Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Individu memiliki sisi perasaan atau afek dengan anggapan benar terhadap dirinya
sendiri, lingkungan di kehidupannya, perasaannya dan pemikirannya pada setiap
tindakan dalam rangkaian interaksi. Berdasarakan kognisi atau pemikirannya dan
pengalaman, individu akan membuat pandangan atau perspektif kebiasaan mengenai diri
sendiri, dunia dan masa depan. Misalnya mengenai individu yang beranggapan psimistis
terhadap cara mengontor takdirnya sendiri atau beranggapan bahwa takdir tersebut
mampu dikontrol oleh orang lain bukan oleh dirinya sendiri.

Orang dengan gangguan jiwa mengalami masalah pada sisi kognitif dan bermasalah
dalam berperilaku. Orang dengan kasus depresi mengalami gangguan emosional berasal
dari ditorsi (penyimpangan) dalam berfikir. Gangguan dalam berpikir mampu mengubah
konsep diri orang tersebut. Cara berpikir yang terganggu akan menimbulkan perilaku
yang maladaptif, salah satunya berperilaku kekerasan. Karenanya diperlukan adanya
perawatan dari perkembangan kognitifnya, yaitu diberikan terapi kognitif.

Terapi kognitif merupakan terapi yang digunakan dalam jangaka pendek dan
dilakukan secar teratur untuk memberikan dasar berpikir pada pasien agar mampu
mengekspresikan perasaan negatifnya, memahami masalahnya, mampu mengatasi
perasaan negatifnya, serta mampu memecahkan masalah tersebut.

Pada pemberian terapi kognitif, perawat berperan sebagai pendamping pasien untuk
memodifikasi cara pikir, sikap dan keyakinan untuk menemukan perilaku yang tepat
dalam menghadapi pengobatan yang sedang dijalaninya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan terapi kognitif?

2. Apa tujuan dari terapi kognitif?

3. Apa saja indikasi pelaksanaan terapi kognitif?

4. Apa saja masalah keperawatan yang bisa diselesaikan dengan terapi kognitif?

5. Bagaimana teknik dalam melaksanakan terapi kognitif?


6. Bagaimana standar operasional dari terapi kognitif?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari terapi kognitif.

2. Untuk mengetahui tujuan dari terapi kognitif.

3. Untuk mengetahui indikasi pelaksanaan terapi kognitif.

4. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang bisa diselesaikan dengan terapi


kognitif.

5. Untuk mengetahui teknik dalam melaksanakan terapi kognitif.

6. Untuk mengetahui standar operasional dari terapi kognitif.


BAB II
TUJUAN TERAPI KOGNITIF

Tujuan Terapi Kognitif

Beberapa tujuan menggunakan terapi kognitif menurut (Setyoadi, 2011) anatara lain
sebagai berikut:

1. Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis dan menentang keakuratan


kognisi negatif klien. Selain itu untuk memperkuat persepsi yang lebih akurat dan
mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi. Dalam beberapa
penelitian, terapi ini sama efektifnya dengan terapi depresan.

2. Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.

3. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara
berpikir atau mengembangkan pola pikir yang rasional.

4. Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang maladaptif,


pikiran yang mengganggu secara otomatis serta proses pikir yang tidak logis. Berfokus
pada pikiran individu yang menetukan sifat fungsional.

5. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala depresi
dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir maladaptif dan
otomatis. Dengan perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan
pikiran – pikiran dan harapan – harapan negatif.

6. Membantu menargetkan proses berpikir serta perilaku yang meneyebabkan dan


mempertahankan panik atau kecemasan. Dilakukan dengan cara penyuluhanklien,
restrukrisasi kognitif, pernapasan relaksasi terkendal, umpan balik biologis dan
reframing.

7. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan obsesif
kompulsif dan selanjutnya mencegah respon.

8. Membantu individu mempelajari respon rileksasi, membentuk hirarki situasi fobia dan
kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap mempertahankan
respon rileksasi misalnya dengan desentisasi sistematis.
9. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan hidup dan
bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukrisasi kognitif.

10. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukrisasi sistem keyakinan yang salah.

11. Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan praktikuntuk


meningkatkan aktivitas sosialnya.

12. Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan – pesan internal.


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Terapi Kognitif

Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara teratur, yang
memberikan dasar berpikir pada pasien untuk mengekspresikan perasaan negatifnya,
memahami masalahnya, mampu mengatasi perasaan negatifnya, serta mampu
memecahkan masalah tersebut. Teori kognitif sebenarnya rangkaian dengan terapi
perilaku yang disebut sebagai terapi kognitif dan perilaku, karena menurut sejarahnya
merupakan aplikasi dari beberapa teori belajar yang bervariasi (Yusuf, Fitriyasari &
Nihayati, 2015).

Peran perawat dalam pelaksanaan terapi kognitif diharapkan mampu menerapkan


terapi kognitif ini serta mendampingi pasien untuk memodifikasi cara pikir, sikap dan
keyakinan untuk memutuskan perilaku yang tepat dalam menghadapi pengobatan
yang sedang dijalaninya.

B. Indikasi Terapi Kognitif

Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi
psikiatri yang lazim, terutama:

1. Depresi (ringan sampai sedang).


2. Gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan.
3. Individu yang mengalami stress emosional.
4. Gangguan obsesif kompulsif (obsessive compulsive disorder) yang seringterjadi
pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan
antidepresan. Jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi
terisolasi sering terjadi.
5. Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik).
6. Gangguan stress pacatrauma (post traumatic stress disorder).
7. Gangguan makan (anoreksia nervosa).
8. Gangguan mood.
9. Gangguan psikoseksual.
10. Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.

Menurut Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati (2015) indikasi atau karakteristik pasien
yang mendapatkan terapi kognitif, sebagai berikut:
a. Menarik diri.
b. Penurunan motivasi.
c. Defisit perawatan diri.
d. Harga diri rendah.
e. Menyatakan ide bunuh diri.
f. Komunikasi inkoheran dan ide/topic yang berpindah-pindah (flight of idea).
g. Delusi, halusinasi terkontrol, tidak ada manik deperesi, tidak mendapat ECT.

C. Masalah Keperawatan

Menurut Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati (2015) beberapa masalah keperawatan


yang muncul dan dapat dilakukan intervensi terapi kognitif serta memiliki tujuan
keperawatan, adalah sebagai berikut:

a. Resiko bunuh diri.


b. Isolasi sosial.
c. Harga diri rendah.
d. Defisit perawatan diri.

Tujuan Keperawatan

No Masalah Keperawatan Tujuan


.
1. Resiko bunuh diri Ide bunuh diri hilang

2. Isolasi social Meningkatkan hubungan social

3. Harga diri rendah Meningkatkan harga diri

4. Defisit perawatan diri Kemampuan merawat diri


D. Teknik-teknik Terapi Kognitif

Menurut Yosep (2009, dikutip Afiya, 2016) perawat jiwa harus mengetahui
beberapa teknik dalam melakukan terapi kognitif. Pengetahuan tentang teknik ini
merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secara optimal. Dalam
pelaksanaan tehnik-teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti tehnik
konter, milieu therapi dan konseling. Beberapa tehnik tersebut antara lain:

1. Tehnik Restrukturisasi kognitif.

Perawat berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan pengamatan


terhadap pemikiran dan perasaan yang muncul. Tehnik restrukturisasi dimulai
dengan cara memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan
pemikiran muncul.

2. Tehnik penemuan fakta-fakta

Tehnik yang digunakan untuk mencari fakta-fakta untuk mendukung


keyakinan dan kepercayaan. Teknik penemuan fakta juga mencakup pencarian
sumber-sumber data yang berkaitan. Klien yang mengalami distorsi dalam
pemikirannya seringkali memberikan bobot yang sama terhadap semua sumber
dan atau data yang tidak disadarinya. Data tersebut bisa diperoleh dari staf,
keluarga atau anggota lain dalam masyarakat sebagai support dalam
lingkungan sosialnya dalam hal ini penemuan fakta dapat berfungsi sebagai
penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya.

3. Tehnik penemuan alternatif

Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak adanya
alternatif pemecahannya lagi. Latihan menemukan dan mencari alternatif-
alternatif pemecahan masalah klien bisa dilakukan antara klien dengan bantuan
perawat. Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya, mengurutkan
masalah-masalah paling ringan dulu, kemudian mencari dan menemukan
alternatifnya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien
agar berani berpikir lain dari yang biasanya atau berani berfikir beda.
4. Dekatastropik

Tehnik Dekatastropik di kenal juga teknik bila dan apa. Hal ini meliputi upaya
menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien
mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah untuk
melatih beradaptasi dengan hal terburuk dengan apa-apa yang mungkin terjadi.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan perawat adalah: “ apa hal terburuk
yang terjadi bila…?, dan apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang
betul-betul terjadi…. ?, serta tindakan pemecahan masalah apa, bila hal
tersebut benar-benar terjadi….? Tujuan dari tehnik dekatastropik adalah untuk
menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan.

5. Reframing

Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau
perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari
masalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang
yang lain. Klien seringkali melihat masalah hanya dari satu sudut pandang
saja. Tehnik ini memberi kesempatan pada klien untuk merubah dan
menemukan makna baru dan merubah perilaku klien.

6. Thought stopping

Tehnik berhenti memikirkannya (thought stopping) sangat baik digunakan


pada saat klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah, sehingga klien
dapat menggambarkan bahwa masalahnya sudah selesai.

7. Learning new behavior with modeling

Modeling adalah sebuah strategi untuk merubah perilaku baru dalam


meningkatkan kemampuan dan mengurangi perilaku yang tidak sesuai.
Sasaran perilaknya adalah memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam
beberapa urutan kesulitannya. Kemudian klien melakukan observasi pada
seseorang yang berhasil memecahkan masalah yang serupa dengan klien
dengan cara memodifikasi dan mengontrol lingkungannya setelah itu klien
meniru perilaku orang yang dijadikan model. awalnya klien melakukan
melakukan pemecahan secara bersama dengan fasilitator. Selanjutnya klien
mencoba memecahkannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang diperoleh
selama bersama terapis (perawat).

8. Membuat pola

Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement


(pujian). Setiap perilaku yang diperkirakan sukses dari apa-apa yang diniatkan
klien untuk melakukannya akan diberi reinforcement (pujian).

9. Token economy

Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan


pada kelompok anak-anak. Hal ini dilakukan secara konsisten pada saat klien
mampu menghindari perilaku buruk atau melakukan hal yang positif.

10. Role play

Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku negatifnya


melalui kegiatan-kegiatan sandiwara yang dapat dievaluasi oleh klien dengan
memanfaatkan alur cerita dan perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan
belajar mengambil keputusan berdasarkan konsekuensi - konsekuensi yang ada
dalam cerita.

11. Aversion therapy

Aversion therapy bertujuan untuk menghentikan kebiasaan-kebiasaan negatif


klien dengan cara membayangkan kegiatan negatif tersebut dengan sesuatu
yang tidak disukai.

12. Contingency contracting

Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara terapis


(perawat jiwa), perjanjian dibuat dengan punishment dan reward.

13. Social skill trining

Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa ketrampilan apapun


diperoleh sebagai hasil belajar.
E. Distorsi Kognitif

Distorsi kognitif merupakan kesalahan logika, kesalahan dalam penalaran, atau


pandangan individual dunia yang tidak mencerminkan realitas. Distorsi dapat berupa
positif atau negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten dapat melihat
kehidupan dengan cara yang realistis positif dan dengan demikian mengambil peluang
berbahaya, seperti menyangkal masalah kesehatan dan mengaku sebagai "terlalu
muda dan sehat untuk serangan jantung". distorsi kognitif mungkin juga negatif,
seperti yang diungkapkan oleh orang yang menafsirkan semua situasi kehidupan
disayangkan sebagai bukti kurang lengkap diri (Stuart, 2009; dikutip Yosep & Iyus,
2009).

Macam-macam distorsi kognitif menurut Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati (2015)


sebagai berikut:

1. Pemikiran “segalanya atau tidak sama sekali”

Melihat segala sesuatu dalam kategori hitam atau putih. Contohnya, jika prestasi
Anda kurang dari sempurna, maka Anda memandang diri Anda sendiri sebagai
seorang yang gagal total.

2. Overgeneralisasi

Memandang suatu peristiwa yang negatif sebagai sebuah pola kekalahan tanpa
akhir. Contoh, seorang murid yang gagal dalam ujian berpikir, “Saya tidak akan
pernah lulus ujian yang lain dalam semester ini dan saya akan keluar dari sekolah
ini.”

3. Personalisasi

Memandang diri sebagai penyebab dari suatu peristiwa eksternal yang negatif
yang kenyataanya tidaklah demikian. Contohnya, “Direktur saya mengatakan
bahwa produktivitas perusahaan kami menurun, tapi saya tahu ia sebenarnya
sedang membicarakan saya.”

4. Berpikir dikotomi
Berpikir dengan ekstrem bahwa semua hal adalah semuanya baik atau semuanya
buruk. Contohnya, “Jika suami saya meninggalkan saya, saya mungkin akan
mati.”

5. Pembencanaan

Berpikir yang terburuk tentang orang atau kejadian. Contohnya, “Saya lebih baik
tidak mengajukan diri untuk promosi di tempat pekerjaan karena saya tidak akan
mendapatkannya dan saya merasa diri saya sangat buruk.”

6. Membuat abstrak yang selektif

Memfokuskan pada detail tapi tidak pada informasi yang relevan. Contohnya,
“Seorang istri percaya bahwa suaminya tidak mencintainya karena ia pulang kerja
larut malam, tetapi sang istri menolak perhatian yang diberikan oleh suami,
hadiah yang dibawanya, dan acara khusus yang mereka rencanakan bersama.”

7. Kesimpulan yang tidak beralasan

Menarik kesimpulan negatif tanpa bukti yang mendukung. Contohnya, seorang


wanita muda menyimpulkan, “Teman saya tidak suka kepada saya karena saya
tidak mengirimkan kartu ulang tahun untuknya.”

8. Membesar-besarkan atau mengecilkan

Melebih-lebihkan suatu hal atau mengecilkan suatu hal secara tidak tepat.
Contoh, “Saya telah menghanguskan makan malam, itu menunjukkan betapa
tidak mampunya saya.”

9. Prefeksionis

Merasa butuh untuk melakukan segala sesuatu secara sempurna agar merasa
dirinya baik. Contoh, “Saya akan menjadi seorang yang gagal apabila saya tidak
mendapat nilai A pada semua ujian saya.”

10. Eksternalisasi harga diri

Mengukur nilai seseorang berdasarkan pendapat orang lain. Contoh, “Saya harus
selalu kelihatan cantik. Kalau tidak, teman-teman saya tidak akan mau berada di
dekat saya.”
11. Filter mental

Menemukan hal kecil yang negatif dan terus memikirkannya sehingga pandangan
tentang realita menjadi gelap.

12. Mendiskualifikasi hal positif

Menolak pengalaman-pengalaman positif dengan bersikeras bahwa semua itu


“bukan apa-apa”.

13. Penalaran emosional

Menganggap emosi-emosi yang negatif mencerminkan realita yang sebenarnya.


Contohnya, “Saya merasa begitu, maka pastilah begitu.”

14. Memberi cap atau salah memberi cap

Bentuk ekstrem dari overgeneralisasi, yaitu memberi cap negatif pada diri
sendiri. Contohnya, “Saya memang seorang sial” atau, “Saya memang seorang
yang bodoh.”

F. Teknik Kontrol Mood

1. Teknik tiga kolom

a. Pikiran otomatis, yaitu pikiran-pikiran negatif yang sering keluar seperti “…


tidak pernah” dan “….selalu”.

b. Distorsi kognitif.

c. Tanggapan rasional.

Pikiran Otomatis Distorsi Kognitif Tanggapan Rasional


(kritik diri) (pembelaan diri)

1. Saya tidak pernah benar. 1. Overgeneralisasi 1. Omong kosong! Saya


juga melakukan banyak
hal yang baik.
2. Saya selalu terlambat 2. Overgeneralisasi 2. Saya tidak selalu
terlambat. Coba saja
ingat-ingat saat saya
datang tepat waktu.
Meskipun kini
terlambat lebih sering
daripada biasanya, saya
akan mengatasi
masalah ini serta
mencari cara agar saya
lebih dapat tepat waktu.
Seseorang mungkin
kecewa karena saya
terlambat, tetapi itu
bukan berarti kiamat.
Mungkin pertemuan
juga tidak mulai pada
waktunya.

2. Panah vertikal

Yaitu belajar memberi pendapat secara rasional, yang bisa diterima oleh akal
berdasarkan bukti dan fakta yang ada.

Pikiran Otomatis Tanggapan Rasional


1. Dr. K mungkin berpikir saya adalah 1. Hanya karena Dr. K menunjukkan
seorang ahli terapi yang buruk, “Jika kesalahan saya itu bukan berarti bahwa
memang ia berpikir demikian, mengapa selanjutnya ia akan berpikir bahwa
harus mengecewakan saya?” saya adalah seorang “ahli terapi” yang
buruk. Saya harus menanyakan
kepadanya hal yang sebenarnya dia
pikirkan, tetapi dalam beberapa
kesempatan ia telah memuji saya dan
berkata bahwa saya mempunyai bakat
unggul.

2. Itu artinya bahwa saya memang 2. Seorang yang berpengalaman pun


seorang terapis yang bodoh karena dia hanya dapat menunjukkan kekuatan
seorang yang serta kelemahan spesifik saya sebagai
berpengalaman,“Andaikan saya seorang terapis. Setiap kali seseorang
memang seorang ahli terapi yang memberi cap “buruk” pada saya, maka
buruk, lalu apa artinya bagiku?” semua itu hanya suatu pernyataan yang
terlalu global, merusak, dan tidak
terlalu berguna. Saya telah banyak
berhasil dengan kebanyakan pasien
saya, sehingga tidak benarlah saya
“buruk”, tidak peduli siapapun yang
mengatakannya.

G. Pelaksanaan Terapi Kogrnitif

Terapi kognitif terdiri atas sembilan sesi, yang masing-masing sesi dilaksanakan
secara terpisah. Setiap sesi berlangsung selama 30–40 menit dan membutuhkan
konsentrasi tinggi Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati (2015).

1. Sesi I: Ungkap pikiran otomatis.


Jelaskan tujuan terapi kognitif.
a. Identifikasi masalah dengan apa, di mana, kapan, siapa (what, where, when,
who).
b. Diskusikan sumber masalah.
c. Diskusikan pikiran dan perasaan.
d. Catat pikiran otomatis dan klasifikasikan dalam distorsi kognitif.

2. Sesi II: Alasan.


a. Review kembali sesi I.
b. Diskusikan pikiran otomatis.
c. Tanyakan penyebabnya.
d. Beri respons atau tanggapan.
e. Tanyakan tindakan pasien.
f. Anjurkan menulis perasaan.
g. Beri rencana tindak lanjut, yaitu hasil tulisan pasien dibahas pada pertemuan
berikutnya.

3. Sesi III: Tanggapan.


a. Diskusikan hasil tulisan pasien.
b. Dorong pasien untuk memberi pendapat.
c. Berikan umpan balik.
d. Dorong pasien untuk ungkapkan keinginan.
e. Beri persepsi/pandangan perawat terhadap keinginan tersebut.
f. Beri penguatan (reinforcement) positif.
g. Jelaskan metode tiga kolom.
h. Diskusikan cara menggunakan metode tiga kolom.
i. Rencana tindak lanjut, yaitu anjurkan menuliskan pikiran otomatis dan cara
penyelesaiannya.

4. Sesi IV: Menuliskan


a. Tanyakan persaan pasien saat menuliskan rencana tindak lanjut pada sesi III.
b. Dorong pasien untuk mengomentari tulisan.
c. Beri respons/tanggapan dan umpan balik.
d. Anjurkan untuk menuliskan buku harian.
e. Rencana tindak lanjut, yaitu hasil tulisan pasien akan dibahas.

5. Sesi V: Penyelesaian masalah.


a. Diskusikan kembali prinsip teknik tiga kolom.
b. Tanyakan stresor/masalah baru dan cara penyelesaiannya.
c. Tanyakan kemampuan menanggapi pikiran otomatis negatif.
d. Berikan penguatan (reinforcement) positif.
e. Anjurkan menulis pikiran otomatis dan tanggapan rasional saat menghadapi
masalah.

6. Sesi VI: Manfaat tanggapan.


a. Diskusikan perasaan setelah menggunakan tanggapan rasional.
b. Berikan umpan balik.
c. Diskusikan manfaat tanggapan rasional.
d. Tanyakan apakah dapat menyelesaikan masalah.
e. Tanyakan hambatan yang dialami.
f. Berikan persepsi/tanggapan perawat.
g. Anjurkan mengatasi sesuai kemampuan.
h. Berikan penguatan (reinforcement) positif.

7. Sesi VII: Ungkap hasil.


a. Diskusikan perasaan setelah menggunakan terapi kognitif.
b. Beri reinforcement positif dan pendapat perawat.
c. Diskusikan manfaat yang dirasakan.
d. Tanyakan apakah dapat menyelesaikan masalah.
e. Beri persepsi terhadap hambatan yang dihadapi.
f. Diskusikan hambatan yang dialami dan cara mengatasinya.
g. Anjurkan untuk mengatasi sesuai kemampuan.
h. Berikan penguatan (reinforcement) positif.

8. Sesi VIII: Catatan harian.


a. Tanyakan apakah selalu mengisi buku harian.
b. Berikan penguatan (reinforcement) positif.
c. Diskusikan manfaat buku harian.
d. Anjurkan membuka buku harian bila menghadapi masalah yang sama.
e. Tanyakan kesulitan dan diskusikan cara penggunaan yang efektif.

9. Sesi IX: Sistem dukungan


a. Jelaskan keluarga tentang terapi kognitif.
b. Libatkan keluarga dalam pelaksanaannya.
c. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang telah dimiliki pasien.
d. Anjurkan keluarga untuk siap mendengarkan dan menagggapi masalah
pasien.
BAB IV
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

A. SOP terapi kognitif: Menghentikan Pikiran

1. Menyampaikan salam.
2. Mengingatkan nama perawat.
3. Menegaskan kembali kontrak untuk terapi.
4. Menyampaikan tujuan terapi.
5. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi.
6. Menyiapkan kursi atau mengambil tempat.
7. Memberikan kesempatan pasien untuk BAK atau BAB (k/p).
8. Menanyakan keluhan utama atau memberi kesempatan pasien bertanya atau
menyampaikan sesuatu (k/p tindak lanjuti sementara).
9. Menjelaskan prosedur terapi sekaligus memperagakan.
10. Membimbing pasien melakukan perasat :
a. Letakkan tubuh pasien dan semua anggota badan termasuk kepala (bersandar)
pada kursi senyaman mungkin.
b. Tutup mata.
c. Ambil nafas melalui hidung (secukupnya) tahan sebentar, keluarkan melalui
mulut perlahan – lahan (Lakukan sampai merasa tenang).
d. Minta pasien untuk menghadirkan pikiran – pikiran yang tidak menyenangkan
atau menyakitkan yang telah disepakati untuk dihentikan. (Diawali dari hal positif
– negatif atau menyenangkan – menyekitkan).
e. Pastikan pasien mampu menghadirkan (Perhatikan responnya).
f. Minta pasien untuk mengatakan pada dirinya “STOP!” (Dengan penuh
kesungguhan).
g. Buka mata.
11. Tanyakan atau evaluasi respon pasien.
12. Kesimpulan dan support (telah melakukan dengan baik dan mampu menerapkannya).
13. Memberikan follow up, apa yang harus dilakukan selanjutnya. (Terapkan dalam
kehidupan sehari – hari apabila datang lagi pikiran seperti itu).
14. Salam teraupetik.

B. SOP Terapi Kognitif: Mengganti Pikiran

1. Menyampaikan salam
2. Mengingatkan nama perawat
3. Menegaskan kembali kontrsk untuk terapi termasuk alihan pikiran
4. Menyampaikan tujuan terapi
5. Menanyakan kesiapan klien untuk terapi
6. Menyiapkan kursi/mengambil tempat
7. Memberikan kesempatan klien untuk bak/bab (k/p)
8. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya/menyampaikan sesuatu  (k/p tindak
lanjuti sementara)
9. Bersama klien merumuskan dan menetapkan alihsn pikiran
10. Menjelaskan prosedur sekaligus memperagakan
11. Membimbing klien melakukan perasat :
a. Letkkan tubuh dan semua anggota badn termasuk kepala (bersandar) pad kursi
senyaman mungkin
b. Tutup mata
c. Ambil nafas melalui hidung (secukupnya) tahan sebentar, keluarkan melalui
mulut perlahan – lahan. (lakukan ampai merasa tenang)
d. Mengambil pikiran negatif yang mengganggu
e. Pastikan klien mampu mengambil pikiran negatif, kemudian induksi klien agar ia
mampu memikirkan akibat negatif dan pikiran negatif
f. Alihkan pikiran yang menyenangkan/positif/yang telah disepakati
g. Bantuinduksi klien agar mudah mengalihkan pikiran. Perintahkan klien untuk
mengatakan dengan mantap “alihkan pikiran” yang telah disepakati.
h. Buka mata

12. Tanyakan/evaluasi respon klien (perasaan klien sekarang)


13. Kesimpulan dan support
14. Memberikan follow up apa yang harus dilakukan selanjutnya (gunakan cara yang
sama ketika datang pikiran distorsi)
15. Salam terapeutik

C. SOP Terapi Kognitif: Penangkapan Pikiran

1. Menyampaikan sala
2. Perkenalan
3. Menyampaikan maksud pertemuan
4. Menyampaikan tujuan terapi
5. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
6. Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p tindaklanjuti
sementara)
7. Menanyakan keluhan utama
8. Tanggapi secukupnya
9. Jelaskan, bagaimana kaitan antara pikiran-perasaan dengan prilaku (Prilaku yang
ingin dihilangkan)
10. Mintai respon klien akan penjelasan tersebut, khususnya kaitan antara perasaan-
pikiran dengan dirinya, over generalisasi, missal dst.
11. Bantu klien mengenali distorsi kognitifnya. Catat pada lembar/form yang tersedia.
(Distorsi kognitif mungkin lebih dari satu)
12. Sepakati distorsi kognitif yang akan diintervensi.
13. Mintai respon klien
14. Kesimpulan dan support
15. Memberikan follow up, untuk mengikuti tahap II
16. Kontrak untuk tahap II.
17. Salam

D. SOP Terapi Kognitif: Uji Realitas


1. Menyampaikan salam
2. Perkenalan
3. Menyampaikan maksud pertemuaan
4. Menyampaikan tujuan terapi
5. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
6. Memberi kesempatan pasien bertanya /menyampaikan sesuatu (K/P Tindak lanjuti
sementara )
7. Validasi distorsi kognitif yang telah disepakati untuk diintervensi
8. Tanyakan bukti bukti yang mendukung distorsi kognitif dan atau keuntungan apa
yang didapatnya (gunakan UJi Form Realitas)
9. Hadirkan atau tanyakan bukti bukti yang melemahkan dan atau kerugian yang
didapatkannya.
10. Mintai respon klien(seberapa besar keyakinan yang masih dimilikinya )
11. Kesimpulan dan support
12. Memberikan follow up. Untuk mengikuti tahap III.
13. Kontrak untuk tahap III
14. Salam

E. SOP Terapi Kognitif: Guide Imagery

1. Menyampaikan salam.
2. Mengingatkan mana perawat.
3. Menegaskan maksud pertemuan.
4. Menyampaikan tujuan terapi.
5. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi.
6. Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p tindak lanjuti
sementara)
7. Menanyakan keluhan utama
8. Tanggapi secukupnya
9. Atur posisi klien senyaman mungkin tersedia. (Duduk atau tiduran)
10. Perawat berada disamping klien.
11. Melakukan bimbingan:
a. Klien menutup mata.
b. Letakkan tubuh senyaman-nyamannya.
c. Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks.
d. Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut
perlahan-lahan (sesuai bimbingan)
e. Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan,
dan pastikan klien mampu melakukannya.
f. Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bias dan gagal.
g. Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai
dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.
h. Biarkan klien menikmati imaginasinya.
i. setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam rentang 15-
30 menit, minta klien untuk membuka mata.
12. Mintai respon klien.
13. Kesimpulan dan support.
14. Memberikan follow up.
15. Kontrak (bila diperlukan)
16. Salam.

F. SOP Terapi Kognitif: Meditasi

1. Menyampaikan salam
2. Mengingatkan nama perawat
3. Menegaskan maksud pertemuan
4. Menyampaikan tujuan terapi
5. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
6. Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (k/p tindaklanjuti
sementara)
7. Menanyakan keluhan utama
8. Tanggapi secukupnya
9. Atur posisi klien senyaman mungkin tersedia.(Duduk atau tiduran)
10. Perawat berada disamping klien
11. Melakukan bimbingan:
a. Klien menutup mata
b. Letakkan tubuh senyaman-nyamannya
c. Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks
d. Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut
perlahan-lahan (sesuai bimbingan)
e. Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan,
dan pastikan klien mampu melakukannya.
f. Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bias dan gagal,
Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai
dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.
g. Biarkan klien menikmati imaginasinya
h. Setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam rentang 15-
30 menit, minta klien untuk membuka mata
12. Mintai respon klien
13. Kesimpulan dan support
14. Memberikan follow up
15. Kontrak (bila diperlukan)
16. Salam
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif,
direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam
kepribadian, misalnya ansietas atau depresi. Terapi kognitif digunakan untuk
mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku yang malasuai, dan fungsi kognisi yang
terhambat, yang mendasari aspek kognitif yang ada. Terapis dengan pendekatan kognitif
mengajarkan pasien atau klien agar berpikir lebih realistik gejala yang berkelainan yang
ada.

Beberapa teknik dalam terapi kognitif yaitu teknik restrukturisasi kongnisi


(restructuring cognitive), teknik penemuan fakta-fakta (questioning the evidence), teknik
penemuan alternatif (examing alternatives), dekatastropik (decatastrophizing), reframing,
thought stopping, learning new behavior with modeling, membentuk pola (shaping),
token economy, role play, social skill training, anversion theraphy, contingency
contracting.

B. Saran
Sebagai mahasiswa dan calon tenaga medis kita mampu menerapkan mekanisme
koping dengan menggunakan terapi kognitif kepada klien sehingga jumlah kasus
penderita gangguan jiwa di Indonesia dapat menurun.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Yosep & Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditamam.

Yusuf, Fitriyasari dan Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai