.musik, nafas
dalam meditasi, dll)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang
dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
4. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan A. Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi:
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
agen pencedera fisik menurun. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
( prosedur operasi) a. Tingkat Nyeri (L.08066)
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
No Indikator Skor Skor 4. Identifikasi factor yang memperberat dan
Awal Target memperingan nyeri
1. Keluhan nyeri 5 5. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
2. Meringis 5 sudah diberikan
6. Monitor efek samping penggunaan analgetik
3. Sikap protektif 5
Terapeutik:
4. Gelisah 5

20
5. Diaforesia 5 1. Berikan teknin nonfarmakologis untuk
6. Anoreksia 5 mengurangi rasa nyeri
7. Ketegangan otot 5 2. Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
8. Pupil dilatasi 5
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
9. Muntah 5 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
10. Mual 5 pemilihan strategi meredakan nyeri
11. Frekuensi nadi 5 Edukasi:
12. Pola nafas 5 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
14. Nafsu makan 5 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
15. Pola tidur 5 3. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
5. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan A. Perawatan Luka (I.14564)
Observasi:
kulit berhubungan selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit
1. Monitor karakteristik luka
dengan pembedahan dan jaringan meningkat 2. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
a. Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125)
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
No Indikator Skor Skor 2. Cabut rambut disekitar luka, jika perlu
Awal Target 3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
1. Elastisitas 5 nontoksik, sesuai kebutuhan
2. Hidrasi 5 4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika
3. Perfusi jaringan 5
perlu
4. Kerusakan jaringan 5 6. Pasang balutan sesuai jenis luka
5. Kerusakan lapisan 5 7. Pertahankan teknik steril saat melakukan
kulit perawatan luka
6. Nyeri 5 8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
7. Perdarahan 5 drainase
8. Kemerahan 5 9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau

21
9. Hematoma 5 sesuai kondisi pasien
10. Jaringan parut 5 Edukasi:
11. Nekrosis 5 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
12. Suhu kulit 5 2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
13. Tekstur 5 kalori dan protein
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
6. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan A. Pencegahan Infeksi (I.14539)
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan tingkat infeksi Observasi:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
efek prosedur menurun.
sistemik
pembedahan a. Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik:
1. Batasi jumlah pengunjung
No Indikator Skor Skor
2. Berikan perawatan kulit pada area edema
Awal Target
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
1. Kebersihan badan 5 dengan pasien dan lingkungan pasien
2. Demam 5 4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko
3. Kemerahan 5 tinggi
4. Nyeri 5 Edukasi:
5. Bengkak 5 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
6. Cairan berbau 5
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
busuk
operasi
7. Periode menggigil 5 4. Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi
8. Nafsu makan 5 5. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
7. Deficit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan A. Edukasi kesehatan (I.12383)
tentang perawatan selama 3x24 jam diharapkan
tingkat Observasi:
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
kolostomi pengetahuan meningkat.
menerima informasi
berhubungan dengan a. Tingkat Pengetahuan (L.12111) 2. Identifikasi fektor-faktor yang dapat

22
kurang terpapar No Indikator Skor Skor meningkatkan dan menurunkan motivasi
Awal Target perilaku hidup bersih dan sehat
informasi
1. Perilaku sesuai 5 Terapeutik:
anjuran 1. Sediakan materi dan media pendidikan
2. Kemampuan 5 kesehatan
menjelaskan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
pengetahuan kesepakatan
tentang suatu topic 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Kemampuan 5 Edukasi:
menggambarkan 1. Jelaskan factor resiko yang dapat memngaruhi
pengalaman kesehatan
sebelumnya yang
sesuai dengan topic 2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
4. Perilaku sesuai 5 3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
dengan
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
pengetahuan
5. Pertanyaan tentang 5
masalah yang
dihadapi
6. Persepsi yang 5
keliru terhadap
masalah
7. Perilaku 5

23
4. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang di prioritaskan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi (Kozier et al., 2010)
Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap operasional yang harus
diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu sebagai
berikut :
1. Tahap Pra-interaksi
Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan
keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami rencana keperawatan yang
baik, menguasai keterampilan teknis keperawatan, memahami rasional ilmiah dan
tindakan yang akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan,
memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan
keperawatan, memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur
keberhasilan dan penampilan perawat harus meyakinkan.
2. Tahap Perkenalan
Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama, umur, alamat
pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang akan
dilakukan oleh perawat, memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan
pada pasien untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Tahap Kerja
Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan, halhal
yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energy pasien,
pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien
terhadap tindakan yang telah diberikan.

24
4. Tahap Terminasi
Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah dilakukan
tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien dan puji atas
kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan
pasein dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan pasien,
lakukan pendokumentasian

5. EVALUASI
Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon
pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau
promotif dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan
SOAP sebagai pola pikirnya.
 S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
 O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
 A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul
masalah baru.
 P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
a) Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b) Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
c) Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
d) Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau
munculnya masalah baru.

25
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah satu kelainan pada struktur fungsi
maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Sekitar 3-4
% bayi baru lahir dengan kelainan bawaan orang tua yang jelas-jelas tidak memiliki
gangguan kesehatan maupun faktor resiko. Sebanyak 60% kasus kelainan bawaan
penyebabnya tidak diketahui dan sisanya di sebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik
atau kombinasi dari keduanya. Salah satu kelainan kongenital yaitu Atresia ani yang
merupakan kelainan kongenital yang terjadi pada bayi yang lahir tanpa lubang anus atau
anus tidak sempurna.
Penyebab Atresia sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti namun ada
beberapa penyebab yang disebutkan oleh beberapa ahli. Tanda gejala bayi yang memiliki
kelainan Atresia ani salah satunya yaitu tidak defekasi mekoniun selama 24-48 jam
pertama saat bayi lahir dan mual muntah.

B. SARAN
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas
wawasan mengenai klien dengan Atresia ani karena dengan adanya pengetahuan dan
wawasan yang luas, mahasiswa akan mampu mengembangkan diri dalam masyarakat
mengenai Atresia ani
2. Bagi Institusi Pendidikan
Peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi kasus agar
dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia ani secara
komprehensif.
3. Bagi Rumah Sakit
Bagi institusi pelayanan kesehatan, memberikan pelayanan dan mempertahankan
hubungan kerja yang baik antara tim kesehatan dan klien yang ditunjukan untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang optimal agar tidak terjadi komplikasi
lain dari penyakit Atresia ani.

26
DAFTAR PUSTAKA

Rudi, H. (2013). Penanganan Kejadian Atresia Ani pada Anak. Jurnal Keperawatan
Notokusumo, 1 (1)

Yusriani, E., & Tisnilawati, T. (2017). GAMBARAN FAKTOR KEJADIAN ATRESIA ANI
PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2017. Jurnal
Kebidanan Flora, 10 (1), 41-49.

HERLITS, D. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.R DENGAN MALFORASI


ANORECTAL POST RECOLOSTOMI ET-CAUSA POST POSTERIOR SAGITTIAL
ANORECTO PLASTY DI RUANG BAITUNNISA 1 RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN
AGUNG SEMARANG (Doctoral dissertation, Universitas Islam Sultan Agung).

Lokananta, I. (2016). Malfirasi Anorektal. Jurnal Kedokteran Meditek.

PPNI.(2017). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI.(2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI.(2019). Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Ginting, S. (2021). PENGARUH EDUKASI TERHADAP KEMAMPUAN KELUARGA


DALAM PERAWATAN STOMA PADA PASIEN YANG MENGALAMI
KOLOSTOMI DI RSUP. H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2021. Jurnal Ilmiah
PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dentist),
16(3), 516-524

27

Anda mungkin juga menyukai