Anda di halaman 1dari 59

PROPOSAL

MANAGEMENT PK (MPK)

Disusu Untuk Memenuhi Tugas Uji Kompetensi Pra Profesi


Keperawatan Jiwa
Dosen Pembimbing : Lilik Ma’rifatul Azizah, S.kep, Ns, M.kes

Disusun Oleh :
Kelompok 4
1. Ogis Yoga Eristanto (202003041)
2. Oktavia Mahandy Putri (202003027)
3. Pipit Rahayu Ningtias (202003105)
4. Putri Mayang Sari (202003101)
5. Rachmat Hidayat (202003023)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2020/2021
KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Jiwa
yang berjudul Proposal Manajement PK (MPK) dengan tepat waktu tanpa
halangan apapun.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Jiwa. Dengan dituliskannya makalah ini diharapkan
mahasiswa maupun tenaga kesehatan dapat memahami Makalah Proposal
Manajement PK (MPK). Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dr. M. Sajidin, S.Kp., M.Kes Selaku Ketua STIKes Bina Sehat PPNI.
2. Eka Nur So’emah, S.Kep.,Ns.,M.Kes Selaku Kepala Prodi Profesi Ners
3. Lilik Ma’rifatul Azizah, S.kep, Ns, M.kes Selaku Dosen Penguji Mata
Kuliah Keperawatan Jiwa yang telah membimbing penulis.
4. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak, Ibu serta
kelurga yang telah mendukung, mendorong memberikan fasilitas
kepada penulis sehingga terselesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari
semua pihak demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Penulis
berharap semoga Makalah ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
perkembangan pendidikan khususnya keperawatan. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita, Amin.

Mojokerto, 25 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa pada mulanya diangap suatu yang gaib, sehingga


penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang
terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi,
dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku
kekerasan. Perilaku Kekerasan biasa disebut juga dengan perilaku yang
bersifat agresif yang menimbulkan suatu perilaku kasar atau kata-kata yang
menggambarkan perilaku permusuhan, mengamuk dan potensi untuk
merusak secara fisik yang dapat menimbulkan kerusakan dan membahayakan
baik bagi diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

WHO menyatakan satu dari empat orang di dunia mengalami masalah


mental atau jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang didunia
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat dapat 0,2 – 0.8%
penderita skizofenia dan dari 120 juta penduduk dinegara indonesia terdapat
kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis,
2004 dalam Carolina, 2008). Data WHO 2006 mengungkapkan bahwa 26
juta penduduk indonesia atau kira-kira 12-16% mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data departemen kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul terhadap kecemasan


yang dirasakan sebagai ancaman. Perasaan marah berfluktuasi sepanjang
rentang adaptif dan maladaptif. Bila perasaan marah diekspresikan dengan

1
perilaku agresif dan menantang, biasanya dilakukan individu karena merasa
kuat. Cara demikian dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan
dan menimbulkan tingkah laku yang destruktif, sehingga menimbulkan
perilaku kekerasan yang ditujukan pada orang lain maupun lingkungan dan
bahkan akan merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini,
peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung
tombak dalam pelayannan kesehtan jiwa.

Masalah yang di timbulkan dari perilaku kekerasan ini selain merusak


dirinya sendiri, juga merusak orang lain dan lingkungan contoh dari merusak
orang lain, misalnya memukuli orang lain, mencederai orang lain dan
memandang orang tersebut seperti memandang orang tersebut sebagai orang
terbesarnya, kemudian contoh dari lingkungan, misalnya merusak dan
mengotori lingkungan tersebut juga termasuk dalam perilaku kekerasan.

Klien yang biasa datang ke unit psikiatri, biasanya datang dalam


keadaan mekanisme koping yang tidak adekuat. Selama masa-masa stress
klien, sering terjadi perilaku agresif dan melukai. Oleh karena itu, peran
perawat sangatlah penting dalam melakukan pencegahan dan penanganan
perilaku kekerasan, di karenakan perawat lebih banyak menghabiskan
waktunya bersama klien di banding dengan profesi lain.namun hal ini lebih
beresiko pula pada perawat untuk menjadi korban dari perilaku klien. Karena
alasan tersebut, maka kita sebagai calon perawat, harus dapat mengkaji klien
dengan beresiko perilaku kekerasan dalam mengintervensinya secara efektif.

Perawat perlu menjalin hubungan terapiutik kepada klien agar terjalin


hubungan saling percaya antara klien dan perawat. sehingga memudahkan
perawat untuk mendapatkan data tentang apa yang di rasakan klien sehingga
dapat membuat klien marah. Sebagaimana marah merupakan salah satu
respon yang memicu perilaku kekerasan.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penyusun merumuskan


masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku kekerasan?
2. Bagaimana proses terjadinya perilaku kekerasan?
3. Bagaimana proses asuhan keperawatan perilaku kekerasan?
4. Bagaimana terapi aktivitas kelompok pada kasus perilaku kekerasan?
5. Bagaimana managemen perilaku kekerasan pada kasus perilaku
kekerasan?

1.3 Tujuan

Sebagaimana rumusan masalah diatas, penyusun mempunyai tujuan


sebagai berikut:
1. Untuk memahami pengertian perilaku kekerasan
2. Untuk memahami proses terjadinya perilaku kekerasan
3. Untuk memahami proses asuhan keperawatan perilaku kekerasan
4. Untuk memahami terapi aktivitas kelompok perilaku kekerasan
5. Untuk memahami managemen perilaku kekerasan

1.4 Manfaat

1. Bagi mahasiswa keperawatan sebagai bahan referensi


dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa dengan perilaku kekerasan.
2. Agar dapat mengetahui secara rinci materi tentang
masalah keperawatan jiwa khususnya perilaku kekerasan.
3. Untuk menambah wawasan mengenai secara rinci materi
tentang masalah keperawatan jiwa khususnya perilaku kekerasan.

3
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Marah adalah reaksi atau ungkapan perasaan terhadap keadaan yang


tidak menyenangkan seperti kecewa, tidak puas, tidak tercapai keinginan
(Dalami Ernawati, dkk., 2009).
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stresor yang dihadapi
oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan
kekerasan, baik pada diri sendiri maupun orang lain, secara verbal maupun
non verbal, bertujuan untuk melukai orang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 2000).
Resiko perilaku kekerasan adalah perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih
terkontrol (Yosep, 2007).
Resiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang
melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat
ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (CMHN, 2006).
Jadi berdasarkan definisi di atas, kelompok dapat menarik kesimpulan
bahwa perilaku kekerasan adalah suatu perilaku yangmembahayakan baik
kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.Sedangkan resiko
perilaku kekerasan adalah segala sesuatu yang belum terjadi yang terdapat
riwayat atau ancaman dan masih terkontrol.

2.2 Fungsi Marah

1. Energizing function /anger energizer behaviour


Menambah atau meningkatkan tenaga seseorang, misalnya orang yang
mengamuk pada umumnya tenaganya sangat kuat.
2. Expressive function

4
Ekspresi kemarahan yang terbuka menandakan hubungan yang sehat.
Misalnya ekspresi perasaan kecewa atau tidak puas akan diperlihatkan
dengan kemarahan.
3. Self promotion function
Kemarahan dapat dipakai untuk memproyeksikan konsep diri yang
positif atau untuk meningkatkan harga diri. Misalnya, orang akan marah
karena merasa di hina.
4. Defensive function
Kemarahan merupakan pertahanan ego dalam menanggapi kecemasan
yang meninggi, karena konflik eksternal misalnya seseorang
melampiaskan kemarahannya kemudian setelah terlampiaskan orang
tersebut akan merasa lega.
5. Potentiating function
Kemarahan dapat meningkatkan kemampuan misalnya orang yang
merasa di hina kemudian berusaha meningkatkan kemampaunnya dalam
berbagai segi, misalnya orang yang bersaing tidak sehat.
6. Discriminative function
Membedakan seorang dalam berbagai keadaan alam perasaan
misalnya gembira, sedih, jengkel dan sebagainya.

2.3 Proses Terjadinya Masalah

a) Etiologi
1. Adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal
a. Stressor internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal.
b. Stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,
hilangnya benda berharga,tertipu, penggusuran, bencana, dan
sebagainya.
2. Kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi kebutuhan
sehingga individu tidak berani bertindak, cepat tersinggung, dan lekas
marah.

5
3. Frustasi akibat tujuan tidak tercapai atau terhambat, sehingga individu
merasa cemas dan terancam.
4. Kebutuhan aktualisasi diri yang tidak tercapai sehingga menimbulkan
ketegangan dan membuat individu cepat tersinggung.
b) Rentang Respon Marah

Respon Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Perilaku Kekerasan

Keterangan :

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon


pasif dan melarikan diri/respon melawan dan menentang sampai respon
maladaptif yaitu agresif-kekerasan.

1. Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan


orang lain dan memberikan orang lain ketenangan.
2. Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternative.
3. Pasif : Perilaku dimana seseorang tidak mampu mengungkapkan perasaan
sebagai suatu usaha dalam mempertahankan haknya.
4. Agresif : Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman memberi kata-kata ancaman tanpa niat
melukai orang lain. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku
untuk tidak melukai orang lain.
5. Kekerasan : Sering juga disebut gaduh gelisa atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman melukai disertai melukai pada tingkat ringan,

6
dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara serius klien tidak
mampu mengendalikan diri atau hilang kontrol.

c) Proses Kemarahan
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan dan terancam.
Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat di ungkapkan melalui 3 cara
yaitu:
1. Mengungkapkan secara verbal / langsung pada saat itu sehingga dapat
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaannya.
2. Menekan kemarahan atau pura-pura tidak marah. Hal ini mempersulit
diri dan menggangggu hubungan interpersonal.
3. Menantang atau melarikan diri. Cara ini akan menimbulkan rasa
bermusuhan dan bila dipakai terus-menerus kearahan dapat
4. diekspresikan pada diri sendiri atau orang lain sehingga akan tampak
sebagai psikosomatis atau agresi/amuk.
Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua
cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan, dan jika cara ini dipakai terus-menerus,
maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri, atau lingkungan
dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresif dan ngamuk.
d) Faktor-Faktor Terjadinya Perilaku Kekerasan
1. Faktor Predisposisi
A. Factor Biologis
a) Neurologic Factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrite, axon terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan

7
yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbic sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respons agresif.
b) Faktor Genetik
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif.
c) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak
(epinephrin, norepinephrin, dopamin, asetilkolin, dan serotonin).
Peningkatan hormone androgen dan norepinephrin serta
penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif.
d) Instinctual Drive Theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan
disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
B. Factor Psikologis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh
riwayat tumbuh kembang seseorang (life span hystori). Teori ini
menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia
0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungan.
b) Imitation, Modeling, and Information Processing Theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan biasa berkembang
dalam lingkungan yang monolelir kekerasan. Adanya contoh,
model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan
sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
c) Learning Theory

8
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana
respons ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati
bagaimana respons ibu saat marah atau sebaliknya. Ia juga
belajar bahwa agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli,
bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis
dan patut untuk diperhitungkan.
d) Existensi Theory (teori ekstensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar
manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat di penuhi
melalui perilaku konstruksi maka individu akan memenuhi
kebutuhan melalui perilaku destruktif.
C. Factor Social Cultural
a) Social Environment Theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu
dalam mengekspresikan marah, budaya tertutup dan membalas
secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima.
b) Social Learning Theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung
maupun melalui proses sosialisasi.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.

9
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat,
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangn keluarga.
3. Penilaian terhadap stressor
Penilaian stress melibatkan makna dan pemahaman dampak
dari situasi stress bagi individu. Itu mencakup kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku, dan respons sosial. Penilaian adalah evaluasi
tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitannya dengan
kesejahteraan seseorang. Stress mengansumsikan makna, intensitas,
dan pentingnya sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan
makna yang diberikan pada orang yang beresiko (Stuart & Laraia,
2005).
Respons perilaku adalah hasil dari respons emosional dan
fisiologis, serta analisis kognitif seseorang tentang situasi stress.
(Caplan 1981, dalam Stuart & Laraia, 2005) menggambarkan empat
fase dari respons perilaku individu untuk menghadapi stress yaitu:
1. Perilaku yang mengubah lingkungan stress atau memungkinkan
individu untuk melarikan diri dari itu.
2. Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan
eksternal dan setelah mereka.
3. Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan
rangsangan emosional yang tidak menyenangkan.
4. Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan
masalah dan gejala sisa dengan penyelesaian internal.

10
4. Sumber koping
Menurut Stuart & Laraia (2005) sumber koping dapat berupa
aset ekonomi kemampuan dan keterampilan, teknik defensif,
dukungan sosial dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini.
Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energi, dukungan
spiritual, keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan
sosial, sumber daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi
sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang
mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan pemecahan masalah
termasuk kemampuan untuk mencari informasi, mengidentifikasi
masalah, menimbang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan.
Keterampilan sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang
melibatkan orang lain, meningkatkan kemungkinan untuk
mendapatkan kerja sama dan dukungan dari orang lain dan
memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar. Akhirnya, aset
materi berupa barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang.
5. Mekanisme Koping
Menurut Stuart & Laraia (2005) mekanisme koping yang
dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1) Sublimasi yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya kepada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2) Proyeksi yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya
atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita
muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual

11
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3) Represi yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak
yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
4) Reaksi formasi yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila di
ekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan keras.
5) Displacement yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai
bermain perang-perangan dengan temannya.

12
e) Patofisiologi

Ancaman terhadap

kebutuhan
S

tr
C

Mer Mengungkapkan secara Merasa

asa verbal tidak kuat


Me Menjaga keutuhan
Mena
nan orang lain
Masala L rik
h tidak Mengingkari
e
marah
Ketegangan
Marah Mara
berkepan menurun h
Rasa marah
Marah
teratasi
pada
Muncul rasa

bermusuhan Depresi
Rasa bermusuhan (Psikos

menahun

Marah pada

orang lain
Agresif / amuk

13
2.4 Tanda dan Gejala

Perawat dapat mengidentifikasikan dan mengobservasi tanda dan


gejala perilaku kekerasan:
1) Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Mengatupkan rahang dengan kuat
h. Mengepalkan tangan
i. Jalan mondar-mandir
2) Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3) Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4) Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan tugas, dan menuntut.

14
5) Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6) Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7) Social
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8) Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

2.5 Konsep Proses Keperawatan

2.5.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,
social dan spiritual (Keliat, Budi Ana, 1998:3).
1) Identitas Klien
Melakukan perkenalan BHSP dan kontrak dengan klien tentang:
nama mahasiswa, nama panggilan, lalu dilanjut melakukan pengkajian
dengan nama klien, nama panggilan klien, tujuan, waktu, tempat
pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien
dan no RM, tanggal pengkajian, dan sumber data yang didapat.
2) Alasan Masuk
Penyebabkan klien atau keluarga datang, apa yang menyebabkan
klien melakukan kekerasan, apa yang klien lakukan dirumah, apa yang
sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah.

3) Faktor Predisposisi

Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa,


bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal. Menanyakan kepada

15
klien dan keluarga apakah ada yang mengalami gangguan jiwa,
menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang tidak menyenangkan.
Pada klien dengan perilaku kekerasan faktor predisposisi, faktor presipitasi
klien dari pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, adanya
riwayat anggota keluarga yang gangguan jiwa dan adanya riwayat
penganiyaan.
4) Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan
tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien. Pada klien
dengan perilaku kekerasan tekanan darah meningkat, RR meningkat, nafas
dangkal, muka memerah, tonus otot meningkat, dan dilatasi pupil.
5) Psikososial
a) Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh. Pada klien perilaku
kekerasan perlu dikaji pola asuh keluarga dalam mengghadapi klien.
b) Konsep Diri
a. Gambaran diri
Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai
dan bagian yang disukai. Klien dengan perilaku kekerasan mengenai
gambaran dirinya ialah pandangan tajam, tangan mengepal, muka
memerah.
b. Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau
perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya
dan posisinya. Klien dengan PK biasanya identitas dirinya ialah
moral yang kurang karena menunjukkan pendendam, pemarah,
bermusuhan.
c. Fungsi peran

16
Tugas atau peran klien dalam keluarga/pekerjaan/kelompok
masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau
perannya, perubahan yang terjadi saat klien sakit dan dirawat,
bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut. Fungsi peran
pada klien perilaku kekerasan terganggu karena adanya perilaku
yang menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
d. Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi,
tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien
terhadap lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya,
bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.
e. Harga diri
Penialaian tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal
dirinya. Harga diri tinggi merupakan perasaan yang berakar dalam
menerima dirinya tanpa syarat, meskipun telah melalkukan
kesalahan, kekalahan dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai orang
yang penting dan berharga. Harga diri yang dimiliki klien perilaku
kekerasan ialah harga diri rendah karena penyebab awal klien PK
marah yang tidak bisa menerima kenyataan dan memiliki sifat labil
yang tidak terkontrol dan beranggapan dririnya tidak berharga.
c) Hubungan Sosial
Hubungan sosial pada perilaku kekerasan terganggu karena adanya
resiko menyiderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan serta
memiliki amarah yang tidak dapat terkontrol, selanjutnya dalam
pengkajian dilakukan observasi mengenai adanya hubungan kelompok
apa saja yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta
dalam kegiatan kelompok/masyarakat, hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang lain.
d) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.

17
6) Status Mental
1. Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki
tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasaanya, kemampuan klien dalam berpakaian kurang, dampak
ketidakmampuan berpenampilan baik/berpakaian terhadap status
psikologis klien. Pada klien dengan perilaku kekerasan biasanya klien
tidak mampu merawat penampilannya, biasanya tidak berpenampilan
tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasanya, rambut rontok, rambut seperti tidak pernah disisir, gigi
kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam.
2. Pembicaraan
Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-terburu,
gagap, sering terhenti/bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar,
tidak mampu memulai pembicaraan. Pada klien perilaku kekerasan cara
bicara klien kasar, suara tinggi,membentak,ketus, berbicara denan kata-
kata kotor.
3. Aktivitas Motorik

Agresif, menyerang diri sendiri, orang lain maupun menyerang


obyek yang ada disekitarnya. Klien perilaku kekerasan terlihat tegang
dan gelisah, muka merah, jalan mondar-mandir.

4. Afek dan Emosi


Untuk klien perilaku kekerasan efek dan emosinya labil, emosi
klien cepat berubah-ubah cenderung mudah mengamuk, membanting
barang-barang melukai diri sendiri, orang lain maupun objek disekitar,
dan berteriak-teriak.
5. Interaksi Selama Wawancara
Klien perilaku kekerasan selama interaksi wawancara biasanya
mudah marah, defensive bahwa pendapatnya paling benar, curiga, sinis
dan menolak dengan kasar. Bermusuhan: dengan kata-kata atau
pandangan yang tidak bersahabat atau tidak ramah. Curiga dengan

18
menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau
orang lain.
6. Persepsi/Sensori
Pada klien perilaku kekerasan resiko untuk mengalami persepsi
sensori sebagai penyebabnya.
7. Proses Pikir
a. Proses Pikir (arus dan bentuk pikir)
Otistik (autisme) : bentuk pemikiran yang berupa fantasi atau
lamunan untuk memuaskan keinginan untuk memuaskan keinginan
yang tidak dapat dicapainya. Hidup dalam pikirannya sendiri, hanya
memuaskan keinginannya tanpa peduli sekitarnya, menandakan ada
distorsi arus asosiasi dalam diri klien yang dimanifestasikan dengan
lamunan, fantasi, waham dan halusinasinya yang cenderung
menyenangkan dirinya.
b. Isi Pikir
Pada klien dengan perilaku kekerasan klien memiliki
pemikiran curiga, dan tidak percaya kepada orang lain dan merasa
dirinya tidak aman.
8. Tingkat Kesadaran
Tidak sadar, bingung dan apatis. Terjadi disorientasi orang,
tempat, dan waktu. Klien perilaku kekerasan tingkat kesadarannya
bingung sendiri untuk menghadapi kenyataan dan mengalami
kegelisahan.
9. Memori
Klien dengan perilaku kekerasan masih dapat mengingat
kejadian jangka pendek maupun panjang.
10. Tingkat Konsentrasi
Tingkat konsentrasi klien perilaku kekerasan mudah beralih dari
satu objek ke objek lainnya. Klien selalu menatap kecemasan tegang
dan kegelisahan.

19
11. Kemampuan Penilaian/Pengambilan Keputusan
Klien perilaku kekerasan tidak mampu mengambil keputusan
yang konstruktif daun adaptif.
12. Daya Tilik
Mengingkari penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala
penyakit (perubahan emosi dan fisik) pada dirinya dan merasa tidak
perlu minta pertolongan atau menyangkal keadaan penyakitnya.
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya yang menyebabkan timbulnya
penyakit/masalah sekarang.
13. Mekanisme Koping
Klien dengan harga diri rendah menghadapi suatu permasalahan,
apakah menggunakan cara-cara yang adaptif seperti bicara dengan
orang lain, mampu menyelesaikan masalah, teknik relaksasi, aktfitas
konstruktif, olahraga,dll ataukah menggnakan cara-cara yang
maladaptif seperti minum alkohol, merokok, reaksi lambat/berlebihan,
menghindar, mencederai diri atau lainnya.

2.5.1 Data Fokus Kasus

Masalah
Data yang Perlu di Observasi
Keperawatan

Perilaku Subjektif:
kekerasan
1. Klien mengancam
2. Klien mengumpat dengan kata-kata
kotor.
3. Klien mengatakan dendam dan jengkel
4. Klien mengatakan ingin berkelahi.
5. Klien menyalahkan dam menuntut.
6. Klien meremekan.

Objektif :

1. Mata melotot/ pandangn tajam.

20
2. Tangan mengepal
3. Rahang mengatup.
4. Wajah memerah dan tegang.
5. Postur tubuh kaku.
6. Suara keras.

2.5.2 Pohon Masalah

Stuart dan sundeen (1997) mengidentifikasi pohon masalah kekerasan


sebagai berikut:

Resiko Mencederai Diri (Efek)

Perilaku (Core
Problem) Kekerasan

Gangguan Harga
Diri : Harga Diri (Causa)
Rendah

Koping individu Koping keluarga


tidak efektif tidak efektif

2.5.4 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan perilaku
kekerasan, antara lain:
1. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan
3. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
4. Gangguan harga diri: harga diri rendah

21
5. Koping individu tidak efektif

2.5.3 Nursing Care Plan (NCP)

Perencanaan Keperawatan
Pada Klien Dengan Gangguan Perilaku Kekerasan

Dx Kep TUJUAN KH INTERVENSI

Perilaku TUM : 1.1. Klien mau 1. Beri salam/panggil


Kekerasan membalas salam nama.
Klien tidak 1.2. Klien mau a. Sebutkan nama perawat
mencederai menjabat tangan b. Jelaskan maksud
diri 1.3. Klien mau hubungan interaksi
menyebutkan c. Jelaskan akan kontrak
TUK : nama yang akan dibuat
1.4. Klien mau d. Beri rasa aman dan sikap
1. Klien dapat tersenyum empati
membina 1.5. Klien mau kontak e. Lakukan kontak singkat
hubungan mata tapi sering
saling 1.6. Klien mau
percaya mengetahui nama
perawat

2. Klien dapat 2.1 Klien dapat 2.1 Berikan kesempatan


mengidenti mengungkapkan untuk mengungkapkan
fikasi perasaannya. perasaannya
menyebab
perilaku 2.2 Klien dapat 2.2 Bantu klien untuk
kekerasan mengungkapkan mengungkapkan
penyebab penyebab perasaan
perasaan jengkel/kesal
jengkel/kesal
(dari diri sendiri)

3. Klien 3.1. Klien dapat 3.1.1.Anjurkan klien


dapat mengungkapkan mengungkapkan apa
mengident perasaan yang dialami dan
ifikasi jengkel/kesal dirasakan saat
tanda dan marah/jengkel
gejala
perilaku 3.1.2. Observasi tanda dan
kekerasan gejala perilaku kekerasan
pada klien

3.2. Klien dapat 3.2.1. Simpulkan bersama

22
menyimpulkan klien tanda dan gejala
tanda dan gejala jengkel/kesal yang akan
jengkel/kesal dialami
yang dialaminya

4. Klien 4.1. Klien dapat 4.1.1. Anjurkan klien untuk


dapat mengungkapkan mengungkapkan perilaku
mengident perilaku kekerasan yang biasa
ifikasi kekerasan yang dilakukan klien (verbal,
perilaku biasa dilakukan pada orang lain, pada
kekerasan lingkungan dan pada diri
yang biasa sendiri)
dilakukan
4.2.1.Bantu klien bermain
peran sesuai dengan
perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan
4.2. Klien dapat
bermain peran 4.3.1.Bicarakan dengan
sesuai perilaku klien, apakah dengan
kekerasan yang cara yang klien lakukan
biasa dilakukan masalahnya selesai

4.3. Klien dapat


mengetahui cara
yang biasa
dilakukan untuk
menyelesaikan
masalah

5. Klien 5.1 Klien dapat 5.1.1.Bicarakan


dapat menjelaskan akibat/kerugian dari cara
mengident akibat dari cara yang digunakan klien
ifikasi yang digunakan
akibat klien: 5.1.2.Bersama klien
perilaku a. Akibat pada klien menyimpulkan akibat
kekerasan sendiri dari cara yang dilakukan
b. Akibat pada klien
orang lain
c. Akibat pada 5.1.3.Tanyakan kepeda klien
lingkungan “Apakah ia ingin
mempelajari cara baru
yang sehat”.

6. Klien 6.1. Klien dapat 6.1.1. Diskusikan kegiatan


dapat menyebutkan fisik yang biasa

23
mendemo contoh dilakukan klien
nstrasikan pencegahan
cara fisik perilaku 6.1.2.Beri pujian atas
untuk kekerasan secara kegiatan fisik klien yang
mencegah fisik : biasa dilakukan
perilaku
kkekerasa a. Tarik nafas dalam 6.1.3.Diskusikan dua cara
n b. Pukul kasur atau fisik yang palingt mudah
bantal dilakukan untuk
c. Kegiatan fisik mencegah perilaku
lain kekerasan, yaitu : tarik
nafas dalam dan pukul
kasur serta bantal.

6.2.1.Diskusikan cara
melakukan nafas dalam
bersama klien

6.2.2.Beri contoh klien


tentang cara menarik
6.2.Klien dapat nafas dalam
mengidentifikasik
an cara fisik 6.2.3.Minta klien mengikuiti
untuk mencegah contoh yang diberikan
perilaku sebanyak 5 kali
kekerasan
6.2.4. Beri pujian positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam

6.2.5.Tanyakan perasaan
klien setelah selesai

6.2.6.Anjurkan klien
menggunakan cara yang
telah dipelajari saat
marah/jengkel

6.2.7.Lakukan hal yang sama


dengan 6.2.1. sampai
6.2.6. untuk fisik lain
dipertemuan yang lain.

6.3.1.Diskusikan dengan
klien mengenai frekuensi
latihan yang akan
dilakukan sendiri oleh
klien

24
6.3.2. susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara yang
telah dipelajari.

6.4.1.Klien mengevaluasi
pelaksanaan latihan, cara
pencegahan perilaku
kekerasan yang telah
dilakukan dengan
mengisi jadwakl
kegiatan harian (self-
evaluation)

6.4.2.Validasi kemampuan
klien dalam
melaksanakan latihan

6.4.3.Berikan pujian atas


keberhasilan klien
6.3. Klien mempunyai
jadwal untuk 6.4.4. Tanyakan kepada klien
melatih cara “apakah kegiatan cara
pencegahan fisik pencegahan perilaku
yang telah kekerasan dapat
dipelajari mengurangi perasaan
sebelumnya. marah”.

6.4. Klien
mengevaluasi
kemampuan
dalam melakukan
cara fisik sesuai
jadwal yang telah
disusun

7. Klien 7.1.Klien dapat 7.1.1. Diskusikan cara bicara


dapat menyebutkan cara yang baik dengan klien
mendemo bicara (verbal)
nstrasikan yang baik dalam 7.1.2. Beri contoh cara bicara
cara sosial mencegah yang baik :

25
untu perilaku  Meminta dengan baik
mencegah kekerasan.  Menolak dengan baik
perilaku  Meminta dengan  Mengungkapkan
kekerasan baik perasaan dengan baik
 Menolak dengan
baik
 Mengungkapkan
perasaan dengan
baik.
7.2.1. Meminta klien
7.2. klien dapat mengikuti contoh cara
mendemonstrasik bicara yang baik.
an cara verbal
yang baik  Meminta dengan baik

“Saya minta uang untuk beli


makan”

 Menolak dengan baik

“ Maaf, saya tidak bisa


melakukan karena ada
kegiatan lain”.

 Mengungkapkan
perasaan dengan baik

“Saya kesal karena


permintaan saya tidak
dikabulkan” disertai
dengan suara nada
rendah.

7.2.2. Minta klien mengulang


sendiri

7.2.3. Beri pujian atas


keberhasilan klien.

7.3.1. Diskusikan dengan


klien tentang waktu dan
kondisi cara bicara yang
dapat dilatih di ruangan,
misalnya: meminta obat,
baju, dll; menolak ajakan
merokok, tidur tidak
tepat pada waktunya,
menceritakan kekesalan
pada perawat.

26
7.3.2. Susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara ynag
telah dipelajari.

7.4.1. Klien mengevaluasi


pelaksanaan latihan cara
bicra yang baik dengan
mengisi jadwal kegiatan
(self-evaluation).

7.4.2. Validasi kemampuan


klien dalam melaksankan
7.3. Klien mempunyai
latihan.
jadwal untuk
melatih cara 7.4.3. Berikan pujian atas
bicara yang baik keberhasilan klien

7.4.4. Tanyakan kepeda klien


“bagaimana perasaan
imam setelah latihan
bicara yang baik?
Apakah keinginan merah
berkurang?”.

7.4. Klien melakukan


evaluasi terhadap
kemampuan cara
bicara yang
sessuai dengan
jadwal yang telah
disusun

8. Klien 8.1 Klien dapat 8.1.1 . Diskusikan dengan


dapat menyebutkan cara klien kegiatan ibadah
mendemo bicara (verbal) yang pernah dilakukan.
nstrasikan yang baik dalam
cara sosial mencegah 8.1.2. Bantu klien menilai
untu perilaku kegiatan ibadah yang
mencegah kekerasan. dapat dilakukan di ruang

27
perilaku  Meminta dengan perawat.
kekerasan baik
 Menolak dengan 8.1.3. Bantu klien memilih
baik kegiatan ibadah yang
 Mengungkapkan akan dilakukan
perasaan dengan
baik. 8.2.1. Minta klien
8.2 klien dapat mendemonstrasikan
mendemonstrasik kegiatan ibadah yang
an cara verbal dipilih.
yang baik
8.2.2 Beri pujian atas
keberhasilan klien.

8.2.3.Klien mengevaluasi
pelksanaan kegiatan
ibadah dengan mengisi
jadwal kegiatan

8.3.1. Susun jadwal kegiatan


untuk melatihb kegiatan
ibadah.

8.4.1.Klien mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan
ibadah dengan mengisi
jadwal kegiatan harian
8.3. Klien mempunyai 8.4.2.Validasi kemampuan
jadwal untuk klien dalam melakukan
melatih cara validasi
bicara yang baik
8.4. Klien melakukan 8.4.3. Berikan pujian atas
evaluasi terhadap keberhasilan klien
kemampuan cara
bicara yang 8.4.4 . Tanyakan kepeda
sessuai dengan klien “bagaimana
jadwal yang telah perasaan imam setelah
disusun teratur melaksanakan
ibadah? Apakah
keinginan merah
berkurang?”.

9. Klien 9.1. Klien dapat 9.1.1.Diskusikan dengan


mendemo menyebutkan klien tentang jenis obat
nstrasiakn jenis, dosis, dan yang diminumnya
kepatuhan waktu minum (nama, warna, besarnya);
minum obat serta manfaat waktu minum obat (jika
obat untuk dari obat itu 3 kali: pkl 07.00), 13.00,

28
mencegah (prinsip 5 benar : 19.00; cara minum obat)
perilaku benar orang,
kekerasan dosis, waktu dan 9.1.2.Diskusikan dengan
cara pemberian) klien manfaat minum
obat secara teratur :

 Beda perasaan sebelum


minum obat dan sesudah
minum obat.
 Jelaskan bahwa jenis
obat hanya boleh diubah
oleh dokter.
 Jelaskan mengenai
akibat minum obat yang
tidak teratur, misalnya
penyakitnya kambuh.

9.2.1.Diskusikan tentang
proses minum obat :

 Klien meninta kepada


perawat (jika di RS)
kepada keluarga (jika di
Rumah).
 Klien memeriksa obat
sesuai dosisnya.
 Klien meminum obat
pada waktu yang tepat.

9.2.2.Susun jadwal minum


obat bersama klien.

9.3.1.Klien mengevaluasi
pelaksanaan minum obta
dengan mengisi jadwal
kegiatan harian

9.3.2.Validasi pelaksanaan
minum obat klien

9.3.3. Beri pujian atas


keberhasilan klien

9.3.4. Tanyakan kepada klien


9.2.Klien
“bagaimana perasaan
mendemonstrasik
Imam dengan minum
an kepatuhan
obat secara teratur ?
minum obat
apakah keinginan untuk
sesuai jadwal

29
yang ditetapkan. marah berkurang ?”.

9.3.Klien mengevaluasi
kemampuannya
dalam mematuhi
minum obat.

10. Klien 10.1. Klien yang 10.1.1. Anjurkan klien untuk


dapat mengikuti TAK : ikut TAK : stimulasi
mengikuti stimulasi persepsi persepsi pencegahan
TAK : pencegahan perilaku kekerasan.
stimulasi perilaku
persepsi kekerasan 10.1.2. Klien mengikuti TAK
pencegaha : stimulasi persepsi
n perilaku pencegahan perilaku
kekerasan kekerasan (kegiatan
mandiri)

10.1.3. Diskusikan dengan


klien tentang kegiatan
selama TAK

30
10.1.4. Fasilitasi klien untuk
mepraktikkan hasil
kegiatan TAK dan beri
pujian atas
keberhasilannya.

10.2.1. Diskusiakn dengan


klien tentang jadwal
TAK

10.2.2. Masukkan jadwal


TAK dalam jadwal
kegiatan harian.

10.2.3. Beri pujian atas


kemampuan mengikuti
TAK.

10.2.4. Tanyakan kepada


klien : “ bagaimana
perasan imam setelah
10.2.Klien mempunyai ikut TAK?”,
jadwal, klien
melakukan
evaluasi terhadap
pelaksanaan TAK.

11. Klien 11.1. Keluarga dapat 11.1.1. Identifikasi


mendapat mendemonstrasik kemampuan keluarga
dukungan an cara merawat dalam merawat klien
keluarga klien sesuai dengan yang telah
dalam dilakukan keluarga
melakukan terhadap klien selama ini
cara
pencegaha 11.1.2. Jelaskan keuntungan
n perilaku peran serta keluarga
kekerasan dalam merawat klien.

11.1.3. Jelaskan cara-cara


merawat klien.

 Terkait dengan cara


mengontrol perilaku
marah secra konstruktif.
 Sikap dan cara bicara.
 Membantu klien

31
mengenal penyebab
marah dan pelaksanaan
cara pencegahan perilaku
kekerasan.

2.5.4 Implementasi : Strategi Pelaksanaan (SP)

Dx. Kep. Pasien Keluarga

Perilaku SP 1 SP1
kekerasn
a. Menyebutkan penyebab a. Menyebutkan
perilaku kekerasan. pengertian perilaku
b. Menyebutkan tanda dan kekerasan dan proses
gejala perilaku kekerasan. terjadinya masalah
c. Menyebutkan perilaku perilaku kekerasan.
kekerasan yang dilakukan. b. Menyebutkan cara
d. Menyebutkan akibat merawat pasien
perilaku kekerasan. perilaku kekerasan.
e. Menyebutkan cara
mengontrol perilaku
kekerasan.
f. Mempraktikkan latihan cara
mengontrol fisik I.
g. Masuk jadwal kegiatan
pasien

SP2 SP 2

a. Evaluasi kegiatan yang lalu a. Mempraktikkan cara


(SP 1) merawat pasien
b. Mempraktikkan latihan perilaku kekerasan.
cara mengontrol fisik II
laatih verbal (3 macam)
c. Masuk jadwal kegiatan
pasien

SP3 SP 3

a. Mempraktikkan latihan cara a. Membuat jadwal


verbal dan memasukkan akitivitas dan minum
kedalam jadwal. obat untuk klien.
b. Mempraktikkan latihan cara
spiritual dam memasukkan
kedalam jadwal.
c. Mempraktikkan latihan cara

32
minum obat dan
memasukkan kedalam
jadwal.
2.5.5 Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan


data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya.
(Santosa, 1989).Hasil yang diharapkan adalah :

a. Pada klien
1. Klien mampu menggunakan cara yang sehat jika kesal / jengkel
(fisik, verbal, sosial, spiritual).
2. Klien tidak melakukan perilaku kekerasan.
3. Klien menggunakan obat dengan benar.
4. Klien mampu melakukan kegiatan sehari – hari.
b. Pada keluarga
1. Keluarga mampu merawat klien.
2. Keluarga mengetahui kegiatan yang perlu klien laukan dirumah
(boleh diluar jadwal).
3. Keluarga mengetahui cara pemberian obat dengan benar dan waktu
follow – up.

33
BAB 3

MANAGEMEN PERILAKU KEKERASAN

3.1 Pengkajian
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan
agitasi pada klien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan.Disamping itu,
perawat harus mengkaji pula afek klien yang berhubungan dengan perilaku
agresif.
Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat :
a. Membangun hubungan yang terapeutik dengan klien.
b. Mengkaji perilaku klien yang berpotensial kekerasan.
c. Mengembangkan suatu perencanaan.
d. Mengimplementasikan perencanaan.
e. Mencegah perilaku agresif dan kekerasan dengan terapi milleu.
Dan bila klien dianggap hendak melakukan kekerasan, maka perawat
harus :
1. Melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk melindungi klien dan
tenaga kesehatan.
2. Beritahu ketua tim.
3. Bila perlu, minta bantuan keamanan.
4. Kaji lingkungan dan buat perubahan yang perlu.
5. Beritahu dokter dan kaji PRN untuk pemberian obat.

3.2 Perilaku yang berhubungan dengan agresi :


1. Agitasi motorik : bergerak cepat, tidak mampu duduk diam, memukul
dengan tinju kuat, mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk
aktivitas motorik tiba-tiba (katatonia).
2. Verbal : mengancam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta
perhatian, bicara keras-keras, menunjukkan adanya delusi atau pikiran
paranoid.
3. Afek : marah, permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah terangsang,
euphoria tidak sesuai atau berlibihan, afek labil.

34
4. Tingkat kesadaran : bingun, status mental berubah tiba-tiba, disorientasi,
kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.

3.3 Intervensi Keperawatan


Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk
mencegah dan memanajemen perilaku agresif.Intervensi dapat melalui
Rentang intervensi keperawatan.

Strategi preventif strategi antisipatif strategi pengurungan


Kesadaran diri komunikasi manajemen krisis
Pendidikan klien perubahan lingkungan seclusion
Latihan asertif tindakan perilaku restrains
Psikofarmakologi
 Kesadaran diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapinya dapat
mempengaruhi komunikasinya dengan klien. Bila perawat tersebut merasa
letih, cemas, marah, atau apatis maka akan sulit baginya untuk membuat
klien tertarik. Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan
masalah, maka energy yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang.
Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus terus menerus
menginkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervise dengan
memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien.
 Pendidikanklien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah yang tepat. Banyakklien yang mengalami
kesulitan mengekspresikan perasaannya, kebutuhan, hasrat, dan bahkan
kesulitan mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain. Jadi dengan
perawat berkomunikasi diharapkan agar klien mau mengekspresikan
perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan klien
adaptif atau maladaptive.
 LatihanAsertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat :

35
a) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.
b) Mengatakan “tidak” untuk sesuatu yang tidak beralasan
c) Sanggup melakukan complain.
d) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
 Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif :
a) Bersikap tenang ;
b) Bicara lembut;
c) Bicara tidak dengan cara menghakimi;
d) Bicara netral dan dengan cara yang konkrit;
e) Tunjukkan respek pada klien;
f) Hindari intensitas kontak mata langsung;
g) Demontrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan;
h) Fasilitasi pembicaraan klien;
i) Dengarkan klien;
j) Jangan terburu-buru menginterpretasikan;
k) Jangan buat janju yan gtidak dapat perawat tepati;
 Perubahanlingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti :
membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak
sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.
 TindakanPerilaku
Pada dasarnya membuyat kontrak dengtan klien mengenai perilaku
yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang
didapat bila kontrak dilanggar, dan apa saja kontribusi perawat selama
perawatan.
 Psikofarmakologi
Antianxiety dan sedative-hipnotics.Obat-obatan ini dapat
mengendalikan agitasi yang akut.Benzodiazepines seperti lorazepam dan
clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klien.Tapi obat ini tidak direkomendasikan
untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan

36
kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk symptom
depersi.Selanjutnya, pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting
effect dari berzodiazepines, dapat mengakibatkan peningkatan perilaku
agresif.Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.Ini ditunjukkan
dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera
kepala, demensia, dan developmental disability.
Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol
impulsive dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan
mood. Amitriptyline dan trazodone, efektif untuk menghilangkan
agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental
organic.
Mood stabilizers, penelitian menunjukkan bahwa pemberian
lithium efektif untuk agresif karena manic. Pada beberapa kasus,
pemberiannya untuk menurunkan perilaku agresif yang disebabkan oleh
gangguan lain seperti RM, cedera kepala, skozofrenia, gangguan
kepribadian. Pada klien dengan epilepsy lobus temporal, bisa
meningkatkan perilaku agresif.
Pemberikan carbamazepines dapat mengendalikan perilaku agresif
pada klien dengan kelainan EEGs (electroencephalograms).
Antipsychotic ; obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk
perawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi,
atau perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obat ini dapat membantu,
namun diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya dirasakan.
Medikasi lainnya ; banyak kasus menunjukkan bahwa mencederai
diri. Betablockers seperti propanolol dapat menurunkan perilaku kekerasan
pada anak dan pada klien dengan gangguan mental organic.
 ManagemenKrisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan
intervensi yang lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik :
1. Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang
bertanggung jawab selama 24 jam.

37
2. Bentuk tim krisis. Meliputi, dokter, perawat, dan koselor.
3. Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan
apa saja yang menjadi tugasnya selama penangan klien.
4. Jauhkan klien lain dari lingkungan.
5. Lakukan pengekangan, jika memungkinkan.
6. Pikirkan suatu rencana pengangan krisis dan beritahu tim.
7. Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien.
8. Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan untuk
kerja sama.
9. Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisis. Ketua tim harus
segera mengkaji situasi lingkungan sekitar untuk tetap melindungi
keselamatan klien dan timnya.
10. Berikan obat jika diinstruksikan.
11. Pertahankan pendikatan yang tenang dan konsisten terhadap klien.
12. Tinjau kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisis.
13. Proses kejadian dengan klien lain dan staf harus tepat.
14. Secara bertahap mengintergrasikan kembali klien dengan lingkungan.
 Seclusion
1. Pengekanan Fisik
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir.Ada dua
macam, pengekangan fisik secara mekanik (menggunakan manset,
sprei pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam suatu
ruangan di mana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri).
Jenis pengekangan mekanik :
a. Camisoles (jaket pengekang)
b. Manset untuk pergelangan tangan,
c. Manset untuk pergelangan kaki, dan
d. Menggunakan sprei.
 Indikasi pengekangan :
a. Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri atau orang lain.
b. Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan
pengobatan.

38
c. Ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan
penolakan klien untuk beristirahat, makan, dan minum.
d. Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal.
Pastikan tindakan ini telah dikaji dan berindikasi terapeutik.
 Pengekangan dengan sprei basah atau dingin.
Klien dapat diimobilisasi dengan membalutnya seperti
mummi dalam lapisan sprei dan selimut.Lapisan paling dalam
terdiri atas sprei yang telah diremdam dalam air es.Walaupun mula-
mula terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan
menenangkan.Hal ini dilakukan pada perilaku amuk atau agitasi
yang tidak dapat dikendalikan dengan obat.
 Intervensi keperawatan :
a. Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit di atas tempat
tidur yang tahan air.
b. Balutkan sprei pada tubuh klien dengan rapid an pastikan
bahwa permukaan kulit tidak saling bersentuhan.
c. Tutupi sprei basah dengan selapis selimut.
d. Amati klien dengan konstan.
e. Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang
bermakna, buka pengekangan.
f. Berikan cairan sesering mungkin.
g. Pertahankan suasana lingkungan yang tenang.
h. Kontak verbal dengan suara yang menenangkan.
i. Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jam.
j. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu klien berpakaian.
2. Restrains
Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain
mekanik atau restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan
ijin dokter bila diharuskan karena kebijakan insitusi.
3. Isolasi
Adalah menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien
tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri.Tingkatan pengisolasian

39
dapat berkisar dari penempatan dalam ruangan yang tertutup tapi tidak
terkunci sampai pada penempatan dalam ruang terkunci dengan kasur
tanpa sprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yang dibatasi, dan
klien memakai pakaian RS atau kain terpal yang berat.
 Indikasi penggunaan :
a. Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan
klien atau orang lain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang
lain dengan intervensi pengendalian yang longgar, seperti
kontak interpersonal atau pengobatan,
b. Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh klien.
 Kontraindikasi :
a. Kebutuhan untuk pengamatan masalah medic.
b. Risiko tinggi untuk bunuh diri.
c. Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori.
d. Hukunan.
 Evaluasi
Mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah
tercapai.Perawat dapat mengobservasi perilaku klien. Di bawah ini
beberapa perilaku yang dapat mengindikasikan evaluasi yang
positif :
a. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan
klien.
b. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang
tersebut.
c. Sudahkan klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya
pada yang lain.
d. Buatlah komentar yang kritikal.
e. Apakah klien sudah mampu mengekpresikan sesuatu yang
berbeda.
f. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk
mengurangi perasaan marahnya.
g. Mampu mentoleransi rasa marahnya.

40
h. Konsep diri klien sudah meningkat.
i. Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat.
4. Pengekangan menggunakan tali
Klien dapat diimobilisasi dengan mengikat ekstremitas dengan
tali. Pasien dibaringkan ditempat tidur kemudian diikat menggunakan
tali, pengikatan ini bertujuan untuk menenangkan pasien meskipun
awalnya terasa menykitkan. Hal ini dilakukan pada perilaku amuk atau
agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan obat.
 Intervensi keperawatan :
a. Ajak pasien komunikasi, tanyakan hal yang menyebabkan klien
marah.
b. Jika klien tetap amuk dan ingin menyerang baringkan pasien
ditempat tidur
c. lakukan viksasi pada pasien dengan bantuan tim dengan tetap
leader berkomuikasi dengan pasien
d. Viksasi ekstremitas pasien dimulai dari bagian terkuat dari pasien
dimulai dari tangan kanan pasien kaki kanan, tangan kiri dan kaki
kiri
e. Amati pasien dengan konstan
f. Observasi tanda vital seperti TD, suhu, nadi dan pernafasan
g. Dengan tetap mempertahankan komunikasi verbal yang
menyenankan dengan pasien dan pertahankan lingkungan yang
tenang bagi pasien.
h. Jika pasien masih tetap amuk suntukkan obat relaksan
i. Lepas viksasi jika pasien sudah mulai tenang
j. Buat janji dengan pasien jika viksasi dilepas tidak akan amauk
lagi
k. Lepas viksasi dimulai dari anggota ekstremitas terlemah dimulai
dari kaki kiri, tangan kiri, kaki kanan dan tangan kanan
l. Bantu klien mengontrol amarah

41
STRATEGI PELAKSANAAN
MANAJEMEN PERILAKU KEKERASAN

Strategi Pelaksanaan Pertemuan Ke-1


Pra Orientasi
Leader + SP1 : Rahmat
Perawat SP2 : Pipit
Perawat SP3 : Oktavia
Perawat SP4 : Putri
Perawat SP5 : Ogis

 Kondisi
Kondisi tampak tegang, mata melotot, pandangan tajam, nada suara
tinggi, tangan mengepal hendak memukul, berteriak.
 Diagnosa
Manajemen Perilaku Kekerasan : Krisis – Amuk.
 Tujuan
TUM
klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
TUK
1. Pembentukan tim krisis, persiapan alat.
2. Pembatasan gerak pada pasien, menjelaskan tujuan dan perjanjian.
 Kriteria Hasil
Setelah 1x pertemuan untuk mengukur apakah tujuan dan kriteria
sudah tercapai. Perawat dapat mengobservasi perilakuklien. Dibawah ini
beberapa perilaku yang dapat mengindikasikan evaluasi yang positif:
1. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien.
2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut.
3. Sudahkan klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada
yang lain.
4. Buatlah komentar yang kritikal.

42
 Rencana Tindakan Keperawatan
1. Ajak pasien komunikasi, tanyakan hal yang menyebabkan klien marah.
2. Jika klien tetap amuk dan ingin menyerang baringkan pasien ditempat
tidur.
3. Lakukan viksasi pada pasien dengan bantuan tim dengan tetap leader
berkomuikasi dengan pasien
4. Viksasi ekstremitas pasien dimulai dari bagian terkuat dari pasien
dimulai dari tangan kanan pasien kaki kanan,tangan kiri dan kaki kiri
5. Amati pasien dengan konstan.
6. Observasi tanda vital seperti TD, suhu, nadi dan pernafasan
7. Dengan tetap mempertahankan komunikasi verbal yang menyenankan
dengan pasien dan pertahankan lingkungan yang tenang bagi pasien
8. Jika pasien masih tetap amuk suntik kanobat relaksan
9. Lepas viksasi jika pasien sudah mulai tenang
10. Buat janji dengan pasien jika viksasi dilepas tidak akan amauk lagi
11. Lepas viksasi dimulaidari anggota ekstremitas terlemah dimulai dari
kaki kiri,tangan kiri, kaki kanan dan tangan kanan
Di pagi hari di ruangan perawat leader dan semua perawat berkumpul.
Leader : “Assalamualaikum semua?”
Semua Perawat : “Waalaikumsalam”
Leader : “Sebelum kita melakukan kegiatan hari ini mari
kita berdoa menurut agama masing-masing,berdoa
dimulai”.
Baiklah langsung saja kita mulai kegiatan
hari ini yaitu menangani pasien di Ruang mawar
dengan diagnosa Perilaku Kekerasan. DisIni saya
akanmembagi tugas masing-masing. Saya akan
bertemu pasien bersama dengan perawat Hanif,
Ririn, Maria, dan Lulus. Saya sendiriuntuk membina
hubungan saling percaya dengan pasien dan untuk
suster Ririn dan Maria memegang ekstremitas
pasien dan jangan sampai lepas agar dapat kita

43
pasang reinstrein. Untuk mas Hanif melakukan
perawatan di daerah pengikatan dan memperhatikan
KDM pasien.Untuk suster Maria dan Lulus
mengajarkan bagaimana caranya mengontrol
perilaku kekerasan dan untuk suster Ririnmelakukan
pelepasan ikatan secara bertahap dan Suster Maria
melakukan pelepasan semua ikatan.
“Apakah kalian sudah mengerti? apa ada
yang ditanyakan dengan pembagian tugas ini? jika
kalian mengerti saya akhiri pertemuan kali
ini,selamat bekerja.”

Setelah pembagian tugas leader& perawat 1,2,3, dan 4 segera menemui


pasien.

Fase Orientasi
Salam Terapeutik
Leader :”Selamat pagimbak, perkenalkan nama saya Sherly. Saya bersama
suster Hanif, Ririn, Maria dan Lulus.Mbak namanya siapa?
biasanya dipanggil siapa?”
“Kami yang akan merawat mbak selama 1 minggu ke depan
jadi mbak jangan khawatir. Kami tidak akan menyakiti mas jadi
kalau mbak ada yang mau diceritakan kepada kita silakan tidak
usah malu-malu.
Evaluasi/validasi
Perawat 1 :” Bagaimana perasaan mbak saat ini ?” tadi sudah makan belum?”
Kontrak
Topik
Perawat1 :”Baiklah mbak kita akan membahas penyebab mbak
marah-marah. Tentang bagaimana mbak dari rumah sampai
terjadi kejadian dibawa kesini?”Bagaimana mbak?”

44
Waktu
Perawat1 :”Mbak mau berapa lama kita berbincang-bincang?” 15
menit saja cukup mbak ya?”
Tempat
Perawat1 :”Mbak mau dimana kita berbincang-bincang?”
bagaimana jika di taman?”
Fase Kerja
Perawat 1 :” Sekarang mbak ceritakan kenapa mbak bisa dirawat disini
dan ingin rasanya memukul orang-orang? Apakah mbak pernah
ada masalah dengan keluarga atau teman-teman mbak?
Leader :"Tolong ambilkan peralatan." Segera lakukan reinstrain."
“Tenang ya mbak tangan mbak akan kami ikat agar tidak
mencederai diri mbak atau orang lain. Kalau mbak bisa
mengontrol perilaku kekerasannya kami akan melepas
ikatannya. Apabila mbak tidak dapat mengontrol kami akan
melakukan reinstrein terus, jadi mbak jangan marah-marah
terus dan ya”.
Perawat1 :” Bagaimana mbak rasanya diikat seperti ini tidak enak
kan?”
Fase Terminasi
Evaluasi Subyektif
Perawat :”bagaimana perasaan mbak sekarang?”
Evaluasi obyektif
Perawat :”kita kan sudah berbincang-bincang tadi,apakah mbak
masih ingat dengan pembicaraan kita tadi?
RTL
"Mbak, 2 jam lagi kita akan bertemu lagi untuk membahas penyebab mbak
marah-marah, mengamuk dan melakukan perawatan didaerah pengikatan. Kami
pamit dulu mbak."

45
Strategi Pelaksanaan Pertemuan Ke-2

Pra Orientasi
 Kondisi
Pandangan mata merah,tangan mengepal, pasien masih marah-marah,
pasien dalam keadaan restrain di R.Isos.
 Diagnosa
Resiko Perilaku Kekerasan
 Tujuan
TUM
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
TUK
Perawatan daerah pengikatan, KDM klien.
 Kriteria hasil
1. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien.
2. Bagaimana keadaan klien saatmarah dan benci pada orang tersebut.
3. Sudahkan klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada yang
lain.
4. Apakah klien sudah mampu mengekpresikan sesuatu yang berbeda.
5. Mampu mentoleransi rasa marahnya.
 Rencana Tindakan keperawatan
1. Ajak pasien komunikasi, tanyakan hal yang menyebabkan klien marah.
2. Jika klien tetap amuk dan ingin menyerang baringkan pasien ditempat
tidur.
3. Amati pasien dengan konstan.
4. Observasi tanda vital seperti TD, suhu, nadi dan pernafasan.
5. Balutkan sprei pada tubuh klien dengan rapid anpastikan bahwa
permukaan kulit tidak saling bersentuhan.
6. Tutupi sprei basah dengan selapis selimut.

46
Fase Orientasi
Salam Terapeutik
”Assalamualaikum, selamat pagi mbak?”
Evaluasi/Validasi
"Mbak, masih ingat dengan saya?Bagaimana perasaan mbak saat
ini? Sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu, saya akan membahas
penyebab mbak marah-marah, membanting dan melakukan cara perawatan
di daerah pengikatan."
Kontrak
Topik
"Baiklah saya akan membahas penyebab mbak marah-marah,
membanting, dan melakukan cara perawatan di daerah pengikatan."
Waktu
"Mbak, mau berapa lama kita berbincang-bincang?”
"Bagaimana kalau sekitar 10-15 menitan?"
Tempat
"Kita mengobrol disini saja ya mbak."
Fase Kerja
"Mbak, mau BAB atau BAK?"
"Saya lihat dulu ya mbak tempat pengikatan apa ada lecet atau
tidak dan saya oleskan baby oil biar tidak terjadi lecet atau luka"
"Apa mbak ingin minum dan makan?Kebetulan saya bawa
makanan dan minuman".
"Makan dan minum selesai bagaimana kalau kita lanjut sesuai
dengan janji kita tadi yaitu membahas apa yang menyebabkan mbak marah
dan mengamuk."
"Kira-kira apa yang menyebabkan mbak marah dan mengamuk?"
"Menurut mbak apa kerugian ketika mbak mengamuk dengan cara
membanting atau merusak sesuatu?"
"Betul sekali, akan merusak barang-barang tersebut"
"Sekarang mbak kesakitan atau tidak?Emm saya tahu apa yang
mbak rasakan saat ini mas tidak bisa bergerak sesuai keinginan mbak kan?

47
Tapi kita disini khawatir kalau mbak marah-marah lagi yang nanti akan
mengganggu orang-orang sekitar mbak. Kalau mbak tidak marah-marah
lagi saya akan lepas ikatannya secara bertahap asal mbak tidak boleh
marah-marah lagi ya."
Fase Terminasi
Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan mbak setelah berbincang-bincang dengan saya?”
Apa mbak masih ingin marah-marah terus?”
Evaluasi Obyektif
"Mbak masih ingat tidak dengan apa yang kita bicarakan tadi
tentang kerugian kalau mbak marah-marah dan membanting sesuatu?
Kalau masih ingat coba mbak jelaskan lagi.Bagus sekali."
RTL
"2 Jam lagi kita akan bertemu lagi untuk mengetahui
perkembangan mbak ya dan nanti pengikatannya saya lepas secara
beratahap asal mbaknya janji jangan marah-marah lagi ya."
"Saya pamit ke ruangan perawat dulu mbak."

48
Strategi Pelaksanaan Pertemuan Ke- 3

Pra Orientasi
 Kondisi
Pasien sudah lebih tenang dan marah-marahnya sudah mulai hilang
walaupun masih sedikit, pasien masih keadaan direstrain di R.Isos.
 Diagnosa
Resiko Perilaku Kekerasan
 Tujuan
TUM
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
TUK
Melepaskan Ikatan secara bertahap
 Kriteria Hasil
1 Sudahkan klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada
yang lain dan buatlah komentar yang kritikal.
2 Apakah klien sudah mampu mengekpresikan sesuatu yang berbeda.
3 Mampu mentoleransi rasa marahnya.
4 Konsep diri klien sudah meningkat.
 Rencana tindakan Keperawatan
1. Amati klien dengan konstan.
2. Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang
bermakna, buka pengekangan.
3. Berikan cairan sesering mungkin.
4. Pertahankan suasana lingkungan yang tenang.
5. Kontak verbal dengan suara yang menenangkan.
6. Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jam.
7. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu klien berpakaian.
Fase Orientasi
Salam Terapeutik
”Assalamualaikum, selamat pagi mbak?”

49
Evaluasi/validasi
"Mbak, masih ingat dengan saya?Bagaimana perasaan mbak saat ini?
Sudah tau kan mbak akibat/kerugian marah-marah dan mengamuk? Kan tadi
sudah dibahas ya?Bagus. Sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu, saya akan
melepas pengikatan mbak secara bertahap asal mbak berjanji tidak akan
marah-marah lagi."
Kontrak
Topik
"Baiklah kita saat ini buat perjanjian dan saya akan lepas
pengikatannya mbak secara bertahap."
Waktu
"Mbak, mau berapa lama kita berbincang-bincang?”
"Bagaimana kalau sekitar 10-15 menitan?"
Tempat
"Kita mengobrol disini saja ya mbak."
Fase Kerja
"Karena nanti dikhawatirkan mbak masih mengulanginya lagi.
Apakah mbak mau berjanji tidak akan mengulanginya lagi? Baiklah kalau
mbak mau berjanji pada saya.Saya buka ikatan mbak yang dikaki dulu ya.”
Fase Terminasi
Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan mbak setelah berbincang-bincang dengan
saya?”
Evaluasi Obyektif
"Coba mbak ulangi janji mbak tadi.Bagus mbak sudah berjanji,
pertahankan ya mbak."
RTL
"Baik mbak 2 jam lagi kita bertemu kembali ya, saya kita latihan
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara teknik napas dalam dan memukul
bantal dan saya akan melepas pengikatannya mbak semua asal janji lagi tidak
marah-marah dan mengamuk. Apakah mbak mau?”
"Baiklah saya pamit dulu, mbak."

50
Strategi Pelaksanaan Pertemuan Ke-4

Pra Orientasi
 Kondisi
Pasien tenang, tidak marah-marah lagi, tidak mengamuk lagi,
pasien mau berjanji restrain dilepas secara bertahap dan restrain pasien
dilepas secara bertahap dimulai didaerah kaki.
 Diagnosa
Resiko Perilaku Kekerasan
 Tujuan
TUM
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
TUK
Melepaskan semua Ikatan
 Kriteria Hasil
1 Sudahkan klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada
yang lain dan buatlah komentar yang kritikal.
2 Apakah klien sudah mampu mengekpresikan sesuatu yang berbeda.
3 Mampu mentoleransi rasa marahnya.
4 Konsep diri klien sudah meningkat.
 Rencana tindakan Keperawatan
1. Amati klien dengan konstan.
2. Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang
bermakna, buka pengekangan.
3. Berikan cairan sesering mungkin.
4. Pertahankan suasana lingkungan yang tenang.
5. Kontak verbal dengan suara yang menenangkan.
6. Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jam.
7. Lakukan perawat 1 2an kulit sebelum membantu klien berpakaian.

51
Fase Orientasi
Salam Terapeutik
”Assalamualaikum, selamat pagi mbak?”
Evaluasi/validasi
"Mbak, masih ingat dengan saya?Bagaimana perasaan mbak saat ini?
Sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu kita latihan mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara teknik napas dalam dan memukul bantal, dan saya
akan melepas semua pengikatannya asal mbak janji lagi seperti 2 jam yang
lalu yaitu tidak marah-marah dan mengamuk lagi."
Kontrak
Topik
"Baiklah kita akan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara teknik napas dalam dan memukul bantal dan melepas semua
pengikatannya asal mbak janji leperti kemarin yaitu tidak marah-marah dan
mengamuk lagi."
Waktu
"Mbak, mau berapa lama kita berbincang-bincang?”
"Bagaimana kalau sekitar 20 menitan?"
Tempat
"Kita mengobrol disini saja ya mbak."
Fase Kerja
"Sebelum kita belajar cara mengontrol kemarahan dengan memukul
bantal kita membuat perjanjian terlebih dahulu untuk melepas semua
pengikatannya dan berhubung kondisinya mbak sekarang benar-benar tidak
marah dan mengamuk lagi jadi saya akan melepas semua, tapi harus janji
dulu. Tapi kalau habis ini mbak marah-marah dan mengamuk lagi akan saya
lakukan pengikatan kembali lho mbak. Apakah mbak mau berjanji?Baiklah
saya lepas semua mbak."
"Sekarang mbak sudah dalam keadaan tidak diikat lagi, bagaimana
kalau kita mulai belajarnya".
"Saya jelaskan dulu bahwa cara mengontrol kemarahan ada beberapa
yaitu napas dalam, pukul bantal dan dengan cara spiritual. Tapi untuk

52
pertemuan saat ini kita latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan napas
dalam mbak dan memukul bantal."
"Bengini mbak, jika mbak marah-marah, mbak tenangkan diri, rileks,
tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan.Lakukan sebanyak 5 kali.Ayo
coba, mbak.Bagus sekali."
"Selain napas dalam mbak dapat melakukan memukul bantal.Seperti
ini."
"Coba mbak lakukan pukul bantal. Ya, bagus sekali"
"Kekesalan lampiaskan ke bantal"
"Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan
marah"
Fase Terminasi
Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan mbak setelah berbincang-bincang dengan
saya?”
Evaluasi Obyektif
"Coba mbak jelaskan apa yang jelaskan barusan."Bagus, pintar
sekali."
"Dan coba mbak ulangi janji mbak tadi.Bagus mbak sudah berjanji,
pertahankan ya mbak.Kalau mbak marah-marah dan ingin mengamuk lagi
mbak bisa melampiaskan/menerapkan dengan yg sudah mbak pelajari."
RTL
"Baik mbak besok kita bertemu kembali ya, kita latihan mengontrol
perilaku kekerasan secara spiritual."
"Saya pamit sampai bertemu besok, mbak"

53
Strategi Pelaksanaan Pertemuan Ke-5

Pra Orientasi
 Kondisi
Pasien tenang, tidak marah-marah lagi, tidak mengamuk lagi,
pasien sudah dilatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan napas
dalam, memukul bantal, pasien mau berjanji restrain dilepas semua dan
restrain pasien dalam keadaan tidak direstrain lagi dan masih R.Isos.
Pasien tidak mengamuk lagi dan mampu mengontrol perilakunya.
 Diagnosa
Resiko Perilaku Kekerasan
 Tujuan
TUM
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
TUK
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
mengungkapkan kemarahan
 Kriteria Hasil
Setelah ....X pertemuan klien dapat :
a. Menjelaskan cara yang sehat mengungkapkan marah ( cara fisik, verbal,
sosial, spiritual )
b. Mempraktekkan cara marah yang sehat secara fisik verbal, sosial,
sepiritual
 Rencana Tindakan
Diskusikan dengan klien :
a. Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan cara marah
yang sehat
b. Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang di ketahui klien
c. Jelaskan cara – cara sehat untuk mengungkapkan marah:
1. cara fisik: Tarik nafas dalam jika sedang kesal, pukul bantal atau
kasur, olahraga, melakukan kegiatan

54
2. verbal: Mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang
lain
3. spiritual : Sembahyang atau doa, zikir, meditasi, dsb sesuai keyakinan
agamanya masing – masing

Fase Orientasi
Salam Terapeutik
”Assalamualaikum, selamat pagi mbak?”
Evaluasi/validasi
"Mbak, masih ingat dengan saya?Bagaimana perasaan mbak saat ini?
Sesuai dengan janji saya kemarin kita hari ini latihan mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual."
Kontrak
Topik
"Baiklah kita akan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
spiritual."
Waktu
"Mbak, mau berapa lama kita berbincang-bincang?”
"Bagaimana kalau sekitar 10-15 menitan?"
Tempat
"Mbak, mau tetap disini atau diluar.Baiklah disini saja yaa mbak."
Fase Kerja
"Jika mbak sedang marah ucapkan istighfar. Bagini mbak,
astaghfirullah diucapkan berulangkali hingga mbak benar-benar tenang dan
rileks"
"Caba mbak lakukan. Bagus sekali"
"Hari ini mbak kelihatannya benar-benar tenang saya akan
mengantarkan mbak ke kamarnya ingat kalau muncul perasaan marah mbak
lakukan cara naplam, pukul bantal atau istighfar."
"Coba sebutkan mbak kalau marah lakukan tiga cara yaitu. Bagus,
pintar sekali"

55
Fase Terminasi
Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan mbak setelah latihan mengontrol perilaku
kekerasan?Syukur deh kalau jauh lebih baik."
Evaluasi Obyektif
”Coba sebutkan apa saja latihan mengontrol perilaku kekersan?
Bagus, pintar sekali.Selalu lakukan latihannya ya jika timbul ingin marah dan
mengamuk. Ingat kalau mbak tidak dapat mengontrol dengan baik akan kami
ikat kembali. Tapi saya yakin mbak tidak akan mengamuk dan marah-marah
lagi karena mbak sudah latihan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
baik."
"Mari saya anatar ke kamarnya mbak.'
RTL
"Jika mbak ada kesulitan mbak dengan latihan tersebut mbak bisa
panggil saya atau perawat-perawat yang lain."
"Selamat beristirahat mbak, saya pamit dulu."

56

Anda mungkin juga menyukai