Mata kuliah :
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
KELOMPOK 3 (A 2019 2)
Annisa Jannata Firdausi (1911111824) Nurvina Arta Sirait (1911112218)
Desyani Fransisca Giawa (1911111882) Prima Heni (1911112243)
Dhea Eka Putri (1911111946) Rabiatun (1911112093)
Dinda Daisya Putri (1911111942) Rahmayuni Putri (1911112074)
Fauziah Wahyu (1911111890) Restu (1911124582)
Husni Fauziah (1911112151) Rima Yulianti (1911111978)
Kinanti Resti Fany (1911112232) Riska Febriani (1911111762)
Masita Aqla Dzakia (1911112379) Shalsabila Aulia A. (1911111867)
Miftahul Ilmi (1911111849) Wirdhatul Jannah Asrin (1911111889)
Muhammad Rayhan Maulana M.
(1911111768)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami hanturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “TERAPI PSIKOFARMAKOLOGI PADA PASIEN
GANGGUAN JIWA” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Penyusunan makalah
ini dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa I. Oleh
karena itu kami sampaikan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman yang
sudah mendo’akan kami dalam menyelesaikan makalah ini
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Karena itu kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan demi
kesempurnaan penulis makalah ini pada masa yang akan datang. Dengan tulisan ini kami
berharap dapat berguna bagi pembaca. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga
makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberi manfaat untuk
masyarakat luas.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................
ii
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................
..................................................................................................................................24
3.2 Saran ............................................................................................................................
..................................................................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala
klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama,
berbulan bahkan bertahun. Berdasarkan pemaparan diatas, maka kami akan membahas
mekanisme kerja dari psikofarmaka bagi penderita gangguan jiwa
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui definisi dari gangguan jiwa
2. Mahasiswa mengetahui definisi dari psikofarmakologi
3. Mahasiswa mengetahui peran perawat dalam pemberian obat
4. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis obat psikofarmaka
5. Mahasiswa mengetahui mekanisme kerja dari obat psikofarmaka
6. Mahasiswa mengetahui efek samping obat-obatan psikofarmaka
7. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari efek samping obat-obatan
psikofarmaka
8. Mahasiswa mengetahui prinsip dari pengobatan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario
Lili, ners muda dari FKp UNRI sedang berbincang dengan keluarga pasien
kelolaannya (Lala, 28 tahun) yang berkunjung ke ruang Indragiri RSJ Tampan. Keluarga
mengatakan sejak usia sekitar 19 tahun, Lala mengalami masalah kejiwaan. Lala adalah anak
pertama yang lahir melalui operasi sectio caesaria dan premature. Lala cukup lemah secara
akademik sehingga pernah tinggal kelas saat SD, sering mendapat ejekan, merasa minder,
dan terakhir mengalami kegagalan saat UTBK masuk PTN sesuai keinginannya. Akibatnya
Lala mengalami masalah kejiwaan dan dokter puskesmas memberinya Amitriptyline 3 x 75
mg. Lala berhasil melewati masa sulitnya dan masuk kuliah di sebuah perguruan tinggi
swasta.
Saat ini kondisi Lala cukup memprihatinkan, Lala masih sering murung, afek
datar/tumpul, berjalan dan gerakan psikomotor lambat, serta jari jemarinya tremor. Lala
mengalami gangguan estrapiramidal dan hipotensi ortostatik sebagai efek samping obat yang
dikonsumsinya selama ini. Lili dan perawat penanggung jawab Lala menyusun sejumlah
rencana tindakan untuk mengatasi kondisi Lala.
3
2.1 STEP I (TERMINOLOGI)
4
2.2 STEP II (IDENTIFIKASI MASALAH)
1. Apakah usia berpengaruh dengan masalah kejiwaan?
2. Apakah ada hubungan prematur dengan kejiwaan?
3. Apakah ada hubungan dengan keadaan saat ini dengan riwayat kelahiran nya
terdahulu?
4. Pada pemberian obat apakah ada efek samping dan diminum rutin atau tidak?
5. Apa saja faktor yang menyebabkan orang mengalami gangguan kejiwaan?
6. Bagaimana cara lala mengatasi kejiwaan selain mengosumsi obat?
7. Apa saja tanda gejala yang dialami pada penyakit lala?
8. Apa yang menyebabkan lala mengalami stresor ditahun keduanya kembali?
9. Apakah seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan dapat sembuh totalatau akan
kambuh kembali?
10. Apakah ada terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah
kejiwaan nya?
11. Mengapa obat kejiwaan menyebabkan ngantuk, perasaan tegang?
12. Ada efek samping dari tidak teratur minum obat?
13. Apakah efek samping dalam skenario akan dirasakan oleh semua org yang
mengonsumsi obat atau tidak?
14. Kenapa masalah kejiwaan menggangu masalah psikomotor?
15. Apakah ada efek samping lain dan apakah ada jangka panjang bagi pekonsumsi obat
bagi orang lain?
16. Apa rencana yang dilakukan perawat untuk kondisi lala?
17. Apa saja yang dipertimbangkan perawat sebelum membuat rencana tindak lanjut
oleh perawat?
5
4. Jadi obat harus diminum secara teratur agar tidak kambuh kembali, jika
menghentikan secara tiba-tiba obat akan menyebabkan gangguan henti obat yang
dapat berdampak tremor pusing, mual dan jika berat dapat lebab, nyeri dada
5. Faktor biologis seperti genetik, cedera, psikis: trauma, diletelantarkan. Faktor
lingkungan: perceraian, pergantian lingkungan dan kekerasan
6. Cara lala mengatasi dengan diberikan motivasi dan dukungan oleh keluarganya
7. Tanda dan gejala tergantung pada yang dialami biasanya ada perasaan takut yang
berlebihan, cemas berlebihan, gangguan pernapasan, gangguan tidur, marah, emosi
tidak stabil, sampai kadang menyakiti diri atau orang lain
8. Faktor pencetus kembali yaitu dengan lingkungan, tugas kuliah yang belum
beraturan dan diperkuliahannya tidak dapat bersosialisasi pada lingkungnanya
9. Tidak bisa, jika mengalami stresor kembali akan menyebabkan masalahnya kambuh
kembali
10. Terapi psikososial : metode individual, kelompok dan terapi orietasi pada keluarga
dan pada perilaku
Terapi suportif : kita mengali potensi yang ada pada pasien kita
11. Obat kejiwaan itu tergolong obat keras yang bekerja oleh pada saraf pusat dan akan
menyebabkan masalah gangguan tubuh yang berkaitan dengan saraf pusat
12. Ketidakteraturan minum obat jika dilakukan secara terus menerus akan membuat
penyakit bertambah parah dan menyebabkan kematian
13. Tergantung dosis dan orangnya bisa daya tahan tubuhnya
14. Karena tidak dapat mengembangkan di bidang psikomotorik dan mengembangkan
bakatnya dan karna kejiwaan berhubungan dengan saraf akan menggangun semua
masalah dalam tubuhnya
15. Efek sampiing obbat tergantung pada individunya dan efek samping akan berbeda
setiap orang dan efek samping pendeknya sampai obatnya habis dalam tubuh jika
jangka panjang akan dilakukan konssultasi lagi
16. Penanganan yang dilakukan yaitu dengan pemberian obat dan dilakuakan non
farmakologis yaitu terapi
17. Tergantung gejala yang ditimbulkan untuk dilakukan tindakan dandilihat sumber
stresssornya
6
2.4 STEP IV (SKEMA)
7
7. Penatalaksanaan Efek Samping
8. Prinsip Pengobatan
8
obat psikotropik ditujukan untuk meredam (suppression) gejala sasaran
tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran
tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran
yang ingin di tanggulangi misalnya, antipsikotik, antidepresi, antimania,
antianxietas, antiinsomnia, antipanik, anti obsesif kompulsif (Nurhalimah,
2016).
Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat
psikoaktif atau obat psikoteraputik. Penggolongan obat ini didasarkan atas
adanya kesamaan efek obat terhadap penurunan atau berkurangnya gejala.
Kesamaan dalam susunan kimiawi obat dan kesamaan dalam mekanisme kerja
obat.
9
5. Pendidik klien.
Sebagai seorang edukator atau pendidik perawat harus memberikan
pendidikan pendidikan kesehatan bagi klien dan keluaarga sehingga klien
dan keluarga memahami dan mau berpartisipasi aktif didalam
melaksanakan program terapi yang telah ditetapkan untuk diri klien
tersebut.
6. Program rumatan obat.
Bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan kesehatan pada klien
mengenai pentingnya keberlanjutan pengobatan pasca dirawat.
7. Peran serta dalam penelitian klinik interdisiplin terhadap uji coba obat.
Perawat berperan serta secara aktif sebagai bagian dari tim penelitan
pengobatan klien
10
c. Sediaan:
1) Chlorpromazine, berbentuk tablet dan suntik, harus dengan resep,
digunakan oleh dewasa dan anak ≥ 6 bulan.
11
5) Fluphenazine decanoate.
12
9) Pimozide, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan oleh
anak – anak dan dewasa.
2. Obat anti–depresi
a. Indikasi
Indikasi klinik primer penggunaan obat-obat anti-depresi adalah
sindrom depresi yang dapat terjadi pada:
1) Sindrom depresi panik, gangguan afektif bipolar dan unipolar.
Gangguan distimik dan gangguan siklotimik.
2) Sindrom depresi organik seperti hypothyroid induced depression,
brain injury depression dan reserpine.
3) Sindrom depresi situasional seperti gangguan penyesuaian
dengan depresi, grief reaction, dll; dan sindrom depresi penyerta
seperti gangguan jiwa dengan depresi (gangguan obsesi
kompulsi, gangguan panik, dimensia), gangguan fisik dengan
depresi (stroke, MCI, kanker, dan lain-lain).
b. Kontra-Indikasi
1) Infark miokardial yang baru
2) Aritmia
3) Mania
4) Penyakit hati berat
c. Sediaan
1) Amitriptyline, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan
oleh dewasa dan anak ≥ 12 tahun.
13
2) Amoxapine, berbentuk tablet oral, harus dengan resep, digunakan
oleh dewasa.
3. Obat anti–mania
a. Indikasi
Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom mania ditandai
adanya keadaan afek yang meningkat hampir setiap hari selama
paling sedikit satu minggu. Keadaan tersebut disertai paling sedikit 4
gejala berikut: peningkatan aktivitas, lebih banyak berbicara dari
lazimnya, lompat gagasan, rasa harga diri yang melambung,
berkurangnya kebutuhan tidur, mudah teralih perhatian, keterlibatan
berlebih dalam aktivitas.
14
b. Sediaan
1) Litium carbonate, berbentuk tablet, harus dengan resep,
digunakan oleh dewasa dan anak – anak.
2) Haloperidol.
4. Obat anti–ansietas
a. Indikasi
Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom ansietas seperti :
1) Sindrom ansietas psikis seperti gangguan ansietas umum,
gangguan panik, gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif,
gangguan stress paska trauma
2) Sindrom ansietas organik seperti hyperthyroid,
pheochromosytosis, dll; sindrom ansietas situasional seperti
gangguan penyesuaian dengan ansietas dan gangguan cemas
perpisahan
3) Sindrom ansietas penyerta seperti gangguan jiwa dengan ansietas
(skizofrenia, gangguan paranoid, dll),
15
4) Penyakit fisik dengan ansietas seperti pada klien stroke, Myocard
Cardio Infac (MCI) dan kanker dll
b. Kontra-Indikasi
1) Hipersensitivitas diazepam dan benzodiazepine
2) Riwayat myasthenia gravis
3) Riwayat penyakit ginjal
4) Riwayat penyakit hepar
5) Penurunan fungsi CNS
6) Respiratory depression
7) Glaucoma akut
8) Pasien koma
c. Sediaan
1) Diazepam, berbentuk tablet, sirup, suntik, suppositoria, harus
dengan resep, digunakan oleh dewasa dan anak-anak.
16
5. Obat anti–insomnia
a. Indikasi
Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom insomnia yang
dapat terjadi pada:
1) Sindrom insomnia psikik seperti gangguan afektif bipolar dan
unipolar (episode mania atau depresi, gangguan ansietas (panic,
fobia); sindrom insomnia organic seperti hyperthyroidism, putus
obat penekan SSP (benzodiazepine, phenobarbital, narkotika), zat
perangsang SSP (caffeine, ephedrine, amphetamine)
2) Sindrom insomnia situasional seperti gangguan penyesuaian
dengan ansietas/depresi, sleep, wake schedule (jet lag, workshift),
stres psikososial
3) Sindrom insomnia penyerta seperti gangguan fisik dengan
insomnia (pain producing illness, paroxysmal nocturnal dyspnea)
4) Gangguan jiwa dengan insomnia (skizofrenia, gangguan
paranoid).
b. Sediaan
1) Nitrazepam, berbentuk tablet salut selaput, harus dengan resep,
digunakan oleh dewasa dan anak – anak.
17
3) Estazolam, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan oleh
dewasa.
7. Obat anti–panik
a. Indikasi
Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom panik. Diagnostik
sindrom panik dapat ditegakkan paling sedikit satu bulan individu
mengalami beberapa kali serangan ansietas berat, gejala tersebut
18
dapat terjadi dengan atau tanpa agoraphobia. Panik merupakan gejala
yang merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas sehari-hari (phobic avoidance)
b. Sediaan
1) Imipramine, berbentuk tablet, sirup, kaplet, infus, drop,
suppositoria, harus dengan resep, digunakan oleh anak – anak,
dewasa dan lansia.
19
obat, lalu menggantinya, atau memberikan kombinasi obat untuk
meningkatkan efektivitas obat.
20
sering dan intens daripada
dengan
psikotik.
Dopamine System Aripiprazole Sakit kepala, kecemasan, mual
Stabilizer
Antikonvulsan Carabamazepine; Pusing, hipotensi,
ataxia, sedasi, kabur
penglihatan, leukopenia, ruam.
Divalproex; Ataxia, mengantuk, lemah-
kelelahan, perubahan
menstruasi, dispepsia, nau-
laut, muntah, kenaikan berat
badan, rambut rontok.
21
Gabapetin; Pusing, hipotensi,
ataxia, obat-obatakan, sakit
kepala, kelelahan, nystagmus,
nau-
laut, muntah.
Lamotrigine; Pusing, hipotensi, ataxia,
sedasi, kepala sakit,
kelemahan, kelelahan,
perubahan menstruasi, sakit
tenggorokan, gejala seperti flu,
gangguan visual, mual,
muntah, ruam.
Topiramate; Pusing, hipotensi, kecemasan,
ataxia, inkoordinasi,
kebingungan, sedasi,
pidato yang bubur, getaran,
kelemahan, gangguan visual,
mual, muntah.
Oxcarbazepine Ataxia, sedasi, pusing,
kelelahan, kebingungan,
demam, sakit kepala, tremor,
gangguan visual, mual,
muntah, ruam, hiponatremia.
Benzodiazepine Alprazolam; Clordiazepoxide; Pusing, kikuk,
Clonazepam; Chlorazepate; obat-obat, sakit kepala,
Diazepam; Lorazepam; kelelahan,
Oxazepam; Benzidiazepines; disfungsi seksual, kabur
Temazepam; Triazolam; penglihatan, tenggorokan
kering dan mulut,
sembelit.
Nonbenzodiazepine Buspirane Pusing, gelisah, agita-
tion, mengantuk, sakit kepala,
kelemahan, mual, muntah,
kegembiraan paradoks atau
suka cita.
22
2. Mulut Kering
Anjurkan pasien untuk melakukan perawatan mulut dan minum air
sedikit tapi sering (±2 liter sehari).
3. Hipotensi Ortostatik
Monitor tekanan darah (duduk dan berbaring), anjurkan pasien untuk
bangkit dari posisi duduk dan berbaring secara perlahan, dan jangan
lakukan ambulasi sampai pusing mereda.
4. Konstipasi.
Memberikan makanan tinggi serat, tingkatkan latihan fisik, dan
tingkatkan intake cairan.
5. Takikardi
Monitor tekanan darah dengan cermat dan teratur. Catat frekuensi dan
irama denyut nadi, serta sampaikan pada dokter bila terjadi perubahan.
6. Diare
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti diare, anjurkan
pasien banyak minum, dan anjurkan pasien konsumsi larutan gula-garam.
7. Sindrom Serotonergik
Jangan menghentikan obat antidepresan secara tiba-tiba tanpa
persetujuan dokter dan perlu untuk mengurangi dosis secara perlahan
untuk menghentikannya dengan aman.
8. Sakit kepala-pusing
Gunakan obat OTC yang disetujui oleh dokter dan laporkan ke dokter
jika sakit berlanjut.
9. Mual-Muntah
Anjurkan pasien untuk minum dan anjurkan pasien untuk makan dalam
porsi sedikit namun sering, dan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat mual.
23
d. Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
2. Lakukan minimal prinsip lima benar dalam pemberian obat
a. Benar pasien
b. Benar obat
c. Benar dosis
d. Benar waktu
e. Benar cara pemberian
3. Laksanakan program pemberian obat
a. Gunakan pendekatan tertentu
b. Pastikan obat telah diminum
c. Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat, sebagai
aspek legal
4. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui program rujukan
5. Turut serta dalam penelitian tentang obat-obatan psikofarmako
6. Menyesuaikan dengan terapi non farmakologik
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Psikofarmakologi adalah studi tentang obat-obatan yang mengubah aktivitas-aktivitas
yang dikontrol oleh sistem saraf. Sedangkan Gangguan jiwa merupakan psikologik atau
pola perilaku yang ditunjukkan pada individu yang menyebabkan distress, menurunkan
kualitas kehidupan dan disfungsi.
Untuk mengatasi gangguan jiwa di butuhkan beberapa jenis obat yaitu : obat anti-
psikosis, obat anti-depresi, obat anti-mania, obat anti-ansietas, obat anti-insomnia, obat
anti-obsesif kompulsif, dan obat anti-panik. Mekanisme kerja obat gangguan jiwa yaitu :
absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi.sedangkan untuk indikasi dan kontra
indikasi obat gangguan jiwa berbeda setiap jenisnya.begitu juga dengan efek samping
obat yang berbeda dari setiap obat.
Dengan efek samping yang beragam, penanganan dari efek samping juga di lakukan
sesuai dengan efek samping yang di alami seperti ketika mengalami efek samping berupa
konstipasi cara mengatasi nya yaitu dengan memberikan makanan tinggi serat,
tingkatkan latihan fisik, dan tingkatkan intake cairan.
Saat pemberian obat perlu di perhatikan prinsip-prinsip dalam pemberian obat, peran
perawat dalam pemberian obat yaitu: Pengkajian, koordinasi terapi modalitas, Pemberian
terapi psikofarmakologik, pemantauan efek obat, pendidikan klien, program rumatan
obat dan berperan dalam penelitian klinik.
3.2 Saran
Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya dalam
pemberian obat psikofarmaka
25
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A., Wiyono & Susanti. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC
Mozani, A, Raymon, L.P, (2013). Buku Ajar Interaksi Obat. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran
Nasir, Abd., Abdul Muhith., Ideputri. (2011). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :
Mulia Medika
Nurhalimah. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Schultz, J.M & Sheila L.V. (2013). Lippicott's Manual of Psychiatric Nursing Care Plans.
China: Wolters Kluwer Health
Stuard, G.W (2009) Principles and pratice of psychiatric Nursing. 8th edition. Missouri
mosby
Sunbreg, Norman D., dkk. (2007). Psikologi Klinis Edisi Keempat. Yogyakarta : Pustaka
Belajar
26