Anda di halaman 1dari 12

TERAPI KELOMPOK

Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien


bersama-sama dengan jalaln berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh
seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih. (Pedoman Rehabilitasi
Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia).
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara keompok untuk
memberikan stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal.

A. TUJUAN TERAPI KELOMPOK


Terapi kelompok mempunyai tujuan therapeutic dan rehabilitasi.
a. Tujuan Umum
1. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing).
2. Membentuk sosialisasi.
3. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan
antara reaksi emosinal diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap
stress) dan adaptasi.
4. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif
dan afektif.
b. Tujuan khusus
1. Melatih pemahaman identitas diri.
2. Penyalahgunaan emosi.
3. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
4. Bersifat rehabilitatif: Pasien-pasien rehabilitative adalah mereka yang telah
sembuh secara medis, tetapi perluh disiapkan fungsi dan kemampuan untuk
persiapan mandiri dan sosial di tengah masyarakat. Dari segi rehabilitative, terapi
kelompok bertujuan meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial,
kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan pengetahuan tentang
masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

Indikasi dan Kontraindikasi


Semua pasien rehabilitasi perlu mendapatkan terapi kelompok kecuali mereka yang
mengalami:
1. Psikopat dan Sosiopat.
2. Selalu diam dan/atau autistic.
3. Delusi yang tidak terkontrol.
4. Klien yang mudah bosan.
5. Pasien rehabilitasi ambulatory yang tidak termasuk psikosis berat, tidak menunjukkan
gejala regresi dan halusinasi dan ilusi yang berat dan orang-orang dengan kepribadian
sciozoid serta neurotic.
6. Pasien dengan ego psiko patologi berat yang menyebabkan psikotik kronik sehingga
menyebabkan toleransi terhadap kecemasan rendah dan adaptasi yang kurang.

B. SASARAN DAN KEANGGOTAAN


Pada umumnya yang menjadi sasaran dari terapi kelompok adalah yang memiliki masalah
yang sama. Dalam psikoterapi yang intensif kelompok yang heterogen lebih
menguntungkan dimana anggotanya terdiri dari berbagai macam kelompok umur, jenis
kelamin dan kepribadian. Sedangkan kelompok psikoterapi yang lain adalah kelompok
homogen yang anggotanya mempunyai kebiasaan yang sama misalnya alcoholism,
homosexual, ada kecenderungan setiap anggota mendiskusikan masalah yang sama atau
mendukung anggota lainnya. Keanggotaan sebuh terapi kelompok mempunyai beberapa
persyaratan:
1. Sudah ada diagnose atau hasil observasi yang jelas.
2. Sudah tidak terlalu gelisah, agresif, incoherent, dan waham yang tidak terlalu berat
sehingga dapat kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya terapi kelompok.
Persyaratan bagi pasien rehabilitasi:Perlu ditentukan target kelompok untuk setiap
anggota disamping adanya target terapi yang bersifat kelompok. Target kelompok untuk
setiap bulannya adalah:
1. Selama rehabilitasi anggota didorong, mereka yang bersifat pasief perlu dibangkitkan.
2. Selama rehabilitasi anggota didorong untuk mengikuti aktivitas yang lebih baik atau
lebih terampil.
3. Sesudah rehablitasi targetnya adalah bagaimana agar angggota bisa menghadapi hidup
sosial dengan keluarga dan teman sekerja serta masyarakat umum.
4. Perlu adanya rating scale bagi setiap pasien untuk mencapai target.
Untuk terapi kelompok di rumah sakit jiwa dianjurkan untuk:
1. Tidak terlalu ketat dalam teknik terapi.
2. Diagnose pasien dapat bersifat heterogen.
3. Tingkat kemampuan berpikir dan pengalaman hendaklah setaraf.
Jumlah Anggota dan Komposisi dalam Terapi Kelompok
1. Menurut Dr. Wartono (1976): Kelompok dengan cara verbalisasi biasanya 7-8
anggota merupakan jumlah yang ideal. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum
10.
2. Menurut Caplan (1971): Besarnya angggota kelompok terdiri dari 7-9 anggota (pria
dan wanita) memungkinkan anggota berada dalam ras atau suku, latar belakang sosial
dan pendidikan sehingga mirip dengan kehidupan nyata.
3. Menurut Johnson (1963): Therapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota
karena interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan
jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaan lebih dari 10, maka komunikasi sulit untuk
difokuskan, sedangkan jika anggota kurang dari 4, maka akan terlalu banyak tekanan
yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih cemas,
dan seringkali bertingkah laku irasional.

C. MEKANISME DALAM TERAPI KELOMOK


Setelah pasien berkumpul, mereka duduk berkeliling kemudian therapist
memperkenalkan dirinya terlebih dahulu dan co-therapist. Setelah itu anggota kelompok
dipersilahkan memperkenalkan dirinya secara bergiliran dan apabila klien tidak mampu
maka therapist membantu memperkenalkannya. Therapist kemudian menerangkan
maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok juga masalah yang akan dibicarakan.
Topik atau masalah bisa ditentukan oleh therapist atau atas usulan pasien. Selain itu
juga ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja, bebaskan juga untuk
mengkritik termasuk mengkritik therapist, therapist sendiri sebaiknya bersikap moderat
dan menghindari kata yang dianggap sebagai perintah.
Jika terjadi bloking atau kemacetan di tengah-tengah proses terapi, maka therapist
dapat membiarkan sementara tetapi jangan terlalu lama karena dapat menimbulkan
kecemasan yang tinggi, sehingga therapist perlu mencairkan bloking tersebut dengan
berbagai cara sesuai dengan kondisi kelompok pada saat itu.
Agar proses kelompok dapat berjalan dengan lancar maka:
1. Individu harus diterima sebaik-baiknya sebagaimana adanya.
2. Pembatasan yang tidak perlu hendaknya dihindarkan.
3. Pernyataan (ekspresi) verbal yang tak tertahankan dibiarkan keluar.
4. Reaksi-reaksi dalam interaksi kelomok dinilai.
5. Pembentukan kelompok harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anggota secara
perorangan.
Tugas Therapist
1. Membentuk dan mempertahankan kelompok.
2. Membentuk budaya dalam kelompok.
3. Membentuk norma kelompok atas dasar keahlian dan keteladanan. Norma kelompok
itu antara lain pemantapan diri, pembukaan diri, noma procedural, pentingnya
kelompok, dan anggota sebagai agen penolong.

Agar Perilaku Therapist Efektif, maka:


Secara umum : Seorang therapist harus penuh perhatian, penerimaan, empati, dan
ketulusan.
Secara khusus : Mendengarkan, mengamati, member umpan balik, menghubungkan,
konfron-tasi, menanyakan, memilih untuk melihat proses, meringkas,
dan bertanggung jawab.

Sedangkan gaya therapist diharapkan dapat efektif dalam proses terapi kelompok:
1. Therapist hendaknya bersikap tegas dan cepat di dalam mengambil keputusan dan
dalam waktu yang sama mengemukakan alas an tentang tindakan tersebut.
2. Pada waktu ada kekacauan, therapist harus dapat bertindak cepat, tegas, dan bila perlu
meminta agar pasien yang mengacau dipersilahkan keluar tetapi kelompok berjalan
terus.
3. Setelah terjadi insiden hendaknya therapist mendiskusikan hal tersebut dengan
anggota yang tinggal.
4. Self disolomsm mengenai perasaan yang kontradiktif dapat dipakai sebagai model.
5. Tujuan terapi kelompok akan bermanfaat apabila semua perasaan yang timbul dalam
kelompok dikemukakan.

D. PELAKSANAAN TERAPI KELOMPOK


Tahap-tahap Terapi Kelompok
a. Peran serta anggota kelompok terutama diwujudkan dalam bentuk:
- Perkenalan: Masing-masing anggota kelompok memperkenalkan diri.
- Pembentukan Agenda: Masing-masing anggota mengemukakan problem yang
dihadapi sebagai agenda.
- Konfidensilitas: Therapist memberikan informasi bahwa masing-masing anggota
secara bebas mengajukan masalahnya, dan kerahasiaannya terjamin untuk tidak
diketahui orang lain di luar kelompok.
- Menggali ide-ide dan peranan yang muncul dalam kelompok.
- Tahap transisi: Dalam hal ini dibutuhkan keterampilan therapist dalam kepekaan
waktu, melihat pola perilaku anggota dan mengenal suasana emosi di dalam
kelompok.
1) Tahap kerja kelompok yang sesungguhnya.
2) Tahap terminasi.
b. Yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kelompok.
1. Repentasi (kehadiran pasien) kehadiran secara fisik dan psikologis.
2. Interview awal (sebelum therapy kelomok, anamnesa yang konkrit dan jelas).
3. Penampilan anggota kelompok (sebaiknya yang memenuhi syarat untuk mengikuti
therapy kelompok: pasien tidak dalam krisis, tidak sangat takut bicara, tidak
efektif dalam hubungan antarpribadi, dan tidak terlalu banyak minta perhatian).
c. Tugas-tugas therapist kelompok.
1. Membentuk dan mempertahankan kelompok.
2. Membentuk budaya dalam kelompok.
3. Membentuk norma kelompok, atas dasar keahlian dan keteladanan. Norma
kelompok antara lain: Pemantauan diri, pembukaan diri, norma procedural,
pentingnya kelompok dan anggota kelompok sebagai agen penolong.
d. Contoh penerapan terapi kelompok untuk pasien rawat inap.
1. Untuk pasien rawat inap umumnya dengan sesi tunggal: dalam hal ini therapist
harus berpikir bahwa kelompok hidup dalam satu sesi, karena itu therapist harus
lebih aktif dibandingkan dengan kelompok untuk pasien rawat jalan dengan sesi
bersambung (6 atau 8 kali pertemuan).
2. Untuk pasien tipe ini bentuk terapi harus terstruktur dengan jelas, therapist harus
menerangkan dengan jelas apa saja yang seharusnya dan sebaiknya diakukan oleh
pasien dalam kelompok.
3. Bentuk struktur:
a) Tempat pertemuan adalah ruangan yang mempunyai pintu yang dapat ditutup.
b) Kelompok disusun dalam bentuk lingkaran.
c) Waktu harus tetap.
d) Sebelum terapi selesai anggota tidak diperkenankan keluar.
e) Kelompok diawali dan diakhiri dengan tepat.
e. Orientasi dan persiapan.
1. Pada menit-menit pertama dipakai untuk pengenalan dan persiapan bagi anggota
baru.
2. Penyampaian secara singkat.
3. Secara bergiliran pasien/anggota diminta untuk mengemukakan masalah yang
ingin diselesaikan.
4. Mempersiapkan anggota lama dapat berperan serta di dalam mempersiapkan terapi
kelompok dengan persiapan ini penting sekali untuk mengatasi adanya jarak antara
therapist dengan pasien.
5. Prosedur yang ajeg dan koheren dalam terapi kelompok harus diperhatikan,
dengan rincian: Menit Pertama untuk persiapan, Definisi Tugas, Mengisi Tugas,
Mengakhiri pertemuan.

Tugas Therapist
Untuk mencapai tujuann dari terapi kelompok baik yang terapeutik maupun
rehabilitative terapi ataupun pemimpin kelompok hendaknya mampu:
1. Mengembangkan kejujuran di antara anggota kelompoknya.
2. Menimbulkan rasa saling menghormati dan saling menerima di antara anggota
kelompok.
3. Mampu mengontrol tingkah laku yang tidak dapat diterima anggota kelompoknya.
4. Mengarahkan anggota kelompok untuk beradaptasi dengan semua anggota.
5. Membawa anggota kelompok untuk mampu mengemukakan masalah mendengarkan
keluhan-keluhan dan memberikan saran terhadap keluhan tersebut.
6. Tidak membeda-bedakan anggota kelompok.
7. Menjalin hubungan dengan anggota dan antaranggota.
8. Melibatkan diri dalam kelompok dan memberikan perhatian penuh.

Peran Therapist Secara Umum


Sebagai Katalisator : mempermudah komunikasi dan interaksi; Regulator
mengarahkan proses ke arah yang bermanfaat; Auxilary ego: sebagai penopang bagi
anggota yang egonya terlalu lemah. Therapist sebaiknya mengusahakan terciptanya
suasana yang tingkat kecemasannya sesuai, sehingga klien diharapkan mampu membuka
diri dalam kelompok dan tidak mempertahankan mekanisme kopingnya. Hal tersebut
terjadi karena awal terapi kelompok klien dihadapkan dengan orang lain.
Fokus Terapi Kelompok
1. Orientasi Realitas; Orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang dengan karakteristik:
klien dengan gangguan orientasi realita yang dapat berinteraaksi, klien yang
kooperaatif, dapat berkomunikasi verbal dengan baik dan kondisi fisik dalam keadaan
sehat.
2. Sosialisasi; Untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal dengan
karakteristik: klien yang kurang minat mengikuti kegiatan/tidak ada inisiatif, menarik
diri dan kurang kegiatan sosial, harga diri rendah, klien gelisah, curiga, takut, cemas,
dan sudah dapat membina terus mau berinteraksi dengan sehat fisik.
3. Stimulasi Persepsi; Membantu klien yang mengalamii kemunduran orientasi dengan
karakteristik: Klien dengan gangguan persepsi, menarik diri dengan realitas, inisiatif,
dan kurang ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal.
4. Stimulasi Sensoris; Membantu klien yang mengalami kemunduran sosial.
Karakteristik: Kooperatif, mengalami kemunduran sosial, sehat fisik, bicara jelas,
waham/halusinasi terkontrol, mau ikut kegiatan.
5. Penyaluran Energi: Untuk menyalurkan energi secara konstruktif. Karakteeristik:
Klien dengan perilaku agresif, potensial amuk, hiperaktif, sehat fisik, dan kooperatif.

Hal lain yang perluh diperhatikan dalam praktik


1. Mendorong perilaku pasien agar perilakunya diterima oleh anggota lain dan
mengendalikan tingkah laku sebaliknya.
2. Terimalah pasien secara serius.
3. Jangan memberikan perilaku self defeacting.
4. Therapist memberikan kerangka kerja untuk menerima tingkah laku yang tidak
disukai.
5. Perlakukan pasien dengan penghargaan
6. Mencari resolusi jika tidak terjadi konflik.
7. Cari cara memperlunak bila terjadi kemarahan.
8. Keteladanan therapist penting.

Tahap-tahap dalam Therapy Kelompok


Tahap 1 : Tahap ini dimana therapist membentuk hubungan kerja dengan para anggota
kelompok. Tujuannya ialah agar para anggota saling mengenal, mengetahui
tujuan serta membiasakan diri untuk melakukan diskusi kelompok.
Tahap 2 : Terutama tercapainya transference dan perkembangan identitas kelompok.
Transference ialah suatu perilaku atau keinginan seorang pasien (misalnya si
A) yang seharusnya ditujukan kepada seseorang lain (Misalnya si B) tetapi
dialihkan kepada orang lain lagi (si C, Misalnya Therapist). Contoh: perilaku
seorang pasien yang seharusnya ditujukan kepada orangtuanya tapi di dalam
kenyataannya dialihkan kepada therapist. Perkembangan identiitas kelompok
ialah tercapainya suatu “sense of belonging” atau rasa menyatu dan
berdasarkan kesatuan itu mereka merasa punya kesamaan dalam problem atau
kesamaan dalam konflik ini makin memberikan ikatan diantara kelompok.
Tahap 3 : Disebut tahap mutualisis (saling menganalisa), yaitu setia orang akkan
mendapat informasi atau reaksi atau apa yang sudah dikemukakan. Dengan
mendapat reaksi yang bermacam-macam, maka kelompok juga dapat
mengambil kesimpulan reaksi mana yang benar. Dengan demikian setiap
orang akan mendapatkan koreksi atau kesan kelompok secara umum atas
tingkah lakunya.

Tahap Perkembangan Kelompok Berdasarkan Perasaan Peserta


Menurut Judith Haber perkembangan kelompok dibagi menjadi 4 tahap:
1. Tahap Ketidakpastian; Pada fase ini terdapat banyak keluhan yang dirasakan oleh
anggota kelompok di antaranya keragu-raguan, perasaan tidak cocok di antara
anggota, rasa permusuhan terhadap pemimpin. Pada fase ini anggota sering merasa
bahwa setiap komentar atau interpretasi pemimpin adalah kritikan terhadap merekaa,
sehinngga pemimpin harus sering mengingatkan pada kelompok bahwa yang
dikataknnya hanyalah merupakan suatu komentar bukan suatu kritikan.
2. Tahap overagresif; Pada fase ini perselisihan sering diabaikan oleh kelompok dan
pemimpin. Rasa tertarik mulai muncul pada anggota kelompok yang sekaligus
merupakan membawa rasa takut bagi mereka. Rasa tertarik ini mungkin merupakan
awal terbentuknya suatu hubungan intim, dan hal ini merupakan suatu yang dibenci
oleh sebagian besar klien dengan terapi kelompok.
3. Tahap Regresi; Regresi tidak muncul dari suatu keinginan untuk memanipulasi orang
lain secara spontan. Pertama anggota merasa cemas dan ada keinginan untuk
meninggalkan anggota yang regres. Sehingga saat ini penting bagi pemimpin untuk
bertindak dan menaanyakan kepada anggota yang mengalami regres tentang apa yang
dialaminya sehingga memudahkan pemimpin untuk mengarahkan perilakunya kepada
kenyataan.
4. Tahap Adaptasi; Pada tahap ini anggota kelompok mula menerima anggota lain
terhadap kelemahan dan kecacatan, sementara tingkah laku kepada yang lainnya dapat
diterima. Hal ini tidak berarti anggota-anggota dalam fase ini tidak merespon kepada
yang lain secara irasional, jika hal ini terjadi, keefektifan terapi kelompok akan
menurun secara drastic, dengan demikian pemimpin harus mengontrol kelompok
tersebut secara terus-menerus sehingga konflik akan terhindar.

Peran Perawat dalam Terapi Kelompok


1. Bertindak sebagai moderator atau pengawas diskusi kelompok.
2. Mengevaluasi diskusi kelompok untuk menambah pengalaman terapi kelompok.
3. Mengadakan pendekatan kepada kelompok secara efektif.
4. Memotivasi penderita agar aktif dalam kegiatan yang dilakukan.
5. Menciptakan suasana therapeutik.
6. Memberikan kesempatan kepada penderita untuk bekerja sama anatar penderita
dengan penderita dengan perawat.
7. Memberikan bimbingan dan penghargaan pada penderita yang pasif dan hiperaktif.

Keuntungan Terapi Kelompok


1. Dapat mengobatti klien dengan jumlah banyak.
2. Anggota kelompok dapat mendiskusikan masalah-masalah mereka, sehingga
menurunkan peraasaan terisolasi, perbedaan-perbedaan dan meningkatkan klien untuk
berpartisipasi dan bertukar pikiran, masalah dengan orang lain.
3. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menggali gaya-gaya berkomunikasi dari
klien dalam lingkungan yang aman dan mampu menerima umpan balik dari orang lain.
4. Anggota kelompok dapat belajar bermacam cara dalam memecahkan masalah, serta
dapat membantu memecahkan masalh orang lain.
5. Anggota kelompok dapat belajar perannya (sebagai anggota, pembantu therapist).
6. Kelompok dapat menimbulkan pemahaman/pengertian, konfrontasi, identifikasi,
kelompok rujukan.

Kekurangan Terapi Kelompok


1. Kehidupan pribadi klien tidak terlindung.
2. Klien mengalami kesulitan dalam mengungkapkan masalahnya karena berbeda
keyakinan/sulit dalam berkomunikasi, tidak mau berubah.
3. Jika therapist menyelenggarakan secara individual.
Metode Terapi Kelompok
Menurut Robinson, metode terapi kelompok terbagi:
1. Kelompok deduktif; Metode ini mempunyai tujuan memberikan pemahaman
intelektual mengenai suatu masalah kepada anggota yang mengikuti terapi kelompok
dengan teknik pemberian materi.
2. Kelompok social therapeutic; Metode ini bermanfaat untuk menghasilkan identifikasi,
dorongan, penerimaan, pemahaman, dan penentraman untuk orang-orang yang
menderita penyakit fisik dan emosional, misalnya terapi untuk alkoholik.
3. Kelompok Inspirasi Refresif; Metode ini meliputi berbagai bidang, tetapi pada
pokoknya bergantung pada seorang pemimpin yang kuat dan otoriter, yang
memberikan situasi yang tersusun tetap, membangkitkan perasaan berkelompok dan
respon kelompok.
4. Psiko drama; Suatu metode dimana berbagai macam bentuk kepribadian, hubungan
interpersonal, konflik-konflik dan problema emosional, diekspresikan atau digali
melalui dramatisasi.
5. Kelompok interaksi bebas; Meliputiberbagai macam bentuk seperti terapi kelompok
analitik, analisa kelompok, dan terapi psikoanalitik.

Faktor-faktor yang Bersifat Kuratif dalam Terapi Kelompok (Yalom)


1. Imparting of information
Penggunaan informasi yang telah direncanakan terstruktur, disertai alat bantu
pengajaran dengan membahas topik-topik tertentu.
2. Instillastion of hope
Membantu klien untuk mempertahankan kejujuran dalam situasi terapeutik
ditumbuhkan harapan-harapan ke arah optimistic sehingga klien yakin bahwa dirinya
akan sembuh.
3. Universality
Klien dijaga dari pperasaan yang berbeda dari orang lain dalam kelompok klien mulai
merasa kurang isolasi dan lebih menyukai orang lain. Perasaan ini memberikan
kekuatan kepada klien untuk belajar bahwaa orang lain dalam kelompok memiliki
masalah-masalah yang sama dalam dirinya.
4. Altruism
Proses dimana klien dibantu atau membantu orang lain. Tindakan membantu orang
lain ini menjadi sifat terapeutik yaitu meningkatkan rasa harga diri klien.
5. Development of socializing techniques
Kemampuan bersosialisasi ada kaitannya dengan keberhasilan hubungan
interpersonall di masyarakat. Teknik-teknik yang dipergunakan dalam terapi
kelompok untuk mengembangkan kemampuan sosialisasi klien diharapkan setelah
berakhirnya terapi kelompok dapat memiliki kemampuan yang lebih dalam sosialisasi
dibandingkan dengan sebelumnya. Teknik ini adalah role-playing dan umpan balik.
6. The correcting recapitulation of primary family group
Klien di dalam terapi mempersepsikan anggota kelompok sebagai saudara-saudaranya
di dalam suatu keluarga dan perilaku dari therapist sebagai orang tuanya.
7. Imitative behavior
Yaitu mencontoh perilaku-perilaku yang sehat dari anggota keluarga dari anggota lain
atau therapist dan terus dikembangkan.
8. Interpersonal learning
Hasil dari terapi kelompok dapat ditransfer kepada kelompok-kelompok lain.
9. Group Cohesive
Membentuk solidaritas atau keterkaitan, merasa memiliki dengan ungkapan kita dan
bukan saja hal ini tergambar dari kehadiran dalam kelompok dan kemapuan untuk
mengekspresikan secara positif dan negative kepada orang lain tanpa integritas
kelompok.
10. Catharis
Yaitu mengekspresikan perasaan-perasaan melibatkan emosi-emosi yang dalam.

Evaluasi dalam Terapi Kelompok


a. Input : Persiapan, penyelesaian klien, tempat, dan setting ruangan.
b. Proses : Peran therapist disesuaikan dengan perencanaan.
Pelaksanaan kegiatan aktivitas kelompok.
Cara mengatasi masalah yang timbul.
c. Hasil : Dapat dinilai melalui format eveluasi.
Evalusi tersebut dapat kita ambil menjadi eveluasi secara subjektif dan objektif.
Secara subjektif, anggota kelompok merasa telah menemukan tujuan hidupnya dalam
lingkup kelompok tersebut. Sedangkan secara objektif dapat dilihat dari adanya perubahan
tingkah laku yang dialami yang merupakan hasil pengalaman mereka dalam berkelompok
dan sumbangan peran dari anggota kelompok itu.
Sistematika Proposal Terapi Aktivitas Kelompok
Lampiran Anggota Kelompok
Lembar Pengesahan
Daftar Isi
A. Latar Belakang
B. Pengertian
C. Metode TAK
D. Tujuan
E. Kriteria Klien
F. Waktu Pelaksanaan
G. Nama Peserta dan Ruangan
H. Media dan Alat
I. Susunan Pelaksana
J. Uraian Tugas Kegiatan
K. Setting Tempat
L. Tata Tertib dan Program Antisipasi
M. Evaluasi
Lampiran Lembar Evaluasi
Perkembangan Klien dalam TAK
Daftar Pustaka (Referensi)

Yosep I & Sutini T. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai