Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Post Traumatik Stress Disoreder (PTSD)


Post Traumatik Stress Disoreder merupakan adanya pengalaman yang dialami individu
sebuah kejadian traumatic yang dapat menyebabkan gangguan mental sehingga individu
merasa ketakutan, tidak berdaya dan trauma tersendiri bagi dirinya. Hal ini dapat timbul karena
musibah yang terjadi seperti kecelakaan, bencana alam, adanya perang dan kekerasan dan
menyebabkan trauma yang sangat mendalam bagi individu. Individu yang mengalami post
trauma stress disorder selalu memikirkan terus menerus, merasa ketakutan, tidak bisa tidur dan
mati rasa. Terdapat bebebrapa klasifikasi pada post traumatic stress disorder yaitu: (Retna,
dkk. 2018)
a. Respon Stress Normal
Stress yang terjadi dimana individu mengalami trauma di usia dewasa dengan masalah
adanya kenangan yang buruk dalam hidupnya, perasaan tidak sadar, putusnya hubungan dan
mengalami tekanan dalam hidupnya. Individu yang mengalami hal tersebut biasanya
seringkali dapat segera pulih dalam beberapa minggu.
b. Gangguan Stress Akut
Stress yang terjadi yaitu terdapat reaksi panik, bingung, mengalami insomnia berat, curiga
dan tidak dapat melakukan perawatan diri, bekerja dan brhubungan sosial. Hal ini biasanya
terjadi karena adanya kematian dan kehilangan. Tetapi jika segera dilakukan pengobatan
seperti mengangkat kejadian trauma, menggunakan pengobatan untuk membantu
menghilangkan kesedihan, gelisah, insomnia dan diberikan intervensi dukungan psikoterapi.
c. Gangguan Stress Pasca Trauma
Stress yang terjadi karena adanya peristiwa trauma yang berulang-ulang. Dimana jika hal
tersebut tidak terjadi maka individu dapat menghindari adanya rangsangan yang berkaitan
dengan trauma. Individu dapat melakukan pendekatan dengan sosial, psikodinamik, perilaku
yang kognitif dan farmakologis.
d. Gangguan Stress Pasca Trauma Komorbid
Stress yang terjadi karena terdapat gangguan tambahan seperti adanya ansietas,
penyalagunaan alcohol dan narkoba, depresi, dan gangguan panik. Dalam hal tersebut harus
dilakukan pengobatan satu per satu dan dilakukan perawatan dengan hati-hati untuk masalah
gangguan jiwa dan kecanduan.
e. Gangguan Stress Pasca Traumatik Komplek
Stress yang terjadi karena terpaparnya kejadian traumatik yang berkepanjangan terutama
sejak masih anak-anak antara lain korban pelecehan seksual. Dimana individu tersebut akan
didiagnosis gangguan kepribadian dan antisosial. Tanda dan gejala pada individu yang
mengalami hal tersebut yaitu tidak mau makan, menggunakan alcohol dan obat terlarang,
merusak diri sendiri, emosional yang ekstrem, depresi, dan amnesia. Pengobatan yang
dilakukan biasanya sangat lambat, memakan waktu yang lama, memerlukan adanya program
perawatan yang sensitive dan terjadwal dengan baik.
Ada beberapa jenis kejadian yang memiliki potensi terjadinya gangguan stress pasca
trauma, yaitu: (Elvira, 2017)
1) Kekerasan personal (seksual, penyerangan fisik dan perampokan)
2) Penculikan
3) Penyanderaan
4) Serangan militer
5) Serangan teroris
6) Penyiksaan
7) Ditahan dalam penjara sebagai tahanan
8) Bencana alam
9) Kecelakaan kendaraan
10) Mengalami penyakit berat

2.2 Cognitive Behavioural Therapy (CBT)


2.2.1 Definisi Cognitive Behavioural Therapy (CBT)
Cognitive Behavioural Therapy (CBT) merupakan sebuah perlakukan psikologis
khususkan pada interaksi individu dengan fokus positif pada cara berpikir, merasa, dan
berperilaku. CBT dapat mempengaruhi perilaku dan kognitif individu. Terapi perilaku diyakini
dapat mengatasi anxiety disorders, seperti phobia dan obsessive compulsive disorders (OCD).
Pengabaian proses mental seperti imagery, pikiran, interpretasi, beliefs, dan lain-lain
mengakibatkan kurangnya ketercapai hasil dari terapi perilaku. Sedangkan terapi kognitif
digunakan untuk menangani depresi. Keberhasil dari kedua terapi tersebut akhirnya
mengahasilkan sebuah terapi CBT (Sarandria, 2012).
2.2.2 Tujuan Cognitive Behavioural Therapy (CBT)
Adapun tujuan CBT menurut (Stallard, 2012) sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman individu terhadap dirinya
b. Meningkatkan kontrol diri individu sehingga dapat mengembangkan kemampuan kognisi dan
tingkah laku yang lebih sesuai
c. Mengidentifikasi pikiran dan keyakian negatif sehingga dapat memunculkan keyakinan baru
yang lebih positif
2.2.3 Prinsip-Prinsip Cognitive Behavioural Therapy (CBT)
Westbrook, et al (2007), tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan CBT pada individu
dangan memperhatikan prinsip-prinsip seperti:
Prinsip Dampak
Prinsip kognitif Mempengaruhi kondisi emosi dan tingkah laku individu
Merupakan interpretasi individu terhadap suatu pertiwa atau situasi
Membantu individu membentuk distorsi positif
Prinsip perilaku Usaha individu untuk mengatasi masalah dengan bertindak atau
menghindar
Prinsip kontinum Keyakinan terhadap kesehatan mental diri yang berhubungan dengan
penyelesaian atau penolakan di masa lalu
Prinsip here and now Penanganan dengan mengkaji proses perkembangan, pengabaian
konflik, dan motif-motif TPSD
Prinsip interaksi sistem Anggapan yang menyatakan bahwa masalah berasal dari interaksi
individu dan lingkungan
Prinsip empiris Evaluasi teori dan penanganan menggunakan bukti ilmiah
Sumber: Sarandria, 2012
2.2.4 Karakteristik Cognitive Behavioural Therapy (CBT)
CBT memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
Karakteristik Gambaran
Kolaborasi Sebuah kerjasama dan kejujuran antara terapis dan klien
dalam mengatasi masalah
Terstruktur dan aktif CBT fokus terhadap masalah dan terstuktur dengan
memelihara kerja sama dan komunikasi
Adanya batas waktu dan singkat Membutuhkan waktu yang relatif singkat dengan jumlah sesi
bergantung pada beratnya masalah
Pendekatan empiris Menggunakan informasi-informasi yang telah diteliti
Pendekatan problem-oriented Fokus pada mengatasi dan meredakan yang harus disusun
dengan target-target terapi disetiap permasalahan
Menemukan panduan Melakukan klarifikasi pikiran dan keyakinan dari individu
melalui bentuk pertanyaan sokratik
Metode behavioural Implementasi dari intervensi yang telah disusun dalam CBT
In-vivo Pengembangan aktivitas atau tingkah laku baru melalui
pemberian dukungan dan semangat
Kesimpulan dan umpan balik Merupakan akhir sesi yang telah ditetapkan
Sarandria, 2012

2.3 Terapi Psikoterapi


Psikoterapi adalah bentuk perawatan yang digunakan sebagai rencana tindakan dengan
melakukan pendekatan psikologik untuk individu yang mengalami gangguan jiwa. Dibawah ini
terdapat macam terapi psikoterapi yaitu: (Stuart, 2016)
a. Terapi Perilaku Kognitif adalah terapi yang dilakukan dengan membuat klien berfokus pada
pikiran dan nantinya tindakannya akan berubah menjadi lebih baik. Pendekatan yang akan
dilakukan dengan kognitif dapat menekan klien dengan bagaimana kognisi klien memberi
perantara perasaan dan perilaku. Terapi tersebut bisa dilakukan invidu atau berkelompok,
dengan jangka pendek ataupun jangka panjang sesuai dengan kondisi klien, dapat dilakukan
dengan terapi rawat jalan dan rawat inap. Terapi tersebut biasanya digunakan untuk klien
yang depresi, cemas, adanya gangguan makan, insomnia, marah yang tidak terkontrol, obsesif
dan kompulsif.
b. Terapi Psikoanalitik dan Psikodinamik adalah terapi yang dilakukan dengan pendekatan
psikodinamik dengan tujuan mengubah tanda gejala pada klien dengan melakukan
penyelesaian masalah yang timbul secara tidak sadar yang dianggap menjadi latar belakang
gejala tersebut muncul. Terapi ini dapat dilakukan selama enam bulan setiap minggu 2 sesi
pada klien dengan gangguan kepribadian dan sulit untuk melakukan interpersonal.
c. Terapi Interpersonal adalah terapi yang dilakukan dengan berfokus pada hubungan antara
orang yang ada disekitar dengan perkembangan sintom penyakit gangguan jiwa berfokus pada
keadaan emosi klien. Terapi ini digunakan untuk menangani klien depresi pada anak, remaja,
dewasa, dan lansia, serta pada klien HIV. Selain itu terapi interpersonal dilakukan untuk
mengobati klien pengguna obat-obatan terlarang, anoreksia nervosa, bipolar dan dysthymia.
Terapi interpersonal bertujuan untuk meningkatkan penyesuaian klien dengan lingkungan
masyarakat.
d. Terapi Keluarga adalah terapi yang digunakan dengan melakukan pendekatan pada keluarga
untuk memahami perilaku dan pengalaman dari masalah yang dihadapi klien. Keluarga
merupakan fokus utama dan intervensi. Adanya permasalahan pada klien dapat ditinjau dari
fungsi strategik untuk mempertahankan aspek pada keluarga. Perawat membantu keluarga
untuk melakukan tindakan yang adaptif.
e. Hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dengan memasukkan sugesti untuk membantu
mengatasi masalah yang ada dipikiran, perasaan dan perilaku. Terapi ini dilakukan dengan
teknik pikiran menggunakan hypnosis sehingga dapat memberi sugesti dan melakukan
perintah pada pikiran bawah sadar. Terapi ini digunakan untuk klien dengan klien depresi,
kecemasan dan gangguan jiwa lainnya (Renny Nirwana, 2020).

2.4 Peran Perawat


Berikut merupakan peran perawat menurut Stuart (2016), yaitu:
a. Pengkajian klien
Perawat melakukan pengkajian dasar mulai dari riwayat, kondisi fisik, hasil laboraturium,
evaluasi kesehatan jiwa, pengakajian sosial budaya, dan riwayat pengobatan. Selanjutnya,
perawat dapat merumuskan diagnosis dan gejala gangguan jiwa untuk menentukan obat yang
sesuai. Langkah ketiga, perawat menyusun perencanaan tritmen secara komprehensif. Tentunya
obat gangguan jiwa yang dibutuhkan individu tidak hanya satu, terdapat gejala sisa dari
gangguan jiwa. Untuk menangani gejala sisa, dibutuhkan tindakan khusus agar dapat
meningkatkan efektivitas pengobatan.
Jika muncul efek samping obat pada klien, perawat harus cepat dalam mengidentifikasi dan
menangani sesuai dengan gejala yang muncul. Tidak hanya berfokus pada masalah psikiatri,
diagnosis nonpsikiatri yang ada saat ini dan penanganannya harus didokumentasikan sejak awal,
begitu juga dengan penggunaan komplementer dan alternative tritmen lain.
b. Koordinasi tritmen modalitas
Perawat menjadi fasilitator untuk membantu klien dalam memilih tritmen dan
merencanakan tritmen. Tanggung jawab yang harus dilakukan perawat bersama tim pelayanan
kesehatan yaitu dengan berkoordinasi menentukan rencana tindakan. Perawat mengintegrasikan
tritmen-tritmen farmakologi dengan nonfarmakologimyang dilandasi dengan pengetahuan,
keamanan, efektivitas, dan penenrimaan klien.
c. Pemberian obat
Pemberian obat oleh perawat dapat dilakukan di rawat inap, rumah perawatan, dan
berbagai layanan rawat jalan. Perawat juga bertanggung menentukan jadwal dosis berdasarkan
kebutuhan obat dan kebutuhan klien, mengatur pemberian obat dan melakukan observasi efek
obat serta penanganan efek samping. Untuk itu, sebagai perawat professional dalam
memaksimalkan efek terapeutik dari tritmen obat dan meminimalisasi efek samping dalam
regimen pengobatan.
d. Monitor efek obat
Peran perawat dalam memantau efek obat yaitu dengan:
1) Membuat standarisasi pengukuran efek obat terhadap target
2) Melakukan evaluasi dan meminimalisasi efek samping
3) Mengatasi reaksi berlawanan dan mencatat efek obat terhadap konsep diri klien
4) Membangun kepercayaan dan keyakiann terhadap perawatan
Adapun efek terapeutik pada obat yang harus diketahui perawat yaitu:
1) Efek terapeutik pendek seperti lithinum
2) Reaksi berlawanan yang serius secara tiba-tiba seperti sindrom neurolepti malignan
3) Dapat mempengaruhi metabolisme obat jika diberikan secara bersamaan disebut obat
inducers dan inhibitor
e. Edukasi pengobatan
Pemberian edukasi pada klien dan keluarga merupakan tugas utama perawat. Karena
perawat menjadi tenaga kesehatan dengan konsistensi waktu terlama didekat klien dan keluarga.
Untuk itu perawat memegang posisi utama dalam memberikan edukasi tentang pengobatan.
Edukasi meliputi pemberian informasi secara menyeluruh kepada klien dan kelurga sehingga
mereka dapat memahami, mendiskusikan, dan menerimanya. Adapun informasi yang diberikan
yaitu manfaat dan risiko yang muncul, alternatif pengobatan lainnya, dan siapa orang yang harus
dihubungi klien dan keluarga saat masalah muncul.
f. Program pemeliharaan obat
Umumnya klien dengan gangguan jiwa membutuhkan waktu pengobatan dalam beberapa
bulan bahkan sampai sepanjang hidupnya. Untuk mempertahankan pengawasan konsumsi obat,
perawat ditutut mampu membina hubungan terapeutik yang berkelanjutan. Hal-hal yang
mungkin ditemui perawat yaitu seringkali muncul pertanyaan dari klien tentang regimen obat,
efek obat terhadap gaya hidup dan penyakitnya serta jenis tritmen baru. Tahapan ini dilakukan
perawat mulai dari masa akut, perawatan berkelanjutan, hingga fase pemeliharaan pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Elvira, S. Hadisukanto, G. (2017). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FKUI.

Rajin Mukhammad. (2020). Buku Ajar Keperawatan Komplementer Terapi Akupuntur. Kediri:
Chakra Brahmanda Lentera.

Sarandria. (2012). Efektifitas Cognitive Behavioural Therapy (CBT) untuk Meningkatkan Self
Esteem pada Dewasa Muda. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sari Nirwana Renny. (2020). Therapy Self Hater Healing. Surabaya: Scopindo Media Pustaka.

Stallard, P. (2012). Think Good-Feel Good: A Cognitive Behaviour Therapy Workbook for
Children and Young PeopleI. West Sussex: John Wiley and Sons Ltd.

Stuart, G. W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawata Kesehatan Jiwa Stuart. Edisi Indonesia:
Elsevier.

Tri Retna, Amin Khoirul, Purborini Nurul. (2018). Manajemen Penanganan Post Traumatik
Stress Disorder (PTSD) Berdasarkan Konsep Dan Penelitian Terkini. Magelang: Unima
Press.

Westbrook, D., Kennerley, H., dan Kirk, J. (2007). CBT: An Introduction to Cognitive
Behaviour Therapy. Great Britain: Sage Publications Ltd.

Anda mungkin juga menyukai