Anda di halaman 1dari 41

PENDEKATAN ANALISIS TRANSAKSIONAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik dan


Model BK
Dosen: Ibu Elina Raharisti, S.Psi., M.A.

Oleh:

Durrotun Mar Atus S (131221069)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
SURAKARTA

1
2015
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
Eric Berne (1910-1970)
Pada tahun 1910, Eric Berne lahir dengan nama Eric
Lennard Bernstein di Montreal, Kanada, dan tumbuh di wilayah
miskin kaum Yahudi di kota itu. Ayahnya pernah menjadi seorang
dokter umum berdedikasi yang sering membawa berne kemana-
mana. Ibunya Sara, adalah seorang penulis dan seorang editor
professional. Setelah ayah Berne meninggal pada tahun 1921,
ibunyalah yang bernama sarah yang mendukung berne dan
saudara perempuannya dengan cara menulis. Berne
mendedikasikan buku pertama yang ia tulis untuk ibunya yang
mungkin sangat berpengaruh dalam mengembangkan minat
dan keterampilan menulisnya.
Minat berne pada kedokteran tumbuh dari contoh ayahnya.
James (1977) menganggap bahwa si Bocah Kecil dalam diri berne
trauma dengan kematian ayahnya. Jelas bahwa ayahnya
memiliki pengaruh yang kuat pada Bern, yang tujuannya selalu
menyembuhkan pasien.
Pengaruh ini terefleksi dalam buku berbahasa Latin yang
berdedikasi, yaitu buku seminal Berne Transactional Analysis in
Psychotherapy (1961), yang terjemahannya adalah In Memory
of My Father David, Doctor of Medicine, Master of Surgery, and
Doctor to the Poor.
Berne belajar bahasa Inggris, psikologi, dan pra-kedokteran
di Mc Gill University di Montreal dan menerima BA-nya pada
1931. Pada tahun 1935 ia menerima MD (Medical Doctor)-nya
dan gelar Master of Surgery dari institusi yang sama. Berne

2
kemudian pergi ke Amerika Serikat, tempat ia menjadi warga
negara Amerika Serikat. Setelah ia magang di Eaglewood
Hospital di New Jersey, ia menjadi seorang psychiatric resident di
Yale University School of Medicine.
Bereaksi terhadap anti-semitisme di masa itu, ia mengubah
namanya menjadi Berne dan memulai praktik psikiatrik swasta di
Nowwalk, Conecticut. Ia juga menjalin pernikahan pertama dari
tiga pernikahan yang masing-masing diakhiri dengan perceraian.
Berne menjadi Clinical Assistant di Mt Zion Hospital di New York.
Dan pada tahun 1941, Berne memulai pelatihan di New York
Psychoanalytic Institute, yang dianalisis oleh Paul Federn,
mantan teman sejawat Freud.
Pada 1943 Berne masuk ke Army Medical Corps sebagai
psikiater dan selama masa perang itulah ia mulai menangani
kelompok. Selesai melaksanakan wajib militernya pada 1946 ia
pindah ke Carmel, California, dan menyelesaikan The Mind in
Action, yang telah direvisi secara ekstensif, dan sekarang
dipublikasikan dengan judul A Laymans Guide to Psychiatry and
Psychoanalysis. Ia juga memulai lagi pendidikan psikoanalitiknya
di San Fransisco Psychoanalytic Institute dan menjalani analisis
pelatihan bersama Erik Erikson. Pada 1950 ia mengambil posisi di
Mt Zion Hospital, San Fransisco, dan memulai lagi praktik
swastanya. Selama sisa hidupnya ia bekerja di San Fransisco dan
di Carmel, yang berjarak 125 mil.
Sejak hari-harinya di angkatan bersenjata, Berne
mengembangkan minat penelitian di bidang intuisi dan
mengembangkan konsep ego image, yaitu gambaran intuitif
seorang terapis tentang seseorang yang dalam beberapa hal
mendeskripsikan egonya. Ego image banyak didasarkan pada
observasi dan mendengarkan apa yang dikatakan para pasien

3
tentang dirinya. Selama periode 1954 sampai 1958 Berne
mengembangkan ide-idenya tentang diagnosis ego states atau
analisis struktural; analisis transaksi individual; analisis
serangkaian transaksi dengan konten terbuka maupun tertutup,
atau disebut game analysis (analisis permainan); dan pandangan
longitudinal analisis seluruh kehidupan seorang pasien yang
memungkinkan untuk meramalkan kemungkinan masa depannya
yang sekarang disebut script analysis (analisis skrip). Pada
september 1945 Berne memulai kelompok analisis transaksional
pertamanya. Ide-idenya dikembangkan lebih jauh dalam
serangkaian seminar reguler di Carmel yang pada 1958
digantikan oleh San Fransisco Sosial Psycchiatry Seminars, yang
kelak disebut Eric Berne Seminars.
Berne bergeser jauh dari aliran psikoanalisis ortodoks, dan
pada 1956, lamarannya untuk menjadi anggota Psychoanalytic
Institute of San Fransisco ditolak untuk ketiga kalinya. Tentang
kejadian ini ia berkomentar: ... setelah lima belas tahun gerakan
psikoanalitik dan penulisnya secara resmi berpisah, (dengan cara
yang paling bersahabat)... (1961: 13).
Beberapa tahun kemudian, Psychoanalitic Institute
menawarinya keanggotaan, ia menolak dengan mengucapkan
terima kasih. Berne semakin merasa bahwa terapis yang efektif
harus lebih aktif dibanding yang diizinkan dalam psikoanalisis
ortodoks dan harus berpraktik secara transaksional dan bukan
dari bagian kepala bangku panjang.
Pada November 1957, Western Regional Meeting of The
American Group Psychotherapy Association di Los Angeles, Berne
mempresentasikan sebuah makalah yang berjudul Transactional
analysis: a new dan effective method of group therapy, yang
dipublikasikan pada 1958. Selama tiga musim panas berturut-

4
turut, ia memperluas pengalamannya dengan pergi ke pasifik
selatan untuk mempelajari sosialisasi dan sakit mental di
berbagai budaya kepulauan.
Menjelang 1961 ia mengunjungi rumah sakit mental di
sekitar 30 negara yang berbeda di Eropa, Asia, Afrika, dan
Kepulauan Atlantik dan Pasifik untuk menguji ide-idenya di
berbagai macam lingkup-cakupan rasial dan kultural.
Pada 1961 pernyataan paling sistematik Berne
Transactional Analysis in Psychotherapy dipublikasikan. Pada
1963, ia memublikasikan sebuah diskusi tentang penerapan
analisis transaksional kepada kelompok dalam the structure and
dynamics of Organization and Groups. Pada 1964 ide-idenya
tentang menganalisis permainan-permainan psikologis
dipresentasikan secara publik dalam Games People Play: The
Psychology of Human Relationship, meskipun ide-ide tersebut
telah muncul tiga tahun sebelumnya dalam salah satu edisi
pribadi buku itu. Prinsip-prinsip analisis transaksional bagi para
terapis dijelaskan dalam buku tahun 1966-nya Priciples of Group
Treatment, dan ide-idenya tentang analisis skrip dikembangkan
dalam What Do You Say After You Say Hello?, yang dipublikasikan
pada 1972, dua tahun setelah kematiannya. Berne juga menulis
The Happy Valley (1968) untuk anak-anak dan sex in Human
Loving (1970) untuk non-profesional maupun profesional.
Selama 1960-an, bersama kegiatan menulis dan praktik
swastanya, berne menerima sejumlah penunjukan. Penunjukan
ini termasuk Consultant in Psychiatry to the surgeon General, US
Army; Attending Psychiatrist to the veterans Administration
Mental Hygiene Clinic; Lecturer in Group Therapy; Langley-Porter
Neuropsychiatric Clinic; Visiting Lecturer in Group Therapy,
Stanford Psychiatric Clinic dan Adjunct Psychiatrist, Mt Zion

5
Hospital, San Fransisco. Pada awal 1970 Berne dan istri
ketiganya bercerai. Ia meninggal karena serangan jantung pada
15 juli di tahun yang sama. Pekerjaan Berne dilanjutkan oleh
sejumlah teman sejawatnya yang mengikuti San Fransisco
Seminars, termasuk Claude Steiner, yang mengembangkan
analisis skrip.
Menarik untuk berspekulasi tentang skrip kehidupan Berne.
Merupakan putra dari seorang dokter dan seorang editor serta
penulis, ia menghabiskan hidupnya untuk menyembuhkan orang
dan menulis tentang menyembuhkan orang. sebagian ide dari
cita-cita profesionalnya dapat dilihat dari pengantar untuk
bukunya Principles of Group Treatment, yang ditulis bagi mereka
yang ingin menjadi real doctor (dokter sejati) sebagai lawan
para dokter nonreal atau unreal. Seorang dokter sejati
harus:
a. Sepanjang praktiknya mengutamakan pertimbangan
menyembuhkan pasiennya;
b. Merencanakan penanganan yang sedemikian rupa
sehingga disetiap fase ia tahu benar apa yang harus
dilakukan dan mengapa ia melakukannya;
c. Membedakan dengan jelas antara riset dan
eksperimentasi dengan perawatan medis dan
perawatan bedah yang baik, dimana yang pertama
selalu menjadi sekedar tambahan bagi yang kedua;
d. Memikul tanggung jawab penuh atas kesejahteraan
pasiennya (Berne, 1966: xvii)
Perkembangan analisis transaksional mempresentasikan
komitmen Berne untuk menjadi dokter sejati.
B. PERKEMBANGAN ANALISIS TRANSAKSIONAL

6
Pada 1950-an, AT ada diantara terapi-terapi masa kini yang
lebih dulu mapan. Seperti banyak pendekatan terapeutik lainnya,
AT berasal dari karya seseorang yaitu Eric Berne (1910-1970).
Awalnya, Berne mendapatkan pelatihan sebagai
psikoanalisis Freudian, dan akar AT berasal dari tradisi
psikodinamika. Mentor-mentor Berne adalah dua analis yang
mengembangkan teori mereka sendiri berdasarkan gagasan
Freud. Mereka adalah Paul Federn dan Erik Erikson. Dari
Federnlah, Berne pertama kali belajar konsep keadaan ego, yang
dikembangkannya menjadi teorinya sendiri. Erikson melihat
perkembangan manusia berupa rangkaian urutan dalam
kehidupan seseorang. Ide itu juga menjadi dasar ide Berne yang
disebut sebagai ide naskah-kehidupan (life-script).
Berne adalah seorang yang berbakat dan penulis yang
produktif. Bukunya Transactional Analysis ini Psychotherapy,
diterbitkan tahun 1961, dan hingga hari ini masih menjadi
sumber profesional yang tak tergantikan bagi gagasan teoritis AT.
Pada 1964, terbitlah buku Berne lainnya, Games People Play.
Awalnya ditujukan bagi pembaca profesional, secara tak terduga
buku itu menjadi best-seller, dan melambungkan Berne dan AT
menjadi sorotan media internasional. Sejak itu hingga
pertengahan 1970-an, AT dianggap sebagai psikologi populer.
Banyak buku dan artikel bermunculan, membahas AT dalam versi
yang terlalu disederhanakan dan bahkan terdistorsi. Diperlukan
puluhan tahun bagi AT untuk memulihkan diri dari kerugian yang
ditimbulkan citra media selama periode popularitas massa
tersebut.

Namun, selama episode popularitas massa tersebut,


aktivitas profesional AT yang serius tak pernah berhenti. Sejak
kematian Eric Berne pada 1970, para analisis transaksional terus
memperbaiki dan mengembangkan teori dan praktik AT.

7
Pendekatan tersebut banyak digunakan dalam psikoterapi dan
konseling, juga penerapan lain pada bidang yang lebih luas
seperti pelatihan pendidikan, serta manajemen dan komunikasi.
Dewasa ini terdapat asosiasi AT profesional di lebih dari 60
negara di seluruh dunia. Asosiasi AT Eropa memiliki lebih dari
4000 anggota, dan terus berkembang, dengan minat yang
semakin meningkat terutama di negara-negara Eropa Timur.
Dusay dan Dusay (1984) mengidentifikasi empat tahap
perkembangan pendekatan analisis transaksional, yaitu:
Tahap pertama (1955-1962)
Pada tahap ini, Berne mengidentifikasi ego state yang
terdiri dari orang tua (Parent), (Adult) dewasa, dan (Child) anak-
anak. Ego state ini yang memberikan perspektif dalam berpikir,
merasa, dan bertigkah laku.
Tahap kedua (1962-1966)
Tahap ini berfokus pada transaksi dan games. Analisis
transaksional dikenal sebagai pendekatan kognitif dan hanya
sedikit menyentuh aspek afektif.
Tahap ketiga (1966-1970)
Pada tahap ini perhatian Berne pada naskah hidup (life
scripts) dan analisis naskah hidup (script analysis). Naskah hidup
adalah rencana internal yang menentukan arah hidup individu.
Konselor mengarahkan konseli untuk merasakan kembali
pengalaman yang dirasakan secara emosional (emotionally re-
experience) dan menganalisis peristiwa-peristiwa penting yang
mendasari pengambilan keputusan.
Tahap keempat (1970-Sekarang)
Tahap penggabungan teknik - teknik analisis transaksional
yang baru dari pendekatan lain (Corey, 1986, p. 150).
Mengkombinasikan pendekatan analisis transaksional dengan

8
prinsip-prinsip dan teknik-teknik pendekatan gestalt dan
modifikasi perilaku (Corey, 1986, p. 152). Analisis transaksional
diintegrasikan dengan beberapa konsep. anak-anak tumbuh
dengan injungsi (injunctions) yang berbasis dari pesan-pesan
orang tua dalam membuat pengambilan keputusan awal (early
decision).

C. PANDANGAN TENTANG MANUSIA


Analisis Transaksional berakar dari filosofi anti
deterministik. Filsafat ini menempatkan kepercayaan pada
kapasitas individu untuk meningkatkan kebiasaan dan memilih
tujuan dan tingkah laku baru. Pendekatan ini melihat individu
dipengaruhi oleh ekspektasi dan tuntutan dari orang-orang yang
signifikan baginya terutama pada pengambilan keputusan pada
masa-masa dimana individu masih bergantung pada orang lain.
Manusia dianggap memiliki pilihan dan tidak tergantung
pada masa lalu. Walaupun pengalaman masa lalu yang
menentukan posisi hidup tidak bisa dihapus, individu dapat
mengubah posisinya.

D. KONSEP DASAR
Pendekatan analisis transaksional memiliki asumsi dasar
bahwa perilaku komunikasi seseorang dipengaruhi oleh ego state
yang dipilihnya, setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai
sebuah transaksi yang di dalamnya turut melibatkan ego state
serta sebagai hasil pengalaman dari masa kecil. Pendekatan ini
memfokuskan pada pengambilan keputusan di awal yang
dilakukan oleh klien dan menekankan pada kapasitas konseli
untuk membuat keputusan baru, menekankan pada aspek
kognitif, rasional dan tingkah laku dari kepribadian, dan

9
berorientasi pada meningkatkan kesadaran sehingga konseli
dapat membuat keputusan baru dan mengganti arah hidupnya.
Beberapa konsep penting dalam pendekatan analisis
transaksional yaitu: injunction dan keputusan awal (early
decision), strokes, naskah hhidup (life script), ego state, posisi
hidup, games, membuat keputusan ulang (redecision).
Injunction dan Early Decision
Injunction adalah pesan yang disampaikan kepada anak
oleh parents-internal child out dari kondisi kesakitan orang tua
seperti kecemasan, kemarahan, frustasi, dan ketidakbahagiaan.
Pesan ini menyuruh atau meminta anak untuk melakukan apa
yang harus mereka lakukan secara verbal dan tingkah laku,
namun sering kali pesan ini terbentuk melalui tingkah laku
orangtua (Corey, 1968, p. 153)
Menurut Goulding, tidak semua injunction diterima dari
pesan-pesan orangtua tapi juga melalui penemuan anak sendiri
dan misinterpretasi terhadap pesan yang diberikan oleh orangtua
dan dibawa oleh anak sampai ia dewasa. (Corey, 1986, p. 153)
Goulding dan Goulding (1978,1979) mengemukakan
injunction yang biasa terjadi dan beberapa kemungkinan
keputusan yang dibuat untuk merespon injunction tersebut,
diantaranya adalah:
Dont atau Dont do anything (jangan berbuat apa-
apa)
Injunction ini diberikan oleh orangtua yang ketakutan.
Injunction mengatakan kepada anak untuk tidak melakukan
aktivitas normal karena takut akan kecelakaan yang mungkin
terjadi. Bentuk pesan injunctionnya adalah jangan berbuat
apa-apa sebab nanti berbahaya atau lebih aman kalau kamu
tidak berbuat apa-apa. Anak yang menerima injunction ini

10
akan memercayai bahwa yang dilakukannya tidak ada yang
benar atau aman. Dan biasanya mereka mencari pertolongan
orang lain untuk melindungi dan mengambil keputusan untuk
mereka. (De Blot, 2002, p. 104; Corey, 1986, p.153)
Keputusan yang mungkin diambil:
saya tidak dapat membuat keputusan untuk diri sendiri,
jadi saya mencari orang lain yang dapat membuat keputusan
untuk saya
saya takut membuat kesalahan dalam mengambil
keputusan, saya tidak mau mengambil keputusan
(Corey,1986, p. 153)
Dont be (dont exist)
Ini adalah pesan yang paling berbahaya (lethal). Pesan ini
diberikan secara non verbal melalui cara orangtua
berkeyakinan tentang anak mereka. Pesan orangtua dapat
berupa: jangan hidup, jangan ada, dan jangan lahir.
saya berharap kamu tidak akan pernah dilahirkan, sehingga
saya tidak harus meninggalkan semua yang saya punya.
Anak yang menerima pesan ini akan menyusun naskah hidup
yang berkinginan untuk bunuh diri, minder, tidak berguna,
tidak berharga, tidak menari, sikap brutal dan tidak peduli. (De
Blot, 2002, p. 95-96; Corey, 1986, p.153)
Keputusan yang mungkin diambil:
Saya akan berusaha supaya kamu mencintai saya,
walaupun itu akan membunuh saya.
Saya akan melakukan apa yang kamu inginkan dan
berpura-pura saya tidak ada dalam keluarga ini.
Bila ini menjadi lebih buruk, saya akan bunuh diri Corey,
1986, p. 153)

11
Orangtua yang memberikan pesan ini kepada anaknya
kemungkinan disebabkan karena orangtua merasa dirugikan
atau terancam Child-nya karena ada Child lain dalam dirinya.
Pesan ini dapat disampaikan oleh ibu yang telah memiliki
banyak tetapi tiba-tiba hamil lagi. Dalam hati ia menolak
kehamilannya. Messkipun secara rasional dengan ego state
dewasanya ia menerima anak yang dikandung, namun oleh
ego state anaknya ia menolak anaknya: jangan lahir,
sekarang aku mau istirahat. Walaupun ibu tersebut
memelihara anaknya dengan baik, namun secara halus ia
menyampaikan pesan: kok kamu sampai lahir. Anak sangat
peka terhadap pesan sehingga walaupun orangtua tidak
menyampaikan secara verbal, anak dapat menangkap pesan
jangan hidup ini. (De Blot, 2002, p. 96-97).
Dont be close (jangan dekat)
Pesan ini diberikan oleh orangtua yang tidak bisa dekat
secara fisik atau yang menjauhkan anaknya sehingga anak
kurang mendapatkan kemesraan fisik dari orang tua. Pesan ini
berkaitan dengan injunction dont trust dan dont love
(Corey, 1986, p. 154). Pesan injunction ini sering diteruskan ke
generasi selanjutnya sehingga menjadi budaya. Sebagian
besar budaya timur menabukan ekspresi kemesraan di depan
umum atau membicarakan isi hatinya. Pada budaya tertentu,
laki-laki dilarang untuk menunjukkan perasaan sedih di depan
umum (boys dont cry) (De Blot, 2002, p. 108)
Anak yang kurang mendapat kemesraan dari orangtua
akan menjauhkan diri dari orangtuanya dan orang lain. Hal ini
berakibat anak mengembangkan perasaan dingin dan keras
terhadap orangtua. Selain itu, ia juga mengembangkan sikap
tidak memercayai orang lain. ia akan selalu mencurigai orang

12
lain dan dengan mudah memandang bahwa ia ditolak oleh
orang lain. (De Blot, 2002, p. 108-109).
Keputusan yang mungkin diambil:
saya tidak memperbolehkan diri saya dekat dengan orang
lain.
saya tidak akan dekat dengan orang lain, sehingga saya
tidak akan tersakiti
saya tidak percaya laki-laki/ perempuan lagi (Corey,
1986, p.154)
Dont be important
Pesan ini merupakan pesan orangtua yang secara tidak
sadar membuang anaknya. Anak mungkin merasa tidak
dihargai ketika mereka bicara sehingga mereka memutuskan
bahwa mereka tidak penting, dan tidak perlu bertanya apa
yang mereka inginkan dan butuhkan. (De Blot, 2002, p. 105;
Corey, 1986, p. 154). Orang yang membawa naskah hidup
yang mengandung pesan injunction ini menjadi panik bila
diberi tanggung jawab sebagai pemimpin, tidak dapat
berbicara di hadapan orang banyak. Dalam pekerjaan,
biasanya mereka tidak mau naik pangkat, tetapi bekerja
dengan baik dan rajin sebagai bawahan. Bila ada kesempatan
untuk menjadi orang yang memiliki tanggung jawab yang lebih
besar, ia akan selalu mencari alasan untuk menolaknya. Orang
ini juga tidak pernah dapat berjuang untuk kepentingannya
sendiri dan lebih baik menerima kekalahan (De Blot, 2002, p.
105).
Di dalam kultur Indonesia, injunction ini sudah membudaya
sebab kebanyakan orang Indonesia merasa tidak pantas
menempatkan diri di atas atau mengenalkan diri sebagai
orang penting atau kepala di hadapan umum dan selalu minta

13
maaf. Orang yang menerima pesan ini biasanya tidak dapat
menjadi pemimpin dan tidak dapat memperjuangkan
kepentingannya (De Blot, 2002, p. 106)
Keputusan yang mungkin diambil:
saya tidak pernah merasa berharga.
bila saya menjadi orang yang penting, saya tidak akan
membiarkan orang tahu tentang ini. (Corey, 1986, p. 154)
Dont be a child (jangan seperti anak kecil)
Pesan ini biasa diterima oleh anak tertua karena ia harus
bertanggung jawab dan merawat saudara-saudaranya. Ketika
anak ini tumbuh, ia mungkin akan mendapatkan kesulitan
untuk menikmati kesenangan menjadi anak-anak. Pesan ini
juga diterima oleh anak tunggal terutama bila keluarga atau
orangtua mengalami masalah. Anak-anak memikirkan bahwa
ia adalah satu-satunya orang yang dapat mengatasi masalah,
ia harus cepat besar sehingga bisa berbuat sesuatu (De Blot,
2002, p. 100). Selain itu, pesan ini disampaikan oleh orangtua
yang terancam karena ia mengalami sikap anti-child pada
masa kecilnya yang secara tidak sadar ia menampilkan sikap
anti-childnya kepada anaknya. Selanjutnya, pesan ini biasanya
disampaikan oleh keluarga yang mengalami kekerasan hidup,
memegang norma-norma tradisional yang kaku atau orangtua
yang sibuk bekerja. Anak yang sejak kecil sudah dibebani
tugas untuk menafkahi keluarga atau dibebani tugas rumah
tangga tidak sempat mengembangkan Child-nya. (De Blot,
2002, p. 99-100)
Implikasi pesan ini pada individu terlihat ketika menjadi
orangtua, ia tidak memperbolehkan anaknya untuk
mengembangkan Child-nya dengan terus menerus
mengirimkan pesan: jangan seperti anak kecil, ayo bangun,

14
sudah siang, harus bekerja (De Blot, 2002, p. 99-100). Orang
yang memiliki sikap anti-Child biasanya tidak bisa bergaul
dengan anak kecil dan tidak senang dengan anak kecil karena
berisik, nakal, dan sebagainya. Orang ini juga bersikap kaku,
tidak bisa bersenda gurau, terlalu serius, dan menganggap
orang lain bersikap kekanak-kanakan (De Blot, 2002, p. 101).
Variasi injunction ini bisa terlihat dalam bentuk pesan senada
seperti: dont enjoy (jangan menikmati), dan dont have
fun (jangan bergembira) (De Blot, 2002, p. 100)
Keputusan yang mungkin diambil:
Saya akan selalu dewasa dan tidak boleh bertindak
kekanak-kanakkan.
Saya akan merawat orang lain dan tidak boleh meminta
sesuatu untuk diri saya (Corey, 1986, p. 154)
Dont Grow
Pesan ini biasa diterima oleh anak bungsu. Pesan nini
berupa serial pesan orangtua yang meliputi: jangan tumbuh
lebih besar, jangan tumbuh dan meninggalkan saya, tetap
jadi anak-anak dan jangan puber. Pesan ini disampaikan oleh
orangtua karena mereka ingin mempertahankan anak mereka
tetap kecil sehingga memerlukan orangtua. Atau orangtua
yang takut bahwa mereka tidak dapat mengontrol anak-anak
mereka bila mereka tumbuh dewasa. Selain ini, injunction ini
juga diberikan kepada anak untuk tetap memiliki anak yang
menemani mereka dan merawat mereka di hari tua. (De Blot,
2002, p. 102-103).
Keputusan yang mungkin diambil:
saya tidak boleh punya ketertarikan seksual sehingga
Ayah saya tidak menolak saya

15
saya akan tetap jadi anak kecil dan tidak berdaya
sehingga saya akan selalu mendapatkan hadiah dari orangtua
saya (Corey, 1986, p. 154)
Dont Succeed atau dont make it (jangan berhasil)
Pesan ini biasanya disampaikan oleh orangtua yang biasa
mengkritik anaknya. Pesan yang disampaikan dapat
berbentuk: kamu tidak bisa melakukan ini, kamu tidak
pernah melakukan segala sesuatu dengan baik. Anak yang
menerima pesan ini mendapatkan stroke untuk gagal (Corey,
1986, p. 154). Pesan ini juga merupakan representasi atas
perasaan iri orangtua pada anak mereka yang lebih berhasil.
Sebagai contoh, ayah lahir dari keluarga buruh yang miskin
dan tidak sempat sekolah karena harus membantu mencari
nafkah. Ketika anaknya berhasil mencapai tingkat perguruan
tinggi, ia merasa bangga melihat anaknya berhasil tetapi
Childnya merasa iri karena anaknya lebih pandai dari dirinya.
Oleh karena itu, secara non-verbal ayah mengirim pesan
injunction secara terselubung kepada anaknya jangan
berhasil, meskipun secara verbal dan terbuka ia berpesan
agar anaknya rajin belajar supaya cepat lulus (De Blot, 2002,
p. 95-96; Corey, 1986, p. 154).
Keputusan yang mungkin diambil:
Saya pada dasarnya bodoh dan pecundang
Saya akan memperlihatkan padamu bahwa saya bisa
melakukan ini, walaupun ini akan membunuh saya.
Tidak peduli seberapa baik saya, saya tidak pernah
merasa cukup baik (Corey, 1986, p. 154).
Dont be you (jangan begitu)
Pesan in disampaikan oleh orangtua yang ingin memiliki
anak dengan jenis kelamin yang berbeda dengan anak yang

16
diahirkannya atau yang memiliki harapan yang terlalu tinggi
untuk anak-anak mereka. Bentuk pesan injunction dapat
berupa bahwa jenis kelaminmu salah, kamu harusnya
perempuan (atau laki-laki) dan saya baru mencintai kamu.
Hal ini dapat terlihat dari perkataan dan tingkah laku orangtua
yang mendandani anak seperti anak perempuan dengan
pakaian laki-laki atau sebaliknya. Selain itu, terlihat dari
orangtua yang sering membanding-bandingkan dengan anak
lain dalam bentuk fisik, prestasi, dan sebagainya. Untuk
mendapatkan penerimaan orangtua, anak-anak akan berusaha
melakukan apa yang diinginkan oleh orangtua (De Blot, 2002,
p. 95-96; Corey, 1986, p. 154).
Keputusan yang mungkin diambil:
tidak peduli seberapa baik yang saya lakukan, saya tidak
bisa menyenangkan mereka.
saya akan berpura-pura menjadi perempuan (atau laki-
laki) (Corey, 1986, p. 154)
Dont be sane and dont be well
Beberapa anak menerima stroke ketika mereka sakit atau
bila mereka bertingkah laku gila. Hal ini berakibat pada anak
dengan little profesornya berpikir bahwa untuk mendapatkan
perhatian orangtuanya ia harus sakit. Secara tidak sadar
orangtua memberi pesan pada anak jangan sehat. Ketika
mencapai masa dewasa, bila anak mengalami kesulitan hidup,
ia akan jatuh sakit sehingga mendapat perhatian seperti yang
diharapkan. Pesan ini banyak disampaikan melalui pesan non-
verbal. Anak belajar pesan ini berdasarkan modeling dari
orangtuanya dan secara tidak sadar anak menggunakan cara-
cara untuk memanipulasi orang lain dengan sakit untuk
mencapai tujuannya. Disamping itu, anak belajar bahwa sakit

17
akan menyelesaikan masalahnya, sehingga setiap mengalami
masalah atau perubahan dalam hidup, ia akan jatuh sakit (De
Blot, 2002, p. 111).
Keputusan yang mungkin diambil:
Saya akan sakit atau gila sehingga saya mendapatkan
perhatian.
Saya sakit atau gila (Corey, 1986, p. 154).
Dont belong (jangan jadi orang kita)
Pesan ini mengindikasikan bahwa keluarga merasa bukan
bagian dari komunitas atau kelompok tertentu (Corey, 1986, p.
154). Orangtua dapat menyampaikan pesan atribusi kepada
anaknya dengan nada bahwa anaknya itu: sama sekali
berbeda dengan anak lain, anak aneh, anak yang suka
menyendiri dan sebagainya. Orangtua juga menunjukkan
sikap yang secara nonverbal memberi pesan injunction pada
anak bahwa ia menyimpang dari harapan orangtua dan
berbeda dengan anak lainnya (De Blot, 2002, p. 106). Individu
merasa asing dapat karena ia dididik oleh orangtua yang kaku
sehingga ia merasa dirinya asing, aneh dan tidak diterima
dalam lingkungan atau dapat pula anak yang dibesarkan oleh
keluarga yang berbeda-beda seperti anak yatim atau anak
yang sejak kecil sudah dibesarkan dalam asrama (De Blot,
2002, p. 107).
Keputusan yang mungkin diambil:
Tidak seorangpun akan menyukai saya karena saya bukan
bagian dari kelompok manapun.
Saya tidak merasa nyaman di manapun (Corey, 1986, p.
154).
Dont Think

18
Orangtua yang selalu mengoreksi anaknya yang berpikir
akan memberi pesan injunction pada anaknya: jangan
berpikir. Pesan ini dapat berupa kritik terhadap hasil kerja
anak, disampaikan orangtua untuk menghindari pertanyaan
anaknya, tidak boleh memikirkan sesuatu yang tabu dalam
kebudayaan tertentu, orangtua tidak mau dikalahkan anaknya
yang berbeda pendapat. Bila anak bertanya tentang hal-hal
yang tidak diketahuinya, orangtua menjawab dengan
perkataan jangan berpikir yang aneh-aneh, hal ini akan
menutup jalan berpikir anak sehingga ia tidak akan bertanya
apa-apa lagi (De Blot, 2002, p. 112-113).
Pesan ini dapat disampaikan dengan sikap melarang anak
untuk bertanya hal-hal yang tabu untuk dibicarakan seperti
seks. Injunction ini sering membudaya hingga dalam budaya
dan lingkungan tertentu orang tidak boleh membicarakan
seks, tidak punya anak, penyakit tertentu dan sebagainya (De
Blot, 2002, p. 113)
Contoh-contoh pesan:
Anak meminta pendapat ayah untuk mengikuti study tour
dari sekolah, ketika ayah menjawab ah itu urusan nanti, tidak
usah dipikir sekarang. Sana bantu ibu dulu. Dengan jawaban
ini, orangtua memberikan pesan jangan berpikir kepada
anak
Agus bercerita pada ayahnya, Pak tadi saya membawa
sepeda ke bengkel karena bannya gembos terus. Ayahnya
membentak, kok tidak tanya-tanya dulu? Jangan lancang
ambil inisiatif sendiri, tanya Bapak dulu kalau mau berbuat
sesuatu.

19
Toni yang berumur 6 tahun menanyakan dari mana adik
datang, dan ibunya menjawab itu tidak usah dipikir, kamu kan
masih kecil. (De Blot, 2002, p. 112-113)
Orang dewasa yang memiliki naskah hidup yang mengandung
pesan jangan berpikir menjadi bingung atau merasa tidak
enak karena harus memikirkan sesuatu. Dia akan selalu
menghindari pemikiran serius dan akan mencoba
menyerahkan pemikirannya kepada orang lain bila ditugaskan
untuk memikirkan sesuatu (De Blot, 2002, p. 114)
Dont feel (jangan merasa)
Orang yang tidak dapat mengekspresikan perasaan atau
mencurahkan isi hatinya dapat disebabkan karena ia adalah
orang yang pemalu, atau dalam kebudayaannya, ia tidak
dibiasakan untuk mengekspresikan perasaannya kepada orang
lain dan tidak boleh membicarakan perasaannya sendiri.dalam
budaya Indonesia, menunjukkan perasaan yang berkonotasi
negatif seperti marah, kecewa, benci dianggap tidak pantas.
Pada budaya tertentu, laki-laki dilarang menunjukkan perasaan
sedih dan menangis di depan umum, dan wanita dilarang
menunjukkan kemesraan kepada laki-laki di depan umum.
Pesan ini dapat pula ditujukan ke perasaan fisik seperti anak
tidak boleh makan diluar jam tertentu. Dengan demikian anak
mendapat pesan jangan merasa lapar. Pada setiap
kebudayaan terdapat beberapa jenis perasaan yang boleh dan
tidak boleh diekspresikan di depan umum. Aturan-aturan ini
menjadi pesan injunction dari orangtua ke anak (De Blot, 2002,
p. 115-116).
Pada umumnya injunction larangan jangan merasa dapat
menjadi sumber kelainan jiwa pada masa dewasa, bila
larangan tersebut dijadikan larangan dalam naskah hidupnya.

20
Menurut beberapa aliran dalam analisis transaksional,
injunction jangan merasa yang tidak diterapi dapat
menyebabkan beberapa jenis kelainan psikosis (De Blot, 2002,
p. 116). Pesan Injunction jangan merasa atau jangan
merasa sesuatu dapat menjadi unsur naskah hidup yang
melarang merasakan sesuatu secara umum atau secara
khusus. Pesan ini dapat bersifat emosi atau fisik atau dapat
pula merupakan pemindahan dari orangtua sebagai proyeksi
mereka (De Blot, 2002, p. 116).
Strokes (pengakuan/ belaian)
Dalam analisis transkasional, strokes adalah bentuk dari
pengakuan. Individu menggunakan strokes untuk berkomunikasi
dengan orang lain. Stroke dapat berupa sentuhan fisik atau
simbolik seperti pandangan mata, kata-kata, bahasa tubuh, dan
verbalisasi. (Thompson, et.al., 2004, p. 276).
Strokes positif biasanya direpresentasikan dengan kata-
kata: saya suka kamu dan pengakuan ini diiringi dengan
sentuhan hangat, kata-kata yang menerima, dan bahasa tubuh
yang penuh perhatian. Strokes negatif, biasanya berkata: saya
tidak suka kamu. Dan biasanya diekspresikan secara verbal dan
non-verbal. Conditional strokes berkata saya akan menyukai
kamu bila kamu melakukan apa yang saya inginkan, saya
menerima kamu apa adanya dan kita bisa menegosiasikan
perbedaan yang ada diantara kita (Corey, 1986, p. 154-155).
Menurut teori Analisis Transaksional, stroke yang diterima
oleh individu adalah stroke yang akan ia berikan kepada orang
lain. Anak-anak membutuhkan sentuhan fisik dari orang lain di
sekitarnya melalui pemberian makanan, mengganti popok,
memberi bedak, mengajak berkomunikasi dan menimangnya.
Bila anak tidak mendapatkan sentuhan ini ia akan mengalami

21
kekurangan (hunger), seperti kekurangan gizi yang dapat
menghambat pertumbuhannya. (James & Jongeward, 1996, p.
45).
Strokes baik positif maupun negatif memberikan pengaruh
pada individu. Akan tetapi strokes positif merupakan bagian
penting dalam perkembangan kondisi psikologis yang sehat.
Strokes ini membentuk ekspresi kasih sayang (affection) dan
penghargaan (appreciation). Adapun Strokes negatif
menghambat perkembangan individu. Strokes negatif mengambil
harga diri individu dengan menghilangkan, mempermalukan, dan
mempermainkan individu. Dengan pilihan yang tidak
menyenangkan, lebih baik bagi individu untuk tidak
mendapatkan strokes negatif (Thompson, et.al., 2004, p. 227;
James & Jongeward, 1996, p.44; Corey, 1986, p. 154-155).
Menurut berne, setiap individu membutuhkan sentuhan
dan pengakuan yang dapat dipenuhi melalui strokes. Individu
yang mengalami kekurangan (hunger) akan strokes akan
menggunakan waktu dan hidupnya untuk mendapatkan strokes
dengan memainkan games psikologis (Jame & Jongeward, 1996,
p. 44)
Naskah Hidup (life script)
Naskah hidup pertama kali dirumuskan oleh Eric Berne,
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Claude Steiner pada
tahun 1960. Naskah hidup adalah berbagai cara yang mirip
seperti alur drama. Naskah hidup dibentuk sejak awal kehidupan
ketika individu belajar bahwa untuk bertahan hidup secara
psikologis atau fisiologis dimana individu harus menjadi individu
tertentu. Naskah hidup meliputi pesan orangtua yang diadopsi,
pengambilan keputusan yang dibuat individu dalam memproses
injunction, games yang dimainkan individu untuk

22
mempertahankan keputusan tersebut, racket yang dialami untuk
menjustfikasi keputusan, harapan individu terhadap drama
kehidupan yang akan dimainkan, dan bagaimana akhir drama
tersebut.
Dalam buku teori dan praktik konseling dan terapi,
dikatakan bahwa Berne mendeskripsikan script (skrip) sebagai
Rencana hidup yang didasarkan pada keputusan yang dibuat
pada masa kanak-kanak, yang diperkuat oleh orangtua,
dijustifikasi oleh peristiwa-peristiwa selanjutnya, dan
berkulminasi pada sebuah alternatif yang dipilih (1972: 445).
Ia menganggap skrip sebagai rencana hidup prasadar yang
dijadikan dasar oleh orang-orang untuk menstruktur waktunya.
Skrip menentukan takdir orang, termasuk pendekatannya pada
hubungan dan tugas. Ia menganggap bahwa skrip biasanya
didasarkan pada ilusi-ilusi anak yang menetap selama hidup.
Skrip orang adalah produk pemrograman orangtua ditambah
keputusan yang dibuat untuk meresponnya. Child berusaha
mencapai pemrograman orangtua karena tiga alasan:

1. Untuk memberikan maksud/ tujuan dalam kehidupan


yang kalau tidak mungkin tidak akan ada;
2. Untuk memberikan cara untuk menstruktur waktu yang
dapat diterima oleh orangtuanya; dan
3. Karena orang harus diberi tahu bagaimana cara
melakukan sesuatu (Berne, 1972).
Skrip membuat orang mempunyai ilusi tentang otonomi
pribadi padahal pada kenyataannya mereka sedang
melaksanakan dan sering kali tanpa banyak pikir terhadap
arahan skripnya. Akan tetapi, kadang-kadang, sebagian orang
mungkin mempertanyakan skripnya dan ini dapat menyebabkan
krisis identitas yang mungkin dapat atau tidak dapat diatasi

23
dengan memuaskan dan membuang sebagian penghambat
otonomi sejati dan Adult yang berfungsi dengan baik. Pandangan
berne tentang kehidupan manusia, yang diperlawankan dengan
sifat manusia, bersifat pesimistik, karena ia cenderung melihat
manusia digerakkan oleh pengarahan-pengarahan skrip yang
membuat cara penstrukturan waktunya sangat merugikan bagi
pencapaian otonomi dan kegiatan kreatif.
Dengan demikian naskah hidup (life script) adalah sebuah
lakon hidup yang disusun pada masa kecil, kemudian diperkuat
orangtua, lalu dibenarkan oleh pengalaman selanjutnya dan
memuncak pada pilihan tertentu (De Blot, 2002, p.25).
Dalam penstrukturan waktu, Berne melihat jika dua orang
atau lebih ada di sebuah ruangan bersama-sama, mereka
memiliki enam kemungkinan perilaku sosial atau penataan waktu
untuk dipilih:

Withdrawal (menarik diri): disini dua orang tidak


berkomunikasi secara terbuka satu sama lain,
misalnya mereka sedang ada dalam bus, atau para
withdrawal schizophrenics. Dalam withdrawal, orang-
orang tetap terbungkus rapat dalam pikirannya.
Rituals (Ritual): ritual adalah rekognisi mutual yang
stylized signs yang ditentukan oleh tradisi dan adat
istiadat sosial. Ditingkat paling sederhana, dua orang
yang saling mengucapkan selamat pagi terlibat
dalam sebuah ritual.
Activities (Aktivitas/kegiatan): Aktivitas -lebih lazim
disebut pekerjaan- tidak hanya berkaitan dengan
menangani sarana material yang dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup. Aktivitas juga memiliki
signifikansi sosial dalam arti bahwa mereka

24
menawarkan sebuah kerangka kerja untuk berbagai
macam pengakuan dan kepuasan. Berne
menganggap bahwa transaksi kerja biasanya antara
Adult-dengan-Adult, yang terutama diarahkan pada
realitas eksternal.
Pastimes: Pastimes adalah percakapan topikal yang
bersifat semi ritualistis yang berlangsung lebih lama
daripada ritual, tetapi masih tetap diprogramkan
secara sosial. Mereka bisa termasuk tipe percakapan
Aint it Awful dan Motor Cars. Fokus Pastimes
cenderung bersifat eksternal bagi partisipan-
partisipannya dan bukan secara langsung mengacu
pada diri.
Games (permainan): permainan, berlawanan dengan
pastimes, adalah sekuensi transaksi yang lebih
didasarkan pada pemrograman individual dari pada
pemrograman sosial. Permainan psikologis adalah
seperangkat transaksi tersembunyi maupun transaksi
terang-terbuka yang hasil atau imbalannya dapat
diprediksi. Seringkali hasilnya melibatkan perasaan
negatif seperti kemarahan dan depresi.
Mengumpulkan perasaan negatif dikenal dengan
istilah mengoleksi trading stamps (cap dagang)
yang suatu hari nanti mungkin dapat ditukar dalam
bentuk tunai sebagai perilaku, misalnya bepergian
atau membeli baju baru. Lebih drastisnya, trading
stamps dapat ditukar dalam bentuk tunai sebagai
perceraian atau usaha bunuh diri. Setiap permainan
mempunyai motto yang membuat permainan itu

25
dapat dikenali, misalnya Why dont you? Yes but
dan if it werent for you (Berne, 1964).
Intimacy (intimasi/keintiman): berne mendefinisikan
intimasi bilateral sebagai hubungan terus-terang,
balas permainan, dengan saling memberi dan
menerima dengan bebas dan tanpa eksploitasi
(1972: 25). Intimasi mempresentasikan
pemrograman individual dan instingtual yang
pemrograman sosial dan motivasi tersembunyinya
sebagian besar, atau bahkan secara total, dikekang.
Intimasi adalah solusi paling memuaskan bagi
stimulus kelaparan, rekognisi kelaparan, maupun
struktur kelaparan, namun sayangnya tidak terlalu
biasa bagi orang untuk hidup sebagai pangeran
atau putri raja. Ide berne tentang intimasi
termasuk, namun tidak terbatas pada, intimasi
seksual.
Konsep Ego State
Terdapat tiga jenis ego state yang secara inheren eksis
dalam diri setiap individu. Ego state tersebut, yaitu: ego state
orangtua, ego state anak-anak, dan ego state dewasa.
o Ego state orangtua (Parent)
Pada ego state orangtua, individu merasakan kembali
pengalaman yang individu imajinasikan bagaimana
orangtua kita merasa pada situasi tersebut,
bagaimana orangtua bertindak. Terdapat dua jenis
ego state orangtua, yaitu orangtua yang
membimbing dan orangtua yang mengkritik.
Orangtua yang membimbing (Nurturing Parent)

26
Ciri-ciri orangtua yang membimbing adalah
empatik dan penuh pengertian, peka terhadap
perasaan dan kebutuhan orang lain, serta
menilai dan memberi batasan benar salah yang
tegas.
Orangtua yang mengkritik (Critical Parent)
Ciri-cirinya adalah cenderung menasehati,
mengkritik, dan menggurui. Nada suara tinggi
dan cenderung keras. Sering kali mengatakan
tidak, jangan. Bila berbicara pada
umumnya sambil menunjuk (Thompson, et.al.,
2004, p. 267; Corey, 1986, p. 151)
o Ego state orang dewasa (Adult)
Ego state orang dewasa adalah pemroses data (the
processor of data). Hal ini ditandai dengan kesadaran
bahwa data itu penting dalam berkomunikasi. Ego
state orang dewasa adalah bagian objektif dari
individu dimana ia menerima, menyimpan,
memproses, dan mengirim informasi kembali
berdasarkan fakta bukan opini atau perasaan. Ciri-ciri
ego state ini adalah berpikir logis berdasarkan fakta-
fakta obyektif dalam mengambil keputusan, nalar,
tidak emosional, dan bersifat rasional. Kata-kata
yang ditampilkan netral, diplomatis, jelas dan tidak
tergesa-gesa. Ekspresi wajah tenang dan nada suara
datar.
o Ego state anak-anak (Child)
Ego state anak-anak terdiri dari perasaan, impuls-
impuls dan spontanitas. Biasanya ditandai dengan
ciri-ciri spontan, memiliki kebutuhan, perasaan, dan

27
keinginan untuk bereksplorasi atas peristiwa-
peristiwa internal yang direspons dengan melihat,
mendengar, dan memahami sesuatu, manipulasi
lingkungan seperti sikap manja, menangis, dan
merajuk. Terdapat tiga jenis ego state anak, yaitu:
Anak yang alamiah (free/ natural child)
Cirinya adalah spontan mengungkapkan
perasaan dan keinginannya, baik emosi positif
maupun negatif.
Profesor kecil (the little professor)
Adalah anak yang menunjukkan
kebijaksanaan anak-anak (unschooled
wisdom of a child). Cirinya adalah egosentris,
manipulatif, dan kreatif. Ini adalah bagian dari
ego state anak yang intuitif, dan bermain
dengan tebakan (feeling hunnch)
Anak yang menyesuaikan diri (adapted child)
Ego stae yang melakukan penyesuaian diri
terhadap ego state orangtua yang dimainkan
oleh orang lain. terdapat dua jenis ego state
dalam ego state anak yang menyesuaikan diri,
yaitu:
Anak yang penurut (conforming child)
Ego state yang melakukan apa yang
dikehendaki orang lain bukan ungkapan
perasaan dan keinginan sebenarnya.
Biasanya diungkapkan dengan suara lirih.
Anak yang pemberontak (rebellious
child)

28
Ego State yang melakukan apa yang
bertentangan dengan kehendak orang
lain. Misalnya: ungkapan tidak tahu,
masa bodoh (Thompson, et.al., 2004,
p. 268; Corey, 1986, p. 152).
Posisi Hidup (Life Position)
Menurut Berne, anak-anak sebelum menyusun naskah
hidupnya sudah mempunyai beberapa keyakinan tentang dirinya
dan orang sekitarnya yang dipertahankan seumur hidupnya.
Posisi hidup ini berhubungan dengan eksistensi hidup individu
karena merupakan penilaian dasar terhadap diri dan orang lain.
posisi hidup ini merupakan titik pangkal dari setiap kegiatan
individu, setiap penggunaan waktu, game, perbuatan rencana
dan reaksi terhadap perencanaan dijiwai oleh posisi dasar ini.
Keyakinan-keyakinan ini dinamakan posisi hidup, yang terdiri dari
empat posisi hidup, yaitu Im OK, You are OK, Im OK, you are
not OK, Im not OK, you are OK, Im not OK, you are not OK
Membuat Keputusan Ulang
Dalam proses membuat keputusan ulang, konseli diajak
untuk kembali ke masa kecil disaat mereka membuat keputusan,
kemudian membentuk ego state anak-anak dan memfasilitasi
konseli untuk membuat keputusan baru. Dengan kegiatan ini,
konseli diajak untuk merasakan kembali situasi masa kecil secara
emosional dan membuat keputusan baru secara emosional dan
intelektual.
Games
Games adalah seri berkelanjutan dari transaksi ulterior
yang saling melengkapi yang mengarah pada tujuan yang dapat
diprediksi individu. Berne percaya bahwa keuntungan games
adalah fungsi stabilisasi. Yaitu kecenderungan individu untuk

29
mempertahankan keseimbangan psikologis dengan mengatur
proses intrapcychic.
E. TIPE-TIPE ANALISIS
Berne, menganggap analisis transaksional sebagai
umbrella term untuk empat pendekatan penanganan yang
berbeda namun saling berkaitan. Pendekatan-pendekatan itu
adalah Analisis struktural (Structural analysis), analisis transaksi
(Transaction Analysis), analisi permainan (Games Analysis), dan
analisis skrip (Script Analysis). Berne (1961) melihat kemajuan
mulai dari analisis struktural, analisis transaksi, dan permainan,
sampai analisis skrip, meskipun ia menyadari bahwa keadaan
analisis skrip tidak selalu tercapai.

Analisis struktural (structural analysis)

Analisis struktural adalah alat yang bisa membantu klien


agar menjadi sadar atas isi dan fungsi ego orang tua, ego orang
dewasa, dan ego anak. Analisis struktural membantu klien dalam
mengubah pola-pola yang dirasakan menghambat. Ia juga
membantu klien dalam menemukan perwakilan ego yang mana
yang menjadi landasan tingkah lakunya. Dengan penemuan itu,
klien bisa memperhitungkan pilihan-pilihannya.
Dua tipe masalah yang berkaitan dengan struktur
kepribadian bisa diselidiki melalui analisis struktural :
pencemaran dan penyisihan. Pencemaran terjadi apabila isi
perwakilan ego yang satu bercampur dengan isi perwakilan ego
yang lainnya. Pencemaran oleh ego orang tua secara khas
dimanifestasikan melalui gagasan-gagasan dan sikap-sikap
prasangka. Pencemaran oleh ego anak menyertakan persepsi-
persepsi yang didistorsi tentang kenyataan.
Analisis Transaksi (Transaction analysis)

30
Analisis transaksi adalah jantung dari pendekatan analisis
transaksional. Transaksi didefinisikan sebagai sebuah unit dalam
komunikasi manusia atau sebagai hubungan stimulus-respons
antara dua orang ego state. Pada dasarnya analisis transaksi
adalah deskripsi dari apa yang dilakukan dan apa yang dikatakan
oleh dirinya dan orang lain. Berne (1961) melihat salah satu
tujuan analisis transaksional adalah sebagai kontrol sosial atau
kemampuan Adult untuk memutuskan kapan melepaskan Parent
dan Child dan kapan mengembalikan kekuasaan eksekutifnya.
Jika sesorang tidak memiliki kontrol sosial, yang lain secara sadar
atau tak sadar dapat mengaktifkan ego state Parent atau Child
orang itu dengan cara-cara yang mungkin tidak membantu.
Transactional Analysis proper, begitulah Berne (1972)
menyebutnya, adalah analisis transaksi tunggal dengan sarana
diagram transaksional. Klien dibantu memahami transaksi-
transaksi ego state yang terlibat di berbagai situasi dan
hubungan di mana mereka mengalami kesulitan, sebagai sarana
menuju ke arah kompetensi yang lebih tinggi untuk
menanganinya.
Ada tiga tipe transaksi, yaitu :
a. Transaksi Komplementer (Complementary Transaction)
Transaksi komplementer adalah transaksi yang arah
transaksi stimulus-responnya konsisten, misalnya
mendiskusikan kesuliatan dunia (parent-parent),
berbicara tentang pekerjaan (Adult-Adult), atau
bersenang-senang bersama (Child-Child). Cara lain
untuk mengatakannya adalah bahwa transaksi
komplementer adalah transaksi yang orangnya
menerima respons dari ego state yang ditujunya. Aturan
pertama komunikasi berne adalah bahwa komunikasi

31
akan berjalan mulus selama transaksinya
komplementer.

b. Transaksi Menyilang
Dalam crossed transaction (transaksi menyilang),
respons transaksionalnya (a) datang dari ego state yang
berbeda dengan ego state yang dituju, (b) mengarah ke
ego state yang tidak mengirimkan stimulus awalnya.
Aturan kedua atau aturan kebalikan komunikasi adalah
komunikasi tidak berlanjut ketika sebuah transaksi
menyilang terjadi. Faktanya, putusnya komunikasi itu
mungkin hanya sementara. Akan tetapi, pada ekstrem
sebaliknya, komunikasi bisa sepenuhnya terputus. Ada
72 tipe kemungkinan tipe transaksi menyilang, namun
hanya beberapa yang sering terjadi.

c. Transaksi Tersembunyi
Ulterior communication (komunikasi tersembunyi)
adalah dimana tertutup dibalik komunikasi terbuka dan
secara sosial lebih dapat diterima, seorang individu
terlibat dalam komunikasi yang mendasari dan secara
sosial lebih berisiko. Cara lain untuk meihat ini adalah di
banyak interaksi manusia, ada agenda sosial psikologis
maupun sosial yang mendasari. Permainan psikologis,
menurut definisinya melibatkan transaksi tersembunyi.
Transaksi tersembunyi dapat terjadi dalam situasi
sehari-hari seperti ketika seorang wiraniaga
mengatakan kepada seorang nasabah: mungkin anda
mestinya tidak membeli mantel yang indah dan mahal
itu, sementara pesan psikologisnya adalah Ayolah, aku
ingin kau membelinya. Situasi seksual potensial adalah

32
situasi sehari-hari lain yang transaksi tersembunyinya
dapat tejadi.

Analisis transaksi mencakup pengenalan terhadap upacara-


upacara (ritual-ritual), hiburan-hiburan, dan permainan-
permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya.
Transaksi-transaksi ritual dan hiburan memiliki nilai belaian yang
rendah, maka transaksi sosial yang dilakukan oleh orang itu bisa
mengakibatkan keluhan-keluhan seperti kehampaan, kejenuhan,
kekurangan gairah, merasa tak dicintai, dan rasa tak bermakna.
Analisis Naskah Hidup (Script analysis)
Menurut Berne, naskah hidup adalah rencana yang dipilih
oleh anak pada masa awal kehidupannya berdasarkan pesan
yang diterima oleh anak dari orangtua.
Berne percaya bahwa naskah hidup memiliki lima
komponen, yaitu :
1) Arahan dari orangtua
2) Perkembangan kepribadian yang berhubungan dengan
individu
3) Keputusan masa kanak-kanak yang disesuaikan dengan diri
dan kehidupannya
4) Ketertarikan pada kesuksesan atau kegagalan
5) Bentuk tingkah laku
Analisis skrip harus menjaga agar tidak berperilaku dengan
cara yang menguatkan skrip klien. Maksud analisis skrip adalah
membantu klien untuk keluar dari skripnya dan setelah itu
bertingkah laku secara otonom. Terapis perlu mendengarkan
dengan cermat dan mengamati perilaku verbal dan non-verbal
klien untuk melihat tanda-tanda atau sinyal-sinyal skrip.
Disamping itu, analisis skrip melibatkan penggunaan script
checklist untuk membantu analis maupun klien untuk

33
mengetahui skrip klien (Berne, 1972). Analisis skrip bermaksud
membantu klien meninggalkan keputusan-keputusan awal, yang
sebelumnya telah dibuat di berbagai keadaan dan dengan
aparatus neopsikis atau Adult yang tidak lengkap, dengan
sekarang membuat dan melaksanakan keputusan-keputusan
ulang untuk menciptakan perubahan.
Analisis Game (Game analysis)
Game Analysis (analisis permainan) adalah cara lain untuk
mencapai kontrol sosial. Persis seperti memahami analisis
struktural sebagai prasyarat analisis transaksional, memahami
analisis transaksi-transaksi tunggal adalah prasyarat untuk
memahami rangkaian transaksi yang lebih kompleks yang
disebut games (permainan). Dalam analisis permainan klien
didorong untuk mempelajari cara-cara yang lebih memuaskan
untuk menstrukturkan dan mendapat pengakuan. Metode
analisis termasuk membantu klien melihat permainan apa yang
sedang dimainkannya, apa langkah-langkahnya, apa imbalan dari
perasaan tidak enak, dan bagaimana permainan menjustifikasi
sikap hidup. Juga penting untuk membantu klien
mengekspresikan secara konstruktif kebutuhan Child yang
natural atau perasaan bahwa ia telah men-discounting.
F. TUJUAN TERAPI
Empat Kategori Tujuan
Analisis transaksional berusaha membantu klien untuk
mendapatkan sikap hidup I am OK---You are OK. Bagi klien yang
oleh pengalaman hidupnya berubah dari pangeran dan putri raja
menjadi katak, Berne (1961, 1972) melihat empat kemungkinan
tujuan. Stewart (1966) melihat tujuan-tujuan tersebut sebagai
tahap-tahap progresif ke arah penyembuhan:

34
1. Social Control: meskipun masih merasa distres (hendaya),
klien dapat mengontrol gejala-gejalanya dalam berinteraksi
dengan orang lain;
2. Symptomatic relief: membaik, atau mengalami
kemajuan, yang dianggap Berne menjadikan klien katak-
katak yang merasa nyaman.
3. Transference cure: disini klien bisa keluar dari skrip mereka
selama mereka dapat menjaga terapisnya tetap berada di
dekatnya, secara harfiah atau secara mental.
4. Autonomy: klien keluar dari kulit kodoknya dan sekali lagi
meneruskan perkembangannya sebagai pangeran atau
putri raja yang terinterupsi (Berne, 1966: 290). Ego state
Adult klien mengambil alih peran terapis ketika klien
mencapai otonomi. Otonomi mengacu pada kapasitas
untuk perilaku nonskrip tanpa jadwal waktu tertentu,
yang dikembangkan lebih kemudian dalam hidup, dan tidak
dibawah pengaruh orangtua. (Berne, 1972: 418)
Perilaku otonom adalah lawan dari perilaku skrip. Hal ini
melibatkan mengalahkan (a) beban seluruh tradisi historis
kesukuan atau keluarga; (b) pengaruh latar belakang orangtua,
sosial, dan kultural individu; dan (c) mencari imbalan
tersembunyi dari permainan. Lebih jauh, otonomi terdiri atas
pengembangan aktif kontrol personal maupun sosial sedemikian
rupa sehingga perilaku yang signifikan menjadi soal pilihan
bebas. Berne merangkum proses pencapaian otonomi sebagai
perceraian baik-baik dengan orangtua (dan dari pengaruh-
pengaruh orangtua lainnya) sehingga atas persetuuannya
orangtua dapat sekali-kali mengunjunginya, tetapi tidak lagi
dominan (1964: 183).

35
Pencapaian otonomi melibatkan mendapatkan kembali
ketiga kapasitas sikap OK yang positif, yaitu: kesadaran,
spontanitas, dan intimasi.
Kesadaran: Awareness (kesadaran) berarti kapasitas untuk
melihat langsung dan tidak dengan cara seperti yang
digunakan ketika individu dibesarkan. Hal ini berarti hidup
dalam here-and-now, terbuka terhadap berbagai sensasi
yang datang dari lingkungan dengan cara seperti yang
dilakukan oleh seorang pelukis, pujangga, atau musisi;
Spontanitas: spontanitas berarti kapasitas untuk
merasakan secara langsung dan mengekspresikan
perasaan secara langsung dan tidak dengan cara seperti
yang digunakan individu dibesarkan. Orang yang spontan
bisa memilih perasaan: perasaan Parent, Adult, atau Child;
Intimasi: Intimasi berarti kapasitas untuk berhubungan
dengan orangtua atau orang lain secara sadar, spontan,
penuh kasih, dan bebas-permainan. Berne menganggap
intimasi pada dasarnya adalah fungsi Child yang alamiah
dan murni.
G. TUJUAN KONSELING
Tujuan utama konseling analisis transaksional adalah
membantu konseli untuk membuat keputusan baru tentang
tingkah laku sekarang dan arah hidupnya. Adapun tujuan-tujuan
khusus pendekatan ini adalah :
1. Konselor membantu konseli untuk memprogram pribadinya
agar membuat ego state berfungsi pada saat yang tepat,
2. Konseli dibantu untuk menganalisis transaksi dirinya
sendiri,

36
3. Konseli dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat,
bermain menjadi orang mandiridalam memilih apa yang di
inginkan
4. Konseli dibantu untuk mengkaji keputusan salah yang telah
dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar
kesadaran.
H. PERAN DAN FUNGSI KONSELOR
Konseling analisis transaksional didesain untuk
mendapatkan insight emosional dan intelektual, tetapi fokus
pada bagian rasional.
Menurut Harris (1967) peran konselor adalah sebagai guru,
pelatih, dan penyelamat dengan terlibat secara penuh dengan
konseli. Konselor juga membantu konseli menemukan kondisi-
kondisi yang tidak menguntungkan di masa lalu dan
mengembangkan strategi untuk mengatasinya (Corey, 1986,
p.159)
I. TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Teknik-teknik konseling analisis transaksional banyak
menggunakan teknik pendekatan gestalt. James dan Jongeward
(1971) mengkombinasikan konsep dan proses analisis
transaksional dengan eksperimentasi gestalt dan kombinasi ini
memberikan hasil yang menjanjikan pada self awareness dan
autonomy (Corey, 1986, p. 161)
Beberapa tekniknya, yaitu:
1. Metode Didaktik
Karena Analisis Transaksional menekankan pada domain
kognitif, prosedur mengajar dan belajar merupakan dasar
dari pendekatan ini.
2. Kursi Kosong
Teknik ini merupakan adopsi dari pendekatan Gestalt.
Teknik ini biasanya digunakan untuk analisis struktural. Mc

37
Neel (1976) mendeskripsikan bahwa teknik yang
menggunakan dua kursi ini merupakan cara yang efektif
untuk membantu konseli mengatasi konflik masa lalu
dengan orangtua atau orang lain pada masa kecil. Tujuan
eknik ini adalah untuk menyelesaikan unfinished business
masa lalu.
3. Bermain peran
Bermain peran biasanya digunakan dalam konseling
kelompok dimana melibatkan orang lain. Anggota
kelompok lain dapat berperan sebagai ego state yang
bermasalah dengan konseli. Dalam kegiatan ini konseli
berlatih dengan anggota kelompok untuk bertingkah laku
sesuai dengan apa yang akan diuji coba di dunia nyata.
Variasi lain dapat dilakukan dengan melebih-lebihkan
karakteristik ego state tertentu untuk melihat reaksi
tingkah laku saat ini terhadap ego state tertentu
4. Penokohan Keluarga
Family modeling adalah pendekatan untuk melakukan
struktural analisis yang pada umumnya berguna untuk
menghadapi constant parent, constant adult, atau constant
child. Konseli diminta untuk membayangkan episode yang
berisi orang-orang yang penting baginya di masa lalu.
Konseli bertindak sebagai sutradara, produser, dan aktor.
Konseli mendefinisikan situasi dan menggunakan anggota
kelompok sebagai pengganti anggota keluarganya. Konseli
menempatkan mereka sehingga ia mengingat situasinya.
Hasil drama ini, konseli dan konselor mendiskusikan,
bertindak, mengevaluasi, sehingga dapat meningkatkan
kesadaran tentang situasi yang spesifik, dan makna
personal yang masih dipegang teguh oleh konseli.
5. Analisis Ritual dan Waktu Luang

38
Analisis transaksi adalah identifikasi ritual dan mengisi
waktu luang (past times) yang digunakan dalam structuring
of time. Time structuring adalah materi untuk diskusi dan
penilaian karena merefleksikan keputusan tentang naskah
hidup, tentang bagaimana bertransaksi dengan orang lain,
dan bagaimana mendapatkan stroke. Individu yang
memenuhi sebagian besar waktunya dengan ritual dan
past times kemungkinan mengalami kekurangan stroke dan
kurang intimasi dalam bertransaksi dengan orang lain
karena transaksi ritual dan past times memiliki nilai stroke
yang rendah. Orang yang bertransaksi sosial mungkin akan
mengelu merasa kehampaan, bosan, tidak memiliki
kesenangan, merasa tidak dicintai dan merasa tidak
berarti.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari gambaran tentang AT di atas kami dapat memberikan
kesimpulan bahwa:
1. AT menggunakan pendekatan Psychotherapy, dengan
menekankan pada hubungan interaksional. Analisis
Transaksional dapat dipergunakan untuk terapi individual,
tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan
ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan.

39
Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi
dikembangkan sendiri oleh klien, proses terapi
mengutamakan kemampuan klien untuk membuat
keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan
hidupnya sendiri.
2. AT menggunakan suatu sistem terapi yang berlandaskan
pada teori kepribadian yang menggunakan pola perwakilan
ego yang terpisah Sikap dasar ego yang mengacu pada
sikap orang tua (Parent: P. exteropsychic); sikap orang
dewasa (Adult: A. neopsychic); dan ego anak (Child = C.
archeopsychic). Sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik
dewasa, anak-anak, maupun orangtua), dengan skenario
kehidupan pesan-pesan verbal dan non verbal orang tua,
mengomunikasikan bagaimana mereka melihat dan
bagimana merasa diri kita. Kita membuat keputusan yang
memberikan andil pada pembentukan perasaaan sebagai
pemenang (perasaan OK) atau perasaan sebagai orang
yang kalah (perasaan tidak OK). Dalam hal ini, konsep AT
memiliki empat posisi dasar yaitu:
1. Saya OKKamu OK,
2. Saya OKKamu Tidak OK,
3. Saya Tidak OKKamu OK, dan
4. Saya Tidak OKKamu Tidak OK.

3. Yang penting untuk diketahui baik, konselor maupun klien


ketika memulai proses terapi untuk mencapai tujuan
adalah
1. Tidak ada kesenjangan pemahaman antara klien
dan konselor yang tidak dapat dijembatani.
2. Klien memiliki hak-hak yang sama dan penuh
dalam terapi, artinya klien memiliki hak untuk

40
menyimpan atau tidak mengungkapkan sesuatu
yang dianggap rahasia.
3. Kontrak memperkecil perbedaan status dan
menekankan persamaan di antara konselor dan
klien.

41

Anda mungkin juga menyukai