Anda di halaman 1dari 30

TERAPI PSIKOFARMAKOLOGI PADA PASIEN GANGGUAN JIWA

Diajukan untuk memenuhi laporan tutorial

Mata kuliah :

Keperawatan Kesehatan Jiwa I

Dosen Pengampu :

Ns. Jumaini, MKep., Sp.Kep.J

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3 (A 2019 2)
Annisa Jannata Firdausi (1911111824) Nurvina Arta Sirait (1911112218)
Desyani Fransisca Giawa (1911111882) Prima Heni (1911112243)
Dhea Eka Putri (1911111946) Rabiatun (1911112093)
Dinda Daisya Putri (1911111942) Rahmayuni Putri (1911112074)
Fauziah Wahyu (1911111890) Restu (1911124582)
Husni Fauziah (1911112151) Rima Yulianti (1911111978)
Kinanti Resti Fany (1911112232) Riska Febriani (1911111762)
Masita Aqla Dzakia (1911112379) Shalsabila Aulia A. (1911111867)
Miftahul Ilmi (1911111849) Wirdhatul Jannah Asrin (1911111889)
Muhammad Rayhan Maulana M.
(1911111768)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hanturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “TERAPI PSIKOFARMAKOLOGI PADA PASIEN
GANGGUAN JIWA” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Penyusunan makalah
ini dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa I. Oleh
karena itu kami sampaikan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman yang
sudah mendo’akan kami dalam menyelesaikan makalah ini

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Karena itu kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan demi
kesempurnaan penulis makalah ini pada masa yang akan datang. Dengan tulisan ini kami
berharap dapat berguna bagi pembaca. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga
makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberi manfaat untuk
masyarakat luas.

Pekanbaru, 16 Juni 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................

1.1 Latar belakang................................................................................................................... 1


1.2 Rumusan masalah.............................................................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................

2.1 STEP I............................................................................................................................... 4


2.2 STEP II.............................................................................................................................. 5
2.3 STEP III............................................................................................................................. 5
2.4 STEP IV............................................................................................................................ 7
2.5 STEP V.............................................................................................................................. 7
2.6 STEP VI............................................................................................................................ 8
2.7 STEP VII...........................................................................................................................
2.7.1 Definisi Gangguan Jiwa........................................................................................ 8
2.7.2 Definisi Psikofarmakologi..................................................................................... 8
2.7.3 Peran Perawat dalam Pemberian obat................................................................... 9
2.7.4 Jenis-Jenis Obat Gangguan Jiwa...........................................................................
10
2.7.5 Mekanisme Kerja Obat Gangguan Jiwa................................................................
19
2.7.6 Efek Samping Obat Gangguan Jiwa......................................................................
20
2.7.7 Penatalaksanaan Efek Samping.............................................................................
21
2.7.8 Prinsip Pengobatan................................................................................................
22

BAB III PENUTUP................................................................................................................

ii
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................
..................................................................................................................................24
3.2 Saran ............................................................................................................................
..................................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................


25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang sangat luas dan kompleks serta
saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Apabila individu tidak mampu
mempertahankan keseimbangan atau mempertahankan kondisi mental yang sejahtera,
maka individu tersebut mengalami gangguan, dan apabila gangguan tersebut secara
psikologis maka akan mengakibatkan individu mengalami gangguan jiwa atau lebih
dikenal dengan istilah psikosis.
Psikosis adalah gangguan jiwa yang meliputi keseluruhan kepribadian, sehingga
penderita tidak bisa menyesuaikan diri dalam norma-norma hidup yang wajar dan
berlaku umum. Seseorang yang diserang penyakit jiwa atau Psychosis kepribadiannya
terganggu, dan selanjutnya menyababkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan
wajar, dan tidak sanggup memahami masalahnya. Sering kali orang sakit jiwa tidak
merasa bahwa dirinya sakit, sebaliknya dia menganggap dirinya normal saja, bahkan
lebih baik dari orang lain.
Menurut pendiri rumah komunitas skizofrenia Indonesia (KPSI), Bagus Utomo,
penanganan atau proses pemulihan pasien dengan gangguan jiwa, salah satunya
Skizofrenia di Indonesia masih buruk, dia menjelaskan proses penanganan Orang
Dengan Skizofrenia (ODS) itu panjang. Mulai dari perawatan di rumah sakit, pemberian
obat, sampai dukungan sosial, keluarga dan masyarakat.
Banyak tempat-tempat pengobatan jiwa di Indonesia masih jauh dari kemanusiaan,
banyak orang dengan skizofrenia diperlakukan dengan tidak manusiawi contohnya
dipasung, dipaksa mengemis sampai menderita penyakit kulit, kurus, sampai tidak diberi
pakaian, kebanyakan kendala adalah mahalnya akses untuk pengobatan ke rumah sakit
jiwa. Bermacam-macam terapi telah banyak untuk mengobati penyakit jiwa diantaranya
dengan terapi obat-obatan medis yang telah berhasil menghilangkan sebagian gejala
skizofrenia. Hal ini banyak dilakukan di rumah sakit-rumah sakit jiwa yang
mengutamakan obat medis sebagai pengobatannya.
Dengan demikian, perlu adanya perlakuan khusus kepada penderita SKZF termasuk
diadakannya usaha pengembalian kesadaran dari masingmasing penderita oleh terapis itu
sendiri, melalui terapi-terapi yang diterapkan, seperti psikofarmakologi. Penanganan
penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan memberikan terapi obat-obatan

1
yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala
klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama,
berbulan bahkan bertahun. Berdasarkan pemaparan diatas, maka kami akan membahas
mekanisme kerja dari psikofarmaka bagi penderita gangguan jiwa

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu gangguan jiwa?
2. Apa itu psikofarmakologi?
3. Bagaimana peran perawat dalam pemberian obat-obatan?
4. Apa saja jenis-jenis obat psikofarmaka?
5. Bagaimana mekanisme kerja obat psikofarmaka terhadap pasien?
6. Apa efek samping dari jenis-jenis obat psikofarmaka tersebut?
7. Bagaimana penalataksanaan dari efek samping yang disebabkan obat-obat
psikofarmaka?
8. Apa saja prinsip dari pengobatan?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui definisi dari gangguan jiwa
2. Mahasiswa mengetahui definisi dari psikofarmakologi
3. Mahasiswa mengetahui peran perawat dalam pemberian obat
4. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis obat psikofarmaka
5. Mahasiswa mengetahui mekanisme kerja dari obat psikofarmaka
6. Mahasiswa mengetahui efek samping obat-obatan psikofarmaka
7. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari efek samping obat-obatan
psikofarmaka
8. Mahasiswa mengetahui prinsip dari pengobatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

Skenario

“Lala, pasien pertamaku di RSJ”

Lili, ners muda dari FKp UNRI sedang berbincang dengan keluarga pasien
kelolaannya (Lala, 28 tahun) yang berkunjung ke ruang Indragiri RSJ Tampan. Keluarga
mengatakan sejak usia sekitar 19 tahun, Lala mengalami masalah kejiwaan. Lala adalah anak
pertama yang lahir melalui operasi sectio caesaria dan premature. Lala cukup lemah secara
akademik sehingga pernah tinggal kelas saat SD, sering mendapat ejekan, merasa minder,
dan terakhir mengalami kegagalan saat UTBK masuk PTN sesuai keinginannya. Akibatnya
Lala mengalami masalah kejiwaan dan dokter puskesmas memberinya Amitriptyline 3 x 75
mg. Lala berhasil melewati masa sulitnya dan masuk kuliah di sebuah perguruan tinggi
swasta.

Lala kembali mengalami banyak stressor ditahun kedua perkuliahannya sehingga


gejala msalah kejiwaannya muncul kembali. Sejak itu Lala beberapa kali di RSJ dan
mendapatkan obat-obat seperti Amitriptyline, chlorpromazine, haloperidol, dan stelazine.
Keluarga Lala menyatakan selalu memotivasi Lala untuk minum obat secara teratur, namun
kadang-kadang Lala menolak minum obat dengan alasan bosan, minum obat membuatnya
mengantuk, dan badan terasa kaku dan tegang.

Saat ini kondisi Lala cukup memprihatinkan, Lala masih sering murung, afek
datar/tumpul, berjalan dan gerakan psikomotor lambat, serta jari jemarinya tremor. Lala
mengalami gangguan estrapiramidal dan hipotensi ortostatik sebagai efek samping obat yang
dikonsumsinya selama ini. Lili dan perawat penanggung jawab Lala menyusun sejumlah
rencana tindakan untuk mengatasi kondisi Lala.

3
2.1 STEP I (TERMINOLOGI)

NO KATA SULIT JAWABAN


1. Sectio caesaria Operasi pembedahan pada perut dan rahim dan salah satu
jenis persalinan saat persalinan normal tidak dapat dilakukan
2. Premature Persalinan kurang bulan yaitu kelahiran dibawah 30 minggu
dan kurang berat dari 200 gram
3. Minder Perasaan kurang dari orang lain
4. Amitriptyline Obat anti depresan trisilik untuk kejiwaan pada suasana hati
atau kejiwaan dan membantu keseimbangan pada otak dan
mampu untuk mengurangi gejala depresan
5. Kejiwaan Pola perilaku yang menimbulkan distres pada perilaku
manusia
6. Stressor Faktor yang memicu respon stress seperti faktor fisik,
lingkungan, kerja dan sosialisasi lingkungan dan ketidak
mampuan diri terhadap mencegah kerusakan fisik ataupun
sikis nya
7. Chlorpromazine Obat yang digunakan untuk menangani penderita skofernia
8. Haloperidol Sebuah obat antipsikotik yang digunakan untuk menangani
penyakit skizofrenia, sindrom Tourette, mania dalam
penyakit bipolar, mual dan muntah, delirium, psikosis akut,
dan halusinasi selama proses penanggulangan kecanduan
minum alkohol
9. stelazine Obat untuk mengatasi gangguan mental seperti gangguan
kecemasan dan skizofrenia. Obat ini merupakan obat keras
yang harus menggunakan resep dokter. Stelazine tablet
mengandung zat aktif trifluoperazin. Dapat mengontrol
perilaku yang sangat terganggu, gelisah atau kekerasan
tetapi juga dapat digunakan untuk kecemasan nonpsikotik
10. Tremor G meter keadaan dimana erjadi pada tangan, kaki, kepala,
pita suara yang disebabkan cemas, efek samping obat
11. sikomotor Ranah yg dilakukan untuk menilai skill seseorang
12. Afek datar/tumpul Afek datar adalah keadaan tanpa ekspresi dan tatapan
kosong, afek tumpul adalah ekspresi perasaan yang sangat
kutrang
13. Hipotensi Gangguan ini terjadi antisikotik dan diliat dengan gerakan
ortostatik tidak menentu oleh pasiaen
Estrapiramidal Gangguan ekstramidal di otak dan melakukan gerakan yang
tidak disadari diotak
14. Hipotensi Diakibatkan tekanan darah menurun dan penderita sulit
ortostatik untuk beranjak dari tempat tidur, biasanya Kondisi tekanan
darah rendah dan pusing berkunang-kunang
15. Efek samping Kondisi yang muncul dari obat yang tidak diinginkan seperti
obat mual, muntah gatal, nyeri otot dan dapat menambah parah
penyakit yang diderita pasien.

4
2.2 STEP II (IDENTIFIKASI MASALAH)
1. Apakah usia berpengaruh dengan masalah kejiwaan?
2. Apakah ada hubungan prematur dengan kejiwaan?
3. Apakah ada hubungan dengan keadaan saat ini dengan riwayat kelahiran nya
terdahulu?
4. Pada pemberian obat apakah ada efek samping dan diminum rutin atau tidak?
5. Apa saja faktor yang menyebabkan orang mengalami gangguan kejiwaan?
6. Bagaimana cara lala mengatasi kejiwaan selain mengosumsi obat?
7. Apa saja tanda gejala yang dialami pada penyakit lala?
8. Apa yang menyebabkan lala mengalami stresor ditahun keduanya kembali?
9. Apakah seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan dapat sembuh totalatau akan
kambuh kembali?
10. Apakah ada terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah
kejiwaan nya?
11. Mengapa obat kejiwaan menyebabkan ngantuk, perasaan tegang?
12. Ada efek samping dari tidak teratur minum obat?
13. Apakah efek samping dalam skenario akan dirasakan oleh semua org yang
mengonsumsi obat atau tidak?
14. Kenapa masalah kejiwaan menggangu masalah psikomotor?
15. Apakah ada efek samping lain dan apakah ada jangka panjang bagi pekonsumsi obat
bagi orang lain?
16. Apa rencana yang dilakukan perawat untuk kondisi lala?
17. Apa saja yang dipertimbangkan perawat sebelum membuat rencana tindak lanjut
oleh perawat?

2.3 STEP III (ANALISA MASALAH)


1. Hubungan usia dengan masalah kejiwaan dan semua akan melewati tugas
perkembangannya sesuai usia dan ini tergantung pada koping individunya dan jika
tidak melewati akan mengalami masalah pada kejiwaannya
2. Jadi karena perkembangan otaknya belum sempurna dan jika tidak ditangani secara
sempurna akan dapat mengalami masalah gangguan jiwa
3. Perkembangannya belum sempurna dan menyebabkan seseorang riskan dalam
perkembangannya dalam diri termasuk otak

5
4. Jadi obat harus diminum secara teratur agar tidak kambuh kembali, jika
menghentikan secara tiba-tiba obat akan menyebabkan gangguan henti obat yang
dapat berdampak tremor pusing, mual dan jika berat dapat lebab, nyeri dada
5. Faktor biologis seperti genetik, cedera, psikis: trauma, diletelantarkan. Faktor
lingkungan: perceraian, pergantian lingkungan dan kekerasan
6. Cara lala mengatasi dengan diberikan motivasi dan dukungan oleh keluarganya
7. Tanda dan gejala tergantung pada yang dialami biasanya ada perasaan takut yang
berlebihan, cemas berlebihan, gangguan pernapasan, gangguan tidur, marah, emosi
tidak stabil, sampai kadang menyakiti diri atau orang lain
8. Faktor pencetus kembali yaitu dengan lingkungan, tugas kuliah yang belum
beraturan dan diperkuliahannya tidak dapat bersosialisasi pada lingkungnanya
9. Tidak bisa, jika mengalami stresor kembali akan menyebabkan masalahnya kambuh
kembali
10. Terapi psikososial : metode individual, kelompok dan terapi orietasi pada keluarga
dan pada perilaku
Terapi suportif : kita mengali potensi yang ada pada pasien kita
11. Obat kejiwaan itu tergolong obat keras yang bekerja oleh pada saraf pusat dan akan
menyebabkan masalah gangguan tubuh yang berkaitan dengan saraf pusat
12. Ketidakteraturan minum obat jika dilakukan secara terus menerus akan membuat
penyakit bertambah parah dan menyebabkan kematian
13. Tergantung dosis dan orangnya bisa daya tahan tubuhnya
14. Karena tidak dapat mengembangkan di bidang psikomotorik dan mengembangkan
bakatnya dan karna kejiwaan berhubungan dengan saraf akan menggangun semua
masalah dalam tubuhnya
15. Efek sampiing obbat tergantung pada individunya dan efek samping akan berbeda
setiap orang dan efek samping pendeknya sampai obatnya habis dalam tubuh jika
jangka panjang akan dilakukan konssultasi lagi
16. Penanganan yang dilakukan yaitu dengan pemberian obat dan dilakuakan non
farmakologis yaitu terapi
17. Tergantung gejala yang ditimbulkan untuk dilakukan tindakan dandilihat sumber
stresssornya

6
2.4 STEP IV (SKEMA)

2.5 STEP V (L.O)


1. Definisi Gangguan Jiwa
2. Definisi Psikofarmakologi
3. Peran Perawat dalam Pemberian obat
4. Jenis-Jenis Obat Gangguan Jiwa
5. Mekanisme Kerja Obat Gangguan Jiwa
6. Efek Samping Obat Gangguan Jiwa

7
7. Penatalaksanaan Efek Samping
8. Prinsip Pengobatan

2.6 STEP VI (MANDIRI)

2.7 STEP VII


2.7.1 Definisi Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang
ditunjukkan pada individu yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas
kehidupan dan disfungsi. Hal tersebut mencerminkan disfungsi psikologis,
bukan sebagai akibat dari penyimpangan sosial maupun konflik dengan
masyarakat (Stuart, 2013).
Gangguan jiwa merupakan pola perilaku, sindrom yang secara klinis
bermakna berhubungan dengan penderitaan, distress dan menimbulkan
hendaya pada lebih atau satu fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011).
Gangguan pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada
individu berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya gejala menyakitkan,
ketunadayaan dalam hambatan arah fungsi lebih penting dengan peningkatan
resiko kematian, penderitaan, nyeri, kehilangan kebebasan yang penting dan
ketunadayaan (O’Brien, 2013).
Gangguan jiwa adalah bentuk dari manifestasi penyimpangan perilaku
akibat distorsi emosi sehingga ditemukan tingkah laku dalam ketidakwajaran.
Hal tersebut dapat terjadi karena semua fungsi kejiwaan menurun (Nasir,
Abdul & Muhith, 2011).
2.7.2 Definisi Psikofarmakologi
Psikofarmakologi adalah studi tentang obat-obatan yang mengubah
aktivitas-aktivitas yang dikontrol oleh sistem saraf. (Sunbreg, 2007)
Psikofarmakologi adalah standar pengobatan yang digunakan untuk
penyakit yang patofisiologinya berkaitan dengan masalah neurobiologis
(Taylor, 2016).
Obat psikotropik (psikofarmaka) adalah obat yang bekerja secara
selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunai efek utama terhadap
aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan
pada gangguan psikiatrik (pshychotherapeutik medication). Penggunaan klinis

8
obat psikotropik ditujukan untuk meredam (suppression) gejala sasaran
tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran
tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran
yang ingin di tanggulangi misalnya, antipsikotik, antidepresi, antimania,
antianxietas, antiinsomnia, antipanik, anti obsesif kompulsif (Nurhalimah,
2016).
Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat
psikoaktif atau obat psikoteraputik. Penggolongan obat ini didasarkan atas
adanya kesamaan efek obat terhadap penurunan atau berkurangnya gejala.
Kesamaan dalam susunan kimiawi obat dan kesamaan dalam mekanisme kerja
obat.

2.7.3 Peran Perawat dalam Pemberian obat


1. Pengkajian
Pengkajian secara komprehensif akan memberikan gambaran yang
sesungguhnya tentang kondisi dan masalah yang dihadapi klien, sehingga
dapat segera menentukan langkah kolaboratif dalam pemberian
psikofarmaka.
2. Koordinasi terapi modalitas.
Koordinator merupakan salah satu peran seorang perawat. Perawat
harus mampu mengkoordinasikan berbagai terapi modalitas dan progam
terapi agar klien memahami manfaat terapi dan memastikan bahwa
program terapi dapat diterima oleh klien.
3. Pemberian terapi psikofarmakologik.
Perawat memiliki peran yang sangat besar untuk memastikan bahwa
program terapi psikofarmaka diberikan secara benar. Benar klien, benar
obat, benar dosis, benar cara pemberian, dan benar waktu
4. Pemantauan efek obat.
Perawat harus harus memantau dengan ketat setiap efek obat yang
diberikan kepada klien, baik manfaat obat maupun efek samping yang
dialami oleh klien.

9
5. Pendidik klien.
Sebagai seorang edukator atau pendidik perawat harus memberikan
pendidikan pendidikan kesehatan bagi klien dan keluaarga sehingga klien
dan keluarga memahami dan mau berpartisipasi aktif didalam
melaksanakan program terapi yang telah ditetapkan untuk diri klien
tersebut.
6. Program rumatan obat.
Bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan kesehatan pada klien
mengenai pentingnya keberlanjutan pengobatan pasca dirawat.
7. Peran serta dalam penelitian klinik interdisiplin terhadap uji coba obat.
Perawat berperan serta secara aktif sebagai bagian dari tim penelitan
pengobatan klien

2.7.4 Jenis-Jenis Obat Gangguan Jiwa


1. Obat anti–psikosis (sinonim : neuroleptics, major transqualizer, ataractics,
antipsychotics, antipsychotic drugs, neuroleptics)
Merupakan antagonis dopamine yang bekerja menghambat reseptor
dopamine.
a. Indikasi
Indikasi penggunaan obat ini adalah syndrome psikosis yang ditandai
dengan adanya hendaya berat dalam kemampuan daya menilai
realitas, fungsi mental, dan fungsi kehidupan sehari-hari.
1) Sindrom psikosis dapat terjadi pada sindrom psikosis fungsional
seperti skozofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif dan
psikosis reaktif singkat.
2) Sindrom psikosis organik seperti, sindrom delirium, dementia,
intoksikasi alkohol, dan lain-lain
b. Kontraindikasi:
1) Penyakit jantung
2) Penyakit hati
3) Penyakit miokard
4) Riwayat Parkinson

10
c. Sediaan:
1) Chlorpromazine, berbentuk tablet dan suntik, harus dengan resep,
digunakan oleh dewasa dan anak ≥ 6 bulan.

2) Perphenazine, berbentuk tablet dan infus, kategori obat keras,


digunakan oleh dewasa dan lansia.

3) Fluphenazine, berbentuk suntik, harus dengan resep, digunakan


oleh dewasa.

4) Haloperidol, berbentuk tablet, tetes mulut, suntik, harus dengan


resep, digunakan oleh dewasa dan anak ≥ 3 tahun.

11
5) Fluphenazine decanoate.

6) Levomepromazine, berbentuk tablet dan injeksi, harus dengan


resep, digunakan oleh dewasa dan anak – anak.

7) Trifluoperazine, berbentuk tablet dan suspensi, harus dengan


resep, digunakan oleh dewasa.

8) Sulpiride, berbentuk tablet dan infus, harus dengan resep,


digunakan oleh dewasa dan anak – anak.

12
9) Pimozide, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan oleh
anak – anak dan dewasa.

2. Obat anti–depresi
a. Indikasi
Indikasi klinik primer penggunaan obat-obat anti-depresi adalah
sindrom depresi yang dapat terjadi pada:
1) Sindrom depresi panik, gangguan afektif bipolar dan unipolar.
Gangguan distimik dan gangguan siklotimik.
2) Sindrom depresi organik seperti hypothyroid induced depression,
brain injury depression dan reserpine.
3) Sindrom depresi situasional seperti gangguan penyesuaian
dengan depresi, grief reaction, dll; dan sindrom depresi penyerta
seperti gangguan jiwa dengan depresi (gangguan obsesi
kompulsi, gangguan panik, dimensia), gangguan fisik dengan
depresi (stroke, MCI, kanker, dan lain-lain).
b. Kontra-Indikasi
1) Infark miokardial yang baru
2) Aritmia
3) Mania
4) Penyakit hati berat
c. Sediaan
1) Amitriptyline, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan
oleh dewasa dan anak ≥ 12 tahun.

13
2) Amoxapine, berbentuk tablet oral, harus dengan resep, digunakan
oleh dewasa.

3) Amineptine, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan


oleh dewasa.

4) Clomipramine, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan


oleh dewasa dan anak – anak

3. Obat anti–mania
a. Indikasi
Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom mania ditandai
adanya keadaan afek yang meningkat hampir setiap hari selama
paling sedikit satu minggu. Keadaan tersebut disertai paling sedikit 4
gejala berikut: peningkatan aktivitas, lebih banyak berbicara dari
lazimnya, lompat gagasan, rasa harga diri yang melambung,
berkurangnya kebutuhan tidur, mudah teralih perhatian, keterlibatan
berlebih dalam aktivitas.

14
b. Sediaan
1) Litium carbonate, berbentuk tablet, harus dengan resep,
digunakan oleh dewasa dan anak – anak.

2) Haloperidol.

3) Carbamazepine, berbentuk tablet dan kaplet, harus dengan resep,


digunakan oleh dewasa dan anak – anak.

4. Obat anti–ansietas
a. Indikasi
Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom ansietas seperti :
1) Sindrom ansietas psikis seperti gangguan ansietas umum,
gangguan panik, gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif,
gangguan stress paska trauma
2) Sindrom ansietas organik seperti hyperthyroid,
pheochromosytosis, dll; sindrom ansietas situasional seperti
gangguan penyesuaian dengan ansietas dan gangguan cemas
perpisahan
3) Sindrom ansietas penyerta seperti gangguan jiwa dengan ansietas
(skizofrenia, gangguan paranoid, dll),

15
4) Penyakit fisik dengan ansietas seperti pada klien stroke, Myocard
Cardio Infac (MCI) dan kanker dll
b. Kontra-Indikasi
1) Hipersensitivitas diazepam dan benzodiazepine
2) Riwayat myasthenia gravis
3) Riwayat penyakit ginjal
4) Riwayat penyakit hepar
5) Penurunan fungsi CNS
6) Respiratory depression
7) Glaucoma akut
8) Pasien koma
c. Sediaan
1) Diazepam, berbentuk tablet, sirup, suntik, suppositoria, harus
dengan resep, digunakan oleh dewasa dan anak-anak.

2) Chlordiazepoxide, berbentuk kapsul dan tablet, harus dengan


resep, digunakan oleh dewasa.

3) Lorazepam, berbentuk tablet dan suntik, harus dengan resep,


digunakan oleh dewasa dan anak ≥ 5 tahun.

16
5. Obat anti–insomnia
a. Indikasi
Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom insomnia yang
dapat terjadi pada:
1) Sindrom insomnia psikik seperti gangguan afektif bipolar dan
unipolar (episode mania atau depresi, gangguan ansietas (panic,
fobia); sindrom insomnia organic seperti hyperthyroidism, putus
obat penekan SSP (benzodiazepine, phenobarbital, narkotika), zat
perangsang SSP (caffeine, ephedrine, amphetamine)
2) Sindrom insomnia situasional seperti gangguan penyesuaian
dengan ansietas/depresi, sleep, wake schedule (jet lag, workshift),
stres psikososial
3) Sindrom insomnia penyerta seperti gangguan fisik dengan
insomnia (pain producing illness, paroxysmal nocturnal dyspnea)
4) Gangguan jiwa dengan insomnia (skizofrenia, gangguan
paranoid).
b. Sediaan
1) Nitrazepam, berbentuk tablet salut selaput, harus dengan resep,
digunakan oleh dewasa dan anak – anak.

2) Triazolam, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan oleh


dewasa dan lansia.

17
3) Estazolam, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan oleh
dewasa.

6. Obat anti–obsesif kompulsif


a. Sediaan :
1) Fluvoxamine, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan
oleh dewasa.

2) Sertaline, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan oleh


dewasa.

3) Fluoxetine, berbentuk kapsul, harus dengan resep, digunakan


oleg dewasa dan anak ≥ 7 tahun.

7. Obat anti–panik
a. Indikasi
Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom panik. Diagnostik
sindrom panik dapat ditegakkan paling sedikit satu bulan individu
mengalami beberapa kali serangan ansietas berat, gejala tersebut
18
dapat terjadi dengan atau tanpa agoraphobia. Panik merupakan gejala
yang merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas sehari-hari (phobic avoidance)
b. Sediaan
1) Imipramine, berbentuk tablet, sirup, kaplet, infus, drop,
suppositoria, harus dengan resep, digunakan oleh anak – anak,
dewasa dan lansia.

2) Alprazolam, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan


oleh dewasa.

3) Moclovemide, berbentuk tablet, harus dengan resep, digunakan


oleh dewasa.

8. Perbedaan Obat Anti Ansietas dan Anti Panik


Perbedaan Obat Anti Ansietas dan Anti Panik yaitu pada dosisnya. Orang
dengan penyakit ansietas berkaitan dengan stres yang dia alami.
Sedangkan serangan panik itu bisa muncul kapan saja dan gejalanya lebih
berat. Obat anti ansietas bisa digunakan untuk mengurangi gejala-gejala
yang berkaitan dengan gangguan panik. Dokter bisa meresepkan satu jenis

19
obat, lalu menggantinya, atau memberikan kombinasi obat untuk
meningkatkan efektivitas obat.

2.7.5 Mekanisme Kerja Obat Gangguan Jiwa


1. Absorbsi : masuk ke dalam pembuluh darah
2. Distribusi : dipindahkan ke jaringan tubuh
3. Metabolisme : proses bagaimana obat berubah (biasanya dibantu oleh
hati) menjadi bagian aktif atau non aktif
4. Eliminasi : obat dikeluarkan dari tubuh dalam waktu yang spesifik
Mekanisme obat psikofarmaka secara umum diuraikan sebagai berikut :
1. Semua obat psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk ke dalam CCS
(cairan serebro spiral) dimana obat melakukan kegiatannya secara
langsung terhadap saraf-saraf otak.
2. Mekanisme kerja psikofarmaka berhubungan erat dengan kadar
neurotransmitter di otak atau antar keseimbangannya. Neurotransmitter
adalah zat yang menyebabkan penerusan impuls (rangsangan listrik) dari
suatu neuron (axon) melalui sinaps ke neuron yang lain (dendrite atau
saraf past-simpatik)

2.7.6 Efek Samping Obat Gangguan Jiwa

Jenis Obat Nama Generik (US) Efek Samping


Antipsikotik Konvensional Chlorpromazine; Mengantuk; hipotensi;
Perphenazine; Fluphenazine; gejala extrapyramidal
Thoridazine; Trifluoperazine;
Thiothixene; Haloperidol; (EPS)—distonia; pseudopar-
Loxapine; Molindone kinsonisme; gerakan motorik
tidak disengaja; gelisah; mulut
kering; penglihatan kabur;
kenaikan berat badan;
fotosensitivitas; disfungsi
seksual.
Atipikal Antipsikotik Clozapine; Risperidone; Insomnia, kecemasan, agitasi,
Olanzapine; Ziprasidone; sakit kepala, hipotensi
Paliperidone; Iloperidone; orthostatic, mual, muntah,
Asenapine sembelit, mengantuk, dan obat
penganut.

Efek samping ekstrapirida


dapat terjadi, tetapi kurang

20
sering dan intens daripada
dengan
psikotik.
Dopamine System Aripiprazole Sakit kepala, kecemasan, mual
Stabilizer
Antikonvulsan Carabamazepine; Pusing, hipotensi,
ataxia, sedasi, kabur
penglihatan, leukopenia, ruam.
Divalproex; Ataxia, mengantuk, lemah-
kelelahan, perubahan
menstruasi, dispepsia, nau-
laut, muntah, kenaikan berat
badan, rambut rontok.

21
Gabapetin; Pusing, hipotensi,
ataxia, obat-obatakan, sakit
kepala, kelelahan, nystagmus,
nau-
laut, muntah.
Lamotrigine; Pusing, hipotensi, ataxia,
sedasi, kepala sakit,
kelemahan, kelelahan,
perubahan menstruasi, sakit
tenggorokan, gejala seperti flu,
gangguan visual, mual,
muntah, ruam.
Topiramate; Pusing, hipotensi, kecemasan,
ataxia, inkoordinasi,
kebingungan, sedasi,
pidato yang bubur, getaran,
kelemahan, gangguan visual,
mual, muntah.
Oxcarbazepine Ataxia, sedasi, pusing,
kelelahan, kebingungan,
demam, sakit kepala, tremor,
gangguan visual, mual,
muntah, ruam, hiponatremia.
Benzodiazepine Alprazolam; Clordiazepoxide; Pusing, kikuk,
Clonazepam; Chlorazepate; obat-obat, sakit kepala,
Diazepam; Lorazepam; kelelahan,
Oxazepam; Benzidiazepines; disfungsi seksual, kabur
Temazepam; Triazolam; penglihatan, tenggorokan
kering dan mulut,
sembelit.
Nonbenzodiazepine Buspirane Pusing, gelisah, agita-
tion, mengantuk, sakit kepala,
kelemahan, mual, muntah,
kegembiraan paradoks atau
suka cita.

2.7.7 Penatalaksanaan Efek Samping


1. Sedasi
a. Anjurkan pasien untuk istirahat
b. Jangan melakukan aktivitas yang membutuhkan refleks dan tindakan
cepat seperti mengendarai motor atau mobil.
c. Pilih dosis obat terjadawal pada malam hari atau sebelum tidur jika
memungkinkan
d. Kolaborasi dengan dokter untuk menurunkan dosis obat dan minum
obat yang kurang mengandung sedatika jika memungkinkan

22
2. Mulut Kering
Anjurkan pasien untuk melakukan perawatan mulut dan minum air
sedikit tapi sering (±2 liter sehari).
3. Hipotensi Ortostatik
Monitor tekanan darah (duduk dan berbaring), anjurkan pasien untuk
bangkit dari posisi duduk dan berbaring secara perlahan, dan jangan
lakukan ambulasi sampai pusing mereda.
4. Konstipasi.
Memberikan makanan tinggi serat, tingkatkan latihan fisik, dan
tingkatkan intake cairan.
5. Takikardi
Monitor tekanan darah dengan cermat dan teratur. Catat frekuensi dan
irama denyut nadi, serta sampaikan pada dokter bila terjadi perubahan.
6. Diare
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti diare, anjurkan
pasien banyak minum, dan anjurkan pasien konsumsi larutan gula-garam.
7. Sindrom Serotonergik
Jangan menghentikan obat antidepresan secara tiba-tiba tanpa
persetujuan dokter dan perlu untuk mengurangi dosis secara perlahan
untuk menghentikannya dengan aman.
8. Sakit kepala-pusing
Gunakan obat OTC yang disetujui oleh dokter dan laporkan ke dokter
jika sakit berlanjut.
9. Mual-Muntah
Anjurkan pasien untuk minum dan anjurkan pasien untuk makan dalam
porsi sedikit namun sering, dan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat mual.

2.7.8 Prinsip Pengobatan


1. Persiapan
a. Melihat order pemberian obat dilembaran obat (di status)
b. Kaji setiap obat yang diberikan termasuk tujuan, cara kerja obat,
dosis, efek samping dan cara pemberian
c. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat

23
d. Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
2. Lakukan minimal prinsip lima benar dalam pemberian obat
a. Benar pasien
b. Benar obat
c. Benar dosis
d. Benar waktu
e. Benar cara pemberian
3. Laksanakan program pemberian obat
a. Gunakan pendekatan tertentu
b. Pastikan obat telah diminum
c. Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat, sebagai
aspek legal
4. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui program rujukan
5. Turut serta dalam penelitian tentang obat-obatan psikofarmako
6. Menyesuaikan dengan terapi non farmakologik

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Psikofarmakologi adalah studi tentang obat-obatan yang mengubah aktivitas-aktivitas
yang dikontrol oleh sistem saraf. Sedangkan Gangguan jiwa merupakan psikologik atau
pola perilaku yang ditunjukkan pada individu yang menyebabkan distress, menurunkan
kualitas kehidupan dan disfungsi.
Untuk mengatasi gangguan jiwa di butuhkan beberapa jenis obat yaitu : obat anti-
psikosis, obat anti-depresi, obat anti-mania, obat anti-ansietas, obat anti-insomnia, obat
anti-obsesif kompulsif, dan obat anti-panik. Mekanisme kerja obat gangguan jiwa yaitu :
absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi.sedangkan untuk indikasi dan kontra
indikasi obat gangguan jiwa berbeda setiap jenisnya.begitu juga dengan efek samping
obat yang berbeda dari setiap obat.
Dengan efek samping yang beragam, penanganan dari efek samping juga di lakukan
sesuai dengan efek samping yang di alami seperti ketika mengalami efek samping berupa
konstipasi cara mengatasi nya yaitu dengan memberikan makanan tinggi serat,
tingkatkan latihan fisik, dan tingkatkan intake cairan.
Saat pemberian obat perlu di perhatikan prinsip-prinsip dalam pemberian obat, peran
perawat dalam pemberian obat yaitu: Pengkajian, koordinasi terapi modalitas, Pemberian
terapi psikofarmakologik, pemantauan efek obat, pendidikan klien, program rumatan
obat dan berperan dalam penelitian klinik.

3.2 Saran
Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya dalam
pemberian obat psikofarmaka

25
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A., Wiyono & Susanti. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC

Mozani, A, Raymon, L.P, (2013). Buku Ajar Interaksi Obat. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran

Nasir, Abd., Abdul Muhith., Ideputri. (2011). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :
Mulia Medika

Nurhalimah. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

O’Brien, G. P., Kennedy, Z. W., Ballard, A. K. (2013). Keperawatan Kesehatan Jiwa


Psikiatrik. Jakarta : EGC.

Schultz, J.M & Sheila L.V. (2013). Lippicott's Manual of Psychiatric Nursing Care Plans.
China: Wolters Kluwer Health

Stuard, G.W (2009) Principles and pratice of psychiatric Nursing. 8th edition. Missouri
mosby

Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Sunbreg, Norman D., dkk. (2007). Psikologi Klinis Edisi Keempat. Yogyakarta : Pustaka
Belajar

Taylor, D. L. (2016). Psikofarmakologi. Dalam G. W. Stuart (Eds.). Prinsip dan Praktik


Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore : Elsevier.

26

Anda mungkin juga menyukai