Anda di halaman 1dari 22

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA LANJUT PADA

DIAGNOSA KEPERAWATAN KOPING KELUARGA TIDAK EFEKTIF

oleh :

KELOMPOK PEMINATAN JIWA


Salwa Nirwanawati 206070300111003
Dessy Ekawati 206070300111007
Dewa Ayu Anggi G 206070300111011
Atin Humayya 206070300111014
Ridwan Sofian 206070300111024

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat, rahmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul “Studi Kasus
Asuhan Keperawatan Jiwa Lanjut pada Diagnosa Keperawatan Koping
Keluarga Tidak Efektif” oleh mahasiswa Magister Keperawatan Peminatan
Keperawatan Jiwa dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini, telah disusun
semaksimal dan seoptimal mungkin sesuai dengan point-point yang diminta dan
berdasarkan pada literature atau jurnal yang kami dapatkan. Namun, kami
hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dalam penulisan maupun
tata bahasa.
Dengan segala kerendahan hati, tim penyusun menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, tim penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, 16 Maret 2021

Kelompok Peminatan Jiwa


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi yang dikaitkan dengan
kebahagiaan, kegembiraan, kepuasan, pencapaian, optimisme, dan harapan.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa kesehatan jiwa bukanlah konsep yang
sederhana atau hanya tentang sebuah aspek dari perilaku. Kesehatan jiwa
melibatkan sejumlah kriteria yang terdapat dalam suatu rentang dan dapat
dilihat dari individu melalui aspek biologis, psikologis, dan sosial yang
ditunjukkan saat melakukan hubungan interpersonal, menunjukkan perilaku
dan koping efektif, emosi yang stabil, produktif serta memiliki kontribusi
dalam kehidupan masyarakat (Stuart, 2016).
Banyaknya masalah yang terjadi didalam kehidupan sehari-hari
menyebabkan individu atau keluarga mengalami stress. Stress adalah stimulus
yang berasal dari dalam tubuh yang timbul tidak spesifik terhadap adanya
beban masalah. Adanya stress yang timbul dipercaya sebagai hal yang negatif
tetapi pada kenyataannya tidak semua stressor bersifat negatif (Mad Zaini,
2019). Dalam hal ini untuk mengatasi stress dalam keluarga perlu adanya
strategi coping. Coping keluarga adalah respon perilaku yang digunakan oleh
keluarga untuk menyelesaikan masalah atau untuk menurunkan stres yang
diakibatkan oleh kejadian tertentu pada keluarga yang diharapkan dapat
membantu menyelesaikan masalah dengan strategi coping yang efektif.
Coping adalah respon perilaku yang dilakukan individu untuk mengatasi
stressor yang timbul (Maryam, 2017).
Kanker paru adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak normal yang
ikut berperan dalam fungsi sel seharusnya bersifat ganas hingga menyebar
didalam paru. Penyebabnya yaitu perokok berat atau perokok pasif, pajanan
asbes, gas radon, faktok genetic, polusi udara dan asap kebakaran hutan
(Andhika Candra Putra, 2020). Prevalensi kanker paru di Indonesia mencapai
1.79 per 1000 penduduk, naik dari tahun 2013 sebanyak 1.4 per 1000
penduduk (Rikesda, 2018). Perkembangan sel tumor yang cepat dan agresif
dapat menimbulkan berbagai gejala, seperti : gejala neurologis, kognitif dan
psikiatri. Adapun gejala psikiatri yang timbul yaitu merasa bingung, merasa
khawatir dengan kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, tampak tegang,
kontak mata buruk, frekuensi nadi meningkat. Sehingga untuk mengurangi
gejala tersebut diperlukan tindakan edukasi pada keluarga untuk selalu
memberikan dukungan (Dwi Anjarwati & Suryandari, 2021). Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai bagaimana proses pemberian
asuhan keperawatan yang tepat pada pasien kanker paru dan terapi spesialistik
apa saja yang dapat dilakukan oleh seorang perawat jiwa.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu menganalisa konsep asuhan keperawatan jiwa lanjut pada
kasus dengan diagnosa keperawatan: koping keluarga tidak efektif.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menganalisa konsep asuhan keperawatan jiwa lanjut pada
diagnosa koping keluarga tidak efektif sesuai dengan studi kasus.
2. Mampu mengidentifikasi jenis terapi yang tepat untuk klien
sesuai dengan paparan studi kasus.
3. Mampu menjelaskan prinsip etik dan legal yang harus
diperhatikan dalam pemberian terapi tersebut.
1.3 Manfaat
1.3.1 Pengembangan Ilmu
Sebagai bahan referensi untuk studi kasus mengenai konsep asuhan
keperawatan jiwa lanjut pada klien dengan diagnosa keperawatan:
koping keluarga tidak efektif.
1.3.2 Masyarakat
Sebagai bahan ilmu tentang problem solving yang harus dilakukan
oleh masyarakat jika menemukan kasus dengan diagnosa: koping
keluarga tidak efektif.
BAB 2
ISI
2.1 Konsep Kanker Paru
2.1.1 Pegertian Kanker Paru
Kanker paru atau yang biasa disebut karsinoma bronkhogenik
merupakan tumor ganas yang dapat ditemukan di seluruh bagian paru.
Tumor ganas pada paru biasanya paling sering ditemukan pada bagian
mukosa percabangan bronkus (Muttaqin, 2014).
2.1.2 Jenis Kanker Paru
Menurut Soemantri dalam Ikawati (2016), ada 4 jenis carcinoma yang
terjadi pada paru yaitu :
a. Karsinoma sel kecil / oat cell (small cell ca)
Lokasi tumor di tengah (80%), berkembang cepat dan sering
berbe ntuk maligna. Banyak bermetastasis melalui limfe dan sistem
sirkul asi. Prognosis jelek, dapat bertahan hidup biasanya tidak lebih
dari 2 tahun.
b. Karsinoma skuamosa
Epidermoid berhubungan dengan rokok. Berkembang lambat,
kurang invasif, metastasis terlokalisasi di tengah atau cabang
bronchus segmental, berhubungan dengan obstruksi dan pneumonia.
c. Adenokarsinoma (adeno carcinoma)
Terletak di daerah perifer , berkembang lambat dan
penyebarannya secara hematogen. Frekuensi tinggi metastasis ke
otak, letak lain termasuk adrenal,hati, tulang, dan ginjal. Tipe pre
dominan pada yang bukan perokok dan sering pada wanita.
d. Karsinoma sel besar (large cell carcinoma)
Sering kali berbentuk tumor bermassa lebih besar dari pada
adenokarsinoma. Perkembangannya pun juga lambat . Perifer, lesi
subpleura dengan nekrotik dan pada carcinoma ini memeiliki
prognosis yang buruk.
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Menurut Muttaqin (2014), beberapa faktor risiko yang melatarbelakangi
terjadinya kanker paru yaitu :
a. Merokok
Perokok aktif memiliki kecenderungan mengalami 10 kali lebih
besar untuk mengalami kanker paru dibandingkan dengan orang
yang tidak merokok. Beberapa penelitian juga menyebutkan
perokok pasif memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami kanker
paru.
b. Polusi udara
Kandungan zat berbahaya pada asap kendaraan bermotor seperti
sulfur dan carbon monoksida merupakan faktor pendukung
terjadinya kanker paru.
c. Polusi lingkungan kerja
Polusi yang terjadi pada lingkungan kerja juga merupakan
pendukung terjadinya carcinoma. Karyawan pabrik yang
memproduksi bahan kimia atau asbes yang digunakan sebagai
bahan bangunan memiliki risiko terjadi kanker 10 kali lebih besar
dibandingkan masyarakat umum.
d. Rendah asupan vitamin A
Penelitian menyebutkan perokok aktif yang diet rendah vitamin
A memiliki risiko lebih besar terjadi kanker paru. Beberapa
penelitian lain menyebutkan vitamin A dapat mengurangi risiko
seseorang terkena kanker.
e. Keturunan
Banyak bukti yang mengatakan bahwa saat orang tua
mengalami kanker, maka anak cenderung berisiko terkena juga.
Hal ini berkaitan dengan faktor genetic.
2.1.4 Tanda dan Gejala Kanker Paru
a. Batuk
b. Darah dalam dahak atau haemoptisis
c. Bronchitis atau infeksi pernapasan berulang
d. Kehilangan BB yang tidak dapat dijelaskan
e. Kesulitan benapas atau mengi (wheezing)
f. Demam yang berulang
g. Nyeri dada saat menarik nafas dalam-dalam, kekakuan, suara sesak,
disfalgia, edema pada leher dan kepala (Bengkak pada leher dan
wajah), efusi pleural/ pericardial.
h. Tempat metastasis yang umum adalah nodus limfe, tulang, otak,
paru kolateral, kelenjar adrenalin.
i. Kelemahan, anoreksia, penurunan BB dan anemia terjadi pada tahap
akhir (Frida, 2019).
2.2 Konsep Ketidakefektifan Koping Keluarga
2.2.1 Pengertian Koping Keluarga Tidak Efektif
Koping adalah kemampuan seseorang baik secara pikiran maupun
tindakan yang digunakan untuk mengatasi kondisi yang dianggap
sebagai suatu tekanan, tantangan, ataupun ancaman (Azizah, 2016).
Ketidak efektifan koping keluarga yaitu ketidakmampuan keluarga atau
orang terdekat dengan cara membatasi kemampuannya yang seharusnya
bisa beradaptasi dengan masalah kesehatan yang dihadapi klien (Tim
Pokja SDKI PPNI, 2017).
Ketidakmampuan koping keluarga adalah suatu perilaku yang
ditunjukkan oleb anggota keluarga atau orang terdekat yang membatasi
kemampuannya atau kemampuan klien untuk secara efektif melakukan
tugas penting untuk adaptasi keduanya terhadap masalah kesehatan
(Shives, 2012).Ketidakmampuan koping keluarga yaitu kondisi
keluarga yang sangat ambivalen dan tidak adanya dukungan kepada
keluarga yang sakit sehingga ketidaksanggupan pemecahan masalah
oleh anggota keluarga dan tanggung jawab terhadap proses keluarga
yang tidak sesuai dengan fungsinya ( Townsend, 2015).
Gangguan koping keluarga adalah pencapaian yang tidak berhasil
dari tugas-tugas perkembangan keluarga dan koping yang tidak
berfungsi secara fungsional sehingga anggota keluarga tidak dapat
berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan orang lain (Townsend,
2015).
Dapat disimpulkan ketidak efektifan koping keluarga adalah suatu
sikap atau perilaku yang dilakukan oleh orang terdekat (keluarga,
teman) dengan cara membatasi pengaruhnya atau kapasitasnya dalam
menjalankan tugasnya baik disengaja ataupun tidak terhadap kesehatan
yang dialami oleh klien.
2.2.2 Penyebab Koping Keluarga Tidak Efektif
Menurut Herdman (2015) ada beberapa penyebab ketidakefektifan
koping keluarga yaitu :
a. Antar individu tidak memiliki gaya koping yang sama
b. Hubungan keluarga ambivalen
c. Adanya resistensi pada keluarga terhadap pengobatan yang tidak
konsisten
d. Perasaan yang tidak dapat diungkapkan oleh keluarga
2.2.3 Tanda dan Gejala Koping Keluarga Tidak Efektif
Menurut Tim Pokja SDKI PPNI (2017), tanda dan gejala dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Gejala Subjektif
Ada perasaan diabaikan, merasa khawatir dengan anggota
keluarga, merasa tertekan sehingga depresi.
2. Gejala Objektif
Kebutuhan aanggota keluarga tidak terpenuhi, rasa toleransi
tidak ada, anggota keluarga terabaikan, agresi, agitasi, komitmen
jadi berkurang, timbul gejala-gejala psikosomatis, perilaku
menolak, kebutuhan dasar klien terabaikan, pengobatan atau
perawatan pada anggota keluarga terabaikan, muncul masalah
bermusuhan, lebih individualistik, perilaku sehat terganggu,
peningkatan ketergantungan pada anggota keluarga, realitas
kesehatan anggota keluarga terganggu.
2.2.4 Kondisi Klinis Terkait
Berikut beberapa kondisi klinis yang terkait dengan ketidakmampuan
koping keluarga yaitu : (Tim Pokja PPNI SDKI, 2017).
a. Penyakit Alzheimer
b. Kondis yang menyebabkan paralisis permanen
c. Penyakit kronis seperti kanker, diabetes, AIDS, atau penyakit
rematik
d. Penyalahgunaan zat adiktif
e. Krisis keluarga
f. Adanya konflik keluarga yang belum terselesaikan
2.2.5 Outcome atau Luaran Koping Keluarga
Menurut Tim Pokja SLKI PPNI (2019), Tujuan yang diharapkan
pada ketidakefektifan koping keluarga yaitu status koping keluarga
yang membaik dengan kriteria hasil sebagai berikut :
a. Peningkatan keepuasan terhadap bantuan anggota keluarga lain
b. Keterpaparan informasi
c. Perasaan diabaikan dan rasa khawatir tentang anggota keluarga
semakin menurun
d. Perilaku mengabaikan anggota keluarga menurun
e. Komitmen pada pengobatan meningkat dan anggota komunikasi
pada keluarga meningkat
Selain luaran utama dalam mempebaiki status koping keluarga,
beberapa luaran tambahan seperti adanya dukungan dari keluarga lain,
dukungan dari sosial masyarakat, fungsi keluarga yang meningkat,
manajemen kesehatan keluarga yang membaik, tingkat ansietas, dan
tingkat agitasi yang menurun (Tim Pokja SLKI PPNI, 2019).
Sedangkan Menurut Moorhead (2016), menyatakan bahwa hasil
yang diharapkan dari koping keluarga selain luaran diatas yaitu
keluarga mampu menjaga keseimbangan keuangan, menggunakan
sistem pendukung keluarga yang tersedia, menggunakan sumberdaya
masyarakat yang tersedia.
2.2.6 Intervensi Keperawatan
a. Intervensi Generalis
Menurut Tim Pokja PPNI SIKI (2018), dalam menentukan
intervensi keperawatan dapat disesuaikan dengan kondisi yang
dialami oleh pasien. Ada beberapa intervensi yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan koping keluarga. Intervensi
utama yang dapat dilakukan yaitu memberikan dukungan koping
keluarga dan melakukan promosi koping kepada keluarga.
Selain itu, intervensi pendukung yang dapat diberikan pada
keluarga yang mengalami ketidakmampuan koping keluarga yaitu
intervensi dukungan terhadap kekerasan pada anak, intervensi
dukungan terhadap kekerasan pada pasagan, intervensi dukungan
terhadap kekerasan pada lansia, selain itu intervensi krisis dapat
diberikan jika respon keluarga maladaptif (Bulecheck, 2016).
Menurut Swearingen (2016), tindakan keperawatan yang
dapat dilakukan pada keluarga yaitu :
1) Bangun komunikasi dan hubungan yang terbuka dengan
keluarga
2) Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan koping keluarga
3) Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat klien
4) Bantu dalam meningkatkan fungsi dan adaptasi yang sehat di
dalam keluarga, misalnya dengan cara memfasilitasi komunikasi
yang terbuka diantara anggota keluarga).
5) Bantu keluarga untuk mengembangkan rencana atau tindakan
yang realistis misalkan dengan meningkatkan layanan konseling,
dan terapi keluarga yang sesuai.
6) Bantu keluarga untuk meningkatkan interaksi dengan individu
pendukung lainnya seperti keluarga lain, teman, atau sahabat.
7) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien dan tawarkan
keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan pasien.
b. Intervensi Spesialis
Menurut Keliat dkk (2020), tindakan keperawatan spesialis
yang bisa dilakukan pada keluarga dengan ketidakefektifan koping
yaitu psikoedukasi keluarga (Family Pshicoeducation) yang dapat
dilakukan sesuai dengan 6 sesi berikut:
1) Sesi 1: Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami oleh
klien dan masalah kesehatan keluarga (care giver) dalam
merawat klien.
2) Sesi 2: Merawat masalah kesehatan klien
3) Sesi 3: Manajemen stress untuk keluarga
4) Sesi 4: Manajemen beban untuk keluarga
5) Sesi 5: memanfaatkan system pendukung
6) Sesi 6: Mengevaluasi manfaat psikoedukasi keluarga.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Kasus Dalam Jurnal
Tn. A merupakan seorang pensiunan pegawai bank berusia 60 tahun
didiagnosa menderita Ca Paru Stadium II sejak 6 bulan yang lalu. Berdasarkan
hasil pengkajian didapatkan data bahwa Tn. A memiliki gaya hidup yang buruk
ketika masih bekerja. Tn. A sering mengkonsumsi makanan cepat saji dan
jarang makan dirumah bersama dengan anak dan istrinya. Tn. A juga memiliki
kebiasaan merokok 1 bungkus per hari. Tn. A memiliki riwayat masuk Rumah
Sakit 5 tahun yang lalu karena terdiagnosa bronchitis, saat itu istrinya sudah
meminta Tn. A untuk berhenti merokok namun Tn. A beralasan bahwa jika
dirinya tidak merokok mulutnya akan terasa pahit. Saat ini Tn. A hanya tinggal
berdua dengan istrinya, karena kedua anaknya sudah berkeluarga dan merantau
di luar kota. Anak-anak Tn. A hanya akan pulang ketika lebaran karena
pekerjaannya sangat padat dan biaya pesawat yang mahal. Perawat
menanyakan pada klien tentang keberadaan istrinya, agar bisa membantu
perawatannya selama berada di rumah sakit. Tetapi klien tidak ingin
memberitahu istrinya, dengan alasan istrinya sangat emosional dan tidak akan
peduli dengan dirinya yang keras kepala. Klien memiliki keyakinan bahwa bisa
menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa melibatkan istrinya Klien
berkata, ia hanya butuh istirahat di rumah sakit dan dibantu oleh perawat dan
dokter saja.
3.2 Asuhan keperawatan pada kasus
3.2.1 Faktor Predisposisi
a. Biologis
Tn. A juga memiliki riwayat masuk Rumah Sakit 5 tahun yang lalu
karena terdiagnosa bronchitis
b. Psikologis
Klien memiliki keyakinan bahwa bisa menyelesaikan
permasalahannya sendiri tanpa melibatkan istrinya ataupun
keluarganya
c. Sosial budaya
Tn. A merupakan seorang pensiunan pegawai bank, memiliki gaya
hidup yang buruk ketika masih bekerja, sering mengkonsumsi
makanan cepat saji dan jarang makan dirumah bersama dengan anak
dan istrinya. Tn. A juga memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus per
hari.
3.2.2 Faktor Presipitasi
Tn. A didiagnosa menderita Ca Paru Stadium II sejak 6 bulan yang lalu
dan memilih untuk tidak memberitahu istrinya dengan alasan istrinya
terlalu emosional dan tidak mempedulikan dirinya.
3.2.3 Penilaian Terhadap Stressor
a. Kognitif
Klien memiliki keyakinan bahwa bisa menyelesaikan
permasalahannya sendiri tanpa melibatkan istrinya
b. Afektif
Klien mengatakan bahwa istrinya sangat emosional dan tidak akan
peduli dengan dirinya yang keras kepala
c. Fisiologis
Klien berkata, ia hanya butuh istirahat di rumah sakit dan dibantu oleh
perawat dan dokter saja
d. Sosial
Tn. A hanya tinggal berdua dengan istrinya, karena kedua anaknya
sudah berkeluarga dan merantau di luar kota. Anak-anak Tn. A hanya
akan pulang ketika lebaran karena pekerjaannya sangat padat dan
biaya pesawat yang mahal.
3.2.4 Sumber Koping
a. Kemampuan Personal
Tn. A tidak dapat berhenti dari kebiasaannya untuk merokok meski
sudah diingatkan oleh istrinya dengan alasan mulut akan terasa pahit
jika tidak merokok. Tn. A juga merasa mampu mneyelesaikan
masalah yang dia hadapi tanpa memberitahu keluarga
b. Modal Material
Tn. A mencoba memeriksakan keadaannya secara mandiri ke rumah
sakit, tetapi klien enggan untuk memberitahukan penyakitnya kepada
istri ataupun keluarga

c. Dukungan sosial
Tn. A mengatakan anak-anaknya berada diluar kota dan hanya
kembali ketika lebaran saja karena kesibukan dan tiket pesawat yang
datang. Tn. A juga enggan meminta bantuan istrinya untuk
merawatnya.
d. Keyakinan Positif
Kurangnya kebersamaan dalam keluarga serta adanya persepsi Tn A
bahwa masalah akan dapat ia selesaikan tanpa memberitahu keluarga
sehingga dapat duisimpulkan bahwa komunikasi didalam keluarga
tersebut tidak berjalan dengan baik.
3.2.5 Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang terdapat dalam kelurga Tn A merupakan
mekanisme koping destruktif dengan respon koping maladaptif.
3.2.6 Strategi koping
Strategi koping yang dapat digunakan untuk kasus tersebut yaitu
startegi CHIP (Coping Health Inventory for Parents). Strategi ini
menggambarkan kemampuan keluarga ketika memiliki salah satu
anggota keluarga yang mengalami sakit dalam jangka waktu singkat atau
lama dan membutuhkan perawatan terus-menerus. Penilaian pola koping
terdiri dari 3 bagian, yaitu : (Sugiyanto, 2016)
a. Adanya perilaku kerjasama antar anggota keluarga yang berfokus
pada penguatan kehidupan dan hubungan keluarga
b. Adanya pemeliharaan lingkungan dengan menunjukkan adanya
dukungan sosial untuk meningkatkan harga diri dan identitas diri
c. Perilaku memahami perawatan, dimana keluarga harus mampu
memahami perawatan kesehatan untuk anggota keluarga yang
mengalami sakit melalui komunikasi dan konsultasi pada tim
kesehatan dan profesional lain serta berdasarkan pengalaman orang
lain.
3.2.7 Diagnosa
a. Diagnosa keperawatan
Dari kasus diatas, diagnosa yang mungkin muncul yaitu koping
keluarga tidak efektif
b. Kondisi Klinis Terkait
Kanker, Penyakit kronis
3.2.8 Intervensi
Diagnosa keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi keperawatan
Koping keluarga tidak Status koping 1) Kemampuan memenuhi peran Terapi Generalis
efektif meningkat 1) Kenalkan masalah yang terjadi dalam keluarga
Tujuan Umum: 2) Perilaku koping adaptif 2) Lakukan cara penyelesaian masalah dalam
Setelah dilakukan 3) Kemampuan penyelesaian keluarga
asuhan keperawatan masalah meningkat 3) Lakukan tindakan keperawatan sesuai dengan
…x24 jam status 4) Kemampuan menggunakan koping keluarga tidak efektif
koping keluarga system pendukung 4) Diskusikan tindakan atau koping yang tepat
membaik untuk mengatasi masalah
5) Diskusikan koping alternatif atau solusi
Tujuan Khusus: penyelesaian yang baru
1) Kemampuan 6) Evaluasi kemampuan keluarga menggunakan
memenuhi peran koping efektif
membaik
2) Perilaku koping Terapi Spesialis : Family psychoeducation therapy
adaptif terpenuhi (FPE), Triangle Therapy
3) Keluarga
menunjukkan
perilaku asertif
3.2.9 Implementasi
Terapi Generalis
1. Mengenal masalah yang terjadi dalam keluarga
2. Melakukan cara penyelesaian masalah dalam keluarga
3. Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan koping keluarga tidak
efektif
4. Mendiskusikan tindakan atau koping yang tepat untuk mengatasi
masalah
5. Mendiskusikan koping alternatif atau solusi penyelesaian yang baru
6. Mengevaluasi kemampuan keluarga menggunakan koping efektif
(Sugiyanto, E. P., 2016)
Terapi Spesialis
a. Psikoterapi pada Keluarga
Family psychoeducation therapy (FPE) merupakan terapi kelompok
yang dapat dilakukan perawat spesialis pada koping kelompok tidak
efektif (Keliat, B. A., dkk., 2020)
Sesi 1. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami klien dan
masalah kesehatan keluarga (care giver) dalam merawat klien
Sesi 2. Merawat masalah kesehatan klien
Sesi 3. Manajemen stres untuk keluarga
Sesi 4. Manajemen beban untuk keluarga
Sesi 5. Memanfaatkan sistem pendukung
Sesi 6. Mengevaluasi manfaat psikoedukasi keluarga
Terapi komplementer
Terapi komplementer atau terapi penunjang lain yang dapat diberikan
yaitu:
1. Terapi mindfulness, yaitu:
a) kesadaran (awareness)
b) pengalaman saat ini (present experience)
c) penerimaan (acceptance) (Martinez, 2019)
2. Terapi triangle yaitu:
a) Perawat berdiskusi dengan anggota keluarga terkait
kesalahpahaman yang terjadi
b) Keluarga diberikan kesempatan untuk menyampaikan persepsi
terhadap masalah dan pandangan mereka terhadap penyelesaian
masalah serta harapan keluarga terhadap masalah yang terjadi.
c) Selanjutnya hal yang sama juga dilakukan pada klien
d) Setelah perawat bertemu dengan klien dan keluarga di tempat yang
terpisah, klien dan keluarga bersepakat untuk bertemu dan
menyelesaikan kesalahpahaman diantara mereka agar tidak lagi
bertengkar (Efendi, 2020).
3.3 Prinsip Etik dan Hukum
Pada kasus diatas, perawat harus memperhatikan etik dan hukum dalam
memberikan terapi mengingat keluarga memiliki koping yang tidak efektif
sehingga seluruh tindakan harus diberikan dan dijelaskan terlebih dahulu.
Beberapa kebijakan yang harus diperhatikan dan berfokus mengenai masalah
kesehatan jiwa yaitu UU RI No 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, PMK RI
No 39 tahun 2016 tentang pedoman penyelenggaraan program Indonesia sehat
terutama tercantum pda pasal 3 mengenai penderita gangguan jiwa mendapat
pengobatan dan tidak di telantarkan (Wuryaningsih, 2018). Pada kasus diatas,
tinjauan etik yang harus diperhatikan perawat yaitu :
a) Autonomy: klien tersebut memiliki kebebasan untuk memilih atau menolak
terapi yang diberikan oleh perawat yang disesuaikan dengan kondisinya dan
pasien berhak untuk mendapatkan pengobatan yang tepat, serta pasien juga
harus tetap memperoleh dan atau menyetujui informasi dari setiap tindakan
atau terapi yang akan diberikan.
b) Beneficience dan non maleficience: perawat harus memberikan perlakuan
baik kepada klien dan tidak merugikan klien, perawat harus memperhatikan
efek samping yang terjadi selama terapi berlangsung, terutama riwayat
penyakit kronis dan penyakit saraf yang dimiliki oleh klien.
c) Justice: perawat harus adil dalam memberikan intervensi kepada klien
tersebut dan juga klien lain. Tidak ada diskriminasi yang diberikan kepada
klien sekalipun klien tersebut menunjukkan gejala psikologis dan gangguan
depresi sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi
d) Veracity: pada kasus tersebut, kunci utama perawat yaitu kejujuran sehingga
akan timbul rasa percaya pada klien.
e) Confidentiality: perawat juga harus mampu menjaga kerahasiaan informasi
klien terutama saat berada diluar area pelayanan karena informasi terkait
gangguan jiwa dilindungi secara undang-undang
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kanker paru atau yang biasa disebut karsinoma bronkhogenik
merupakan tumor ganas yang dapat ditemukan di seluruh bagian paru.
(Muttaqin, 2014) Kanker paru merupakan salah satu kondisi klinis
yang memicu timbulnya masalah ketidakmampuan koping keluarga
akibat kurangnya sumber informasi dan pengetahuan, serta
ketidaksiapan individu atau keluarga dalam beradaptasi dengan
stressor yang muncul. Ketidakmampuan koping keluarga yaitu kondisi
keluarga yang sangat ambivalen dan tidak adanya dukungan kepada
keluarga yang sakit sehingga ketidaksanggupan pemecahan masalah
oleh anggota keluarga dan tanggung jawab terhadap proses keluarga
yang tidak sesuai dengan fungsinya. (Townsend, 2015)
Studi kasus diatas merupakan gambaran dari tahap perkembangan
keluarga usia lanjut (>60 tahun). Tahap perkembangan ini mengalami
gangguan/hambatan dikarenakan Tn. A tidak ingin penyakitnya
diketahui oleh istri. Oleh karena itu, perawat jiwa terlebih dahulu harus
mengenali permasalahan apa yang terjadi dalam keluarga Tn. A, untuk
kemudian diidentifikasi dan disesuaikan penggunaan strategi koping
untuk keluarga tersebut. Strategi koping yang dapat digunakan yaitu
strategi CHIP (Coping Health Inventory for Parents). (Sugiyanto,
2016)
4.2 Saran
Diharapkan penjabaran kasus diatas dapat menambah wawasan
tentang penanganan pasien jiwa yang juga memiliki gangguan
kesehatan pada fisiknya. Selain itu, dukungan dari orang terdekat,
keluarga serta masyarakat sangat membantu dalam proses
penyembuhan pasien serta menambah keyakinan positif pada klien
untuk percaya bahwa ia dapat sembuh
DAFTAR PUSTAKA
Anjarwati, Dwi. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ca Paru Dengan
Kebutuhan Aman dan Nyaman : Ansietas. Doctoral Dissertation Universitas
Kusuma Husada Surakarta
Azizah, L. M, Zainuri, I. Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa: Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka
Bulechek, G, M., et al. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi
Indonesia. Singapura: Elsevier
Efendi, S., Susanti, H., Wardani, I.Y. and Eka, A.R., 2020. Manajemen Beban
dengan Pendekatan Terapi Keluarga Triangles dalam Mengatasi Beban
Subjektif Keluarga Merawat Klien Diabetes Melitus. Jurnal Keperawatan
Jiwa, 8(2), pp.153-160
Frida. (2019). Penyakit Paru-paru dan Pernapasan. Semarang: Alprin
Herdman, T, H., Kamitsuru, S. (2015). Diagnosa Keperawatan: Definisi &
Kalsifikasi 2015-2017. Edisi Indonesia. Jakarta: EGC
Ikawati. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan.
Yogyakarta: Bursa Ilmu
Keliat, B. A., dkk, (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Martinez A., Masluk B., Montero, M. J., Navarro-Gil, M. T., Magallo, R. (2019).
Validation Of Five Facets Mindfulness Questionnaire – Short Form , In
Spanish , General Health Care Services Patients Sample : Prediction Of
Depression Through Mindfulness Scale
Maryam, Siti. 2017. Strategi Coping : Teori dan Sumberdayanya.Jurnal Konseling
Andi Matappa Volume 1 Nomor 2 : Hal 101-107.
Moorhead, S., et al. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC):
Pengukuran Outcomes Kesehatan. Edisi Indonesia. Singapura: Elsevier
Muttaqin, A. (2014). Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Putra, C Andhika. (2020). Kanker Paru. Indonesia: Guepedia.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2
0 18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses Agustus 2018.
Shives, L. R. (2012). Basic concepts of psychiatric-mental health nursing.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Stuart Gail. (2016). Prinsip dan Praktik: Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart
Edisi Indonesia. Singapore: Elsevier.
Sugiyanto, E. P. (2016). Manajemen Asuhan Keperawatan Spesialis Jiwa Pada
Keluarga dengan Koping Tidak Efektif Menggunakan Modifikasi Model
Adaptasi Roy dan kebutuhan dar Henderson di RSMM Bogor. Depok:
Universitas Indonesia
Swearingen, P. L., & Wright, J. (2016). All-in-One Nursing Care Planning
Resource-E-Book: Medical-Surgical, Pediatric, Maternity, and Psychiatric-
Mental Health. Fourth Edition. Canada: Elsevier Health SciencesTim Pokja
SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawtan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik.. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI
Townsend, M. C. (2015). Psychiatric mental health nursing: Concepts of care in
evidence-based practice. Eighth Edition. Philadelphia: FA Davis
Wuryaningsih, E W., Windarwati, HD., Dewi, EI., Deviantony, F., Hadi, E.
(2018). Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember : UPT Percetakaan &
penerbitan Universitas Jember.
Zaini Mad. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial Di Pelayanan
Klinis Dan Komunitas. Yogyakarta: Deepublish Publisher

Anda mungkin juga menyukai