PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Individu memiliki sisi perasaan atau afek dengan anggapan benar terhadap dirinya
sendiri, lingkungan di kehidupannya, perasaannya dan pemikirannya pada setiap
tindakan dalam rangkaian interaksi. Berdasarakan kognisi atau pemikirannya dan
pengalaman, individu akan membuat pandangan atau perspektif kebiasaan mengenai diri
sendiri, dunia dan masa depan. Misalnya mengenai individu yang beranggapan psimistis
terhadap cara mengontor takdirnya sendiri atau beranggapan bahwa takdir tersebut
mampu dikontrol oleh orang lain bukan oleh dirinya sendiri.
Orang dengan gangguan jiwa mengalami masalah pada sisi kognitif dan bermasalah
dalam berperilaku. Orang dengan kasus depresi mengalami gangguan emosional berasal
dari ditorsi (penyimpangan) dalam berfikir. Gangguan dalam berpikir mampu mengubah
konsep diri orang tersebut. Cara berpikir yang terganggu akan menimbulkan perilaku
yang maladaptif, salah satunya berperilaku kekerasan. Karenanya diperlukan adanya
perawatan dari perkembangan kognitifnya, yaitu diberikan terapi kognitif.
Terapi kognitif merupakan terapi yang digunakan dalam jangaka pendek dan
dilakukan secar teratur untuk memberikan dasar berpikir pada pasien agar mampu
mengekspresikan perasaan negatifnya, memahami masalahnya, mampu mengatasi
perasaan negatifnya, serta mampu memecahkan masalah tersebut.
Pada pemberian terapi kognitif, perawat berperan sebagai pendamping pasien untuk
memodifikasi cara pikir, sikap dan keyakinan untuk menemukan perilaku yang tepat
dalam menghadapi pengobatan yang sedang dijalaninya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan terapi kognitif?
4. Apa saja masalah keperawatan yang bisa diselesaikan dengan terapi kognitif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari terapi kognitif.
Beberapa tujuan menggunakan terapi kognitif menurut (Setyoadi, 2011) anatara lain
sebagai berikut:
3. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara
berpikir atau mengembangkan pola pikir yang rasional.
5. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala depresi
dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir maladaptif dan
otomatis. Dengan perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan
pikiran – pikiran dan harapan – harapan negatif.
7. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif
kompulsif dan selanjutnya mencegah respon.
8. Membantu individu mempelajari respon rileksasi, membentuk hirarki situasi fobia dan
kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap mempertahankan
respon rileksasi misalnya dengan desentisasi sistematis.
9. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup dan
bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukrisasi kognitif.
10. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukrisasi sistem keyakinan yang salah.
TINJAUAN PUSTAKA
Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara teratur, yang
memberikan dasar berpikir pada pasien untuk mengekspresikan perasaan negatifnya,
memahami masalahnya, mampu mengatasi perasaan negatifnya, serta mampu
memecahkan masalah tersebut. Teori kognitif sebenarnya rangkaian dengan terapi
perilaku yang disebut sebagai terapi kognitif dan perilaku, karena menurut sejarahnya
merupakan aplikasi dari beberapa teori belajar yang bervariasi (Yusuf, Fitriyasari &
Nihayati, 2015).
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi
psikiatri yang lazim, terutama:
Menurut Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati (2015) indikasi atau karakteristik pasien
yang mendapatkan terapi kognitif, sebagai berikut:
a. Menarik diri.
b. Penurunan motivasi.
c. Defisit perawatan diri.
d. Harga diri rendah.
e. Menyatakan ide bunuh diri.
f. Komunikasi inkoheran dan ide/topic yang berpindah-pindah (flight of idea).
g. Delusi, halusinasi terkontrol, tidak ada manik deperesi, tidak mendapat ECT.
C. Masalah Keperawatan
Tujuan Keperawatan
Menurut Yosep (2009, dikutip Afiya, 2016) perawat jiwa harus mengetahui
beberapa teknik dalam melakukan terapi kognitif. Pengetahuan tentang teknik ini
merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secara optimal. Dalam
pelaksanaan tehnik-teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti tehnik
konter, milieu therapi dan konseling. Beberapa tehnik tersebut antara lain:
Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak adanya
alternatif pemecahannya lagi. Latihan menemukan dan mencari alternatif-
alternatif pemecahan masalah klien bisa dilakukan antara klien dengan bantuan
perawat. Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya, mengurutkan
masalah-masalah paling ringan dulu, kemudian mencari dan menemukan
alternatifnya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien
agar berani berpikir lain dari yang biasanya atau berani berfikir beda.
4. Dekatastropik
Tehnik Dekatastropik di kenal juga teknik bila dan apa. Hal ini meliputi upaya
menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien
mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk
melatih beradaptasi dengan hal terburuk dengan apa-apa yang mungkin terjadi.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan perawat adalah: “ apa hal terburuk
yang terjadi bila…?, dan apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang
betul-betul terjadi…. ?, serta tindakan pemecahan masalah apa, bila hal
tersebut benar-benar terjadi….? Tujuan dari tehnik dekatastropik adalah untuk
menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan.
5. Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau
perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari
masalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang
yang lain. Klien seringkali melihat masalah hanya dari satu sudut pandang
saja. Tehnik ini memberi kesempatan pada klien untuk merubah dan
menemukan makna baru dan merubah perilaku klien.
6. Thought stopping
8. Membuat pola
9. Token economy
Melihat segala sesuatu dalam kategori hitam atau putih. Contohnya, jika prestasi
Anda kurang dari sempurna, maka Anda memandang diri Anda sendiri sebagai
seorang yang gagal total.
2. Overgeneralisasi
Memandang suatu peristiwa yang negatif sebagai sebuah pola kekalahan tanpa
akhir. Contoh, seorang murid yang gagal dalam ujian berpikir, “Saya tidak akan
pernah lulus ujian yang lain dalam semester ini dan saya akan keluar dari sekolah
ini.”
3. Personalisasi
Memandang diri sebagai penyebab dari suatu peristiwa eksternal yang negatif
yang kenyataanya tidaklah demikian. Contohnya, “Direktur saya mengatakan
bahwa produktivitas perusahaan kami menurun, tapi saya tahu ia sebenarnya
sedang membicarakan saya.”
4. Berpikir dikotomi
Berpikir dengan ekstrem bahwa semua hal adalah semuanya baik atau semuanya
buruk. Contohnya, “Jika suami saya meninggalkan saya, saya mungkin akan
mati.”
5. Pembencanaan
Berpikir yang terburuk tentang orang atau kejadian. Contohnya, “Saya lebih baik
tidak mengajukan diri untuk promosi di tempat pekerjaan karena saya tidak akan
mendapatkannya dan saya merasa diri saya sangat buruk.”
Memfokuskan pada detail tapi tidak pada informasi yang relevan. Contohnya,
“Seorang istri percaya bahwa suaminya tidak mencintainya karena ia pulang kerja
larut malam, tetapi sang istri menolak perhatian yang diberikan oleh suami,
hadiah yang dibawanya, dan acara khusus yang mereka rencanakan bersama.”
Melebih-lebihkan suatu hal atau mengecilkan suatu hal secara tidak tepat.
Contoh, “Saya telah menghanguskan makan malam, itu menunjukkan betapa
tidak mampunya saya.”
9. Prefeksionis
Merasa butuh untuk melakukan segala sesuatu secara sempurna agar merasa
dirinya baik. Contoh, “Saya akan menjadi seorang yang gagal apabila saya tidak
mendapat nilai A pada semua ujian saya.”
Mengukur nilai seseorang berdasarkan pendapat orang lain. Contoh, “Saya harus
selalu kelihatan cantik. Kalau tidak, teman-teman saya tidak akan mau berada di
dekat saya.”
11. Filter mental
Menemukan hal kecil yang negatif dan terus memikirkannya sehingga pandangan
tentang realita menjadi gelap.
Bentuk ekstrem dari overgeneralisasi, yaitu memberi cap negatif pada diri
sendiri. Contohnya, “Saya memang seorang sial” atau, “Saya memang seorang
yang bodoh.”
b. Distorsi kognitif.
c. Tanggapan rasional.
2. Panah vertikal
Yaitu belajar memberi pendapat secara rasional, yang bisa diterima oleh akal
berdasarkan bukti dan fakta yang ada.
Terapi kognitif terdiri atas sembilan sesi, yang masing-masing sesi dilaksanakan
secara terpisah. Setiap sesi berlangsung selama 30–40 menit dan membutuhkan
konsentrasi tinggi Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati (2015).
1. Menyampaikan salam.
2. Mengingatkan nama perawat.
3. Menegaskan kembali kontrak untuk terapi.
4. Menyampaikan tujuan terapi.
5. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi.
6. Menyiapkan kursi atau mengambil tempat.
7. Memberikan kesempatan pasien untuk BAK atau BAB (k/p).
8. Menanyakan keluhan utama atau memberi kesempatan pasien bertanya atau
menyampaikan sesuatu (k/p tindak lanjuti sementara).
9. Menjelaskan prosedur terapi sekaligus memperagakan.
10. Membimbing pasien melakukan perasat :
a. Letakkan tubuh pasien dan semua anggota badan termasuk kepala (bersandar)
pada kursi senyaman mungkin.
b. Tutup mata.
c. Ambil nafas melalui hidung (secukupnya) tahan sebentar, keluarkan melalui
mulut perlahan – lahan (Lakukan sampai merasa tenang).
d. Minta pasien untuk menghadirkan pikiran – pikiran yang tidak menyenangkan
atau menyakitkan yang telah disepakati untuk dihentikan. (Diawali dari hal positif
– negatif atau menyenangkan – menyekitkan).
e. Pastikan pasien mampu menghadirkan (Perhatikan responnya).
f. Minta pasien untuk mengatakan pada dirinya “STOP!” (Dengan penuh
kesungguhan).
g. Buka mata.
11. Tanyakan atau evaluasi respon pasien.
12. Kesimpulan dan support (telah melakukan dengan baik dan mampu menerapkannya).
13. Memberikan follow up, apa yang harus dilakukan selanjutnya. (Terapkan dalam
kehidupan sehari – hari apabila datang lagi pikiran seperti itu).
14. Salam teraupetik.
1. Menyampaikan salam
2. Mengingatkan nama perawat
3. Menegaskan kembali kontrsk untuk terapi termasuk alihan pikiran
4. Menyampaikan tujuan terapi
5. Menanyakan kesiapan klien untuk terapi
6. Menyiapkan kursi/mengambil tempat
7. Memberikan kesempatan klien untuk bak/bab (k/p)
8. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p tindak
lanjuti sementara)
9. Bersama klien merumuskan dan menetapkan alihsn pikiran
10. Menjelaskan prosedur sekaligus memperagakan
11. Membimbing klien melakukan perasat :
a. Letkkan tubuh dan semua anggota badn termasuk kepala (bersandar) pad kursi
senyaman mungkin
b. Tutup mata
c. Ambil nafas melalui hidung (secukupnya) tahan sebentar, keluarkan melalui
mulut perlahan – lahan. (lakukan ampai merasa tenang)
d. Mengambil pikiran negatif yang mengganggu
e. Pastikan klien mampu mengambil pikiran negatif, kemudian induksi klien agar ia
mampu memikirkan akibat negatif dan pikiran negatif
f. Alihkan pikiran yang menyenangkan/positif/yang telah disepakati
g. Bantuinduksi klien agar mudah mengalihkan pikiran. Perintahkan klien untuk
mengatakan dengan mantap “alihkan pikiran” yang telah disepakati.
h. Buka mata
1. Menyampaikan sala
2. Perkenalan
3. Menyampaikan maksud pertemuan
4. Menyampaikan tujuan terapi
5. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
6. Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p tindaklanjuti
sementara)
7. Menanyakan keluhan utama
8. Tanggapi secukupnya
9. Jelaskan, bagaimana kaitan antara pikiran-perasaan dengan prilaku (Prilaku yang
ingin dihilangkan)
10. Mintai respon klien akan penjelasan tersebut, khususnya kaitan antara perasaan-
pikiran dengan dirinya, over generalisasi, missal dst.
11. Bantu klien mengenali distorsi kognitifnya. Catat pada lembar/form yang tersedia.
(Distorsi kognitif mungkin lebih dari satu)
12. Sepakati distorsi kognitif yang akan diintervensi.
13. Mintai respon klien
14. Kesimpulan dan support
15. Memberikan follow up, untuk mengikuti tahap II
16. Kontrak untuk tahap II.
17. Salam
1. Menyampaikan salam.
2. Mengingatkan mana perawat.
3. Menegaskan maksud pertemuan.
4. Menyampaikan tujuan terapi.
5. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi.
6. Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p tindak lanjuti
sementara)
7. Menanyakan keluhan utama
8. Tanggapi secukupnya
9. Atur posisi klien senyaman mungkin tersedia. (Duduk atau tiduran)
10. Perawat berada disamping klien.
11. Melakukan bimbingan:
a. Klien menutup mata.
b. Letakkan tubuh senyaman-nyamannya.
c. Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks.
d. Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut
perlahan-lahan (sesuai bimbingan)
e. Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan,
dan pastikan klien mampu melakukannya.
f. Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bias dan gagal.
g. Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai
dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.
h. Biarkan klien menikmati imaginasinya.
i. setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam rentang 15-
30 menit, minta klien untuk membuka mata.
12. Mintai respon klien.
13. Kesimpulan dan support.
14. Memberikan follow up.
15. Kontrak (bila diperlukan)
16. Salam.
1. Menyampaikan salam
2. Mengingatkan nama perawat
3. Menegaskan maksud pertemuan
4. Menyampaikan tujuan terapi
5. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
6. Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p tindaklanjuti
sementara)
7. Menanyakan keluhan utama
8. Tanggapi secukupnya
9. Atur posisi klien senyaman mungkin tersedia.(Duduk atau tiduran)
10. Perawat berada disamping klien
11. Melakukan bimbingan:
a. Klien menutup mata
b. Letakkan tubuh senyaman-nyamannya
c. Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks
d. Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut
perlahan-lahan (sesuai bimbingan)
e. Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan,
dan pastikan klien mampu melakukannya.
f. Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bias dan gagal,
Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai
dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.
g. Biarkan klien menikmati imaginasinya
h. Setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam rentang 15-
30 menit, minta klien untuk membuka mata
12. Mintai respon klien
13. Kesimpulan dan support
14. Memberikan follow up
15. Kontrak (bila diperlukan)
16. Salam
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif,
direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam
kepribadian, misalnya ansietas atau depresi. Terapi kognitif digunakan untuk
mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku yang malasuai, dan fungsi kognisi yang
terhambat, yang mendasari aspek kognitif yang ada. Terapis dengan pendekatan kognitif
mengajarkan pasien atau klien agar berpikir lebih realistik gejala yang berkelainan yang
ada.
B. Saran
Sebagai mahasiswa dan calon tenaga medis kita mampu menerapkan mekanisme
koping dengan menggunakan terapi kognitif kepada klien sehingga jumlah kasus
penderita gangguan jiwa di Indonesia dapat menurun.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika