Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA I

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KECEMASAN


DAN KEHILANGAN BERDUKA
Dosen Pembimbing : Iin Aini Isnawati, S. Kep, Ns, M, Kes

Disusun Oleh :

KELOMPOK 6

1. Ima Amalia Juliyantiara (14201.12.20015)


2. Siti Zainab (14201.12.20041)
3. Mufidah (14201.12.20025)
4. M Dio Alfandi W (14201.12.20026)
5. Tri Sultan K (14201.12.20043)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PADJARAKAN-PROBOLINGGO
TAHUN 2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
KECEMASAN DAN KEHILANGAN BERDUKA” ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Semoga shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW, juga segenap keluarga, dan para sahabatnya.
Untukitupenulismengucapkanterimakasihkepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pembina
Yayasan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. H. Nur Hamim, S.KM., S.Kep.Ns., M.Kes selaku Ketuan STIKes
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo
3. Nafolion Nur Rahmat, S.Kep.Ns., M.Kes selaku Kepala Prodi Sarjana
Keperawatan STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo.
4. Iin Aini Isnawati, S. Kep, Ns, M, Kes selaku Dosen Mata Kuliah
Keperawatan Jiwa.
5. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
6. Rekan – rekan STIKes Hafshawaty Zainul Hasan Genggong STIKes
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo semester V.
Karena tanpa dukungan dan bimbingan beliau makalah ini tidak akan
terselesaikan, seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada saya
mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Harapan penulis, semoga
makalah ini dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri dan para pembaca untuk
dijadikan referensi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini

Probolinggo, 01 Desember 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Ansietas (kecemasan) adalah sekelompok kondisi yang memberi
gambaran penting tentang ansietas yang berlebihan, disertai respon perilaku,
emosional, dan fisiologis. Banyak individu yang mengalami gangguan
ansietas merasa takut mereka akan menjadi gila karena perilaku mereka yang
tidak lazim atau mereka mengalami serangan jantung karena respons
fisiologis seperti palpitasi, berkeringat, dan kesulitan bernapas.
Gangguan asietas merupakan gangguan emosional yang paling sering
terjadi di Amerika Serikat. Setidaknya 17% individu dewasa di amerika
serikat menunjukkan suatu gangguan ansietas atau lebih dalam satu tahun.
Gangguan ansietas lebih sering dialami oleh wanita, individu berusia kurang
dari 45 tahun individu yang bercerai atau berpisah dan individu yang berasal
dari status sosial ekonomi rendah ,kecuali untuk OSD, tidak ada perbedaan
gender pada gangguan ini.
Penelitian (Dalam Hario Megatsari,2020) terkait gangguan
kecemasan masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa terdapat empat
variabel yang mempengaruhi tingkat gangguan kecemasan masyarakat
Indonesia selama pandemi. Yaitu usia, gender, pendidikan, dan pekerjaan.
Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa pada responden kelompok
usia 20-29 tahun 4,33 kali lebih mungkin mengalami gangguan kecemasan
dengan level yang lebih tinggi dari gangguan kecemasan yang dialami oleh
kelompok usia 50 tahun. Sementara responden kelompok usia 40-49 tahun
2,32 kali lebih mungkin untuk mengalami gangguan kecemasan dengan level
yang lebih tinggi dibandingkan gangguan kecemasan yang dialami oleh
kelompok usia 50 tahun.
Pengalaman kehilangan dan duka cita adalah hal yang esensial dan
normal dalam kehidupan manusia. Membiarkan pergi, melepaskan dan terus
melangkah terjadi ketika individu mengalami tahap pertumbuhan dan
perkembangan normal dengan mengucapkan selamat tinggal kepada
tempat ,orang ,impian dan benda-benda yang disayangi misalnya Selimut,
atau mainan favorit, guru sekolah dasar ,atau harapan ketika remaja untuk
menjadi bintang musik rock yang terkenal adalah contoh kehilangan yang
penting yang terjadi bersama pertumbuhan.
Kecemasan, kehilangan dan duka cita dapat menjadi fokus terapi
karena kadang-kadang hal ini tampak sebagai gangguan alam perasaan bagi
mata orang yang tidak berpengalaman. Sebagai perawat harus waspada
terutama pada klien yang mengalami kecemasan,duka cita dan merasa
kehilangan. Tidak hanya ketika mereka kehilangan hubungan yang penting
akibat kematian, tetapi juga ketika mereka mengalami perubahan di
lingkungan terapi rutinitas lingkungan atau bahkan staff.
Untuk mendukung dan merawat klien dengan gangguan tersebut
diatas perawat perlu memahami Fase – fase ini sebagai bagian proses
keperawatan. Menjelaskan peran perawat dalam proses berduka dan memberi
pedoman cara menawarkan dukungan dan mengajarkan keterampilan koping
yang diperlukan kepada klien yang berduka pentingnya kesadaran diri dan
kompetensi sebagai fasilitator juga dibahas dalam makalah ini.
Oleh karena itu peningkatan pengetahuan pada konsep
kecemasan,kehilangan dan berduka harus ditingkatkan untuk mengaajarkan
keterampilan koping pada klien dengan gangguan tersebut.
II. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengambil
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep kecemasan ?
2. Bagaimana konsep kehilangan?
3. Bagaimana konsep berduka ?
III. TUJUAN DAN MANFAAT
a. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka makalah ini memiliki tujuan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep kecemasan.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep kehilangan.
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep berduka.
b. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
memahami dan mengetahui tentang konsep kecemasan , kehilangan
dan berduka. Serta sebagai bahan mata ajar dalam proses belajar
mengajar di Institusi
2. Tenaga Kesehatan (Perawat)
Agar mengetahui tentang asuhan keperawatan kecemasan,
kehilangan dan berduka, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam
dunia kerja, dan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di
masyarakat.
3. Mahasiswa
Menambah wawasan teori kepada mahasiswa tentang asuhan
keperawatan pada kecemasan, kehilangan dan berduka. Sehingga
nantinya mereka dapat mengetahui apa yang dimaksud kecemasan,
kehilangan dan berduka
BAB II

PEMBAHASAN

I. KECEMASAN (ANXIETY)
A. DEFINISI
Cemas (ansietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Merupakan afek atau perasaan yang tidak
menyenangkan dan dapat berupa ketegangan, rasa tidak aman dan
kekhawatiran yang timbul akibat sesuatu yang mengecewakan serta ancaman
terhadap keinginan pribadi (Pratiwi 2018).
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar – samar
karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respon (penyebab
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak
menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya
yang akan datang dan memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi
ancaman. (A. yusuf, dkk. 2015 dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa).
B. TINGKAT KECEMASAN
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang tergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang
dialami, san seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas.
Ansietas dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang, berat, sampai panik.
Tingkatan cemas adalah sebagai berikut : (Sheila L. Videbeck, 2008)
1. Ansietas Ringan
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari – hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada
dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas menumbuhkan motivasi
belajar serta mengahasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Misalnya :
ansietas ringan ringan membantu mahasiswa berfokus pada informasi
baru yang diberikan dikelas atau klinik.
2. Ansietas Sedang
Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada
sesuatu yang benar – benar berbeda. Individu menjadi gugup dan agitasi.
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif tetapi dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah. Misalnya : ibunya mengatakan bahwa berat badannya
turun banyak tanpa berupaya menurunkannya.
3. Ansietas Berat
Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang
berbeda dan ada ancaman, individu akan memperlihatkan respons takut
dan distress. Sangat mengurahi lahan persepsi seseorang. Adanya
kecenderungan untuk memusatkan pada seseuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
4. Tingkat Panik
Dari ansietas berhubungan dengan ketakutan dan merasa diteror, serta
tidak mampu melakukan apapun walaupun dengan pengarahan. Panik
meningkatkan aktivitas motorik, menurunkan kemampuan berhubungan
dengan orang lain, persepsi menyimpang, serta kehilangan pemikiran
rasional.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Gangguan Ansietas ditandai dengan : (Sutejo, 2019)
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri dan
mudah tersinggung.
b. Pasien merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut
c. Pasien mengatakan takut bila sendiri atau dikeramaian banyak
orang
d. Mengalami gangguan pola tidur dan disertai mimpi yang
menegangkan
e. Gangguan konsetrasi dan daya ingat
f. Adanya keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang
belakang, pendengaran berdering atau jantung berdebar-debar,
sesak nafas, gangguan pencernaan sepertidiare, mual dan tidak
nafsu makan, sering berkemih atau sakit kepala
g. Panik, Pikiran dan tindakan obsesif – kompulsif
h. Takut terhadap objek atau peristiwa yang tidak sesuai dengan
realitas situasi
2. Tingkat Respon Ansietas (Beck, A.T. & Emery, C. (1985) dalam
Sheila L. Videbeck (2008))
Tingkat Ansietas Ringan (1+)
Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional
 Ketegangan otot  Lapang persepsi  perilaku otomatis
ringan luas  sedikit tidak
 Sadar akan  Terlihat tenang sabar
lingkungan dan percaya diri  aktivitas
 Rileks atau  Perasaan gagal menyendiri
sedikit gelisah sedikit  terstimulasi
 Penuh perhatian  waspada  tenang
 Rajin
Tingkat Ansietas sedang (2+)
Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional
 Ttv meningkat  Lapang persepsi  Tidak nyaman
 Pupil dilatasi menurun  Mudah
 Ketegangan otot  Fokus terhadap tersinggung
sedang, suara stimulus  Kepercayaan diri
berubah meningkat goyah
(bergetar, tinggi)  Rentang  Tidak sabar
 Mulai perhatian  Gembira
berkeringat menurun
 Sering mondar  Penyelesaian
mandir masalah menurun
 Sakit kepala,
sering berkemih
Tingkat Ansietas Berat (3+)
Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional
 Ketegangan otot  Lapang persepsi  Sangat cemas
berat terbatas  Agitasi
 Hiperventilasi  Proses berfikir  Takut
 Kontak mata terpecah – pecah  Bingung
buruk  Sulit berfikir  Merasa tidak
 Pengeluaran  Penyelesaian adekuat
keringat masalah buruk  Menarik diri
meningkat  Tidak mampu  Penyangkalan
 Bicara cepat, mempertimbangk  Ingin bebas
nada suara tinggi an informasi
 Mondar mandir,  Hanya
berteriak, memperhatikan
meremas tangan, ancaman
gemetar  Egosentris
 Rahang
menegang,
menggertakkan
D. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Faktor-faktor mempengaruhi kecemasan banyak sekali, diantaranya
adalah:
a. Paparan zat yang membahayakan individu atau racun dan toksin
b. Konflik yang tidak disadari tentang tujuan hidup,
c. Hambatan dalam hubungan dengan keluarga/keturunan,
d. Adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi,
e. Gangguan dalam hubungan interpersonal,
f. Krisis situasional/maturasi seperti tugas perkembangan yang tidak
terselesaikan dengan baik dan tuntas,
g. Ancaman terhadap kematian, baik karena penyakit maupun karena
situasi yang mencekam seperti perang, terisolasi, dan lain-lain,
h. Selain itu dapat juga disebabkan karena adanya ancaman terhadap
konsep diri, stress, penyalagunaan zat,
i. Perubahan dalam status peran, misalkan seseorang isteri menjadi
singleparent dan perubahan status kesehatan,
j. Pola intraksi juga berpengaruh dalam timbulkan kecemasan
k. Adanya perubahan fungsi peran, perubahan lingkungan dan
perubahan status ekonomi. (NANDA 2005)
2. Faktor Predisposisi Ansietas
Menurut Stuart dan Laraia (1998) terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan ansietas diantaranya sebagai berikut :
a. Faktor Biologis
Otak mengandung reseptor khusus untuk Benzodiazepine.
Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Mengahambat GABA
juga berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan
ansietas bagaimana dengan halnya endorfin. Ansietas mungkin
disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya meurunkan kapasitas
seseorang untuk mengatasi stresor.
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologi dibedakan sebagai berikut :
1. Pandangan psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian (id seseorang dan superego). Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh
norma – norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi
tuntutan dari dua elemen yang betentangan dan fungsi ansietas
adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2. Pandangan interpersonal
Ansietas timbul akibat perasaan takut tidak adanya penerimaan
dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kelemahan spesifik. Terutama orang yang
mengalami harga diri rendah akan mudah mengalami
perkembangan ansietas yang berat
3. Pandangan perilaku
Ansietas menjadi produk frustasi, yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Individu yang terbiasa sejak dini dihadapkan pada
ketakutan berlebihan, sering menunjukkan ansietas dalam
kehidupan selanjutnya.
c. Sosial Budaya
Ansietas dapat ditemukan dengan mudah dalam keluarga. Faktor
ekonomi dan latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap
terjadinya ansietas.
d. Kondisi keluargaa
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada
tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan
ansietas dengan depresi. Faktor ekonomi, latar belakang pendidikan
berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.
3. Faktor Presipitasi Ansietas
Faktor presipitaasi dibedakan sebagai berikut :
a. Ancaman integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan
aktivitas hidup sehari – hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegraasi seseorang.
II. KEHILANGAN DAN BERDUKA (LOSS AND GRIEF)
A. DEFINISI
1. Kehilangan (Loss)
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensi
yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan
dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupan. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan
dan kecenderungan akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan.
Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons
individu terhadap kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry,1997).
2. Berduka (Grief)
Berduka merupakan respon emosi terhadap kehilangan yang
ditandai dengan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal yang terjadi
pada semua kejadian kehilangan.

NANDA membagi menjadi dua tipe berduka yaitu ;

a. Berduka diantisipasi

Berduka diantisipasi merupakan suatu status pengalaman individu


dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal.

b. Berduka disfungsional

Berduka disfungsional adalah suatu status individu dalam merespon


suatu kehilangan dimana respon kehilangan dibesar-besarkan padaa
saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan,
objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Lamanya proses berduka sangat individual dan dapat sampai
beberapa tahun lamanya. Fase akut berduka biasanya 6 – 8 minggu, dan
penyelesaian respons kehilangan atau berduka secara menyeluruh
memerlukan waktu 1 bulan sampai 3 tahun.

B. TANDA DAN GEJALA


Berduka yang disebutkan di atas sebagai respon kehilangan memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan.
2. Perasaan sedih dan hampa apabila mengingat kembali kejadian
kehilangan
3. Perasaan tidak nyaman sering disertai dengan menangis, keluhan
sesak pada dada, tercekik dan nafas pendek
4. Mengenang orang yang telah pergi secara terus-menerus
5. Mengalami perasaan berduka
6. Mudah tersinggung dan marah
Gejala yang timbul pada pasien dengan kehilangan antara lain :
1. Adaptasi terhadap kehilangan yang tidak berhasil
2. Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
3. Reaksi emosional yang lambat
4. Tidak mampu menerima pola kehidupan yang normal
Tanda yang mungkin dijumpai pada pasien kehilangan antara lain :
1. Isolasi sosial atau menarik diri
2. Gagal untuk mengembangkan hubungan / minat – minat baru
3. Gagal untuk menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan
a. Respon Kognitif Terhadap Duka Cita
1. Asumsi dan keyakinan dasar tentang makna dan dunia hidup
terganggu bahkan mungkin hancur.
2. Berduka seringkali menyebabkan keyakinan individu tentang dirinya
dan dunia berubah misalnya persepsi individu tentang hal-hal yang
baik di dunia makna hidup ketika berhubungan dengan keadilan dan
makna takdir atau garis kehidupan (janoff bulman 1989)
3. Menjadi lebih bijaksana menghilangkan ilusi tentang keabadian diri
memandang dunia secara lebih realistis dan mengevaluasi kembali
keyakinan agama atau keyakinan spiritual
b. Respon Emosional Terhadap Duka Cita
1. Perasana marah sedih dan cemas adalah pengalaman emosional yang
dominan pada kehilangan kemarahan dan kebencian dapat
ditunjukkan kepada individu yang meninggal dan praktik kesehatan
yang dilakukan pada anggota keluarga dan memberi perawatan
kesehatan atau institusi
2. Rasa bersalah terhadap hal yang belum dilakukan atau dikatakan
dalam hubungan yang terputus merupakan emosi lain yang
menyakitkan.
3. Perasaan benci dan dendam dapat muncul ketika kematian terjadi
akibat lingkungan yang ekstrim seperti bunuh diri pembunuhan atau
perang.
c. Respon Spiritual Terhadap DukaCita
1. Ketika kehilangan terjadi individu mungkin kecewa dan marah
kepada tuhan atau tokoh agama yang lain misalnya pendeta atau
ustadz
2. Penderitaan karena ditinggalkan kehilangan harapan atau kehilangan
makna merupakan penyebab penderitaan spiritual yang dalam
d. Respon Perilaku Terhadap Duka Cita
1. Menangis terisak
2. Menangis tidak terkontrol
3. Sangat gelisah dan
4. Perilaku mencari adalah tanda kerinduan dan pencarian figure yang
hilang
5. Berteriak memanggil orang yang meninggal dan mencermati ruangan
untuk mencari orang yang meninggal
6. Stabilitas dan sikap bermusuhan terhadap orang lain memperlihatkan
perasaan marah
7. Mencari serta menghindari tempat atau aktivitas yang pernah
dilakukan bersama orang yang telah meninggal
8. Menyimpan benda yang dimiliki atau digunakan bersama orang yang
telah meninggal pada hal ini membuat anda tersebut menggambarkan
emosi yang ber fluktuasi dan persepsi tentang harapan untuk bertemu
kembali dengan orang yang meninggal
e. Respon Fisiologis Terhadap Duka Cinta
1. Insomnia, sakit kepala
2. Gangguan nafsu makan, berat badan turun
3. Tidak bertenaga
4. Palpilitasi dan gangguan pencernaan
5. Serta perubahan sistem imun dan endokrin

C. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHILANGAN


DAN BERDUKA
1. Faktor Presdisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan adalah genetik,
kesehatan fisik, kesehatan jiwa, pengalaman masa lalu (Suliswati, 2005).
a. Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap
optimistik dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk
menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stres yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang sedang mengalami
gangguan fisik.
c. Kesehatan jiwa/mental.
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama mempunyai riwayat
depresi, yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya, pesimistik,
selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka
terhadap situasi kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di masa lalu.
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna di masa
kanak- kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi kehilangan di masa dewasa.
2. Faktor Presipitasi
Faktor yang memunculkan rasa kehilangan adalah perasaan stress nyata
atau imajinasi individu dan kehilangan yang bersifat bio – psiko - sosial
seperti kondisi sakit, kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga diri,
kehilangan pekerjaan, kehilangan peran, dan kehilangan posisi di
masyarakat.
3. Faktor Penyebab Kehilangan dan Berduka (Potter & Perry, 2005).
Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan dan dapat
menimbulkan respon berduka pada diri seseorang. Situasi yang paling
sering ditemui adalah sebagai berikut:
a. Patofisiologis
Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang
bersifat sekunder akibat kehilangan fungsi neurologis,
kardiovaskuler, sensori, muskuloskeletal, digestif. pernapasan,
ginjal dan trauma.
b. Terkait pengobatan
Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam
jangka waktu yang lama dan prosedur pembedahan
(mastektomi, kolostomi, histerektomi).
c. Situasional (Personal, Lingkungan)
Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan
sekunder akibat nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian;
berhubungan dengan kehilangan gaya hidup akibat
melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak meninggalkan rumah,
dan perceraian; dan berhubungan dengan kehilangan normalitas
sekunder akibat keadaan cacat, bekas luka, dan penyakit.
d. Maturasional
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti teman -
teman, pekerjaan, fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan
kehilangan harapan dan impian
D. TEORI PROSES KEHILANGAN DAN BERDUKA
a. Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani
proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya
dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.

1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase
yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka
maupun menjelang ajal.
a. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin
menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi
secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
b. Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan
mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
c. Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong karena kehilangan masih tetap tidak dapat
menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan
untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
d. Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan
terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal
tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
e. Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang
sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Berduka (Grief) adalah merupakan reaksi psikologis sebagai respon
kehilangan sesuatu yangdimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku
emosi, fisik, spiritual, social maupun intelekstual seseorang. Terdapat
teori mengenai respon berduka terhadap kehilangan.(1969 dalam
Hidayat, 2009) mengenai tahapan berduka akibat kehilangan
berorientasi pada perilaku dan menyangkut lima tahap yaitu
a. Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti :
 "Tidak, tidak mungkin seperti itu,"
 "Tidak akan terjadi pada saya!" umum dilontarkan
klien.
b. Kemarahan (Anger)
Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali
tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.
c. Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang
halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien
sering kali mencari pendapat orang lain.
d. Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari
makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi
kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.
e. Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut, Kubler-
Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang
mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan fase kesedihan mempunyai
lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi
kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi
respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang
mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun..
4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori :
a. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika
klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan
kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
c. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut
dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia
sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan
kehidupan mereka.
E. TIPE – TIPE KEHILANGAN DAN BERDUKA
a. Tipe – Tipe Kehilangan (Maslow 1954 dalam Sheila 2008)

Cara yang bermanfaat untuk mempelajari tipe kehilangan ialah


menggunakan hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow 1954.
Beberapa contoh kehilangan yang relevan dengan kebutuhan spesifik
manusia yang diidentifikasi dalam hierarki Maslow antara lain :

1. Kehilangan fisiologis
Kehilangan pertukaran udara yang adekuat kehilangan fungsi pankreas
yang adekuat kehilangan suatu ekstremitas dan gejala atau kondisi
somatik lain yang menandakan kehilangan fisiologis
2. Kehilangan keselamatan
Kehilangan lingkungan yang aman seperti kekerasan dalam rumah
tangga dan kekerasan publik.
3. Kehilangan keamanan dan rasa memiliki
Kehilangan terjadi ketika hubungan berubah akibat kelahiran,
perkawinan, perceraian, sakit dan kematian kehilangan seseorang yang
dicintai mempengaruhi kebutuhan untuk mencintai dan dicintai.
4. Kehilangan harga diri
Kebutuhan harga diri terancam atau dianggap sebagai kehilangan
setiap kali terjadi perubahan cara menghargai individu dalam pekerjaan
dan perubahan hubungan. Rasa harga diri individu dapat tertantang
atau dialami sebagai suatu kehilangan ketika persepsi tentang diri
sendiri berubah.
5. Kehilangan yang berhubungan dengan aktualisasi diri
Tujuan pribadi dan potensi individu dapat terancam atau hilang ketika
krisis internal atau eksternal menghalangi atau menghambat upaya
pencapaian tujuan dan potensi tersebut (Parkes 1998) contoh
kehilangan yang terkait dengan aktualisasi diri mencangkup gagalnya
rencana menyelesaikan pendidikan, kehilangan harapan untuk
menikah, dan berkeluarga atau seseorang kehilangan penglihatan, atau
pembenaran ketika mengejar tujuan menjadi artis atau komposer
b. Jenis - Jenis Berduka
1. Berduka normal
Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.
2. Berduka antisipatif
Proses’melepaskan diri’ yang muncul sebelum kehilangan atau
kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima
diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan
menyesuaikan beragai urusan didunia sebelum ajalnya tiba
3. Berduka yang rumit
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah
tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang
bersangkutan dengan orang lain.
4. Berduka tertutup
Kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya
di kandungan atau ketika bersalin.
c. Tipe - Tipe Kehilangan
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan
perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
d. Jenis – Jenis Kehilangan
1. Kehilangan seseorang yang dicintai ( Actual Loss )
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau
orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
mengganggu dari tipe-tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh
seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang
yang dicintai.Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari
ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak
biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi.Contoh : kehilangan anggota badan , kehilngan suami/ istri ,
kehilangan pekerjaan.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri ( Loss Of Self )
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan
tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap
keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain
yang dapat hilang dari seseorang. Contoh : misalnya kehilangan
pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri
atau bersamasama, perhiasan, uang atau pekerjaan.Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada
arti dan kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam
waktu satu periode atau bergantian secara permanen.Contoh : pindah
kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran
dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian
yang sesungguhnya.

III. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A. PENGKAJIAN

Dalam bagian ini perawat harus dapat memahami dan menangani


pasien yang mengalami diagnosis keperawatan ansietas, baik
menggunakan cara individual maupun kelompok. Bagian ini juga
memberikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
keluarga pasien dengan kecemasan.

1) Data dasar
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang,
status sosial ekonomi, adat/kebudayaan, dan keyakinan spiritual, sehingga
mudah dalam komunikasi dan menentukan tindakan keperawatan yang
sesuai.
a. Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan,
alamat,nomor register, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber
informasi). Terjadi pada semua umur baik laki-laki maupun
perempuan.
b. Identitas Penanggung jawab (nama, jenis kelamin, umur, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang
digunakan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien).
2) Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi secara umum yang mempengaruhi
terjadinya ansietas:
a. Panik
b. Ketegangan menghadapi sesuatu
c. Kurang percaya diri
d. Ketakutan kehilangan
e. Preoperasi
f. Obsesius
3) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi:
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
4) Mekanisme Koping
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme
koping sebagai berikut:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang di sadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan
situasi stres, misalnya perilaku menyerang untuk mengubah atau
mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan, Menarik diri untuk
memindahkan dari sumber stress, Kompromi untuk mengganti tujuan
atau mengorbankan kebutuhan personal.
b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang. tetapi berlangsung tidak sadar dan melibatkan penipuan diri
dan distorsi realitas dan bersifat maladaptif.
5) Perilaku
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan
fisiologi dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala
atau mekanisme koping dalam upaya melawan kecemasan. Intensietas
perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan.
Respon fisiologis terhadap ansietas meliputi:
a. Sistem kardiovaskuler: jantung berdebar, palpitasi, tekanan darah
meningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi
menurun.
b. Sistem respirasi: napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas
dangkal, sensasi tercekik.
c. Neuromuskuler: reflex meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-
kedip, insomnia, kelemahan umum.
d. Gl: kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman
pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri, ulu hati, diare.
e. Perkemihan: sering berkemih
f. Kulit: berkeringat setempat, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit,
wajah pucat.
6) Data yang perlu di kaji
a. Data subyektif:
Klien mengatakan perasaan saya gelisah, berdebar-debar, sering
berkemih, mengalami ketegangan fisik, panik, tidak dapat
konsentrasi, tidak percaya diri.
b. Data obyektif:
Klien tampak gelisah, pucat, mulut kering, suara tremor, sering
mondar-mandir sambil berbicara sendiri atau berbicara kepada orang
lain tetapi tidak di respon. menarik diri dari lingkungan interpersonal.
7) Status kesehatan mental
a. Kebenaran data:
Apakah semua informasi yang diberikan oleh klien sesuai dengan apa
yang disampaikan oleh keluarganya saat melakukan kunjungan
rumah.
b. Status sensorik:
Kaji apakah ada gangguan pada penglihatan, pendengaran,
penciuman dan pengecapan dan perabaan.
c. Status persepsi
Klien mendengarkan suara-suara yang membisik di telinganya. Klien
sering melamun, menyendiri, senyum sendiri karena mendengar
sesuatu atau kadang-kadang mata menatap tajam seperti mengawasi
sesuatu.
d. Status motorik
Motorik kasar: cara klien berjalan, berpakaian, dan berbicara apakah
masih terkontrol atau tidak.
Motorik halus: misalnya Klien mampu menulis, menggenggam
sesuatu, memasukan kancing ke dalamlubang kancing tanpa tremor.
e. Afek
Emosi yang ditunjukan sesuai dengan apa yang diungkapkan.
Misalnya jika klien menceritakan hal-hal yang lucu, klien turut
tertawa.
f. Orientasi
Klien mengenal orang yang ada di sekitarnya, Klien mengetahui
tentang waktu.
g. Ingatan
Apakah Klien masih mengingat apa yang di alaminya selama ini,
Apakah klien kehilangan sebagaian memori yang di ingatnya.
8) Pengkajian psikologis
a. Status emosi
Suasana hati yang menonjol adalah tampak purtus asa. Ekspresi
muka tampak datar. Saat berinteraksi, klien mampu menjawab
pertanyaan perawat dengan jawaban sejelas-jelasnya. Apakah
Perasaan klien saat ini cukup baik.
b. Konsep diri
Tanyakan apa yang di inginkan oleh kilen, pandangan hidup yang
bertentangan. menarik diri dari realitas dll.
c. Gaya komunikasi
Apakah klien berbicara secara santai, sulit di ajak berkomunikasi
dll.Perhatikan juga ekspresi nonverbal saat berinteraksi tampak serius
dan antsusias, ada kontak mata.
d. Pola interaksi
Bagaimana cara klien berinteraksi dengan perawat, dengan anggota
keluarga yang lain di rumah.
e. Pola pertahanan
Bila mengatasi situasi yang sangat menekan atau sedih, klien lebih suka
berdiam diri di kamar, melamun. Klien mengatakan tidak.
9) Pengkajian sosial
a. Pendidikan dan pekerjaan
b. Hubungan sosial
c. Faktor sosial budaya
d. Gaya hidup
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian
d.d tampak gelisah
b. Berduka b.d kematian keluarga atau orang yang berarti, kehilangan d.d
merasa bersedih
c. Harga diri rendah situasional b.d riwayat kehilangan d.d menilai diri
negatif
d. Waham b.d maladaptasi, stres berlebihan d.d menunjukkan perilaku
sesuai isi waham

C. INTERVENSI
Diagnosa :
a. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian
d.d tampak gelisah

Luaran utama : Tingkat ansietas

Kriteria hasil :

Verbalisasi kebingungan 5 (meningkat)


Perilaku gelisah 5 (meningka)
Perilaku tegang 5 (meningka)
Tremor 5 (meningka)
Pucat 5 (meningka)
Konsentrasi 5 (Menurun)
Pola tidur 5 (Menurun)

Intervensi utama : Reduksi ansietas

Observasi Terapeutik
 Identifikasi saat tingkat  Ciptakan suasana terapeutik
ansietas berubah untuk menumbuhkan
 Identifikasi kemampuan kepercayaan
mengambil keputusan  Pahami situasi yang
 Monitor tanda-tanda membuat ansietas
ansietas  Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi Kolaborasi
 Jelaskan prosedur,  Kolaborasi pemberian obat
termasuk sensasi yang ansietas jika perlu
mungkin dialami
 Latih teknik relaksasi
Diagnosa :

b. Berduka b.d kematian keluarga atau orang yang berarti, kehilangan d.d
merasa bersedih

Luaran utama : Tingkat berduka

Kriteria hasil :

Verbalisasi menerima 5 (meningkat)


kehilangan
Verbalisasi harapan 5 (meningkat)
Verbalisasi perasaan sedih 5 (Menurun)
Verbalisasi perasaan bersalah 5 (Menurun)
atau menyalahkan orang lain
Imunitas 5 (membaik)
Intervensi utama : Dukungan proses berduka

Observasi Terapeuti

 Identifikasi kehilangan  Tunjukkan sikap


yang dihadapi menerima dan empat
 Identifikasi sifat  Motivasi agar mau
keterikatan pada benda mengungkapkan perasaan
yang hilang atau orang kehilangan
yang meninggal  Motivasi untuk
 Identifikasi reaksi awal menguatkan dukungan
terhadap kehilangan keluarga atau orang
terdekat
 Fasilitasi melakukan
kebiasaan sesuai dengan
budaya, agama, dan norma
social
 Diskusikan strategi koping
yang dapat digunakan

Edukasi Kolaborasi

 Jelaskan kepada pasien


dan keluarga bahwa sikap
mengingkari, marah, tawar
menawar, sepresi dan
menerima adalah wajar
dalam menghadapi
kehilangan
 Ajarkan melewati proses
berduka bertahap.
Diagnosa :

c. Harga diri rendah situasional b.d riwayat kehilangan d.d menilai diri
negatif
Luaran utama : Harga diri

Kriteria hasil :

Penilaian diri positif 5 (meningkat)


Gairah aktivitas 5 (meningkat)
Perasaan malu 5 (menurun)
Intervensi utama : Manajemen perilaku

Observasi Terapeuti

 Mengidentifikasi dan  Diskusikan tanggung


mengelola perilaku negative jawab terhadap perilaku
 Jadwalkan kegiatan
terstruktur
 Batasi jumlah
pengunjung
 Hindari sikap
mengancam

Edukasi Kolaborasi

 Informasikan keluarga
bahwa keluarga sebagai
dasar pembentukan kognitif
Diagnosa :
d. Waham b.d maladaptasi, stres berlebihan d.d menunjukkan perilaku
sesuai isi waham

Luaran utama : status orientasi

Kriteria hasil :

Produktivitas 5 (meningkat)
Verbalisasi waham 5 (menurun)
khawatir 5 (menurun)
Curiga 5 (menurun)
Perilaku sesuai realita 5 (membaik)
Isi pikir sesuai realita 5 (membaik)
Perawatan diri 5 (membaik)

Intervensi utama : Manajemen waham

Observasi Terapeuti

 Monitor waham yang  Bina hubungan


isinya membahayakan diri interpersonal saling
sendiri, orang lain, dan percaya
lingkungan  Diskusikan waham dengan
 Monitor efek terapeutik berfokus pada perasaan
dan efek samping obat yang mendasari waham
 Sediakan lingkungan aman
dan nyaman
 Berikan aktivitas reakreasi
dan pengalihan sesuai
kebutuhan
 Lakukan intervensi
pengontrolan perilaku
waham
Edukasi Kolaborasi
 Anjurkan melakukan  Kolaborasi pemberian obat
rutinitas harian secara sesuai indikasi
secara konsisten
 Latih manajemen stress

D. IMPLEMENTASI
Lakukan intervensi atau rencanaan tindakan keperawatan secara tepat
dan sesuai standar operasional prosedur.
E. EVALUASI
Evaluasi respon pasien setelah melakukan tindakan dan dokumentasi
semua tindakan yang sudah di lakukan

BAB III
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada BAB II maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Cemas (anxietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi merupakan afek atau perasaan yang tidak menyenangkan dan
dapat berupa ketegangan rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul
akibat sesuatu yang mengecewakan serta ancaman terhadap keinginan pribadi
(Pratiwi 2018). Tingkat kecemasan terbagi menjadi 4 yaitu : ansietas ringan
anxietas sedang ansietas berat dan tingkat panik. Tanda dan gejala yang
muncul berupa : cemas khawatir firasat buruk takut akan pikirannya sendiri
dan mudah tersinggung
2. Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensi yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada baik sebagian
atau keseluruhan atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan. Berduka merupakan respon emosi terhadap kehilangan
yang ditandai dengan adanya perasaan sedih gelisah cemas sesak nafas susah
tidur dan lain-lain berduka merupakan respon normal yang terjadi pada
semua kejadian kehilangan. Dalam teori kubler Rose kehilangan terbagi
menjadi 5 tahap : penyangkalan (denial), kemarahan (Anger), penawaran
(bergaining), depresi (depression), penerimaan (Acceptence).

II. SARAN

Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi


dan tambahan pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya dalam
pemahaman tentang konsep kecemasan, kehilangan dan berduka sehingga penulis
menyarankan kepada para pembaca agar bisa mengaplikasikan hal tersebut dalam
kehidupan sehari – hari maupun di lahan kerja dengan mampu memahami apa itu
kecemasan, kehilangan dan berduka sehingga nantinya makalah ini mampu
meningkatkan keperawatan menjadi suatu disiplin ilmu yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Ar Noval Berli (2020). Penerapan Terapi Hipnosis 5 Jari untuk Mengurangi Kecemasan
pada masa pandemi covid 19. Bukittinggi :Padang

Halimah, Nur .(2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia

Keliat, B. A., (2011) Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN –Basic Course)
Jakarta EGC

Megasari,Haryo. (2020). Gangguan Kecemasan Masyarakat Indonesia Selama Pandemi


Covid 19 Unair.ac.id

Mubarak dan Chayatin.(2011). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.

Patricia, A.P. dan Perry, A.G. 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4. Jakarta: EGC

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Sutedjo (2019). Keperawatan Jiwa . Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Uliyah, Musrifatul dan Aziz Alimul Hidayat. 2021. Keperawatan Dasar 2 Untuk
Pendidikan Vokasi. Surabaya:Health Books Publishing

Videbeck.(2008) Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Psychiatric Mental Health Nursing).


Jakarta : EGC

Widiastuti, Sri. Hasian lenita. (2019). Buku Materi Pembelajaran Kesehatan Jiwa
Jakarta :Universitas Kristen Indonesia

Yosep, pius. Sutini Titin (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung : Refika Aditama

Yusuf, Rizki fitriasari. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai