Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infus adalah proses mengekstraksi unsur-unsur substansi terlarutkan
(khususnya obat) atau terapi dengan cara memasukkan cairan ke dalam tubuh melalui
intravena yang dilakukan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan daalm jumlah
yang banyak dan waktu yang lama ke dalam vena dengan menggunakan perangkat
infus (infus set) secara tetesan (Chan, 2013). Infus adalah pemberian sejumlah cairan
ke dalam tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik)
untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Anggarini,
2015).
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan
cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui
intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan
cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara
pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan
elektrolit serta asam basa. Tindakan ini merupakan metode efektif dan efisien dalam
memberikan suplai cairan ke dalam kompartemen intravaskuler. Terapi intravena
dilakukan berdasarkan permintaan dokter dan perawat bertanggung jawab dalam
pemeliharaan terapi yang dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena
didasarkan pada beberapa faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien,
usia, riwayat kesehatan dan kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi intravena
dibutuhkan dan diprogramkan oleh dokter, maka perawat harus mengidentifikasi
larutan yang benar, peralatan dan prosedur yang dibutuhkan serta mengatur dan
mempertahankan sistem (Andimursyidah, 2011).
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak
dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang
dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang
diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Chan, 2013)

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka, dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Pengertian terapi cairan / infus
1.2.2 Tujuan pemberian terapi cairan / infus
1.2.3 Mengetahui macam-macam cairan infus
1.2.4 Mengetahui komposisi cairan infus, indikasi, dan kapan penggunaan
1.2.5 Mengetahui cara pemakaian infus

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian terapi cairan / infus
1.3.2 Untuk mengetahui tujuan pemberian terapi cairan / infus
1.3.3 Untuk mengetahui macam-macam cairan infus
1.3.4 Untuk mengetahui komposisi cairan infus, indikasi, dan kapan penggunaan
1.3.5 Untuk mengetahui bentuk dan ukuran abocath
1.3.6 Untuk mengetahui cara menghitung tetesan infus permenit
1.3.7 Untuk mengetahui cara pemakaian infus
1.3.8 Untuk mengetahui cara pelepasan infus

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah pembaca dapat
mengetahui pengertian terapi cairan/infus, tujuan pemberian terapi dan macam-
macamnya. Selain itu, diharapkan pembaca dapat mengetahui komposisi cairan infus,
indikasi, kapan penggunaan dan bagaimana cara pemakaiannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terapi Cairan / Infus


Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah
cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh
balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh
(Poltekkes Semarang). Pemasangan Infus adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam
tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Anggarini, 2015). Memasang
Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena
dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan menggunakan infus set
(Chan, 2013).
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak
dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang
dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang
diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Chan, 2013).

2.2 Tujuan Pemberian Terapi Cairan/Infus


Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus) (Setyorini, 2006) :
a. Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara
adekuat melalui oral
b. Memperbaiki keseimbangan asam-basa
c. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
d. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
e. Memonitor tekanan vena sentral (CVP)
f. Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan

3
2.3 Macam-Macam Cairan Infus
Saat ini jenis cairan untuk terapi parenteral sudah tersedia banyak sekali
dipasaran. Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai dengan
penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga dicapai efek yang
optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat penyakit pasien. Rancangan
cairan disesuaikan dengan kondisi patologis (Darmawan, 2007). Sementara
itu,Leksana (2010) membagi jenis cairan yang sering digunakan dalam pemberian
terapi intravena berdasarkan kelompoknya adalah sebagai berikut:

2.3.1 Cairan Kristaloid


Cairan dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau tanpa
glukosa, mempunyai tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh
ruang ekstraseluler, dan mengandung elektrolit : Ringer lactate, Ringer’s solution,
NaCl 0,9%. Tidak mengandung elektrolit : Dekstrosa 5%. Cairan ini rata-rata
memiliki tingkat osmolaritas yang lebih rendah dengan osmolaritas plasma. Contoh
cairan tersebut adalah :
1. Normal Saline
2. Ringer Laktat (RL)
3. Dekstrosa.
4. Ringer Asetat (RA)

2.3.2 Cairan Koloid


Cairan dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton ), merupakan larutan
yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus membran kapiler,
digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian lebih kecil,
onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan lebih
mahal.
Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga
cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh
darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh
karena itu, penggunaannya membutuhkan volume yang sama dengan jumlah
volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan meningkatkan tekanan
osmosi plasma.

4
Contohnya adalah :
1. Albumin
2. HES (Hydroxyetyl Starches)
3. Dextran
4. Gelatin

2.3.3 Cairan Khusus :


Cairan ini dipergunakan untuk indikasi khusus atau koreksi. Adapun
macam-macamnya adalah sebagai berikut :
1. Mannitol
2. Asering
3. Ka-En 1B
4. Ka-En 3A & Ka-En 3B
5. Ka-En MG3
6. Ka-En 4A
7. Ka-En 4B
8. Otsu-NS
9. Martos-10
10. Aminovel-600
11. Pan-Amin G
12. Tutofusin Ops

2.4 Komposisi Cairan Infus, Indikasi, Dan Waktu Penggunaan


Cairan Kristaloid :
1. Normal Saline

5
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
Indikasi :
a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh
keluarnya molekul protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit
yang bergerak ke intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.

b. Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan
NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang hilang tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan tubuh
yang terbakar. Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan
NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.
d. Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga
homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu ureum
dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian normal
saline dan glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi : Hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan
pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema
paru.
Adverse Reaction : Edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-
paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.

6
2. Ringer Laktat (RL)

Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa =


28-30 mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : Keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah
komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung
cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan
menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah.
Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi
saraf dan otot.
Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada
dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Indikasi : Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan
hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam
laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction : Edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya
paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : Hati-hati pemberian pada penderita edema perifer
pulmoner, heart failure/impaired renal function & pre-eklamsia.

7
3. Dekstrosa
Komposisi : Glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Kemasan : 100, 250, 500 ml.
Indikasi : Sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi
selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang
(kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan
iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.

4. Ringer Asetat (RA)

Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti.
Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama dimetabolisme di
hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai cairan kristaloid
isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma, RA dan RL efektif
sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi
yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali
dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan
pada dehidrasi dengan kehilangan bikarbonat masif yang terjadi pada diare.
Indikasi : Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah seharusnya
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan
asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini terutama diindikasikan
sebagai pengganti kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka

8
bakar / syok hemoragik,pengganti cairan selama prosedur operasi,loading cairan saat
induksi anestesi regional,priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal; dan
juga diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi.
Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi, misalnya
ditunjukkan oleh studi Ewaldsson dan Hahn (2001) yang menganalisis efek
pemberian 350 ml RA secara cepat (dalam waktu 2 menit) setelah induksi anestesi
umum dan spinal terhadap parameter-parameter volume kinetik. Studi ini
memperlihatkan pemberian RA dapat mencegah hipotensi arteri yang disebabkan
hipovolemia sentral, yang umum terjadi setelah anestesi umum/spinal.
Untuk kasus obstetrik, Onizuka dkk (1999) mencoba membandingkan efek
pemberian infus cepat RL dengan RA terhadap metabolisme maternal dan fetal, serta
keseimbangan asam basa pada 20 pasien yang menjalani kombinasi anestesi spinal
dan epidural sebelum seksio sesarea. Studi ini memperlihatkan pemberian RA lebih
baik dibanding RL untuk ke-3 parameter di atas, karena dapat memperbaiki asidosis
laktat neonatus (kondisi yang umum terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang
mengalami eklampsia atau pre-eklampsia).
Dehidrasi dan gangguan hemodinamik dapat terjadi pada stroke iskemik /
hemoragik akut, sehingga umumnya para dokter spesialis saraf menghindari
penggunaan cairan hipotonik karena kekhawatiran terhadap edema otak. Namun,
Hahn dan Drobin (2003) memperlihatkan pemberian RA tidak mendorong terjadinya
pembengkakan sel, karena itu dapat diberikan pada stroke akut, terutama bila ada
dugaan terjadinya edema otak.
Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih
baik dibanding RL secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa
menimbulkan perbedaan yang signifikan pada parameter-parameter hemodinamik
(denyut jantung dan tekanan darah sistolik-diastolik).

Tabel I. Komposisi Beberapa Cairan Kristaloid


K Ca Glukos Laktat
Na(mmol/ Cl(mmol/ Asetat
Cairan Tonusitas (mmol/ (mmol/l a (mmol/l
l) l) (mmol/l)
) ) (mg/dl) )
NaCl 0,9 308
154 154
% (isotonus)

9
154
½ Saline (hipotonus 77 77
)
253
Dextrose
(hipotonus 5000
5%
)
561
D5NS (hipertonu 154 154 5000
s
330
D5 ¼NS 38,5 38,5 5000
(isotonus)
2/3 D &
Hipertonus 51 51 3333
1/3 S
Ringer 273
130 109 4 3 28
Laktat (isotonus)
273
D5 RL 130 109 4 3 50 28
(isotonus)
Ringer 273,4
130 109 4 3 28
Asetat (isotonus)

Cairan Koloid :
Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit
menembus membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler.
Umumnya pemberian lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek
samping lebih banyak, dan lebih mahal.
Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga
cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah,
bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh karena itu
penggunaannya membutuhkan volume yang sama dengan jumlah volume plasma
yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan meningkatkan tekanan osmose plasma.

1. Albumin

10
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa
yang dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume
yang dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam
jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches dan
resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.
Indikasi : Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia,
hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary bypass,
hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut, pancretitis, mediasinitis, selulitis luas dan luka
bakar.
Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrome). Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan albumin dan
furosemid yang dapat memberikan efek diuresis yang signifikan serta penurunan berat
badan secara bersamaan. Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan
malnutrisi, kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi
inflamasi, dan ekskresi renal berlebih. Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP)
yang merupakan komplikasi dari sirosis. Sirosis memacu terjadinya
asites/penumpukan cairan yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
bakteri. Terapi antibiotik adalah pilihan utama, sedangkan penggunaan albumin pada
terapi tersebut dapat mengurangi resiko renal impairment dan kematian. Adanya
bakteri dalam darah dapat menyebabkan terjadinya Multi Organ Dysfunction
Syndrome (MODS), yaitu sindroma kerusakan organ-organ tubuh yang timbul akibat
infeksi langsung dari bakteri.
Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat.
Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25.

2. HES (Hydroxyetyl Starches)


Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan
amilopektin.
Indikasi : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler.
Kontraindikasi : Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan
setelah operasi, hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat

11
(>20 ml/kg). Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF).
Penggunaan HES pada sepsis masih terdapat perdebatan.
Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu
penelitian menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :
Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu
HES tetap bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi
kenaikan permeabilitas. Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES
dan albumin menunjukkan manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan
kristaloid. Dengan menjaga COP, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut seperti
asidosis refraktori. HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat
menguntungkan pada kondisi sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat
adesi molekuler. Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak
boleh digunakan pada sepsis karena :
a. Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid
(HES), yang manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.
b. HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan gelatin
pada pasien sepsis dengan hipovolemia.
c. HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF,
pruritus, dan liver failure. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi
iskemik reperfusi (contoh: transplantasi ginjal).
d. Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin
pada pasien dengan sepsis.
Adverse reaction : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.

2. Dextran
Komposisi : Dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri
Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Indikasi :
a. Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia
miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
b. Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan
viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian

12
dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling
poten jika dibandingkan dengan gelatin dan HES.
Kontraidikasi : Pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik (trombositopenia,
hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan ginjal dengan oliguria atau
anuria yang parah.
Adverse Reaction : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga sering
dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-molekul
dextran pada tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan
yang signifikan.
Contoh : Hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.

4. Gelatin
Komposisi : Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.
Indikasi : Penambah volume plasma dan mempunyai efek antikoagulan.
Pada sebuah penelitian invitro dengan tromboelastropgraphy diketahui bahwa gelatin
memiliki efek antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.
Kontraindikasi : Haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga harus
dihindari pada keadaan hiperkalsemia.
Adverse reaction : Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan
20.000 pasien, dilaporkan bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang tinggi
bila dibandingkan dengan starches.
Contoh : Haemacel, gelofusine.

Cairan Khusus
1. Mannitol
D-Manitol. C6H14O6
Indikasi : Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral,
meningkatkan diuresis pada pencegahan dan/atau pengobatan oliguri yang disebabkan
gagal ginjal, menurunkan tekanan intraokular, meningkatkan ekskresi uriner senyawa
toksik, sebagai larutan irigasi genitouriner pada operasi prostat atau operasi
transuretral.

2. Asering

13
Indikasi : Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis
akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat,
trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
Na 130 mEq
a. K 4 mEq
b. Cl 109 mEq
c. Ca 3 mEq
d. Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
a. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
b. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik
dibanding RL pada neonatus
c. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi
dengan isofluran
d. Mempunyai efek vasodilator
e. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml
RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko
memperburuk edema serebral

3. Ka-En 1B

14
Indikasi:
a. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada
kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
b. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya
300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
c. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100
ml/jam
Komposisi :
Tiap 1000 ml isi mengandung
a. Sodium klorida 2,25 g
b. Anhidrosa dekstros 37,5 g.
Elektrolit (meq/L) :
a. Na+ 38,5
b. Cl- 38,5
c. Glukosa 37,5 g/L.
d. kcal/L : 150

4. Ka-En 3A & Ka-En 3B


Indikasi:
a. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas
b. Kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
d. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
Komposisi :
Ka-En 3A

15
Tiap liter isi mengandung
a. Sodium klorida 2,34 g
b. Potassium klorida 0,75 g, sodium laktat 2,24 g
c. Anhydrous dekstros 27 g.
Elektrolit (mEq/L)
a. Na+ 60
b. K+ 10
c. Cl- 50
d. Laktat- 20
e. Glukosa : 27 g/L.
f. Kcal/L : 108
Ka-En 3B

Tiap liter isi mengandung :


a. Sodium klorida 1,75g,
b. Potasium klorida 1,5g,
c. Sodium laktat 2,24g,
d. Anhydrous dekstros 27g.
Elektrolit (mEq/L) :
a. Na+ 50,

16
b. K+ 20,
c. Cl- 50,
d. Laktat- 20,
e. Glukosa 27 g/L.
f. Kcal/L. 108
5. Ka-En MG3

Indikasi :
a. Pemenuhan kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup
untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
b. Kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c. Mensuplai kalium 20 mEq/L
d. Kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
Komposisi :
Tiap liter isi mengandung bahan :
a. Sodium klorida 1,75g,
b. Potassium klorida 1,5g,
c. Sodium laktat 2,24g,
d. Anhydrous dekstros 100g.
Elektrolit (mEq/L) :
a. Na+ 50
b. K+ 20
c. Cl- 50,
d. Laktat- 20,
e. Glukosa 100 g/L;

17
f. Kcal/L: 400

6. Ka-En 4A

Indikasi :
a. Untuk bayi dan anak
b. Pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
c. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
a. Na 30 mEq/L
b. K 0 mEq/L
c. Cl 20 mEq/L
d. Laktat 10 mEq/L
e. Glukosa 40 gr/L

7. Ka-En 4B
Indikasi:
a. Untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
b. Pasien dengan risiko hipokalemia
c. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
a. Na 30 mEq/L
b. K 8 mEq/L
c. Cl 28 mEq/L
d. Laktat 10 mEq/L

18
e. Glukosa 37,5 gr/L

8. Otsu-NS

Indikasi:
a. Untuk resusitasi
b. Kehilangan Na > Cl, misal diare
c. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum,
insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
Mengandung elektrolit mEq/L
a. Na+ = 154
b. Cl– = 154

9. Otsu-RL

19
Indikasi:
a. Resusitasi
b. Suplai ion bikarbonat
c. Asidosis metabolik
Mengandung elektrolit mEq/L
a. Na+ = 130
b. Cl– = 108.7
c. K+ = 4
d. Ca+ = 2.7
e. Laktat = 28

10. Martos-10

Indikasi:
a. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
b. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi
berat, stres berat dan defisiensi protein
c. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
d. Mengandung 400 kcal/L

11. Amiparen
Indikasi:

20
a. Stres metabolik berat
b. Luka bakar
c. Infeksi berat
d. Kwarsiokor
e. Pasca operasi
f. Total Parenteral Nutrition
g. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
Komposisi
Setiap liter Amiparen isi mengandung
a. L-leucine 14 g
b. L-isoleucine 8 g
c. L-valine 8 g
d. Lysine acetate 14,8g (L-lysine equivalent 10,5 g)
e. L-threonine 5,7 g
f. L-tryptophan 2 g
g. L-methionine 3,9 g
h. L-phenylalanine 7 g
i. L-cysteine 1 g
j. L-tyrosine 0,5 g
k. L-arginine 10,5 g
l. L-histidine 5 g
m. L-alanine 8 g
n. L-proline 5g,
o. L-serine 3g,
p. Aminoacetic acid 5,9g,
q. L-aspartic acid 30 w/w%,
r. Total nitrogen 15,7g,
s. Sodium kurang lebih 2 mEq,
t. Acetate kira-kira 1220 mEq.
u. Sodium bisulfit ditambahkan sebagai stabilisator.

21
11. Aminovel-600

Indikasi:
a. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
b. Penderita GI yang dipuasakan
c. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca
operasi)
d. Stres metabolik sedang
e. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
Komposisi :
Tiap liter Aminovel 600 berisi
a. Amino acid (L-form) 50 g
b. D-sorbitol 100 g
c. Ascorbic acid 400 mg
d. Inositol 500 mg
e. Nicotinamide 60 mg
f. Pyridoxine HCl 40 mg
g. Riboflavin sodium phosphate 2,5 mg
Elektrolit :
a. Sodium 35 mEq
b. Potassium 25 mEq
c. Magnesium 5 mEq

22
d. Acetate 35 mEq
e. Maleate 22 mEq
f. Chloride 38 mEq.
Setiap 50 g asam amino berisi :
a. L-isoleucine 3,2 g
b. L-leucine 2,4 g
c. L-lysine (calculated as base) 2 g
d. L-methionine 3 g
e. L-phenylalanine 4 g
f. L-threonine 2 g
g. L-tryptophan 1 g
h. L-valine 3,2 g
i. L-arginine (calculated as base) 6,2 g
j. L-histidine (calculated as base) 1 g
k. L-alanine 6 g
l. Glycine 14 g
m. L-proline 2 g

12. Pan-Amin G

Indikasi:
a. Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
b. Nutrisi dini pasca operasi
c. Tifoid

23
Komposisi
Tiap liter infuse mengandung
a. L-arginine HCl 2,7 g
b. L-histidine HCl H2O 1,3 g
c. L-isoleucine 1,8 g
d. L-leucine 4,1 g
e. L-lysine HCl 6,2 g
f. L-methionine 2,4 g
g. L-phenyilalanine 2,9 g
h. L-threonine 1,8 g
i. L-tryptophane 0,6 g
j. L-valine 2 g
k. Glycine 3,4 g
l. D-sorbitol 50 g
m. air.

13. Tutofusin Ops

Dalam 1000 ml mengandung :


a. Natrium 100 mEq
b. Kalium 18 mEq
c. Kalsium 4 mEq
d. Magnesium 6 mEq
e. Klorida 90 mEq
f. Asetat 38 mEq
g. Sorbitol 50 gram

24
Indikasi :
a. Air & elektrolit yang dibutuhkan pada fase sebelum, selama, & sesudah operasi.
b. Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit selama masa pra operasi, intra operasi dan
pasca operasi
c. Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit pada keadaan dehidrasi isotonik dan
kehilangan cairan intraselular
d. Memenuhi kebutuhan karbohidrat secara parsial
Kontraindikasi :
a. Insufisiensi ginjal
b. Intoleransi Fruktosa & Sorbitol
c. Kekurangan Fruktosa-1-6-difosfate
d. Keracunan Metil alkohol.
Hati-hati pada :
a. Penyakit ginjal atau jantung
b. Retensi cairan
c. Hipernatremia.

2.5 Cara Menghitung Tetesan Infus


Ada dua jenis Infus set yaitu infus makro dan infus set mikro serta abocath

Menurut Purohito, cara menghitung tetesan infus per menit (TPM) secara sederhana
adalah:
Tetes Per Menit (Makro) = Jumlah cairan infus (ml)
Lamanya infus (jam) x 3
Tetes Per Menit (Mikro) = Jumlah cairan infus (ml)
Lamanya infus (jam)

25
Atau dengan menggunakan cara lain dengan menghitung faktor tetesnya
Jumlah tetesan per menit = (jumlah cairan (kolf) x Faktor tetes)
(lamanya waktu x 60)
Perbandingan antara infus set makro dan mikro
20 tetes/menit infus makro = 1cc
60 tetes/menit infus mikro = 1 cc
Jadi perbandingan makro:mikro adalah 20:60=1:3 artinya satu tetes makro sama dengan
tiga tetes mikro
Contoh soal
Berapa tetes per menit (TPM) jika cairan yang dimasukkan 500 ml dan habis dalam
waktu 8 jam?
Jawab
a. Faktor tetesan makro.
Tetes Per Menit (Makro) = Jumlah cairan infus (ml) = 500 ml = 20 tpm
Lamanya infus (jam) x 3 24
Jadi, cairan tersebut harus diberikan 20 TPM.
b. Faktor tetesan mikro.
Tetes Per Menit (Mikro) = Jumlah cairan infus (ml) = 500 ml = 60 tpm
Lamanya infus (jam) 8
Jadi, cairan tersebut harus diberikan 60 TPM.

2.6 Penatalaksanaan Pemasangan Infus


2.6.1 Persiapan Alat
1. Standar infuse
2. Set infuse

3. Cairan sesuai program medic


4. Abocath dengan ukuran yg tepat

5. Pengalas

6. Torniket

7. Kapas alcohol

8. Plester

26
9. Gunting Kasa steril

10. Betadin

11. Handscoon

2.6.2 Persiapan Pasien


1. Menjekaskan prosedur yang akan dilakukan dan akibatnya jika tidak
dilakukan.
2. Gunakan bahasa yang mudah dipahami pasien.
3. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
4. Tidak memaksa pasien untuk melaksanakan tindakan.
2.6.3 Persiapan Lingkungan
1. Atur pencahayaan ruangan
2. Atur ventilasi ruangan dengan baik
3. Tutup tirai atau skatsel untuk menjaga privasi pasien
2.6.4 Prosedur Pemasangan Infus
Dalam pemakaian infus perlu dipersiapkan terlebih dahulu bahan-
bahan dan alat-alatnya, meliputi : Standar infuse, Set infuse, Cairan sesuai
program medic, Jarum infuse dengan ukuran yang sesuai, Pengalas Torniket,
Kapas alcohol, Plester, Gunting, Kasa steril, Betadine, Sarung tangan.
Setelah itu dilanjutkan dengan tahap pemasangan infus, yang terdiri dari :
1. Mencuci tangan dengan 6 langkah cuci tangan
2. Memberitahu kepada pasien tindakan yang akan dilakukan
3. Mengisi selang infus
4. Membuka plastic infus set dengan benar
5. Tetap melindungi ujung selang agar tetap steril
6. Menggantungkan infus set dan cairan infus dengan posisi cairan infus
mengarah ke atas
7. Menggantungkan cairan infus di standar cairan infus
8. Mengisi cairan infus set dengan cara menekan (tidak boleh sampai
terendam)
9. Mengisi selang infus dengan cairan yang benar
10. Menutup ujung selang dan tutup dengan memepertahankan keseterilan
11. Cek adanya udara dalam selang
12. Pakai sarung tangan bila perlu

27
13. Memilih posisi yang tepat bila memasang infus
14. Meletakkan perlak dan pengalas
15. Memilih vena yang benar dan tepat
16. Memasang Torniquet
17. Deninfeksi vena dengan alcohol dari atas kebawah dengan sekali usap
18. Buka abocath apa ada kerusakan atau tidak
19. Menusukkan abocath pada vena yang dipilih
20. Memperhatikan adanya darah dalam abocath
21. Tourniquet dicabut
22. Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu
dikeluarkan cairannya sedikit,dan dibiarkan menetes sedikit
23. Memberikan plester pada ujung abocath dengan tidak menyentuh area
penusukan untuk fiksasi
24. Membalut dengan kasa betadine steril dan menutupnya dengan kassa steril
kering
25. Memberi plester dengan benar dan mempertahankan keamanan abocath
agar tidak tercabut
26. Mengatur tetesan cairan infus sesuai kebutuhan pasien
27. Bereskan alat-alat dan perhatikan respons pasien
28. Cuci tangan dengan 6 langkah setelah penanganan
29. Catat tindakan yang dilakukan

2.7 Penatalaksanaan Pelepasan Infus

Melepaskan infus merupakan pencabutan abocath yang berisi cairan infus


yang telah dimasukkan ke dalam tubuh pasien melalui pembuluh darah karena
keadaan pasien yang sudah membaik. Tujuan pelepasan infus adalah agar tidak timbul
reaksi alergi,emboli udara,infeksi,edema paru-paru pada pasien.

2.7.1 Persiapan Alat


1. Perlak dan pengalas
2. Handscoon
3. Kapas Alkohol dan larutan antiseptik (klorheksidin glukonat 2 %,alkohol
60-90 % atau PVI 10 %)

28
4. Plester bedah,Kasa 2x2 cm
5. Gunting plester
6. Bengkok
2.7.2 Persiapan Pasien
1. Menjekaskan prosedur yang akan dilakukan dan akibatnya jika tidak
dilakukan.
2. Gunakan bahasa yang mudah dipahami pasien.
3. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya
4. Tidak memaksa pasien untuk melaksanakan tindakan.
2.7.3 Persiapan Lingkungan
1. Atur pencahayaan ruangan
2. Atur ventilasi ruangan dengan baik
3. Tutup tirai atau skatsel untuk menjaga privasi pasien
2.7.4 Penatalaksanaan pelepasan infus
1. Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan
2. Mendekatkan alat
3. Mencuci tangan
4. Memasang perlak dan pengalas
5. Memakai sarung tangan
6. Membasahi plester yang melekat pada kulit dengan kapas alkohol
7. Melepas plester dan kassa dari kulit
8. Menekan tempat tusukan dengan kapas alkohol dan mencabut infus secara
pelan-pelan
9. Menekan kapas alkohol dengan plester
10. Membereskan alat dan merapikan pasien
11. Melepas handscoon
12. Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemasangan Infus merupakan tekhnik yang mencakup penususkan vena
melalui transcutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateter atau dengan
jarum yang disambungkan untuk mengembalikan kembali cairan tubuh yang hilang
dan sebagai pengganti nutrisi. Hal ini didasarkan pada beberapa factor,yaitu tujuan
dan lamanya terapi,diagnosa pasien,usia,riwayat kesehatan,dan kondisi vena pasien.
Cairan infus terdiri dari beberapa jenis yaitu Normal Saline,Ringer Laktat
(RL),Dekstrosa,dan Ringer Asetat (RA).

3.2 Saran
Dalam pemberian cairan infus atau terapi intravena disarankan untuk tetap
memperhatikan efek dari cairan yang diberikan,serta caian yang sesuai dengan
kondisi pasien. Perhatikan juga indikasi dan kontra indikasi dari pemberian masing-
masing cairan agar tidak terjadi kesalahan pemberian infus kepada pasien dengan
kontra indikasi.

30

Anda mungkin juga menyukai