Filsafat Ilmu
Oleh Kelompok 3:
1. Agustinus S. Metuduan
2. Delfridus Nenat
3. Gedion Ana Lete
4. Henry Laganguru
5. Maria Yunita Dhiu
6. Marten Seik
7. Mirnawati Saputri
8. Ronaldo U. Raing
9. Wendelina Buik
KEPERAWATAN A/V
Filsafat merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh manusia untuk mengerti dan memahami sesuat
u dalam kontek memberi
makna dan nilai yang terkandung. Filsafat merupakan suatu bidang yang menyeluruh dan berkaitan e
rat dengan bidang-bidang pengalaman setiap
manusia. Filsafat memiliki tujuan untuk menyatukan hasil dari pemahaman dan ilmu tentang moral, a
gama, dan estetika. (Mudhofir, 2010).
Menurut Mudhofir (2010) dan Soemowinoto (2008), filsafat atau falsafah atau philosophy dalam segi
etimologi merupakan kata yang bersumber
dari bahasa Yunani, philosophia. Philosopia sendiri terdiri dari dua suku kata, yaitu philein (philos) yan
g berarti mencintai (teman) dan sophos (sophia) yang berarti bijaksana (kebijaksanaan). Sehingga dap
at diartikan bahwa philosophia adalah mencintai sifat bijaksana (kata sifat) dan teman kebijaksanaan
(kata benda). Dengan kata lain, seseorang yang dianggap telah memiliki kemampuan berfilsafat yaitu
orang yang terbiasa berteman
dengan kebijaksanaan dan melakukan pendekatan dalam memahami sesuatu dengan rasa cinta dan s
ifat yang bijaksana
Pada awalnya, Mudhofir (2010) menjelaskan bahwa filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, sehing
ga penganut sistem filsafatlah yang
memberikan batasannya. Waktu demi waktu filsafat berkembang dan bercabang-cabang dengan baik
sampai akhirnya masing-masing cabang melepaskan diri dari batasan filsafat yang dianutnya. Pelepasa
n cabang-cabang tersebut berkembang secara mandiri dan mengikuti kaidah metodologi perkembang
an keilmuan secara mandiri. Sampai akhirnya kini berbeda dengan pada jaman awal filsafat yang mem
Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat yang menempatkan ilmu sebagai obj
ek sasarannya (Siswomihardjo, 2010). Menurut Suriasumantri (1998) dalam Nurs
alam (2008), filsafat ilmu merupakan suatu cara untuk menelaah pertanyaan hak
ikat ilmu dengan filsafat. Hakikat dari ilmu tersebut terbagi menjadi tiga bagian, y
aitu ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dengan adanya hakikat ontologis, s
ebuah ilmu memiliki batas lingkup yang membedakan dengan pengetahuan yan
g lainnya. Begitu juga yang terjadi pada ilmu keperawatan.
Apabila ditinjau dari filsafat, ilmu keperawatan harus memiliki syarat-syarat terten
tu agar dapat dikatakan sebagai bidang ilmu. Syarat-syarat tersebut adalah adany
a objek material dan objek formal. Kedua objek tersebut harus ada dalam bidang
keilmuan (Mudhofir, 2010). Berikut ini adalah penjabaran objek-objek ilmu keper
awatan, yaitu:
Objek material
Objek material merupakan segala sesuatu yang dijadikan pemikiran, yang diselidi
ki, atau segala sesuatu yang bisa dipelajari (Mudhofir, 2010). Objek material ilmu
keperawatan adalah manusia yang dipandang sebagai sosok yang unik dan tersu
sun atas bio-psiko-sosio-spiritual (Asmadi, 2008).
Objek formal
Mudhofir (2010) menjelaskan bahwa objek formal merupakan sebuah cara pand
ang, cara seorang peneliti meninjau sebuah objek material dari berbagai sudut p
andang. Sebagai contoh dalam ilmu keperawatan, objek material “manusia” dipa
ndang atau ditinjau dari aspek kesehatan, aspek lingkungan, atau aspek keperaw
atan itu sendiri. Selain itu, bantuan yang bersifat holistik diberikan pada individu
yang tidak berfungsi secara sempurna dalam konteks kesehatan dan proses peny
embuhan juga menjadi objek formal (Asmadi, 2008).
Sebuah ilmu menjadi eksis jika ditopang dengan komponen filsafat ilmu. Seperti yang di
sebutkan diatas, bahwa hakikat ilmu ada
tiga bagian, yaitu ontologis, epistemologis, dan aksiologis (Siswomihardjo, 2010).
Ilmu keperawatan akan eksis bila dapat ditelaah menggunakan hakikat tersebut. Berikut
ini merupakan pertanyaan-pertanyaan
dalam menelaah ilmu keperawatan sehingga dapat dikatakan bahwa ilmu keperawata
n merupakan ilmu yang memiliki eksistensi, diantaranya:
Pertanyaan ontologis
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat dari ilmu, kemudian apa hakikat kebenaran dan keny
ataannya (Siswomihardjo, 2010). Dengan
kata lain, pertanyaannya adalah “Apa yang dimaksud ilmu keperawatan?”. Nightingale
(1859/1992) dalam Parker dan Smith (2010) menbedakan keperawatan dengan medis.
Beliau mendefinisikan keperawatan sebagai upaya menempatkan seseorang pada
kondisi terbaik untuk beraktivitas secara normal, dengan fokus pada kesehatan dan pro
ses penyembuhan secara alami, dan
bukan pada penyakit dan pengobatan. Ilmu keperawatan dikarakteristikkan menjadi du
a cabang filosofi pengetahuan sebagai
pengembangan disiplin ilmu. Banyak istilah dalam dua cabang ini, seperti empiris dan i
nterpretif, mekanistik dan holistik,
kualitatif dan kuantitatif, serta bentuk deduktif dan induktif (Hardin, 2014). Ilmu keper
awatan merupakan ilmu yang terdiri dari
ilmu-ilmu dasar, perilaku manusia, biomedik, sosial, dan imu keperawatan itu sendiri (da
sar, anak, maternitas, medikal bedah, jiwa, dan komunitas) yang dikembangkan melalui
pendekatan dan metode ilmiah dalam penyelesaian masalah agar kebutuhan dasar
manusia secara menyeluruh dapat dipertahankan, ditopang, dipelihara, dan ditingkatka
Pertanyaan epistemologis
Epistemologi menunjukkan bagaimana sebuah ilmu itu bisa dicapai dengan mengiku
ti tatacara penggunaan sumber dan sarana
yang ada (Siswomihardjo, 2010). Sehingga pertanyaan yang sesuai dengan epistemo
logi ilmu yaitu “Bagaimana cerita lahirnya ilmu keperawatan?”. Pada awalnya sekitar
4000 SM, evolusi keperawatan dimulai pada komunitas primitif dimana
mother-nurses bekerja bersama pendeta. Perawat pertama yang tercatat dalam sejar
ah adalah Deborah.
berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu keperawatan tidak hanya pada teori saja,
namun pada praktik dan spesialisasi atau kekhususan bidang tertentu. Sekolah-sekolah
keperawatan formal sudah dikembangkan sejak jaman Nightingale (DeLaune & Ladner, 2001) .