Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

“NUTRISI PADA PASIEN KRITIS”

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Kritis yang dikoordinatori oleh Sally Yustinawati S, Ns., M. Kep

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
Alvira Nurgiani
Dendi Abdillah
Jihan Saniah
Miraz Sucinoviani

AKADEMI KPERAWATAN
PEMERINTAHAN KABUPATEN CIANJUR
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok kami
dengan baik.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis
dengan bahan kajian “Nutrisi pada pasien kritis dewasa dan : Satuan acara penyuluhan
tentang nutrisi pada pasien kritis anak”.
Tidak lupa kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan
makalah ini, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Kami mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kami sangat menerima kritik dan saran dari pembaca.

Cianjur 25, April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan
langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Para
peneliti sebelumnya menggunakan istilah hiperalimentasi sebagai pengganti
pemberian makanan melalui intravena, dan akhirnya diganti dengan istilah yang
lebih tepat yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara umum dipakai
istilah Nutrisi Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan
melalui pembuluh darah. Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada penderita
dengan gangguan proses menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi (Bozzetti,
1989; Baron, 2005; Shike 1996; Mahon, 2004;Trujillo,2005).
Pemberian nutrisi parenteral hanya efektif untuk pengobatan gangguan
nutrisi bukan untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat
ringannya penyakit memegang peranan penting dalam menentukan kapan
dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang
dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini
dibandingkan dengan orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi.
CVP (Central Venous Pressure) merupakan salah satu parameter
hemodinamik pasien yang harus dimanitor oleh perawat di unit perawatan
intensif. CVP merupakan parameter penting dalam kardiologi klinis karena
merupakan penentu utama tekanan pengisian atau preload ventrikel kanan yang
berpengaruh pada SV (Stroke Volum) melalui mekanisme Frank-Starling.
Kegunaan CVP adalah untuk memperkirakan tekanan ventrikel kanan diakhir
diastolic (Right Ventricular End Diastolic Pressure / RVEDP). RVEDP ini
menilai fungsi ventrikel kanan dan status cairan umum. Nilai CVP rendah
biasanya mencerminkan hipovolemia atau penurun analiran balik vena. Nilai
tinggi CVP mencerminkan nilai overhydration, aliran balik vena meningkat atau
gagal jantung kanan (Klabunde, R., 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi terapi cairan dan CVP?
2. Apa fungsi dari terapi cairan dan terapi parenteral?
3. Bagaimana prosedur dan penatalaksanaan pemeriksaan CVP dan Pemberian
cairan nutrisi parenteral?
4. Di mana letak pemasangan alat CVP?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Fungsi terapi cairan dan terapi parenteral
2. Untuk mengetahui Cara pemberian cairan nutrisi parenteral
3. Untuk mengetahui Jenis-jenis cairan nutrisi parenteral
4. Untuk mengetahui Pengertian CVP
5. Untuk mengetahui Tempat Pemasangan CVP
6. Untuk mengetahui Cara Pengukuran CVP
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fungsi Terapi Cairan Dan Terapi Parenteral


a. Terapi Cairan
Terapi cairan merupakan pilihan terapi yang dapat keberhasilan
penanganan pasien kritis. Terapi cairan bertujuan untuk mempertahankan
sirkulasi atau mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
adekuat pada pasien yang tidak mampu mengendalikan keseimbangan
cairan dalam tubuhnya, sehingga mampu menciptakan hasil yang
menguntungkan bagi kondisi pasien. Dalam penerapan bantuan hidup
lanjut, langkah penting yang dapat dilakukan secara simultan bersama
langkah lainnya merupakan drug and fluid treatment. Pada pasien yang
mengalami kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena
muntah, mencret dan syok, langkah tersebut dapat menyelamatkan
pasien.
b. Jenis Cairan dan Indikasinya Cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu
cairan kristaloid dan koloid.
 Cairan Kristaloid Elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium,
klorida) merupakan komponen dari kristaloid. Karakteristik
kristaloid ditandai dengan pengaruhnya terhadap status asam-
basa. Kristaloid digunakan untuk menggantikan kehilangan
sodium atau mempertahankan status quo. Cairan kristaloid
perawatan mengandung konsentrasi natrium yang sama dengan
konsentrasi total tubuh normal (70 mmol / L), sedangkan cairan
kristaloid pengganti memiliki kandungan natrium pada
konsentrasi yang mirip dengan plasma normal (kira-kira 140
mmol/L). Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik, dengan
waktu paruh kristaloid di intravaskular berkisar antara 20-30
menit. Keuntungan dari kristaloid diantaranya murah, mudah
dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi imun. Sedangkan kerugian
dari pemberian kristaloid yakni apabila memberikan larutan
Normal Saline dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
asidosis metabolik hiperkloremik dikarenakan kadar natrium dan
kloridanya yang tinggi (154 mEq / L) sehingga konsentrasi
bikarbonat plasma menurun saat konsentrasi klorida meningkat.
Kristaloid digunakan sebagai cairan resusitasi awal pada pasien
dengan hemoragik dan syok septik, luka bakar, cedera kepala
(untukmempertahankan tekanan perfusi serebral), dan pada
pasien yang menjalani plasmaferesis dan reseksi hati. Ada 3 jenis
tonisitas kritaloid, diantaranya3 :
 Isotonis. Apabila jumlah elektrolit plasma terisi kristaloid pada
jumlah yang sama dan memiliki konsentrasi yang sama maka
disebut sebagai isotonis. (iso, sama; tonis, konsentrasi). Tidak
terjadi perpindahan signifikan antara cairan di dalam sel dengan
intravaskular saat pemberian kristaloid isotonis. Hal tersebut
menyebabkan hampir tidak adanya osmosis. Dalam pemberian
kristaloid isotonis pada jumlah besar perlu diperhatikan adanya
efek samping seperti edema perifer dan edema paru yang dapat
terjadi pada pasien. Contoh larutan kristaloid isotonis: Ringer
Laktat, Normal Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% dalam ¼
NS.
 Hipertonis Kristaloid disebut hipertonis apabila jumlah elektrolit
dari kristaloid lebih banyak dibandingkan dengan plasma tubuh.
Apabila pemberian kristaloid hipertonik dilakukan terhadap
pasien akan menyebabkan terjadinya penarikan cairan dari sel ke
ruang intravaskuler. Gejala yang timbul dari pemberian larutan
hipertonis adalah peningkatan curah jantung yang bukan hanya
disebabkan oleh karena perbaikan preload, tetapi juga disebabkan
oleh efek sekunder karena efek inotropik positif pada miokard
dan penurunan afterload sekunder akibat efek vasodilatasi kapiler
viseral. Hal ini dapat menyebabkan perbaikan aliran darah ke
organ-organ vital. Namun pemberian larutan hipertonis dapat
menyebabkan efek samping seperti hipernatremia dan
hiperkloremia. Contoh larutan kristaloid hipertonis antara lain
Dextrose 5% dalam ½ Normal Saline, Dextrose 5% dalam
Normal Saline, Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam
RL.3,4,7 - Hipotonis Jika plasma memiliki elektrolit yang lebih
banyak dibandingkan kristaloid dan kurang terkonsentrasi, maka
disebut sebagai “hipotonik” (hipo, rendah; tonik, konsentrasi).
Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan
berpindah dari intravaskular ke sel. Dextrose 5% dalam air, ½
Normal Saline merupakan beberapa contoh dari larutan kristaloid
hipotonik.
c. Cairan Koloid Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid terdiri
dari:
1. Koloid Alami yaitu fraksi albumin ( 5% dan 25%) dengan protein
plasma 5%. Dibuat dengan cara memanaskan plasma dalam suhu
60°C selama 10 jam agar virus hepatitis dan virus lainnya terbunuh.
Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin. Selain albumin,
aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor fragments) terdapat dalam
fraksi protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
2. Koloid Sintetik • Dextran Dextrans digunakan untuk mengganti
cairan karena memiliki rentang waktu efek yang lebih lama pada
ruang intravaskuler. Cairan koloid ini berasal dari molekul polimer
glukosa dengan jumlah besar. Efek samping dari pemberian Dextran
di antaranya gagal ginjal sekunder akibat pengendapan di dalam
tubulus ginjal, gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan
pada cross-matching darah. Oleh karena banyaknya efek samping
yang disebabkan, cairan ini jarang dipilih. Contoh sediaan yang ada,
antara lain : Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul
40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-
70.000.
 Hydroxylethyl Starch (Hetastarch) Hetastarch merupakan
golongan nonantigenik dan reaksi anafilaktoid jarang
dilaporkan terjadi. Rekomendasi dosis maksimal harian
penggunaan cairan HES adalah 33-50 ml/kgBB/hari. Low
molecular weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip
dengan Hetastarch. Pentastarch memiliki kemampuan untuk
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang
diberikan dan dapat berlangsung selama 12 jam. Pentastarch
menjadi opsi dari jenis koloid yang dapat digunakan sebagai
cairan resusitasi jumlah besar karena potensinya sebagai
plasma volume expander dengan toksisitas yang rendah dan
tidak menyebabkan terganggunya proses koagulasi.4 • Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang bersumber dari
gelatin, biasanya berasal dari collagen bovine. Larutan gelatin
adalah urea atau modifikasi succinylated cross-linked dari
kolagen sapi. Jika dibandingkan dengan jenis koloid lainnya,
gelatin memeliki berat molekul yang relatif rendah yaitu
30,35 kDa. Efek ekspansi plasma segera dari gelatin adalah
80-100% dari volume yang dimasukkan dibawah kondisi
hemodilusi normovolemik. Gelatin dapat memicu reaksi
hipersensitivitas, lebih sering daripada larutan HES. Ekskresi
gelatin dilakukan di ginjal, dan tidak ada akumulasi jaringan.
d. Berdasarkan penggunaannya, cairan infus dapat digolongkan menjadi
empat kelompok, yaitu :
1. Cairan Pemeliharaan Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan
rutin mengacu pada penyediaan cairan dan elektrolit intravena
untuk pasien yang terjaga keseimbangan cairan dan elektrolitnya,
namun tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan cairannya via
enteral. Pemberian cairan pemeliharaan rutin bertujuan agar
tersedianya cairan dan elektrolit yang adekuat untuk memenuhi
insensible losses, status normal kompartemen cairan tubuh dapat
dipertahankan dan memungkinkan terjadinya ekskresi ginjal dari
produk-produk limbah. Jenis cairan rumatan yang dapat
digunakan adalah NaCl 0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, atau
ringer laktat/asetat. Cairan rumatan dibutuhkan sekitar 25-30
ml/kg/hari. Kebutuhan K, Na dan Cl kurang lebih 1mmol/kg/hari,
sedangkan glukosa dibutuhkan tubuh sebanyak 50-100 gram
perhari. Perlu dilakukan monitor dan penilaian ulang pada pasien
setelah memberikan cairan pemeliharaan intravena pada pasien.
Cairan nasogastrium atau makanan enteral dipilih untuk
kebutuhan pemeliharaan lebih dari 3 hari.
2. Cairan Pengganti Penghitungan optimal dari cairan intravena
perlu dilakukan karena pasien yang membutuhkan cairan
intravena memiliki kebutuhan spesifik untuk mengganti
kehilangan cairan atau elektrolit yang terjadi serta permasalahan
redistribusi cairan internal yang sedang berlangsung. Pada kasus-
kasus kehilangan cairan tidak normal yang sedang berlangsung,
seperti dari saluran pencernaan atau saluran kencing, dibutuhkan
cairan pengganti. Terapi cairan pengganti intravena memiliki
tujuan untuk menjaga dan mengembalikan homeostasis yang
adekuat dengan cara memenuhi kebutuhan ekstra dari cairan dan
elektrolit.
3. Cairan untuk Tujuan Khusus Yang dimaksud adalah cairan
kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat
7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan koreksi khusus terhadap
gangguan keseimbangan elektrolit.
4. Cairan Nutrisi Pasien yang tidak mengkonsumsi makanan peroral
ataupun yang tidak boleh makan dapat diberikan cairan nutrisi.
Jenis cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai
komposisi, baik untuk parenteral parsial atau total maupun untuk
kasus penyakit tertentu. Adapun syarat pemberian nutrisi
parenteral yaitu berupa:
 Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula
enterokunateus, atresia intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi
usus halus.
 Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada
pankreatitis berat, status preoperatif dengan malnutrisi berat,
angina intestinal, stenosis arteri mesenterika, diare berulang.
 Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang
berkepanjangan, pseudo-obstruksi dan skleroderma.
e. Terapi cairan perioperatif intavena memiliki tujuan untuk
mengembalikan atau mempertahankan sirkulasi keseimbangan cairan dan
elektrolit yang adekuat, sehingga menciptakan prasyarat untuk hasil yang
menguntungkan bagi pasien. Selain itu, terapi cairan perioperatif juga
bertujuan untuk, di antaranya :
1. Menjaga atau memperbaiki keseimbangan cairan (dehidrasi,
hipovolemia)
2. Menjaga atau memperbaiki konstitusi plasma (elektrolit)
3. Mengamankan sirkulasi yang cukup (dalam kombinasi dengan zat
vasoaktif dan / atau kardioaktif)
4. Mengamankan suplai oksigen yang cukup ke seluruh organ (dalam
kombinasi dengan terapi oksigen)
B. Cara Pemberian Cairan Nutrisi Parenteral
a. Nutrisi Parenteral
Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk
membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk
berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh. Status
nutrisi normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan
nutrisi dengan kebutuhan nutrisi. Kekurangan nutrisi memberikan efek yang
tidak diinginkan terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan
sistem tubuh. Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi atas :
1) Nutrisi Parenteral Sentral
 Diberikan melalui central venous bila konsentrasi > 10% glukosa.
 Subclavian atau internal vena jugularis digunakan dalam waktu singkat
sampai < 4minggu. c) Jika > 4 minggu diperlukan permanent cateter
seperti implanted vascular access device.
2) Nutrisi Parenteral Perifer
 Nutrisi Parenteral Perifer diberikan melalui peripheral vena.
 Nutrisi Parenteral Perifer digunakan untuk jangka waktu singkat 5 -7 hari
dan ketika pasien perlu konsentrasi kecil dari karbohidrat dan protein.
 Nutrisi Parenteral Perifer digunakan untuk mengalirkan isotonic atau
mild hypertonic solution. High hypertonic solution dapat menyebabkan
sclerosis, phlebitis dan bengkak.
b. Tujuan Nutrisi Parenteral Adapun tujuan pemberian nutrisi parenteral adalah
sebagai berikut:
1. Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak
memungkinkannya saluran cerna untuk melakukan proses pencernaan
makanan.
2. Total Parenteral Nutrition (TPN) digunakan pada pasien dengan luka
bakar yang berat, pancreatitis, inflammatory bowel syndrome,
inflammatory bowel disease, ulcerative colitis, acute renal failure,
hepatic failure, cardiac disease, pembedahan dan kanker.
3. Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk
melakukan katabolisme energy.
4. Mempertahankan kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh.
c. Pemberian dari nutrisi parenteral didasarkan atas beberapa dasar fisiologis,
yakni:
1. Apabila di dalam aliran darah tidak tercukupi kebutuhan nutrisinya,
kekurangan kalori dan nitrogen dapat terjadi.
2. Apabila terjadi defisiensi nutrisi, proses glukoneogenesis akan
berlangsung dalam tubuh untuk mengubah protein menjadi karbohidrat.
3. Kebutuhan kalori kurang lebih 1500 kalor per hari,diperlukan rata-rata
dewasa untuk mencegah protein dalam tubuh untuk digunakan.
4. Kebutuhan kalori menigkat terjadi pada pasien dengan penyakit
hipermetabolisme, demam, trauma membutuhkan kalori sampai dengan
10.000 kalori per hari.
5. Nutrisi parenteral menyediakan kalori yang dibutuhkan dalam
konsentrasi yang langsung ke dalam sistem intravena yang secara cepat
terdilusi menjadi nutrisi yang tepat sesuai toleransi tubuh
d. Metode Pemberian Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral parsial, pemberian sebagian kebutuhan nutrisi melalui
intravena. Sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien masih dapat di penuhi
melalui enteral. Cairan yang biasanya digunakan dalam bentuk dekstrosa
atau cairan asam amino. Nutrisi parenteral total, pemberian nutrisi melalui
jalur intravena ketika kebutuhan nutrisi sepenuhnya harus dipenuhi melalui
cairan infus. Cairan yang dapat digunakan adalah cairan yang mengandung
karbohidrat seperti Triofusin E1000, cairan yang mengandung asam amino
seperti PanAmin G, dan cairan yang mengandung lemak seperti Intralipid.
Lokasi pemberian nutrisi secara parenteral melalui vena sentral dapat
melalui vena antikubital pada vena basilika sefalika, vena subklavia, vena
jugularis interna dan eksterna, dan vena femoralis. Nutrisi parenteral
melalui perifer dapat dilakukan pada sebagian vena di daerah tangan dan
kaki.
C. Jenis - Jenis Cairan Nutrisi Parenteral
a. Lemak
Lipid diberikan sebagai larutan isotonis yang dapat diberikan melalui
vena perifer . Lipid diberikan untuk mencegah dan mengoreksi
defisiensi asam lemak. Sebagian besar berasal dari minyak kacang
kedelai, yang komponen utamanya adalah linoleic, oleic, palmitic,
linolenic,dan stearic acids.
b. Karbohidrat
Beberapa jenis karbohidrat yang lazim menjadi sumber energi
dengan perbedaan jalur metabolismenya adalah : glukosa, fruktosa,
sorbitokl, maltose, xylitol. Tidak seperti glukosa maka, bahwa maltosa
,fruktosa ,sarbitol dan xylitol untuk menembus dinding sel tidak
memerlukan insulin. Maltosa meskipun tidak memerlukan insulin untuk
masuk sel, tetapi proses intraselluler mutlak masih
memerlukannya sehingga maltose masih memerlukan insulin untuk
proses intrasel. Demikian pula pemberian fruktosa yang berlebihan akan
berakibat kurang baik. Oleh karena itu perlu diketahui dosis aman dari
masing-masing karbohidrat :
1) Glikosa ( Dektrose ) : 6 gram / KgBB /Hari.
2) Fruktosa / Sarbitol : 3 gram / Kg BB/hari.
3) Xylitol / maltose : 1,5 gram /KgBB /hari.
Campuran GFX ( Glukosa ,Gfruktosa, Xylitol ) yang ideal secara
metabolik adalah dengan perbandingan GEX = 4:2:1
c. Protein/ Asam Amino
Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak , tubuh masih
memerlukan asam amino untuk regenerasi sel , enzym dan visceral
protein. Pemberian protein / asam amino tidak untuk menjadi sumber
energi Karena itu pemberian protein / asam amino harus dilindungi
kalori
yang cukup, agar asam amino yang diberikan ini tidak
dibakar menjadi energi ( glukoneogenesis). Jangan memberikan asam
amino jika kebutuhan kalori belum dipenuhi. Diperlukan perlindungan
150 kcal ( karbohidrat ) untuk setiap gram nitrogen atau 25 kcal untuk
tiap gram asam amino . Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut
dalam perhitungan kebutuhan kalori. Satu gram N ( nitrogen ) setara
6,25 gram asam amino atau protein jika diberikan protein 1 gram/ kg =
50 gram / hari maka diperlukan karbohidrat ( 50:6,25 ) x 150 kcal =
1200 kcal atau 300 gram.
d. Mikronutrien dan Immunonutrien
Pemberian calsium, magnesium & fosfat didasarkan kebutuhan setiap
hari, masing-masing:
 Calcium : 0,2 – 0,3 meq/ kg BB/ hari
 Magnesium : 0,35 – 0,45 meq/ kg BB/ hari
 Fosfat : 30 – 40 mmol/ hari
 Zink : 3 – 10 mg/ hari
Perkembangan terbaru dalam tunjangan nutrisi diperkenalkannya
immunonutrient.
Tiga grup nutrient utama yang termasuk dalam immunonutrient adalah:
1) Amino acids (arginine, glutamin, glycin )
2) Fatty acid.
3) Nucleotide.
Nutrient – nutrient tersebut diatas adalah ingredients yang memegang peran penting
dalam proses “wound healing” peningkatan sistem immune dan mencegah proses
inflamasi kesemuanya essenstial untuk proses penyembuhan yang pada pasien-pasien
critical ill sangat menurun. Kombinasi dari nutrient-nutrient tersebut diatas, saat ini
ditambahkan dalam support nutrisi dengan nama Immune Monulating Nutrition (IMN )
atau immunonutrition.
D. Pengertian CVP
CVP adalah memasukkan kateter poliethylene dari vena tepi sehingga ujungnya
berada di dalam atrium kanan atau di muara vena cava. CVP disebut juga
kateterisasi vena sentralis (KVS). Pengukuran tekanan vena central (CVP)
merupakan alat yang berguna dalam perawatan pasien yang sakit akut.
Pengukuran CVP menunjukkan tekanan dalam vena besar (vena kava superior
dan vena kava inferior). Ini digunakan untuk memantau volume darah yang
bersirkulasi, fungsi ventrikuler kanan, dan arus balik vena sentral, meskipun
tidak mengukur secara langsung tekanan atrial kanan. (Grifin, 1999)  
Tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP) adalah tekanan
intravaskular didalam vena cava torakal. Tekanan vena sentral menggambarkan
banyaknya darah yang kembali ke dalam jantung dan kemampuan jantung untuk
memompa darah kedalam sistem arterial. Perkiraan yang baik dari tekanan
atrium kanan, yang mana merupakan faktor yang menentukan dari volume akhir
diastolik ventrikel kanan. Tekanan vena sentral menggambarkan keseimbangan
antara volume intravaskular, venous capacitance, dan fungsi ventrikel kanan.
CVP penting karena menggambarkan perubahan dalam sistem kardiovaskular.
Termasuk tekanan atrium kanan (selama vena cava tdak terhalang), dan secara
tidak langsung, tekanan akhir diastolik. Pengukuran CVP sering digunakan
sebagai panduan untuk menentukan status volume pasien dan kebutuhan cairan
dan untuk memeriksa adanya tamponade.
E. Tempat Pemasangan CVP
Pemasangan kateter CVP dapat dilakukan secara perkutan atau dengan cutdown
melalui vena sentral atau vena perifer, seperti :
1. vena basilika
2. vena sephalika
3. vena jugularis interna/eksterna
4. vena subklavia.
 Indikasi untuk kateter vena sentral
1. Resusitasi cairan
2. Pemberian obat dan cairan
3. Pemberian makanan secara panenteral
4. Pengukuran tekanan vena sentral
5. Akses vena yang buruk
6. Pacu jantung (Jevon, 2008: 140)
F. Cara Pengukuran CVP
CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan penilaiannya
adalah sebagai berikut :
1. CVP Rendah : < 4 cmH2O
Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat.
Bila CVP normal, tanda shock hilang -> shock hipovolemik
Bila CVP normal, tanda – tanda shock bertambah -> shock septik
2. CVP Normal : 4-10 cmH2O
Bila darah atau cairan dengan hati – hati dan dipantau pengaruhnya dalam
sirkulasi.
Bila CVP normal, tanda – tanda shock negatif -> shock hipovolemik
Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif -> septik shock,
cardiogenik shock
3. CVP Sedang : 10-15 cmH2O
CVP Tinggi : > 15 cmH2O
Menunjukkan adanya gangguan kerja jantung (insufisiensi kardiak)
Terapi : obat kardiotonika (dopamin )
 METODE PEMASANGAN
1. Persiapan Alat
2. Skala pegnukur
3. Selang penghubung (manometer line)
4. Standar infus
5. Three way stopcock
6. Pipa U
7. Set infus
8. Cara Merangkai
9. Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
10. Mengeluarkan udara dari selang infuse
11. Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
12. Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
13. Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
14. Mengeluarkan udara dari manometer line
15. Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
16. Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah
terpasang
17. Cara Pengukuran
18. Memberikan penjelasan kepada pasien
19. Megatur posisi pasien
20. Lavelling, adalah mensejajarkan letak jantung (atrium kanan)
dengan skala pengukur atau tansduser
21. Letak jantung dapat ditentukan dg cara membuat garis pertemuan
antara sela iga ke empat (ICS IV) dengan garis pertengahan aksila
22. Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada
manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi
23. Membereskan alat-alat
24. Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang
diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran
pencernaan. Nutrisi parenteral tidak bertujuan menggantikan kedudukan
nutrisi enteral lewat usus yang normal. Segera jika usus sudah berfungsi
kembali, perlu segera dimulai nasogastric feeding, dengan sediaan nutrisi
enteral yang mudah dicerna.
Untuk mengukur tekanan vena yaitu dengan pemasangan CVP.
CVP merupakan kateter jantung yang digunakan untuk mengukur
tekanan vena central yang berada di atrium kanan. Pengukuran ini
digunakan untuk post operasi, pemberian nutrisi parenteral,
pemberian obat vasoaktif, serta pada pasien gagal jantung. Pengukuran
ini digunakan untuk penunjang diagnosis bersama dengan EKG pada
pemeriksaan aritmia

B. Saran
Sebagai calon ners, kita mampu memahami tentang Terapi cairan dan
Nutrisi Parenteral serta memahami konsep dasar CVP (Central Venous
Presure) memperdalam pengetahuan tentang pemeriksaan CVP dan
Terapi cairan dan Nutrisi Parenteral sehingga dapat diaplikasikan dalam
pelayanan keperawatan professional.
DAFTAR PUSTAKA
I Putu Raditya Dananjaya Sukarata, 2017. Terapi Cairan. Diakses
Pada Tanggal 24 April 24, 2021 https://simdos.unud.ac.id/
Dr. Putu Agus Surya Panji , Sp.An, Kic, 2019. Nutrisi Parenteral Di
Intensive Care Unit. Diakses Pada Tanggal 24 April 2021.
http://erepo.unud.ac.id/
Mayor, medan January 2014. Pemberian nutrisi parenteral pada kasus
post laparatomy, diakses pada tanggal 24 April 2021
https://dokumen.tech/document/nutrisi-parenteral-
568213c4bca9d.html
https://ikatannersindonesia.wordpress.com/2016/12/07/askep-
dengan-cvp-invasive-intra-arterial-blood-pressure/ Diakses pada
tanggal 24 April 2021.

Anda mungkin juga menyukai