Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

“DEFISIT PERAWATAN DIRI”

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
yang dikoordinatori oleh Ibu Sifa Fauziah, Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

Abdul Samsudin

Aldiansyah Nanang S

Alvira Nurgiani

Andi Nauron N

Moch. Sandi P

Muhamad Acep S

AKADEMI KPERAWATAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN CIANJUR

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok kami dengan
baik.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa dengan
bahan kajian “Defisit Perawatan Diri”.

Tidak lupa kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah
ini, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Kami mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami
sangat menerima kritik dan saran dari pembaca.

Cianjur 23, April 2021


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan di dalam kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan
yang tidak kecil di dalam segi kehidupan manusia. Perubahan situasi individu baik
yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental dan
sosial. Individu yang sehat jiwa ini meliputi menyadari kemampuan dirinya secara
penuh. Mampu menghadapi problem maupun situasi yang berat dan mampu
berada dengan orang lain (Keliat,dkk.2007).
Dalam pasien dengan gangguan jiwa kurangnya keperawatan diri akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga dalam kemampuan melakukan aktifitas
perawatan diri menurun. Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk
kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat dapat
memenuhi kebutuhan personal hygienenya sendiri. Cara perawatan diri menjadi
rumit dikarenakan kondisi fisik atau keadaan emosional klien. Selain itu,beragam
faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktik hygiene klien.
Karena perawatan hygiene seringkali memerlukan kontak yang dekat dengan
klien maka perawat menggunakan ketrampilan komunikasi untuk meningkatkan
hubungan terapeutik dan belajar tentang kebutuhan emosional klien. Oleh karena
itu penulis membahas makalah ini untuk mempelajari tentang defisit perawatan
diri dan mengkaji pasien dengan gangguan perawatan diri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan diri ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Defisit Perawatan Diri.
2. Untuk mengetahui Factor Predisposisi
3. Untuk mengetahui Factor Presifitasi
4. Untuk mengetahui Manifestasi Defisit Perawatan Diri
5. Untuk Mengetahui Rentang Respon
6. Untuk Mengetahui Psikodinamika
7. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien Defisit Perawatan Diri.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan
jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara
mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).
Defisit perawatan diri adalah kemampuan dasar yang dimiliki manusia dalam
melengkapi kebutuhannya dalam kelangsungan hidupnya sesuai kondisi kesehatannya.
(Damaiyanti dan Iskandar, 2012).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan serta toileting) kegiatan itu harus bisa dilakukan secara
mandiri ( Herman, 2011).

B. Factor Predisposisi
Faktor predisposisi (Predisposing Factors) yaitu faktor yang mempermudah dan
mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Merupakan anteseden dari perilaku yang
menggambarkan rasional atau motivasi melakukan suatu tindakan, nilai dan kebutuhan
yang dirasakan, berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk bertindak.
Mereka sebagian besar berada dalam domain psikologi. Secara umum, dapat dikatakan
faktor predisposisi sebagai pertimbangan-pertimbangan personal dari suatu individu atau
kelompok yang mempengaruhi terjadinya suatu perilaku. Pertimbangan tersebut dapat
mendukung atau menghambat terjadinya perilaku. Yang termasuk dalam kelompok faktor
predisposisi adalah pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya, persepsi, beberapa
karakteristik individu, misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan.
1) Persepsi
Menurut Schiffman (1994) persepsi adalah sebuah proses yang dilakukan
oleh seseorang (individu) untuk menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan
stimuli menjadi sesuatu yang berarti dan gambaran yang logis. Persepsi adalah
identifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra. (Gail Stuard,2006)
Berdasarkan pengertian persepsi tersebut maka pengertian persepsi secara
umum adalah proses menerima, mengatur dan menginterpretasikan stimulus
menjadi suatu gambaran yang logis dan menjadi sesuatu yang berarti. Menurut
Ma’art (1992), persepsi merupakan hasil proses pengamatan seseorang yang
berasal dari komponen kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar,
pengetahuan, pendidikan dan sosial budaya. Fisher B. A dan Katherine L. Adams
(1994) menyatakan persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita
memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita
sehingga proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Menurut Kenneth K. S dan
Edward M. B (1975), persepsi adalah suatu sarana yang memungkinkan kita
memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita. Menurut DeVito
Joseph A (1997), persepsi adalah proses yang mana kita menjadi sadar akan
banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra seseorang.
Faktor yang berperan dalam pembentukan persepsi adalah pengetahuan, afektif,
kepribadian dan budaya yang dimiliki seseorang yang berasal dari kenyataan yang
ada di lingkungannya (Pritchard, 1986). Keyakinan adalah suatu bagian dari faktor
predisposisi atau sering disebut sebagai faktor yang berkaitan dengan motivasi
seseorang atau kelompok untuk melakukan segala tindakan, berdasar asumsi-
asumsi tentang perubahan perilaku.
1. Orang harus mempercayai bahwa kesehatan dirinya terancam. Untukm
penyakit yang tanpa gejala seperti hipertensi atau kanker stadium awal, orang
harus percaya bahwa dirinya dapat terkena dan tidak merasakan gejalanya.
2. Orang harus meyakini keseriusan kondisi yang akan terjadi akibat sakit atau
ketidaknyamanan yang dideritanya.
3. Dalam menilai keadaan, orang harus mempercayai bahwa keuntungan yang
berawal dari perilaku yang diharapkan menimbulkan biaya dan
ketidaknyamanan, tetapi masih mungkin untuk dilakukan.
4. Harus ada tanda atau sesuatu yang mempercepat orang tersebut merasa perlu
untuk segera melakukan tindakan.
2) Faktor Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung saat lahir sampai berulang
tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih
matang dalam berpikir dan bekerja (wawan dan Dewi, 2011). Menurut
Trisnantoro (2004), faktor umur sangat mempengaruhi permintaan konsumen
terhadap pelayanan kesehatan preventif dan kuratif. Fenomena ini terlihat pada
pola demigrafi di negara-negara maju yang berubah menjadi masyarakat tua.
3) Faktor Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa permintaan konsumen
dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan pendidikan dan
perilaku masyarakat. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan dan penyakit, dapat mengakibatkan penyakit-penyakit yang terjadi
dalam masyarakat sering sulit terdeteksi. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit
atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Pendidikan kesehatan sangat
diperlukan pada tahap ini dan sekolah merupakan sarana yang baik bagi
pendidikan kesehatan serta merupakan perpanjangan tangan pendidikan kesehatan
bagi keluarga. Oleh karena itu lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik atau
lingkungan sosial yang sehat, akan sangat mempengaruhi terhadap perilaku sehat
seseorang. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak juga pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan
yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai
yang baru diperkenalkan.
4) Faktor Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pengetahuan adalah
hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seorang terhadap suatu objek.
Penginderaan terjadi melalui panca indera dan sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan yang di
miliki oleh individu merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk mencari
dan meminta upaya pelayanan kesehatan. Dinyatakan pula bahwa semakin tinggi
pengetahuan individu tentang akibat yang ditimbulkan oleh suatu penyakit, maka
makin tinggi upaya pencegahan yang dilakukan. Pengetahuan pemilik anjing
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilakunya. Pengetahuan sangat
erat hubungannya dengan pendidikan, dimana dengan pendidikan yang tinggi
maka orang tersebut makin luas pula pengetahuannya (Wawan dan Dewi, 2011).
Pengetahuan mengenai cara pencegahan dan pemberantasan rabies dapat
diperoleh dari informasi yang diperoleh baik dari media televisi, media cetak dan
sosialisasi oleh dinas terkait. Pengetahuan yang diperoleh pemilik anjing pada
umumnya diperoleh dari proses melihat dan mendengar. Penelitian Jeany Ch.
Wattimena di Kota Ambon (2010) bahwa pengetahuan yang kurang mengenai
perawatan anjing dan praktek yang buruk menjadi faktor risiko rabies pada anjing
Hal ini mungkin disebabkan karena responden kurang mengetahui benar tentang
cara pemeliharaan anjing yang baik serta upaya pencegahan dan pemberantasan
rabies. Sebuah penelitian yang dilakukan Malahayati (2009) bahwa pengetahuan
tidak berpengaruh terhadap partisipasi dalam pencegahan rabies.
5) Faktor Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan akan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, menyita waktu, berulang dan banyak tantangan.
6) Faktor Pendapatan
Biasanya sering dilakukan untuk menilai hubungan antara tingkat
pendapatan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun upaya pencegahan.
Seseorang mungkin tidak menjaga kualitas kesehatannya karena keterbatasan
biaya. Pola hubungan yang biasa terjadi, semakin tinggi penghasilan seseorang
maka semakin tinggi pula upaya pencegahan dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan.

C. Factor Presifitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), faktor-faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah :
1) Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diabetes melitus ia
harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
D. Manifestasi
Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :
1. Fisik
a) Badan bau, pakaian kotor.
b) Rambut dan kulit kotor.
c) Kuku panjang dan kotor.
d) Gigi kotor disertai mulut bau.
e) Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a) Malas, tidak ada inisiatif.
b) Menarik diri, isolasi diri.
c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Social
a) Interaksi kurang.
b) Kegiatan kurang.
c) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d) Cara makan tidak teratur.
e) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri

Menurut (Damaiyanti, 2012) jenis perawatan diri terdiri dari :


1. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/beraktivitas
perawatan diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian
dan berhias untuk diri sendiri.
3. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri.
4. Defisit perawatan diri : eliminasi
Hambatn kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi
sendiri.
E. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan Kadang perawatan diri, Tidak melakukan perawatan


diri seimbang kadang tidak diri pada saat stres

1. Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan mampu untuk
berperilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri.
2. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan stressor
kadang-kadang pasien tidak menperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stress (Ade, 2011)

F. Psikodinamika

G. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri, makan, berhias diri, dan eliminasi ( buang air besar dan buang air
kecil) secara mandiri.
Berikut petunjuk teknis pengisian format pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.
1. Identitas
a. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan,
waktu, tempat pertemuan dan topik yang akan dibicarakan. Kemudian usia dan
No RM.
b. Mahasiswa menuliskan sumber data yang didapat.
2. Alasan masuk
Tanyakan kepada klien dan keluarga
a. Apa yang menyebabkan klien/keluarga datang ke rumah sakit saat ini ?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ?
c. Bagaimana hasilnya ?
3. Faktor predisposisi
a. Tanyakan kepada klien/keluarga apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa dimasa lalu.
b. Tanyakan pada klien apakah klien pernah melakukan dan atau mengalami atau
menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
c. Tanyakan kepada klien atau keluarga apakah ada anggota keluarga lainnya
yang mengalami gangguan jiwa.
d. Tanyakan kepada klien/keluarga tentang pengalaman yang tidak
menyenangkan (kegagalan, kehilangan, perpisahan, kematian, trauma selama
tumbuh kembang) yang pernah dialami klien pada masa lalu.
4. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ :
a. Ukur dan observasi TTV.
b. Ukur tinggi badan dan berat badan klien.
c. Tanyakan kepada klien/keluarga, apakah ada keluhan fisik yang dirasakan
oleh klien.
d. Kaji lebih lanjut sistem dan fungsi organ serta jelaskan dengan keluhan yang
ada.
e. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data yang ada.
5. Psikososial
a. Genogram
b. Konsep diri
c. Hubungan sosial
d. Spiritual
6. Status mental
a. Penampilan
b. Pembicaraan
c. Aktivitas motorik
d. Alam perasaan
e. Afek
f. Interaksi selama wawancara
g. Persepsi
h. Proses pikir
i. Isi pikir
j. Tingkat kesadaran
k. Memori
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
m. Kemampuan penilaian
n. Daya tilik diri
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
b. BAB/BAK
c. Mandi
d. Berpakaian
e. Istirahat dan tidur
f. Penggunaan obat
g. Pemeliharaan kesehatan
h. Kegiatan didalam rumah
i. Kegiatan di luar rumah
8. Mekanisme koping
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada tiap masalah
yang dimiliki klien, beri uraian spesifik, singkat dan jelas.
10. Pengetahuan
Data dapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada tiap item yang
dimiliki oleh klien simpulkan dalam masalah.
11. Aspek medik
Tuliskan diagnosa medik klien yang telah dirumuskan oleh dokter yang merawat.
Tuliskan obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmako, dan terapi
lainnya.
12. Daftar masalah
a. Tuliskan semua masalah disertai data pendukung, yaitu data subjektif dan data
objektif.
b. Buat pohon masalah dari data yang tekah dirumuskan.
13. Daftar diagnosis keperawatan
a. Rumuskan diagnosa dengan rumusan P (permasalahan) dan E (etiologi)
berdasarkan pohon masalah.
b. Urutkan diagnosis sesuai prioritas.
Masalah Keperawatan Data yang Perlu dikaji
Defisit Perawatan Diri Subjektif :
1. Mengungkapkan dirinya malas
melakukan perawatan diri
( mandi, dan berhias).
2. Mengungkapkan dirinya tidak
ingin makan.
Objektif :
1. Tercium aroma tidak sedap dari
tubuh klien.
2. Pakaian terlihat kotor.
3. Rambut dan kulit kotor.
4. Kuku panjang dan kotor.
5. Gigi kotor dan aroma mulut
tidak sedap.
6. Penampilan tidak rapi.
7. Tidak bisa menggunakan alat
mandi.

Dokumentasi Asuhan Keperawatan


Berikut ini format dokumentasi keperawatan pengkajian pada pasien yang
mengalami defisit perawatan diri.
1. Status Mental
a. Penampilan
[ ] Tidak Rapi
[ ] Penggunaan pakaian tidak sesuai
[ ] Cara berpakaian tidak seperti biasanya
b. Jelaskan .............................................................
c. Masalah Keperawatan.........................................
2. Kebutuhan Sehari-hari
a. Kebersihan Diri
[ ] Bantuan Minimal [ ] Bantuan Total
b. Makan
[ ] Bantuan Minimal [ ] Bantuan Total
c. BAB/BAK
[ ] Bantuan Minimal [ ] Bantuan Total
d. Berpakaian/berhias
[ ] Bantuan Minimal [ ] Bantuan Total
e. Jelaskan.............................................................
f. Masalah keperawatan........................................

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapat, masalah keperawatannya adalah defisit perawatn diri :
higiene diri, berhias, makan dan eliminasi.

C. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Rencana Keperawatan


Intervensi
. Keperawatan TUM TUK
1. Defisit perawatan Pasien tidak 1. Klien dapat mebina Bina hubungan saling
diri : kebersihan diri, mengalami defisit hubungan saling percaya dgn
berdandan, makan, perawatan diri. percaya. menggunakan prinsip
BAB/BAK. Kriteria Evaluasi : komunikasi terapeutik :
Dalam 1. Sapa pasien dengan
berinteraksi klien ramah, baik verbal
menunjukan maupun non verbal.
tanda-tanda 2. Perkenalkan diri
percaya pada dengan sopan.
perawat: 3. Tanyakan nama
a. Wajah cerah, lengkap dan nama
tersenyum. panggilan yang di
b. Mau sukai pasien.
berkenalan. 4. Jelaskan tujuan
c. Ada kontak pertemuan. Jujur dan
mata. menepati janji.
d. Menerima 5. Tunjukkan sikap
kehadiran empati dan menerima
perawat. pasien apa adanya.
e. Bersedia 6. Beri perhatian dan
menceritakan perhatikan kebutuhan
perasaannya. dasar pasien.

2. Klien mampu Melatih pasien cara-cara


melakukan perawatan kebersihan
kebersihan diri diri :
secara mandiri. 1. Menjelasan
pentingnya menjaga
kebersihan diri.
2. Menjelaskan alat-alat
untuk menjaga
kebersihan diri.
3. Menjelaskan cara-
cara melakukan
kebersihan diri.
4. Melatih pasien
mempraktekkan cara
menjaga kebersihan
diri

3. Klien mampu Melatih pasien


melakukan berdandan/berhias :
berhias/berdandan 1. Untuk pasien laki-
secara baik. laki latihan meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
2. Untuk pasien wanita,
latihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias

4. Pasien mampu Melatih pasien makan


melakukan makan secara mandiri :
dengan baik. 1. Menjelaskan cara
mempersiapkan
makan.
2. Menjelaskan cara
makan yang tertib.
3. Menjelaskan cara
merapihkan peralatan
makan setelah makan.
4. Praktek makan sesuai
dengan tahapan
makan yang baik.

5. Pasien mampu Mengajarkan pasien


melakukan melakukan BAB/BAK
BAB/BAK secara secara mandiri :
mandiri. 1. Menjelaskan tempat
BAB/BAK yang
sesuai.
2. Menjelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB dan
BAK.
3. Menjelaskan cara
membersihkan tempat
BAB dan BAK

D. Tindakan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan pada Pasien
a) Tujuan Keperawatan
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
2) Pasien mampu melakukan berhias secara baik
3) Pasien mampu melakukan melakukan makan dengan baik.
4) Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri
b) Tindakan Keperawatan
1) Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara :
a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
d) Melatih pasien mempraktikan cara menjaga kebersihan diri.
2) Membantu pasien latihan berhias
Latihan berhias pada pria harus dibedakan dengan wanita. Pada pasien
laki-laki, latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir rambut, dan
bercukur, sedangkan pada pasien perempuan, latihan meliputi latihan
berpakaian, menyisir rambut, dan berhias/berdandan.
3) Melatih pasien makan secara mandiri dengan cara :
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makanan.
b) Menjelaskan cara makan yang tertib.
c) Menjelaskan cara merapikan peralatan makam setelah makan.
d) Mempraktikan cara makan yang baik.
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri dengan cara
:
a) Menjelaskan tempat BAB?BAK yang sesuai.
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.
SP 1 pasien : mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan
melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri.
SP 2 pasien : melatih pasien berhias (laki-laki : berpakaian, menyisir rambut, dan
bercukur. Perempuan : berpakaian, menyisir rambut, dan berhias).
SP 3 pasien : mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri (menjelaskan
tempat BAB/BAK yang sesuai, menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan
BAK, menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK).
SP 4 pasien : melatih pasien makan secara mandiri (menjelaskan cara mempersiapkan
makan, menjelaskan cara makan yang tertib, menjeaskan cara merapikan peralatan
makan setelah makan, praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik).

2. Tindakan Keperawatan pada Keluarga


a) Tujuan Keperawatan
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah defisit
perawatan diri.
b) Tindakan Keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri
yang baik, perawat harus melakukan tindakan agar keluarga dapat meneruskan
melatih dan mendukung pasien sehingga kemampuan pasien dalam perawatan
diri meningkat. Tindakan yang dapat perawat lakukan adalah sebagai berikut.
1) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga
dalam merawat pasien.
2) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.
3) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
4) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu
mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadwal yang telah
disepakati).
5) Anjrkan keluarga untuk memberikan pujian ats keberhasilan pasien dalam
merawat diri.
6) Bantu keluarga melatih cara merawat pasien defisit perawatan diri.
SP 1 Keluarga memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang masalah
perawatan diri dan cara merawat anggota keluarga yang mengalami masalah defisit
perawatan diri.
SP 2 Keluarga : melatih keluarga cara merawat pasien.
SP 3 Keluarga : membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri hendaknya di berikan
perhatian yang lebih dalam perawatan diri sehingga peningkatan kebersihan klien
dapat lebih meningkat lebih baik. Klien yang sering menyendiri merupakan resiko
menjadi isolasi sosial maka komunikasi terapeutik yang di gunakan sebagai landasan
untuk membina saling percaya sehingga dapat menggali semua permasalahan.
Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri harus selalu di
libatkan dalam kegiatan dan di temani setiap tindakan yang lebih. Identifikasi diri
mengenai penyebab awal terjadinya gangguan tersebut menjadi focus perhatian
pemberian pelayanan kesehatan. Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan
diri membutuhkan dukungan dari keluarganya sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan klien.

B. Saran
Klien diharapkan dalam mengikuti program penyembuhan yang direncanakan oleh
dokter dan perawat mau dan mampu untuk mengikuti guna kesembuhan klien.
Keluarga nantinya mampu memberikan motivasi dan semangat kepada klien untuk
mengembalikan kepercayaan diri baik di rumah maupun di rumah sakit.

Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/34831905/makalah_defisit_perawatan_diri_docx
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1392161023-3-BAB%20II.pdf
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/DINO_SAPUTRA.pdf

Anda mungkin juga menyukai