Anda di halaman 1dari 23

UNIVERSITAS INDONESIA

Judul Makalah

“ Asertif Training Pada Asuhan Keperawatan Keluarga


Dengan Merawat Pasien Osteosarcoma ”

Mata Kuliah Komunitas Lanjut I

Fasilitator : Dra. Junaiti Sahar, SKp., MappSc., PhD

OLEH

Diksi Hera Berliana S.Kep., Ns NPM. 1906337772

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia Tahun

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat ridho-Nya makalah
ini dapat terselesaikan. Penulisan makalah ini secara umum bertujuan untuk
mempelajari Asertif Training pada pasien di tatanan keluarga. Besar harapan penyusun
bahwa makalah ini mampu dengan baik menyampaikan tujuannya. Akhir kata,
penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Karenanya kritik dan saran membangun dapat diberikan demi perbaikan selanjutnya.

Depok, Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul

Kata Pengantar..........................................................................................................
Daftar Isi ..................................................................................................................
BAB I Pendahuluan .................................................................................................
1.1.Latar Belakang ........................................................................................
1.2.Tujuan Penulisan .....................................................................................
1.3.Sistematika Penulisan...............................................................................
BAB II Tinjauan Teori.............................................................................................
2.1.Definisi Asertif Training...................................................................
2.2.Karakteristik Assertif Training ................................................................................
2.3.Tujuan Assertif Training.......................................................................
2.4.Manfaat Assertif Training ................
2.5.Kelebihan dan Kekurangan....................................
2.6.Tahap pelaksanaan Assertif Training.....................................................................
BAB III Aplikasi Askep Keluarga...........................................................................
BAB IV Penutup....................................................................................................
4.1.Simpulan.................................................................................................13
4.2.Saran.......................................................................................................13
Daftar Pustaka........................................................................................................15
Lampiran

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari


pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-
psiko-sosial-spiritual yang menyeluruh ditunjukkan kepada individu, kelompok dan
masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Pelayanan keperawataan yang diberikan berupa psikologi dan social erat kaitannya
dengan manusia sebagai makhluk social. Manusia melangsungkan kehidupan dengan
cara berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Untuk menjalin hubungan dengan
orang lain, manusia membutuhkan kemampuan komunikasi, melalui komunikasi
manusia mampu mengutarakan apa yang diinginkannya dan apa yang dibutuhkan sesuai
dengan kata hati dan pikiran, Untuk dapat berkomunikasi dengan baik maka diperlukan
perilaku yang asertif. Perilaku asertif adalah sikap yang dibutuhkan seseorang untuk
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan kepada orang lain.
Dengan tujuan agar orang lain tahu tentang maksud dan tujuan kita.

Kemampuan asertif memungkinkan orang untuk mengemukakan apa yang


diinginkan secara langsung dan jelas sehingga menimbulkan rasa senang dalam diri dan
orang lain menilai baik.(Mada, 2015) Individu yang asertivitasnya tinggi akan menggunakan
mekanisme pertahanan diri yang efektif dan adaptif, sedang bagi individu yang asertivitasnya
rendah akan cenderung mengalami gangguan mental. Individu yang asertif ditandai oleh
kemampuan mengenal dirinya sendiri dengan baik, mengetahui kelebihan, dan kekurangnya
serta menerima semua itu seperti apa adanya sehingga pada gilirannya individu mampu
merencanakan tujuan hidupnya, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, mampu mengambil
keputusan. Individu yang tidak asertif cenderung bersifat emosional, tidak jujur, tidak terbuka,
terhambat dan menolak diri sendiri.

4
Data Riskesdas 2018 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke
atas mencapai sekitar 6.1% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi
gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak
1,7 per 1.000 penduduk. Data ini menunjukan bahwa kasus mental tertinggi adalah
depresi dan kecemasan. Dimana kita ketahuai depresi dan kecemasan merupakan respon
mal adaptif dari perilaku Asertif. Menurut hasil penelitian(Mada, 2015), perilaku
Assertif juga dipengaruhi oleh budaya. Seseorang yang asertif dan matang, dapat
mengungkapkan segala sesuatu dalam dirinya secara terbuka dan terus terang, namun
tampaknya hal ini tidak dapat dilakukan ketika ada hambatan faktor budaya. Misalnya
seorang remaja yang ingin terbuka kepada orangtuanya atau orang lain yang lebih tua,
justru hal tersebut tidak sesuai dengan norma masyarakat setempat, Ketidakmampuan
mengutarakan isi hati secara asertif dapat menimbulkan "penyumbatan" emosional
dalam batin individu. Kalau ini terjadi terus-menerus dan dalam kurun waktu yang
berkepanjangan, maka rasa tertekan pun makin menumpuk. Beban emosional yang
menumpuk akan menyumbat kemampuan untuk menjalankan fungsi sehari-hari dengan
baik. Apabila kondisi tersebut berlangsung terus menerus, maka akan menyebabkan
depresi.(Imani Khan, 2012)

Assertive Training merupakan latihan keterampilan-sosial yang diberikan pada


individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu
lemah, membiarkan orang lain merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan
amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung(Corey, 2007) Pada kasus bullying yang
dialami remaja seperti merasa cemas, menarik diri dalam hubungan dengan teman
sebaya, frustasi, marah , namun tidak dapat membalas, dan menghindari orang yang
telah menyakitinya, dapat diatasi dengan cara berperilak asertif melalui Asertif training.
(Rizki, Uyun, Magister, Psikologi, & Indonesia, 2015)

5
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan mengenai tekhnik Assertif Training pada pasien ditatanan
keluarga
2. Tujuan Khusus
1) Menjelaskan pelayanan keperawatan dengan menggunakan Asertif
Training
2) Menjelaskan penetalaksanaan Asertif Training pada kasus keluarga

1.3 Sistematika Penulisan


Penulisan makalah ini terdiri dari 4 BAB yaitu :
1) BAB 1 berisi Pendahuluan
2) BAB 2 berisi tinjauan teori
3) BAB 3 Aplikasi pada Asuhan Keperawatan
4) BAB 4 Penutupan yang terdiri dari kesimpulan dan saran

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Assertif Training


Assertive Training merupakan latihan keterampilan-sosial yang diberikan pada
individu yang lemah, membiarkan orang lain merongrong dirinya, tidak mampu
mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung.(Corey, 2007)

Assertive training merupakan prosedur latihan yang diberikan kepada individu


untuk melatih interpersonal individu dalam mengekspresikan sikap, perasaan, pendapat
dan haknya. Pendekatan behavioral yang cepat adalah dengan menggunakan latihan
asertif , terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan
untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan
yang layak atau benar.

Asumsi dasar dari pelatihan asertifitas adalah bahwa setiap orang mempunyai
hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya
terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut.
Latihan ini berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu
mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan
afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran
dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam
latihan asertif ini.

2.2 Karakteristik Assertif training

a) Cocok untuk individu yang memiliki kebiasaan respon – cemas (anxiety-


response) dalam hubungan interpersonal, yang tidak adaptif, sehingga

7
menghambat untuk mengekspresikan perasaan dan tindakan yang tegas dan
tepat.
b) Latihan asertif terdiri dari 3 komponen, yaitu : Role Playing, Modeling, Social
Reward & Coaching
c) Dalam situasi social dan interpersonal, muncul kecemasan dalam diri individu,
seperti merasa tidak pantas dalam pergaulan sosial, takut untuk ditinggalkan,
Kesulitan mengekspresikan perasaan cinta dan afeksinya terhadap orang
disekitarnya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa latihan asertif adalah bantuan yang
digunakan untuk mengurangi dan menghilangkan gangguan kecemasan serta
meningkatkan kemampuan interpersonal individu, utamanya yang mengalami kesultian
untuk menyatakan diri bahwa tindakannya benar.

2.3 Tujuan
Adapun tujuan dari teknik pelatihan asertif antara lain sebagai berikut.
1. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara
sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang
lain.
2. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa
menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti
apa yang diinginkan atau tidak.
3. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara
sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaannya terhadap perasaan dan
hak orang lain.
4. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan
mengekspresikan dirinya dengan enak dalm berbagai situasi sosial.
5. Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.

2.4 Manfaat

8
Adapun manfaat dari teknik pelatihan asertif yaitu:
1. Melatih individu yang tidak dapat menyatakan kemarahan dan
kejengkelan.
2. Melatih individu yang mempunyai kesulitan untuk berkata tidak dan
yang membiarkan orang lain memanfaatkannya.
3. Melatih individu yang merasa bahwa dirinya tidak memiliki hak untuk
menyatakan pikiran, kepercayaan, dan perasaan-perasaannya.
4. Melatih individu yang sulit mengungkapkan rasa kasih dan respon-repon
positif yang lain.
5. Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri.
6. Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain.
7. Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
8. Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik, kekhawatiran dan
penolakan yang lebih sedikit.

2.5 Kelebihan dari Assertif Training

Kelebihan pelatihan asertif ini adalah :

a) Pelaksanaannya yang cukup sederhana


b) Penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan seperti relaksasi,
ketika individu lelah dan jenuh dalam berlatih, kita dapat melakukan
relaksasi supaya menyegarkan individu itu kembali. Pelatihannya juga bisa
menerapkan teknik modeling, misalnya konselor mencontohkan sikap
asertif langsung dihadapan konseli. Selain itu juga dapat dilaksanakan
melalui kursi kosong, misalnya setelah konseli mengatakan tentang apa
yang hendak diutarakan, ia langsung mengutarakannya di depan kursi yang
seolah-olah dikursi itu ada orang yang dimaksud oleh konseli.
c) Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung melalui
perasaan dan sikapnya.

9
d) Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat dilaksanakan
dalam kelompok. Melalui latihan-latihan tersebut individu diharapkan
mampu menghilangkan kecemasan-kecemasan yang ada pada dirinya,
mampu berfikir realistis terhadap konsekuensi atas keputusan yang
diambilnya serta yang paling penting adalah menerapkannya dalam
kehidupan ataupun situasi yang nyata.

2.6 Kelemahan Assertif Training


a) Meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, ini juga
tergantung dari kemampuan individu itu sendiri
b) Bagi konselor yang kurang dapat mengkombinasikannya dengan teknik lainnya,
pelatihan asertif ini kurang dapat berjalan dengan baik atau bahkan akan
membuat jenuh dan bosan konseli/peserta, atau juga membutuhkan waktu yang
cukup lama.
Hambatan yang lain, konselor terkadang mengalami kesulitan dalam
menciptakan sikap terbuka dari seluruh anggota kelompok. Untuk itu, konselor
harus mengubah sikap tertutup tersebut agar bisa lebih terbuka, yaitu dengan
memberikan pujian sebagai penguatan kepada anggota terhadap apa yang telah
mereka sampaikan(Cleary, 2019)

2.7 Tahap-tahap dan Aplikasi Assertif Training

Beberapa cara yang dapat digunakan dalam teknik latihan asertif antara lain role
playing, modeling, dan diskusi kelompok.

1) Role playing atau bermain peran adalah cara yang dapat digunakan dalam
latihan asertif untuk membantu individu yang sulit mengungkapkan ekspresi
atau perasaannya kepada seseorang yang merasa dia takuti. Dalam hal ini
bermain peran dapat dilakukan konselor dank lien. Misalnya: konselor menjadi

10
seseorang yang dianggap orang yang mempunyai masalah dengan klien, dengan
begitu klien akan mudah untuk mengungkapkan perasaannya.
2) Modeling atau peniruan tingkah laku model yaitu cara yang dilakukan untuk
membantu individu untuk berperilaku asertif. Biasanya konselor memberikan
model yang sesuai dengan memutarkan video seseorang yang bisa menginspirasi
atau konselor berperan sebagai model dan klien berusaha menirukan.
3) Diskusi kelompok, cara ini dapat digunakan konselor untuk menyelesaikan
permasalahan secara berkelompok dengan cara diskusi. Biasanya digunakan
untuk memecahkan masalah yang sama dan diharapkan anggota kelompok dapat
aktif dalam kelompok untuk melatih keberanian dan kemampuannya dalam
mengungkapkan pendapat.

Tahap-tahap dari penerapan teknik latihan asertif adalah sebagai berikut.


a) Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif dengan penggalian data
terhadap klien, konselor mengerti dimana ketidakasertifan pada konselinya.
Contoh: konseli tidak bisa menolak ajakan temannya untuk bermain voli setiap
minggu pagi padahal ia lebih menyukai berenang, hal itu karena konseli
sungkan, khawatir temannya marah atau sakit hati sehingga ia selalu menuruti
ajakan temannya.
b) Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan harapan-harapannya
Diungkapkan perilaku/sikap yang diinginkan konseli sehubungan dengan
permasalahan yang dihadapi dan harapan-harapan yang diinginkannya.
c) Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlukan. Konselor
dapat menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli untuk menyelesaikan
masalahnya dan juga mengenali perilaku-perilaku yang tidak diperlukan yang
menjadi pendukung ketidakasertifannya
d) Membantu klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak
dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya.Setelah konselor
menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan, kemudian ia

11
menjelaskannya pada konseli tentang apa yang seharusnya dilakukan dan
dihindari dalam rangka menyelesaikan permasalahannya dan memperkuat
penjelasannya.
e) Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan kesalahpahaman
yang ada difikiran konseli.Konselor dapat mengungkap ide-ide konseli yang
tidak rasional yang menjadi penyebab masalahnya, sikap-sikap dan
kesalahpahaman yang mendukung timbulnya masalah tersebut.
f) Menentukan respon-respon asertif/sikap yang diperlukan untuk menyelesaikan
permasalahannya melalui contoh-contoh
g) Mengadakan pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ulangnya. Konselor
memandu konseli untuk mempraktikkan perilaku asertif yang diperlukan,
menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya.
h) Melanjutkan latihan perilaku asertif
i) Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk melancarkan perilaku
asertif yang dimaksud.Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor
memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih sendiri di rumah ataupun di
tempat-tempat lainnya.
j) Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan. Penguatan
dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseli harus dapat bersikap tegas
terhadap permintaan orang lain padanya, sehingga orang lain tidak mengambil
mafaat dari kita secara bebas. Selain itu yang lebih pokok adalah konseli dapat
menerapkan apa yang telah dilatihnya dalam situasi yang nyata.

12
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Keluarga Tn. D dengan anggota keluarga Tn D mempunyai masalah penyakit


yang sudah lama yaitu kanker tulang ( Osteosarcoma ) , Tn D mengalami sakit
kurang lebih satu tahun ini. Kaki kanan Tn.D membesar, nyeri dan Tn.D tidak bisa
berjalan. aktivitas Tn . D banyak di tempat tidur. Apabila nyeri kambuh Tn.d sering
berteriak dan marah kepada keluraga, Tn.d sering mengeluarkan kata-kata kasar
kepada Ny.s istrinya. Ny.S hanya bisa diam dan menanagis ketika suami nya marah
dan teriak-teriak kesakitan.Ny.S kadang merasa lelah dan tidak sanggup merawat
Tn.D. dirumah Ny.S hanya tinggal dengan anak perempuannya yang sehari-hari
sibuk bekerja. Dirumah Ny.S hanya sendiri mengahadpi Tn.S yang sakit dan sangat
butuh perhatian Ny. S tidak mengetahui kenapa Tn.D semenjak sakit jadi lebih
emosional dan seperti tidak ingin sembuh.
A. Pengkajian
 Pengkajian pada keluarga Tn.D didapatkan data sebagai berikut :
Nama istri Ny S usia 56 Thn, Agama islam, pendidikan Karyawan
Swasta, alamat Jl Kakap raya no 120 karawaci tangerang. Dari hasil
pengkajian tanggal 29 februari 2020 didapatkan data dari Ny.S
bahwa Tn .D menderita kanker Osteosarcoma selama 1 tahun. Tn.D
sering merasakan nyeri pada luka kanker dan semenjak sakit Tn.D
lebih emosional. Tn.D sering berkata kasar kepada Ny.S yang kadang
menyebabkan Ny.S menangis dan kecewa.Ny.S tidak bisa melawan
atau menjelaskan apapun ketika Tn.D marah, Ny.s menjaga perasaan
Tn.D yang sedang sakit. Ny S tidak mengetahui penyeban Tn.D
sering marah dan lebih emosional semenjak sakit.
 Tipe keluarga Keluarga Tn. D termasuk tipe keluarga inti (nuclear family)
yaitu didalam suatu rumah terdapat satu keluarga inti Ny. E (istri), An. G

13
(anak), An. H (Anak) Suku dan Bangsa Bahasa yang digunakan Tn.
D bahasa Indonesia karena berasal dari Indonesia. Dalam keluarga tidak
ada pantangan makanan apapun, Agama Keluarga Tn. D beragama Islam
dan taat menjalankan ibadah sholat 5 waktu, Status sosial ekonomi keluarga
Kebutuhan sehari-hari keluarga semua dipenuhi oleh Tn. D dengan
pendapatan sebulan Rp.10.000.000 Tn. D bekerja sebagai karyawan swasta,
terkadang Ny. S mencari penghasilan tambahan untuk mencukupi
kebutuhan. Barang-barang yang dimiliki Tn. D yaitu Televisi, Kipas
Angin, Lemari Pakaian, Kasur, Meja TV dan Tn. D merasa saat ini sudah
merasa cukup , Aktifitas rekreasi keluarga Keluarga sering melakukan
rekreasi dengan menonton tv bersama-sama, Tn. D sibuk mencari nafkah.
 Tahap perkembangan saat ini Keluarga dengan anak dewasa,
keluarga telah berusaha merawat anaknya dengan penuh kasih
sayang, keluarga selalu mencoba mempertahankan hubungan yang
intim dengan anggota keluarga, selalu mempertahankan komunikasi
yang terbuka dengan anggota keluarganya.Tahap perkembangan
keluarga Tn.D sudah terpenuhi tugas perkembangan keluarga sesuai
dengan tahap perkembangannya. Riwayat keluarga inti Dalam
keluarga Tn. D tidak ada yang memiliki penyakit keturunan dan
semua sehat-sehat.Riwayat keluarga sebelumny Orang tua Tn. D dan
Ny. S tidak memiliki penyakit keturunan.
 Rumah Tn. D terdiri dari teras ± 2 M, ruang keluarga sekaligus untuk
ruang tidur, dapur, kamar mandi untuk umum. Cara pengaturan
perabot kurang rapi, kebiasaan merawat rumah disapu dua kali
sehari. Ukuran rumah 10x5 M tipe rumah sewa, atap terbuat dari
asbes, lantai ubin dan terdapat fentilasi dan kondisi ruangan lega, dan
keluarga kalau mandi menggunakan air bor, minum air masak.
Karakteristik tetangga dan komunitas RW Lingkungan tetangga
umumnya penduduk asli pamulang, hubungan antar tetangga cukup

14
baik, Ny. S tidak mengikuti kegiatan arisan atau pengajian
dilingkungan sekitar. Mobilitas geografis keluarga ,Rumah
merupakan daerah pemukiman yang dekat dengan jalan raya, mudah
dijangkau oleh sepeda motor/kendaraan roda 4. Ny. S kalau membeli
belanja untuk masak cukup di sekitar rumahnya dan cukup dengan
jalan kaki. Perkumpulan keluarga+interaksi dengan
masyarakat ,Didalam Masyarakat Ny. S tidak mengikuti arisan dan
perkumpulan bersama masyarakat, Ny. S juga tidak mengikuti
yasinan di daerah sekitar. Sedangkan kegiatan Ny. S yaitu hanya di
rumah saja karena Ny. S merawat suaminya yang sedang sakit.
Sistem pendukung keluarga Anggota keluarga Tn. D sehat, dan keluarga
selalu mengunakan fasilitas kesehatan yaitu puskesmas jika ada anggota
keluarga yang sakit.
 Struktur Keluarga , Pola komunikasi yang digunakan komunikasi
terbuka, tiap keluarga bebas mengungkapkan pendapatnya masing
masing. Keluarga selalu menyelesaikan masalah dengan musyawarah
dan semua anggota keluarga berperan sesuai perannya masing-
masing. Struktur peran (formal & informal), Tn. D sebagai kepala
keluarga sekaligus pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya disamping itu Tn. D sebagai pendidik, pelindung dan
pemberi rasa aman pada keluarga, Ny. S berperan sebagai istri dan
ibu bagi anaknya, Ny. E sebagai ibu rumah tangga memiliki peran
untuk mengurusi rumah dan pendidik anaknya. An.g dan An.H
berperan sebagai anak Setiap anggota keluarga selalu memiliki peran
sebagai pendorong bagi yang lain. Nilai & norma keluarga, Keluarga
Tn. D selalu mematuhi aturan-aturan dan norma yang berhubungan
dengan agama dan masyarakat
 Fungsi keluarga afektif, Keluarga Tn. D saling mendukung
kebutuhan sehingga dapat terpenuhi kehidupan sederhana, dapat

15
menyelesaikan masalah dengan musyawarah dan keputusan keluarga
yang terakhir ditentukan oleh Tn. D. Fungsi sosial Tn. D dan Ny. S
dapat membina sosialisasi pada anaknya sehingga dapat membentuk
norma dan aturan-aturan sesuai dengan perkembangan anaknya, serta
dapat meneruskan budaya. Fungsi perawatan keluarga Kemampuan
kel. mengenal masalah Ny. S mengatakan tidak mengetahui
penyebab Tn.D sering marah dan lebih emosional semenjak sakit
kanker. Kemampuan keluarga mengambil keputusan , Keputusan
hasil kepala keluarga (Tn.D) menghasilkan respon yang negatif. Itu
ditandai dengan Tn. D tidak mau dibawa anggota keluarganya ke
pelayanan kesehatan terdekat. Kemampuan keluarga merawat
anggota yang , Jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit sering
kali adanya peranan anggota untuk merawat satu sama lain, dan
untuk Ny. S mengeluh lelah merawat Tn.D, karena Tn.D tidak bisa
diatur dan banyak melanggar hal-hal yang dilarang oleh dokter,
Kemampuan keluarga dalam memelihara lingkungan yang sehat,
Keluarga sudah mampu memodifikasi dan menjaga lingkungan
rumah agar tetap bersih dan sehat, ditandai dengan Keluarga Tn.D
menjaga kebersihan rumah dengan cara membersihkannya secara
teratur yaitu pada waktu pagi hari dan sore hari. Kemampuan
keluarga mengunakan fasilitas kesehatan, bila ada anggota keluarga
yang sakit keluarga Ny.E langsung membawanya ke pelayanan
kesehatan terdekat ,Fungsi reproduksi Jumlah anak Tn. D adalah 2
orang, Ny. S dalam hal ini mengunakan sudah dalam tahap
menopose, Fungsi ekonomi Keluarga Tn. D sudah tercukupi
masalah kebutuhan pokok.
 Stresor jangka pendek dan panjang, untuk jangka Pendek Stresor
yang dipikir keluarga saat ini yaitu memikirkan agar Tn.d bersedia
dilakukan perawatan lanjut di RS, dan tidak lagi marah-marah dan

16
emosional. Jangka Panjang Saat ini keluarga Ny.S saat ini
memikirkan perkembangan kesehatan Tn.D, Kemampuan keluarga
dalam merespon terhadap situasi dan stresor Keluarga Tn. D selalu
melakukan musyawarah dalam menyelesaikan masalah baik dalam
lingkungan keluarga atau masyarakat. Strategi koping yang
digunakan Keluarga Tn. D apabila ada masalah baik dalam keluarga
atau masyarakat selalu menyelesaikannya, Strategi adaptasi
disfungsional dalam menghadapi masalah selalu berusaha dan berdoa
tapi pada akhirnya Tuhan yang menentukan.
B. Diangnosa keperawatan(PPNI, 2017)
1. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga dalam
mengenal masalah.
C. Intervensi keperawatan(PPNI, 2018)
1. Diangnosa Koping keluarga tidak efektif, intervensi yang akan diberikan
diantaranya: Bina hubungan saling percaya, Identifikasi respon emosional
saat ini, dengarkan masalah,perasaan dan pertanyaan keluarga, fasilitasi
pengungkapan perasaan antara pasien dan keluarga, Ajarkan Assertif
training.
2. Diagnosa Ansietas , intervensi yang akan diberikan bina hubungan saling
percaya, jelaskan kepada keluarga mengenai kanker osteosarcoma dan
perawatannya, jelaskan kepada keluarga fakto-faktor yang mempengaruhi
emosi , jelaskan kepada keluarga mengenai rentang respon adaptif dan
maladaptiv
D. Implementasi
1. Diangnosa Koping keluarga tidak efektif, intervensi yang akan
diberikan diantaranya: bina hubungan saling percaya, ciptakan suasana
terapeutik, dengarkan dengan penuh perhatian, mengidentifikasi respon

17
emosional saat ini, mendengarkan masalah,perasaan dan pertanyaan
keluarga, memfasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien dan
keluarga, mengajarkan Assertif training.
2. Diagnosa Ansietas , intervensi yang akan diberikan bina membina
hubungan saling percaya, menciptakan suasana terapeutik,dengarkan
dengan penuh perhatian. menjelaskan kepada keluarga mengenai kanker
osteosarcoma dan perawatannya,menjelaskan kepada keluarga fakto-
faktor yang mempengaruhi emosi ,menjelaskan kepada keluarga
mengenai rentang respon adaptif dan maladaptive

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Asertif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan diri dengan tulus,
jujur, jelas, tegas, terbuka, sopan, spontan, apa adanya, dan tepat tentang keinginan,
pikiran, perasaan dan emosi yang dialami, apakah hal tersebut yang dianggap
menyenangkan ataupun mengganggu sesuai dengan hak-hak yang dimiliki dirinya tanpa
merugikan, melukai, menyinggung, atau mengancam hak-hak, kenyamanan, dan
integritas perasaan orang lain. Perilaku asertif tidak dilatarbelakangi maksud-maksus
tertentu, seperti untuk memanipulasi, memanfaatkan, memperdaya atau pun mencari
keuntungan dari pihak lain.

Latihan asertif (assertive training) adalah salah satu teknik dalam tritmen
ganguan tingkah laku dimana klien diinstruksikan, diarahkan, dilatih, serta didukung
untuk bersikap asertif dalam menghadapi situasi yang tidak nyaman atau kurang
menguntungkan bagi dirinya, Tujuan utama latihan asertif adalah untuk mengatasi
kecemasan yang dihadapi oleh seseorang akibat perlakuan yang dirasakan tidak adil
oleh lingkungannya, meningkatkan kemampuan untuk bersikap jujur terhadap diri
sendiri dan lingkungan, serta meningkatkan kehidupan pribadi dan sosial agar lebih
efektif. Asertif training dapat dilakukan pada individu, keluarga ataupun kelompok.

4.2 Saran

Saran yang dapat derikan penulis melalui makalah ini adalah:

1. Keluarga
Keluarga dapat meningkatkan pengetahuan tentang Asertif Training dan dapat
melaksanakanya secara mandiri.
2. Profesi Keperawatan

19
Profesi keperawatan dapat menggunakan makalah ini untuk menambah informasi
tentang gangguan asertif dan teknik asertif training
3. Masyarakat
Masyarakat perlu meningkatkan pengetahuan tentang tindakan asertif dan bagaiman
bersikap asertif
4. Institusi Kesehatan
Perlunya peningkatan kompetensi dalam menangani keluarga dengan masalah perilaku
dan dapat meningkatkan pelayanan dengan memberikan asuhan keperawatan mengenai
asertif training

20
Standar Prosedur Operasional
Asertif Training

Assertive training merupakan prosedur latihan yang diberikan kepada


Pengertian individu untuk melatih interpersonal individu dalam mengekspresikan
sikap, perasaan, pendapat dan haknya.
Tujuan Mengatasi kecemasan yang dihadapi oleh seseorang akibat perlakuan
yang dirasakan tidak adil oleh lingkungannya, meningkatkan
kemampuan untuk bersikap jujur terhadap diri sendiri dan lingkungan,
serta meningkatkan kehidupan pribadi dan sosial agar lebih efektif
Prosedur A. Persiapan
1) Tentukan pasien
2) Identifikasi pasien
3) Buat kontrak dengan pasien
B. Orientasi
1) Beri salam terapeutik
2) Tanyakan perasaan pasien saat ini
3) Jelaskan tujuan dan kontrak waktu
C. Tahap Kerja
Tahap kerja assertive training (Alberti, et al, 2001) dibagi ke dalam
enam sesi.
Sesi pertama: Praktikan menyampaikan tujuan terapi, membantu subjek
untuk mengenali perilakunya (apakah pasif, agresif atau asertif) serta
memberikan pengetahuan mengenai karakteristik perilaku pasif, agresif dan
asertif.
Sesi kedua: Menetapkan target perilaku yang hendak dicapai,
mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan konflik serta mengajarkan
penggunaan kata “saya” dalam menyampaikan pendapat
Sesi ketiga: Mendemonstrasikan cara berkomunikasi dan berperilaku asertif
meliputi kontak mata, postur tubuh, gerakan tubuh, ekspresi wajah, suara dan
konten perkataan dengan menggunakan video rekaman dari seorang model.

21
Sesi keempat: Bermain peran bersama dengan teman sebaya guna melihat
seberapa jauh subjek mampu menguasai perilaku asertif yang telah dipelajari.
Selanjutnya, memberikan tugas untuk menerapkan perilaku asertif pada situasi
nyata di luar ruang terapi, kemudian subjek diminta untuk melaporkan apa
saja yang telah dilakukannya kepada praktikan.
Sesi kelima: Memberikan feedback dan evaluasi atas upaya apa saja yang
sudah bisa dipelajari, menanyakan kembali bagaimana cara menunjukkan
ekspresi wajah, perkataan dan perilaku ketidaksetujuan.
Sesi keenam: Memberikan bekal mengenai bagaimana cara mengungkapkan
dan mengekspresikan ketidaksetujuannya dalam bentuk perilaku, perkataan
maupun mimik wajah, serta memberikan penguatan berupa motivasi agar
subjek mampu mengekspresikan perilaku asertif sehingga dapat mengurangi
tekanan akibat konflik dengan teman sebaya.
D. Evaluasi
1) Tanyakan perasaan pasien setelah kontak
2) Tanyakan kembali tentang cara prosedur tindakan
E. Rencana Tindak Lanjut
1) Anjurkan pasien untuk melaukan tindakan secara mandiri
2) Kontrak akan datang

DAFTAR PUSTAKA

22
Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:PT
Refika Aditama.
Jones, N. R. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Cleary, M. (2019). 済無 No Title No Title. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Corey, G. (2007). Teori dengan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Rafika
Aditama.

Imani Khan, R. (2012). Perilaku Asertif, Harga Diri dan Kecenderungan Depresi.
Persona:Jurnal Psikologi Indonesia, 1(2), 143–154.
https://doi.org/10.30996/persona.v1i2.40

Mada, U. G. (2015). Hubungan Antara Asertivitas Dan Kematangan Dengan


Kecenderungan Neurotik Pada Remaja. Hubungan Antara Asertivitas Dan
Kematangan Dengan Kecenderungan Neurotik Pada Remaja, 25(2), 56–62.
https://doi.org/10.22146/jpsi.7505

PPNI. (2017). standar diagnosis keperawatan Indonesia.

PPNI. (2018). standar Intervensi keperawatan Indonesia.

Rizki, K., Uyun, Q., Magister, J., Psikologi, P., & Indonesia, U. I. (2015). Pelatihan
Asertivitas Terhadap Penurunan. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 03(02), 200–
214.

23

Anda mungkin juga menyukai