Anda di halaman 1dari 11

2.2.

Pemasangan Infus
2.2.1. Definisi
Pemberian cairan intravena (infus) adalah memasukan cairan atau obat
langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu
dengan menggunakan infus set (Potter & Perry, 2005).
Teknik penusukan vena melalui transkutan dengan stilet yang kaku, seperti
angiokateter atau dengan jarum yang di sambungkan. Terapi intravena atau yang
biasa disebut dengan terapi infus merupakan metode yang efektif untuk mensuplai
cairan, elektrolit, nutrisi, dan obat melalui pembuluh darah atau intravaskular
(Mubarak, 2008). Kateterisasi vena adalah pembuatan jalur vena untuk pemberian
cairan, darah atau obat, dan suntikan berulang (Mansjoer, 2000).
Pemberian cairan intravena adalah pemberian cairan atau darah langsung
ke dalam vena yang dapat dikerjakan dengan 2 cara yaitu:
1. Tanpa membuat luka sayat, jarum infus (ujung tajam) ditusukkan langsung ke
dalam vena,
2. Menyayat kulit untuk mencari vena dan melubangi vena setelah itu jarum
infus tumpul dimasukkan. Terapi intravena adalah kemampuan untuk mendapat
akses ke sistem vena guna memberikan cairan dan obat merupakan
keterampilan perawat.

2.2.2.Tujuan Pemasangan Infus


Menurut Smeltzer & Bare (2002), umumnya cairan intravena diberikan untuk
mencapai satu atau lebih tujuan berikut :
1.Menyediakan air,
2. Elektrolit,
3.Menyediakan nutrien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan
4. Menjadi medium untuk pemberian obat secara intravena.
Menurut Setyorini (2006), tujuan pemberian terapi intravena yaitu :
1.Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara
adekuat melalui oral.
2.Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
3.Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
4.Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh.
5.Memonitor tekanan vena sentral (CVP). Keenam,
6.Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan diistirahatkan.

2.2.3. Pedoman Pemilihan vena


Banyak tempat yang dapat digunakan untuk terapi intravena, tetapi
kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di setiap vena. Vena di ekstremitas
dipilih sebagai lokasi perifer, karena vena ini relatif aman dan mudah dimasuki kateter
infus. Venavena di ekstremitas atas paling sering digunakan. Vena di lengan dan
tangan yangsering digunakan yakni vena sefalika, vena basilika, vena fosa
antekubital, vena kubital mediana, vena sefalika asesorius, vena antebrakialis
mediana, vena basilika, vena sevalika, jaring-jaring vena dorsalis, vena metakarpal dan
vena digitalis.
Vena di kaki sebaiknya sangat jarang digunakan, karena resiko tinggi
terjadinya tromboemboli, vena ini merupakan cara terakhir dan dapat dilakukan
hanya sesuai dengan program medik dokter. Tempat tambahan untuk dihindari
termasuk vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area yang
flebitis, vena yang sklerotik atau bertrombus, lengan fistula atau lengan yang
mengalami edema, infeksi, bekuan darah atau kerusakan kulit. Selain itu, lengan
pada sisi yang mengalami mastekstomi dihindari karena aliran balik vena yang
terganggu. Vena sentral yang sering digunakan oleh dokter termasuk vena
subclavicula dan vena jugularis interna adalah memungkinkan untuk mengakses
atau mengkanulasi pembuluh darah yang lebih besar, bahkan pembuluh darah
perifer sudah kolaps dan vena ini memungkinkan pemberian larutan dengan
osmolar tinggi.
Meskipun demikian bahanya jauh lebih besar dan mungkin termasuk
penusukan yang kurang hati-hati masuk ke dalam arteri atau rongga pleura. Idealnya,
kedua lengan dan tangan harus diinspeksi dangan cermat sebelum tempat pungsi vena
spesifik dipilih. Lokasi harus dipilih yang tidak mengganggu mobilisasi. Untuk
alasan ini, fosa antekubital dihindari, kecuali sebagai upaya terakhir. Tempat yang
paling distal dari lengan atau umumnya digunakan pertama kali sehingga intravena
(IV) yang berikutnya dapat dilakukan ke arah yang atas.
Hal-hal berikut menjadi pertimbangan ketika memilih tempat penusukan vena
adalah kondisi vena, jenis cairan atau obat yang akandiinfuskan, lamanya terapi,
usia, dan ukuran kateter infus yang sesuai untuk pasien, riyawat kesehatan dan status
kesehatan pasien sekarang dan keterampilan tenaga kesehatan. Vena harus dikaji
dengan palpasi dan inspeksi, vena harus teraba kuat, elastis, besar dan bulat, tidak
keras, datar dan tidak bergelombang (Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.4. Pemilihan Alat dalam Pemasangan Infus


2.2.4.1. Jenis Larutan Intravena
1. Cairan Isotonik
Cairan yang diklasifikasikan isotonik mempunyai osmolaritas total yang
mendekati cairan eksetraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut
atau membengkak. Komposisi dari cairan-cairan ini mungkin atau
tidakmemungkinkan mendekati komposisi CES. Cairan isotonik meningkatkan
volume cairan ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik meningkatkan cairan
ekstraseluler sebesar 1 liter, meskipun demikian cairan ini meningkatkan plasma
hanya sebesar ¼ liter karena cairan isotonik merupakan cairan kristaloid dan berdifusi
dengan cepat ke dalam kompartemen CES. Untuk alasan yang sama, 3 liter cairan
isotonik dibutuhkan untuk menggatikan 1 liter darah yang hilang. Larutan
dekstrosa 5% dalam air mosmaliritas serum sebesar 252 mosm/L.
Sekali diberikan, glukosa dengan cepat dimetabolisasi dan larutan yang
pada awalnya merupakan larutan isotonis kemudian berubah menjadi cairan
hipotonik, sepertiga ekstraseluler dan dua pertiga intraseluler. Karena itu, dekstrosa
5% dalam air terutama dipergunakan untuk mensuplai air dan untuk memperbaiki
osmaliritas serum yang meningkat. Satu liter dekstrosa 5% dalam air memberikan
kurang dari 200 kkal dan merupakan sumber kecil kalori untuk kebutuhan
sehari-hari tubuh. Saline normal (0,9 % natrium klorida) mempunyai osmalalitas
total sebesar 308mOsm/L.
Karena osmolalitasnya secara keseluruhan ditunjang oleh elektrolit,
larutan ini tetap dalam kompartemen ekstra seluler. Untuk alasan ini, salin
normal sering dugunakan untuk mengatasi kekurangan volume ekstraseluler,
meskipun disebut sebagai “normal”, salin normal hanya mengandung natrium dan
klorida dan tidak merangsang CES secara nyata. Beberapa larutan lain
mengandung ion-ion selain natrium klorida dan kurang lebih sama dengan
komposisi CES. Larutan ringermengandung kalium dan kalsium selain natrium
klorida. Laruran ringer lactate juga mengandung prekursor bikarbonat.
2. Cairan Hipotonik
Salah satu tujuan dari cairan hipotonik adalah untuk mengganti cairan
seluler, karena larutan ini bersifat hipotonis dibandingkan dengan plasma. Tujuan
lainnya adalah untuk menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pada
saat-sat tertentu, larutan natrium hipotonik digunakan untuk mengatasi
hipernatremia dan kondisi hperosmolar yang lain. Salin berkekuatan menengah
(natrium klorida 0,45%) sering digunakan.
Larutan elektrolit multipel juga tersedia. Infus larutan hipotonik yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya deplesi cairan intravaskuler, penurunan
tekanan darah, edema seluler dan kerusakan sel. Larutan ini menghasilkan tekanan
osmotik yang kurang dari cairan ekstraseluler.
3. Cairan Hipertonik
Jika dekstrosa 5% ditambahkan pada salin normal atau larutan ringer,
osmolalitas totalnya melebihi osmolalitas CES. Meskipun demikian, dekstrosa
dengan cepat dimetabolisasi dan hanya tersisa larutan isotonik. Kerena itu efek
apapun pada kompartemen intraseluler sifatnya sementara. Sama halnya,
dekstrosa 5% biasanya ditambahkan pada larutan elektrolit multipel hipotonik.
Setelah dekstrosa dimetabolisasi, larutan ini menyebar sebagai cairan hipotonik.
Dekstosa dengan konsentrasi yang lebih tinggi, seperti dekstrosa 50% dalam air,
diberikan untuk membantu memenuhi kebutuhan kalori. Larutan ini sangat
hipertonis dan harus diberikan pada vena sentral sehingga mereka dapat didilusi
dengan aliran darah yang cepat. Larutan salin juga tersedia dalam konsentrasi
osmolar yang lebih tinggi daripada CES.
Larutan-larutan ini menarik air dari kompartemen intraselular
kekompartemen ekstraselular dan menyebabkan sel-sel mengkerut. Jika diberikan
dengan cepat atau dalam jumlah besar mereka mungkin menyebabkan kelebihan
volume ekstraselular dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan dehidrasi.
Sebagai akibatnya, larutan ini diberikan dengan hati-hati dan biasanya hanya
jika osmolalitas serum menurun sampai ke batas rendah yang berbahaya. Larutan
hipertonik menghasilkan tekanan osmoltik yang lebih besar dibandingkan dengan
cairan ekstraseluler.
4. Subtansi lain yang diberikan secara intravena
Jika saluran gastrointestinal pasien tidak dapat menerima makanan,
kebutuhan nutrisi sering kali dipenuhi melalui intravena. Pemberian parenteral
mungkin termasuk konsentrasi tinggi dari glukosa, protein atau lemak untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi. Banyak pengobatan juga diberikan secara intravena
baik melalui infus atau langsung ke dalam vena.
Karena pengobatan intravena bersirkulasi dengan cepat, pemberian melalui
cara ini berpotensi sangat berbahaya. Kecepatan pemberian dan dilusi yang
dianjurkan untuk tiap obat tersedia dalam teks-teks khusus yang menyangkut
medikasi intravena dan dalam lampiran paket pabrik, hal ini harus dibaca untuk
memastikan pemberian medikasi secara intravena yang aman.

2.2.4.2. Ukuran Kateter Intravena


Jarum infus atau abocath atau kateter intravena, secara umum diberi warna
yang berbeda-beda dengan alasan untuk mempermudah petugas mengenali ukuran
abbocath yang diperlukan. Semakin rendah ukuran abochath maka semakin besar
abocath. Macam-macam abocath menurut ukuran jarum infus yang biasa
digunakan adalah :
Ukuran 16G berwarna abu-abu berguna bagi pasien dewasa, bedah
mayor, dan trauma. Apabila sejumlah besar cairan perlu diinfuskan pertimbangan
perawat dalam penggunaan ukuran 16G adalah adanya rasa sakit pada insersi dan
membutuhkan vena besar.
Ukuran 18G berwarna hijau digunakan pada pasien anak dan dewasa,
biasanya untuk tranfusi darah, komponen darah, dan infus kental lainnya.
Ukuran 20G berwarna merah muda biasanya umum dipakai pada pasien
anak dan dewasa, sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah, komponen darah,
dan infus kental lainnya.
Ukuran 22G warna biru digunakan pada bayi, anak, dan dewasa (terutama
usia lanjut), cocok untuk sebagian besar cairan infus dan memerlukan
pertimbangan perawat karena lebih mudah untuk insersi ke vena yang , tipis dan
rapuh, kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat, dan sulit insersi melalui kulit
yang keras.
Ukuran 24G berwarna kuning, 26 berwarna putih digunakan pada nenonatus,
bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut), sesuai untuk sebagian besar cairan
infus, tetapi kecepatan tetesan lebih lambat.
2.2.5. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan pemasangan infus
a. Sterilitas :
Tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak menyebabkan infeksi
lokal pada daerah tusukan dan supaya mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh
darah mengakibatkan bakteremia dan sepsis.
Beberapa hal perlu diperhatikan untuk mempertahankan standar sterilitas tindakan,
yaitu:
1) Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan (golongan
iodium, alkohol 70%).
2) Cairan, jarum dan infus set harus steril.
3) Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan antiseptik
yang benar dan memakai sarung tangan steril yang pas di tangan.
4) Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat juga
mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya vena yang
dipilih adalah vena superficial di lengan dan tungkai, sedangkan anak-anak dapat juga
dilakukan di daerah frontal kepala.
b. Fiksasi :
Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau tercabut. Apabila
kanula mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk dinding vena bagian
dalam sehingga terjadi hematom atau trombosis.
c. Pemilihan cairan infus :
Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan tujuan pemberian cairan.
d. Kecepatan tetesan cairan :
Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka tekanan dari luar ditinggikan
atau menempatkan posisi cairan lebih tinggi dari tubuh. Kantung infus dipasang ± 90
cm di atas permukaan tubuh, agar gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan
cairan cukup kuat sehingga cairan masuk ke dalam pembuluh darah.Kecepatan tetesan
cairan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan adalah
bahwa volume tetesan tiap set infus satu dengan yang lain tidak selalu sama dan perlu
dibaca petunjuknya.
e. Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat
atau terlepas sambungannya.
f. Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada
penggunaan kateter intravena berukuran kecil karena lebih mudah tersumbat.
g. Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau
mengalami spasme.
h. Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah terpasang.

2.2.6. Prosedur Pemasangan Infus


Persiapan alat :
1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2. Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit selang
infus untuk mengatur kecepatan tetesan.
Jenis infus set berdasarkan penggunaannya :
a. Macro drip set
b. Micro drip set
c. Tranfusion Set
3. Kateter intravena (IV catheter)
4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%
5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Gunting
8. Bengkok
9. Tiang infus
10. Perlak kecil
11. Bidai, jika diperlukan (untuk pasien anak)
12. Sarung tangan steril yang tidak mengandung bedak
13. Masker
14. Tempat sampah medis

Persiapan penderita :
1. Perkenalkan diri dan lakukan validasi nama pasien.
2. Beritahukan pada penderita (atau orang tua penderita) mengenai tujuan dan
prosedur tindakan, minta informed consent dari pasien atau keluarganya.
3. Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin.
4. Mengidentifikasi vena yang akan menjadi lokasi pemasangan infus :
- Pilih lengan yang jarang digunakan oleh pasien (tangan kiri bila pasien tidak kidal,
tangan kanan bila pasien kidal).
- Bebaskan tempat yang akan dipasang infus dari pakaian yang menutupi.
- Lakukan identifikasi vena yang akan ditusuk.

Prosedur tindakan :
1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat penderita di tempat yang
mudah dijangkau oleh dokter/ petugas.
- Dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang disiapkan sudah sesuai dengan
identitas atau kebutuhan pasien.
- Dilihat kembali keutuhan kemasan dan tanggal kadaluwarsa dari setiap alat, obat
dan cairan yang akan diberikan kepada pasien
2. Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus.
3. Memasang infus set pada kantung infuse :
- Buka tutup botol cairan infus.
- Tusukkan pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa saluran infus.
- Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan keluar dengan membuka kran selang
sehingga tidak ada udara pada saluran infus, lalu dijepit dan jarum
ditutupkembali. Tabung tetesan diisi sampai ½ penuh.
- Gantungkan kantung infus beserta salurannya pada tiang infus.
4. Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk bersih dan kering.
5. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket
6. Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi daerah tempat suntikan
7. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas,
membentuk sudut 30-40 derajat terhadap permukaan kulit
8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah mengalir
keluar.
9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena (stylet) kira-
kira 1 cm ke arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena dari jarum agar
jarum tidak melukai dinding vena bagian dalam. Dorong kateter vena sejauh 0.5
– 1 cm untuk menstabilkannya
10. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang
memfiksasi bagian proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena yang
berwarna putih ke dalam vena.
11. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena.
12. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung
infus atau kantung darah.
13. Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan.
14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan plester.
15. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester.
17. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk)
supaya jarum tidak mudah bergeser
18. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam
sharp disposal (jarum tidak perlu ditutup kembali).
19. Bereskan alat-alat yang digunakan.
20. Cara melepas infus : bila infus sudah selesai diberikan, plester dilepas, jarum
dicabut dengan menekan lokasi masuknya jarum dengan kapas alkohol, kemudian
diplester.

2.2.7. Komplikasi
1. Phlebitis
2. Hematoma
3. Ekstravasasi cairan, ditandai dengan :
- Aliran cairan melambat atau terhenti
- Pembengkakan, area yang mengalami pembengkakan berwarna lebih pucat
daripada area sekitarnya.
- Nyeri, nyeri tekan atau rasa terbakar di sekitar pembengkakan.
- Bila terjadi ekstravasasi cairan, pindahkan infus ke lokasi lain.
4. Infeksi lokal atau sistemik
5. Melukai serabut syaraf
6. Emboli udara : gejalanya adalah nyeri dada dan sakit kepala

Anda mungkin juga menyukai