Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehiduspan pasien. Pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
sediaan farmasi dengan maksud untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan kefarmasian yang baik adalah pelayanan yang berorientasi
langsung dalam proses penggunaan obat, bertujuan menjamin keamanan,
efektifitas dan kerasionalan penggunaan obat dengan menerapkan ilmu
pengetahuan dan fungsi dalam perawatan pasien. Tuntutan pasien dan
masyarakat akan mutu pelayanan kefarmasian mengharuskan adanya
perubahan paradigma pelayanan dari paradigma lama yang berorientasi pada
produk obat, menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien
(Surahman dan Husen, 2011; Wiedenmayer et al., 2006).
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari
obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian
(Pharmaceutical Care). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.129 / Menkes / SK / II / 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit, penulisan resep seluruhnya harus mengacu
pada formularium dengan standar 100%. Formularium rumah sakit yang
menjadi acuan rumah sakit dilihat dari formulariunm nasional. Formularium
Nasional adalah daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan digunakan sebagai
acuan penulisan resep pada pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam
penyelenggaraan program jaminan kesehatan (PERMENKES 54:2018).
Semua obat yang direkomendasikan di instalasi farmasi rumah sakit
harus sesuai dengan formularium nasional dan formularium rumah sakit. Obat
yang dibutuhkan dan tidak tercantum di dalam formularium nasional dapat
digunakan dengan persetujuan komite medik dan direktur rumah sakit

1
2

setempat (Depkes RI: 2013). Manfaat formularium nasional salah satunya


yaitu untuk pengendalian mutu dan untuk mengoptimalkan pelayanan pada
pasien (Kemenkes RI:2013). Ketidakpatuhan terhadap formularium akan
mempengaruhi mutu pelayanan rumah sakit terutama mutu pelayanan di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Krisnadewiet al: 2014).
Menurut Winda Ratna Pratiwi, dkk: (2017) dalam penelitian tentang
Hubungan Kesesuaian Penulisan Resep Dengan Formularium Nasional
Terhadap Mutu Pelayanan Pada Pasien Jaminan Kesehatan Nasional di
Rumah Sakit Umum di Bandung memberikan hasil bahwa Resep yang sesuai
dengan formularium nasional sebanyak 91,7% dan sisanya tidak sesuai. Hasil
lainnya adalah terdapat perbedaan bermakna antara kesesuaian penulisan
resep dengan mutu pelayanan dengan nilai sig 0,00 (p < 0,05).
Kesimpulannya adalah semakin tinggi persentase kesesuaian resep dengan
formularium nasional di RS maka mutu pelayanan instalasi farmasi semakin
baik.
Menurut Zakiyah Nurul Hanifa: (2017) dalam penelitian ini tentang
Evaluasi kesesuaian peresepan obat pada pasien umum rawat jalan dengan
formularium RSUI “X” periode Januari-maret 2016 memberikan hasil bahwa
persentase kesesuaian penulisan resep pada pasien umum rawat jalan dengan
Formularium RSUI “X” pada bulan Januari 2016 sebesar 97,33 %, Februari
2016 sebesar 96,79 %, dan Maret 2016 sebesar 96,26 %. Rata-rata persentase
kesesuaian peresepan pasien umum rawat jalan selama 3 bulan Januari 2016-
Maret 2016 sebesar 96,79 %.
Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf
medis, disusun oleh komite farmasi dan terapi yang ditetapkan oleh pimpinan
rumah sakit (PERMENKES 72:2016). Formularium Rumah sakit bermanfaat
sebagai acuan bagi penulis resep, mengoptimalkan pelayanan kepada pasien,
memudahkan perencanaan, dan penyediaan obat pada fasilitas pelayanan
kesehatan. Pasien akan mendapatkan obat terpilih yang tepat, berkhasiat,
bermutu, aman, dan terjangkau dengan adanya formularium, sehingga akan
tercapai kesehatan yang memuaskan. Dengan meningkatkan kepatuhan
terhadap formularium rumah sakit, maka rumah sakit harus memiliki
3

kebijakan dalam menambah dan mengurangi obat dalam formularium rumah


sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaan, efektivitas, risiko, dan
biaya (PERMENKES RI, 2016). Standar pelayanan minimal bagian farmasi
meliputi waktu tunggu pelayanan obat, tidak adanya kejadian kesalahan
pemberian obat, kepuasan pelanggan, dan penulisan resep sesuai formularium
(PERMENKES RI, 2008).
Resep adalah permintaan tertulis dokter atau dokter gigi, baik dalam
bentuk paper atau electronic kepada apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Kemenkes RI,
2014). Obat yang akan diberikan kepada pasien akan dikaji oleh apoteker
untuk mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).
Pengkajian resep yang dilakukan apoteker harus memenuhi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinik untuk pasien
rawat jalan maupun rawat inap (Kemenkes RI, 2014). Resep adalah
permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada
Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk menyediakan
dan menyerahkan sediaan farmasi dan / atau alat kesehatan bagi pasien
(PERMENKES RI NO 9 TAHUN 2017).
Rumah Sakit Wirasakti Kupang merupakan Rumah Sakit pendidikan
kelas C sekaligus menjadi salah satu Rumah Sakit dengan sarana dan
prasarana yang memadai sehingga menjadi pilihan utama bagi masyarakat
kota Kupang untuk melakukan pengobatan. Ketidaksesuaian peresepan obat
terhadap formularium rumah sakit dapat berakibat pada menurunnya kualitas
pelayanan rumah sakit dan biaya obat yang dipergunakan tidak efisien.
Berdasarkan perihal diatas maka peneliti ingin meneliti tentang tingkat
kesesuain penulisan resep dengan formularium rumah sakit di instalasi
farmasi rumah sakit wirasakti kupang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang diteliti adalah
Bagaimana evaluasi kesesuaian penulisan resep terhadap formularium Rumah
Sakit di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tentara Wirasakti Kupang?
4

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui kesesuaian penulisan resep terhadap formularium
Rumah Sakit di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tentara Wirasakti Kupang.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit Tentara Wirasakti Kupang, sebagai masukan dalam
kesesuaian penulisan resep terhadap formularium Rumah Sakit di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Tentara Wirasakti Kupang.
2. Bagi institusi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi pada institusi, serta menambah kepustakaan tentang kepatuhan
penulisan resep dengan formularium Rumah Sakit di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Tentara Wirasakti Kupang.
3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
dan pengalaman dalam melakukan riset mengenai kepatuhan penulisan
resep terhadap formularium Rumah Sakit di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Tentara Wirasakti Kupang.
5

1.5 Keaslian Penelitian


Tabel 1. Keaslian penelitian
No Nama/tahun Judul penelitian Hasil penelitian Persamaan Perbedaan
1. Winda Ratna Hubungan Kesesuaian Penulisan resep sesuai a) Terkait topic a) pada tujuan penelitian.
Pratiwi, dkk: Penulisan Resep Dengan dengan fornas sebanyak penelitianya itu b) WindaRatna menggunakan metode
2017. Formularium Nasional 91,7% dan nonfornas melihat kesesuaian accidental sampling dan kuesioner.
Terhadap Mutu sebanyak 8,3%. Dari penulisan resep Sedangkan pada penelitian ini
Pelayanan Pada Pasien hasil tersebut dapat dengan formularium. menggunakan metode deskriptif.
Jaminan Kesehatan disimpulkan bahwa b) Kesesuaian penulisan c) sasaran / informan penelitian.
Nasional di Rumah Sakit penggunaan obat pada resep dengan Winda Ratna melakukan peneletian
Umum di Bandung pasien rawat jalan formularium. pada pasien JKN sedangkan pada
peserta JKN belum 100% penelitian ini pada pasien umum.
mengacu pada d) waktu dan lokasi penelitian. Winda
formularium nasional Ratna melakukan penelitian pada
sesuai dengan standar tahun 2017, berlokasi di Bandung.
pelayanan minimal. Sedangkan penelitian ini
dilaksanakan pada tahun 2019 di
Kupang - NTT
2. Zakiyah Nurul Evaluasi kesesuaian Dari hasil penelitian a) Melihat kesesuaian a) Perbedaan pada tujuan penelitian.
Hanifa: 2017. peresepan obat pada didapatkan hasil sebagai penulisan resep b) Besasaran / informan penelitian.
pasien umum rawat jalan berikut: bulan Januari dengan formularium Zakiyah Nurul melakukan penelitian
dengan formularium sebanyak 97,33%, rumah sakit. pada pasien umum rawat jalan
RSUI “X” periode Februari sebanyak b) metode yang sedangkan penelitian ini pada pasien
Januari-maret 2016. 96,79%, Maret sebanyak digunakan yaitu umum.
96,26%. Presentasi deskriptif. c) waktu dan lokasi penelitian. Zakiyah
kesesuaian rata-rata Nurul melakukan penelitian pada tahun
peresepan pasien umum 2016 dan belokasi di RSUI “X”
rawat jalan selama bulan sedangkan penelitian ini dilaksanakan
Januari - Maret 2016 pada tahun 2019 dan berlokasi di
sebesar 96,79%. Kupang- NTT.

Sumber : Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran. Bandung, 2017


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Obat
1. Definisi
Menurut UU RI No 36 Tahun 2009 Obat adalah bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, Pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat
merupakan zat yang digunakan untuk pencegahan dan penyembuhan
penyakit serta pemulihan dan peningkatan kesehatan bagi penggunanya
(BPOM:2015).
2. Fungsi
Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena
penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan
dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Seperti yang telah
dituliskan pada pengertian obat diatas, maka peran obat secara umum
adalah sebagai berikut (Parwata:2016).
a. Penetapan diagnosa
b. Untuk pencegahan penyakit
c. Menyembuhkan penyakit
d. Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
e. Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu
f. Peningkatan kesehatan
3. Penggolongan obat
Berdasarkan bahan dasarnya, obat dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu:
1. Obat Sintetik
A. Definisi
Obat sintetik merupakan obat yang dibuat dengan campuran
bahan kimia dan tidak disintesis didalam tubuh (BPOM:2015).

6
7

2. Penggolongan
Dalam dunia farmasi obat dikelompokkan menjadi beberapa
golongan, yaitu:
A. Penggolongan obat berdasarkan jenis menurut (BPOM:
2015):
1) Obat bebas

Gambar 2.1 logo obat bebas


Obat bebas yaitu obat yang dijual bebas di pasaran
dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat ini tergolong obat
yang paling aman, dapat dibeli tanpa resep di apotik dan
bahkan juga dijual di warung-warung. Obat bebas biasanya
digunakan untuk mengobati dan meringankan gejala
penyakit. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa
lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh: rivanol, tablet parasetamol, multivitamin.
2) Obat bebas terbatas

Gambar 2.2 logo obat bebas terbatas


Obat bebas terbatas, adalah segolongan obat yang
dalam jumlah tertentu aman dikonsumsi namun jika terlalu
banyak akan menimbulkan efek yang berbahaya. Obat ini
dulunya digolongkan kedalam daftar obat W tidak diperlukan
resep dokter untuk membeli obat bebas terbatas. Contohnya:
Povidon, CTM, Antimo, Noza.
8

Disimbolkan dengan lingkaran biru tepi hitam.


Biasanya obat bebas terbatas memiliki peringatan pada
kemasannya sebagai berikut:

P.No.1 P.No. 2

Awas !Obat Keras Awas !Obat Keras


Bacalah aturan Hanya untuk kumur,
pemakaiannya jangan ditelan

P.No. 3 P.No .4

Awas ! Obat Keras Awas ! Obat Keras


Hanya untuk bagian Hanya Untuk di
luar dari badan bakar

P.No. 5 P.No. 6
Awas ! Obat Keras Awas ! Obat Keras
Tidak boleh ditelan Obat wasir, jangan
ditelan

Gambar 2.3 logo peringatan obat bebas terbatas


3) Obat Keras dan Psikotropika

Gambar 2.4 logo obat keras dan psikotropika


Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di
apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan
etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis
tepi berwarna hitam. Contoh: asam mefenamat. Obat
psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintesis
bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh:
Diazepam, Phenobarbital.
9

4) Obat Narkotika

Gambar 2.5 logo obat narkotika


Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeridan menimbulkan ketergantungan. Contoh: Morfin,
Petidin
B. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat
menurut (Saymsuni: 2006):
1) Obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya
penyakit akibat bakteri atau mikroba Contoh antibiotik.
2) Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari
penyakit contohnya vaksin, dan serum obat yang
menghilangkan simtomatik/gejala, meredakan nyeri
contohnya analgesik.
3) Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi – fungsi
zat yang kurang. Contoh vitamin dan hormone
4) Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak
mengandung zat aktif, khususnya pada pasien normal yang
menganggap dirinya dalam keadaan sakit. Contohnya aqua
pro injeksi dan tablet placebo.
5) Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi
pemakaian menurut (Syamsuni:2006):
a. Obat dalam yaitu obat - obatan yang dikonsumsi peroral.
Contoh tablet antibiotik, tablet parasetamol.
b. Obat luar yaitu obat - obatan yang dipakai secara topical /
tubuh bagian luar. Contoh sulfur
6) Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan
menurut (Syamsuni:2006)
10

a. Sistemik:
Obat / zat aktif yang masuk kedalam peredaran darah.
b. Lokal:
Obat / zat aktif yang hanya berefek / menyebar /
mempengaruhi bagian tertentu tempat obat tersebut
berada, seperti pada hidung, mata. dan kulit.
C. Macam-macam sediaan obat
Macam-macam sediaan obat menurut (Syamsuni: 2006):
1) Pulvis (serbuk tak terbagi), merupakan campuran kering
bahan obat atau zatkimia yang dihaluskan, untuk
pemakaian ora l/ dalam atau untuk pemakaian luar.
Serbuk oral tak terbagi terbatas pada obat yang relative
tidak paten seperti laksansia, antasida, makanan diet dan
beberapa jenis analagetik tertentu, dan pasien dapat
menakar secara aman dengan sendok the atau penakar
lainnya. Serbuk tak terbagi lainnya adalah serbuk gigi
dan serbuk tabur yang keduanya digunakan untuk
pemakaian luar.
2) Pulveres (serbuk terbagi), merupakan serbuk yang
dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus
menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali
minum.
3) Compressi (Tablet), menurut FI ed IV, tablet adalah
sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi.
4) Pillulae (PIL), menurut FI ed. III ialah suatu sediaan
berupa masa untuk bulat mengandung satu atau lebih
bahan obat yang digunakan untuk obat dalam dan
bobotnya 50-300 mg per pil.
5) Capsule (Kapsul), adalah bentuk sediaan padat yang
terbungkus dalam suatu cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin,
11

tetapi dapat juga dibuat dari pati atau bahan lain yang
sesuai.
6) Unguenta (salep), menurut FI ed. III adalah sediaan
setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar.
7) Solutiones (Larutan), merupakan sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut,
biasanya dilarutkan dalam air.
8) Suspentiones (Suspensi), adalah sediaan cair yang
mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus
yang terdispersi kedalam fase cair.
9) Emulsiones, Emulsa (Emulsi), adalah system dua fase,
yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain
dalam bentuk tetesan kecil.
10) Aerosolum (Aerosol), adalah sediaan yang mengandung
satu atau lebih zat berkhasiat dalam wadah yang diberi
tekanan, berisi propelan atau campuran propelan yang
cukup untuk memancarkan isinya hingga habis, dapat
digunakan untuk obat luar atau obat dalam dengan
menggunakan propelan yang cocok.
11) Galenica (Galenika), merupakan sediaan yang dibuat
dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan
yang disari.
12) Extractum, merupakan sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai.
13) Infusa, merupakan sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia dengan air suhu 90˚C selama
15 menit.
14) Immunosera (Imunoserum), merupakan sediaan yang
mengandung imunoglobin khas yang diperoleh dari
serum hewan dengan pemurnian.
12

15) Unguenta (Salep), merupakan sediaan setengah padat


ditujukan pemakaian topical pada kulit atau selaput
lendir.
16) Suppositoria (Suppositoria), menurut FI ed IV adalah
sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikanmelalui rectum, vagina, atauuretra; umumnya
meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh.
17) Guttae (Obat tetes), merupakan sediaan cairan berupa
larutan, emulsi atau suspensi, dimaksudkan untuk obat
dalam atau obat luar, digunakan dengan cara
menteteskan.
18) Injectiones (Injeksi), adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspense atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan kedalam kulit atau selaput lendir.
4. Rute pemberian obat
Rute pemberian obat menurut (Kemdikbud: 2013).
1. Efek sistemik (Di Seluruh Tubuh)
a. Oral: Pemberiannya melalui mulut, mudah dan aman
pemakaiannya, lazim dan praktis tidak semua obat dapat diberikan
per-oral, misalnya: obat yang bersifat merangsang (emetine,
aminofilin) atau yang diuraikan oleh getah lambung (benzyl
penisilin, insulin dan oksitosin), dapat terjadi inaktifasi oleh hati
sebelum diedarkan ketempat kerjanya, dapat juga untuk mencapai
efek local misalnya: obat cacing, obat diagnostik untuk pemotretan
lambung - usus, baik sekali untuk mengobati infeksi usus, bentuk
sediaan oral: tablet, kapsul, obat hisap, sirup dan tetesan.
b. Oro mukosal, pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada dua
macam cara yaitu:
13

c. Sub lingual
Obat ditaru dibawah lidah, tidak melalui hati sehingga tidak inaktif,
dari selaput di bawah lidah langsung kedalam aliran darah,
sehingga efek yang dicapai lebih cepat, misalnya: pada pasien
serangan jantung dan asma, keberatannya kurang praktis untuk
terus menerus dan data merangsang selaput lender mulut, hanya
untuk obat yang bersifat lipofil, bentuknya tablet kecil atau spray,
contoh: isosorbid tablet.
d. Bucal
Obat diletakkan diantara pipi dan gusi, obat langsung masuk
kedalam aliran darah, misalnya obat untuk mempercepat kelahiran
bila tidak ada kontraksi uterus, contoh: sandopart tablet.
e. Injeksi adalah pemberian obat secara parenteral atau di bawah atau
menembus kulit / selaput lender. Suntikan atau injeksi digunakan
untuk memberikan efek dengan cepat.
 Macam – macam jenis suntikan:
a. Subkutan / hypodermal (s.c): penyuntikan di bawah kulit.
b. Intra muscular (i.m): penyuntikan dilakukan kedalam otot.
c. Intra vena (i.v): penyuntikan dilakukan di dalam pembuluh
darah vena.
d. Intra arteri (i.a): penyuntikan kedalam pembuluh nadi
(dilakukan untuk membanjiri suatu organ misalnya pada
penderita kanker hati).
e. Intra cutan (i.c): penyuntikan dilakukan di dalam kulit.
f. Intra lumbal: penyuntikan dilakukan kedalam ruas tulang
belakang (sumsum tulang belakang)
g. Intra peritoneal: penyuntikan kedalam ruang selaput (rongga)
perut.
h. Intra cardial: penyuntikan kedalam jantung.
i. Intra pleural: penyuntikan kedalam rongga pleura.
j. Intra articuler: penyuntikan kedalam celah–celah sendi.
14

k. Implantasi, obat dalam bentuk pellet steril dimasukkan di


bawah kulit dengan alat khusus (trocar), digunkan untuk efek
yang lama.
l. Rectal, pemberian obat melalui rectal atau dubur. Cara ini
memiliki efek sistemik lebih cepat dan lebih besar
dibandingkan peroral dan baik sekali digunakan untuk obat
yang mudah dirusak asam lambung.
m. Transdermal, cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa
plester, obat menyerap secara perlahan dan kontinyu masuk
kedalam sistem peredaran darah, langsung kejantung.
2. Efek lokal (Pemakaian Setempat)
1. Kulit (percutan), obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada
permukaan kulit, bentuk obat salep, cream dan lotio.
2. Inhalasi, obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau
mulut dan penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut,
tenggorokkan dan pernafasan.
3. Mukosa mata dan telinga, obat ini diberikan melalui selaput /
mukosa mata atau telinga, bentuknya obat tetes atau salep, obat
diresorpsi kedalam darah dan menimbulkan efek.
4. Intra vaginal, obat diberikan melalui selaput lender mukosa vagina,
biasanya berupa obat anti fungi dan pencegah kehamilan.
5. Intra nasal, obat ini diberikan melalui selaput lender hidung untuk
menciutkan selaput mukosa hidung yang membengkak, contohnya
otrivin.
2.1.2 Resep
1. Definisi
Resep dalam artian sempit ialah permintaan tertulis dari dokter,
dokter hewan atau dokter gigi kepada apoteker untuk membuatkan obat
dalam sediaan tertentu dan menyerahkannya kepada pasien. Resep harus
jelas dan lengkap, apa bila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau
tidak lengkap apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep
(Anief:2007). Menurut Permenkes Nomor 35 Tahun 2014 tentang
15

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, resep adalah permintaan


tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk
paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai peraturan yang berlaku.
2. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Menurut PERMENKES RI No 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Pengkajian Resep dilakukan
untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah
terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker
harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan.
a. Persyaratan administrasi, meliputi: nama, umur, jenis kelamin, berat
badan dan tinggi badan pasien; nama, nomor ijin, alamat dan paraf
dokter; tanggal Resep; dan ruangan / unit asal Resep.
b. Persyaratan farmasetik meliputi: nama obat, bentuk dan kekuatan
sediaan; dosis dan jumlah obat; stabilitas; dan aturan dan cara
penggunaan.
c. Persyaratan Klinis meliputi: ketetapan indikasi, dosis dan waktu
penggunaan obat; duplikasi pengobatan; Alergi dan Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD); kontra indikasi; dan interaksi obat.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat
(medication error) (PERMENKES 72:2016).
16

dr. Supriyadi
SOP No. 228/K/84
Jln. Budi Kemuliaan No.8A
No.Telp 4265
Jakarta
9 September 2009
R/ Acetosal 500 mg
Codein HCL 20 mg
C. T. M 4 mg
m.f. pulv. Dtd no. XV
da in caps
S.t.d.d. caps I
Tanda Tangan Dokter

Pro: Ari Paramita (5 tahun)


18kg
Jl. Merdeka No. 10 Jakarta

Gambar 2.6 Contoh resep (Anief: 2007)


3. Penulisan resep
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep antara lain:
1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop format resep
resmi, tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian obat
kepada pasien.
2. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku,
bersifat pelayanan medik dan informatif.
3. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.
4. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/yang berarti ambillah
atau berikanlah.
5. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah
obat kemudian ditulis dalam angka Romawi dan harus ditulis dengan
jelas.
a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta
ditulis dalam satuan mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah
membuat bentuk sediaan (m.f. = misce fac, artinya campurlah,
buatlah).
b. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan
nama dagang saja dan jumlah sesuai dengan kemasannya.
17

6. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh
berubah, misalnya:
 Codein, tidak boleh menjadi Kodein.
 Chlorpheniramine maleate,tidak boleh menjadi Klorfeniramine
maleate
 Pharmaton F tidak boleh menjadi Farmaton F.
7. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis
volume sediaan sesudah bentuk sedíaan.
8. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi,
sebaiknya tulis dengan jelas, misalnya: pediatric, adult, dan forte.
9. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun
kita butuh satu setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II saja.
10. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.
11. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran
sendok dengan signa bila genap ditulis angka.
4. Kesalahan Peresepan
Beberapa kesalahan dalam penulisan resep masih banyak
ditemukan dalam praktek sehari-hari seperti kurangnya informasi yang
diberikan, tulisan yang buruk sehingga menyebabkan kesalahan
pemberian dosis dan rute obat, serta peresepan obat yang tidak tepat.7
Berikut beberapa masalah yang sering muncul dalam penulisan resep
antara lain:
1. Kegagalan dokter dalam menyampaikan informasi penting seperti :
 Peresepan obat, dosis atau rute sesuai dengan yang diinginkan.
 Penulisan resep yang tidak terbaca karena tulisan tangan buruk.
 Menulis nama obat dengan singkatan atau nomenklatur yang tidak
standar
 Menuliskan permintaan obat yang ambigu.
 Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat
tersebut.
 Lalai menulis rute pemberian obat yang dapat diberi lebih dari satu
rute.
18

 Meresepkan obat yang diberikan secara infus intavena intermitten,


tanpa menspesifikasi durasi pemberian infus.
 Tidak mencantumkan informasi pasien secara lengkap seperti
alamat, berat badan,dll
 Lalai menulis tanggal peresepan obat Lalai menulis informasi
dokter (seperti: nama, no. SIP,dll)
 Tidak mencantumkan tanda tangan/paraf penulis resep.
2. Kesalahan pencatatan (transkripsi)
 Saat datang ke rumah sakit tanpa sengaja tidak meresepkan obat
yang digunakan pasien sebelum ke rumah sakit.
 Melanjutkan kesalahan penulisan resep dari dokter sebelumnya,
ketika meresepkan obat pasien saat datang ke rumah sakit.
 Mencatat perintah pengobatan dengan tidak benar ketika menulis
ulang di daftar obat pasien.
 Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan
daftar obat yang diresepkan untuk pasien rawat inap.
 Menulis “miligram” padahal bermaksud menulis “mikrogram”
4.1.3 Formularium Nasional
1. Definisi
Formularium Nasional atau FORNAS merupakan daftar obat
terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
(Kepmenkes RI No 659:2017).
Formularium Nasional adalah daftar obat terpilih yang dibutuhkan
dan digunakan sebagai acuan penulisan resep pada pelaksanaan
pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan
(PEMENKES RI 54:2018).
1. Kriteria Pemilihan obat
Pemilihan obat dalam Formularium Nasional didasarkan atas
kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki khasiat dan keamanan yang baik berdasarkan bukti ilmiah
terkini dan sahih;
19

b. Memiliki resiko manfaat - resiko (benefit-risk ratio) yang paling


menguntungkan pasien;
c. Memiliki izin edar dan indikasi yang disetujui oleh BPOM;
d. Obat yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan masyarakat
tetapi belum memiliki izin edar, termasuk obat piatu (orphan drug)
serta yang tidak mempunyai nilai komersial;
e. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tinggi;
f. Dan, bukan obat tradisional dan suplemen makanan.
g. Apabila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi
yang serupa, pilihan dijatuhkan pada obat yang memiliki kriteria
berikut:
1) Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan bukti
ilmiah;
2) Sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang diketahui paling
menguntungkan;
3) Stabilitasnya lebihb aik;
4) Mudah diperoleh; dan
5) Harga terjangkau.
h. Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut:
1) Obat hanya bermanfaat bagi penderita jika diberikan dalam
bentuk kombinasi tetap;
2) Kombinasi tetap harus menunjukan khasiat dan keamanan yang
lebih tinggi daripada masing- masing komponen;
Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan
perbandingan yang tepatuntuk sebagian besar pasien yang
memerlukan kombinasi tersebut;
1. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya (benefit-
cost ratio); dan
2. Untuk antibiotika, kombinasi tetap harus mempertimbangkan
bahwa kombinasi tersebut dapat meminimalkan resiko terjadinya
atau efek merugikanlainnya.
20

2. Sistematika Penulisan Formularium Nasional


a. Ketentuan penulisan
Dalam penulisan obat pada Formularium Nasional terdapat
beberapa ketentuan terkait dengan penggolongan obat, penulisan
nama obat, ketetapan restriksi, peresepan maksimal, serta
pengaturan fasilitas kesehatan penyedia obat.
Adapun ketentuan penulisan Formularium Nasional adalah
sebagai berikut:
1) Sistematika penggolongan nama obat didasarkan pada kelas
terapi, sub kelas terapi, sub-sub kelas terapi, nama generik obat,
sediaan / kekuatan, restriksi, tingkat fasilitas kesehatan dan
peresepan maksimal.
2) Penulisan nama obat disusun berdasarkan abjad nama obat dan
dituliskan sesuai Farmakope Indonesia edisiterakhir. Jika tidak
ada dalam Farmakope Indonesia, maka digunakan International
Non-proprietary Names (INN) nama generik yang diterbitkan
WHO. Obat yang sudah lazim digunakan dan tidak mempunyai
nama INN (generik) ditulis dengan nama lazimnya. Obat
kombinasi yang tidak mempunyai nama INN (generik)
diberinama yang disepakati sebagainama generik untuk
kombinasi dan dituliskan masing-masing komponen zat
berkhasiatnya disertai kekuatan masing-masing komponen.
Untuk beberapa hal yang dianggap perlu nama sinonim,
dituliskan di antara tanda kurung.
3) Satu jenis obat dapat tercantum dalam beberapa kelas terapi, sub
kelas atau sub-sub kelas terapi sesuai indikasi medis. Satu jenis
obat dapat terdiri dari beberapa bentuk sediaan dan satu bentuk
sediaan dapat terdiri dari beberapa jenis kekuatan.
1) Tanda “checklist” (√) pada kolom Fasilitas Kesehatan TK 1
menunjukkan obat yang dipakai di fasilitas kesehatan tingkat
pertama adalah obat yang digunakan untuk pelayanan
kesehatan dasar.
21

2) Tanda “checklist” (√) dan tulisan “PP” pada kolom Fasilitas


kesehatan TK 1 menunjukkan obat yang dipakai di
Puskesmas Perawatan adalah obat yang digunakan untuk
pelayanan kesehatan dasar.
3) Tanda “checklist” (√) pada kolom Fasilitas Kesehatan TK 2
menunjukkan obat yang dipakai di fasilitas kesehatan tingkat
kedua adalah obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan
sekunder.
4) Tanda “checklist” (√) pada kolom Fasilitas Kesehatan TK 3
menunjukkan obat yang dipakai di fasilitas kesehatan tingkat
ketiga adalah obat yang digunakan untuk pelayanan
kesehatan tersier.
2.1.4 Formularium Rumah Sakit
1. Definisi
Formularium Rumah Sakit adalah daftar obat yang disusun oleh
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan disepakati oleh staf medis serta
mengacu kepada formularium nasional, yang ditetapkan dan
diberlakukan oleh pimpinan rumah sakit (Zakiyah Nurul:2017).
Formularium rumah sakit merupakan penerapan konsep obat esensial di
rumah sakit yang berisi daftar obat dan informasi penggunaannya. Obat
yang termasuk dalam daftar formularium merupakan obat pilihan utama
(drug of choice) dan obat-obatal ternatifnya. Dasar-dasar pemilihan obat-
obat alternatif tetap harus mengindahkan prinsip manajemen dan kriteria
mayor yaitu berdasarkan pada: pola penyakit yang berkembang didaerah,
efficacy, efektivitas, keamanan, kualitas, biaya, dan dapat dikelola oleh
sumber daya dan keuangan rumah sakit (Depkes RI. 2004).
2. Format Formularium
Format formularium harus menarik, mudah dibaca,
berpenampilan bersih dan profesional, dengan tata bahasa yang baik.
Umumnya terdiri atas:
a. Judul
b. Nama dan gelar KFT
22

c. Daftar isi
d. Infromasi tentang prosedur dan kebijakan rumah sakit tentang obat
e. Sediaan yang diterima di rumah sakit mencakup daftar obat yang
ditambah atau ditiadakan sejak edisi terakhir.
Buku formularium harus didistribusikan dan disosialisasikan
kepada semua staf medik rumah sakit, termasuk pimpinan rumah sakit,
komite rumah sakit. Komposisi formularium: halaman judul, daftar
anggota PFT, daftar isi, informasi tentang kebijakan dan prosedur,
produk yang diterima, lampiran (Depkes RI. 2004).
3. Isi Formularium
Isi formularium menurut (Depkes RI. 2004). meliputi:
a. Informasi umum prosedur dan kebijakan rumah sakit tentang obat
yang meliputi:
- Prosedur dan kebijakan formularium termasuk penggunaan obat
dan prosedur untuk menambah obat baru dalam formularium.
- Uraian singkat tentang tim farmasi dan terapi termasuk anggota-
anggotanya, tanggungjawab dan kegiatannya.
- Peraturan rumah sakit tentang penulisan resep, peracikan dan
pemberian obat mencakup penulisan order obat, singkatan,
prosedur dan kebijakan tentang kesetaraan generik dan terapetik,
penghentian obat secara otomatis, order obat secara lisan,
penggunaan obat sendiri oleh penderita, obat sendiri yang dibawa
sendiri dari rumah, dan lain sebagainya.
- Prosedur pelayanan kefarmasian, misalnya jam kerja IFRS
(Instalasi Farmasi Rumah Sakit), kebijakan pemberian obat untuk
penderita rawat jalan, kebijakan harga obat, prosedur distribusi,
obat untuk rawat inap dan lain-lain.
b. Daftar sediaan obat
Daftar sediaan obat dipilih oleh staf medik dan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit. Daftar obat yang dimasukkan kedalam
formularium dapat disusun berdasarkan abjad, menurut nama- nama
generic obat, penggolongan terapi atau kombinasi keduanya.
23

Informasi pada tiap-tiap obat meliputi nama, generik obat dan zat aktif
utamanya (nama umum maupun nama dagang), cara penggunaan obat,
bentuk sediaan, kekuatan, kemasan, dan ukuran jumlah dalam
kemasan, formulasi sediaan jika diperlukan. Informasi tambahan,
meliputi rentang dosis bagi dewasa atau anak-anak, informasi biaya.
c. Informasi Khusus
Meliputi daftar produk nutrisi, tablet kesetaraan dosis dari
obat-obat yang mirip dengan obat kortikosteroid, formula nutrisi
parenteral baku, pedoman perhitungan dosis bagi ana-anak, komposisi,
tablet kandungan natrium dari sediaan obat, daftar sediaan obat bebas
gula, isi kotak obat darurat, informasi pemantauan dan penetapan
kadar secara farmakokinetik, formulir untuk permintaan obat non
formularium, formulir pelaporan reaksi obat merugikan, tablet
interaksi obat, informasi pengendalian keracunan, pembawa baku atau
pengencer untuk injeksi, komposisi elektrolit untuk sediaan parenteral
volume besar.
4. Pedoman Penggunaan Formularium
Pedoman penggunaan formularium menurut (Depkes RI. 2004).
meliputi:
1. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu
dengan Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka
mengenai tujuan, organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis
harus mendukung system formularium yang diusulkan oleh Panitia
Farmasi dan Terapi.
2. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan
kebutuhan tiap-tiap institusi.
3. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang
ditulis oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai system
formularium yang dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
4. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik.
5. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di
Instalasi Farmasi.
24

6. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang


efek terapinya sama, seperti:
- Apoteker bertanggungjawab untuk menentukan jenis obat generik
yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang
diminta.
- Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus
didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.
- Apoteker bertanggungjawab terhadap kualitas, kuantitas, dan
sumber obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang
digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.
5. Evaluasi Obat untuk Formularium
Evaluasi obat untuk formularium terdiri atas nama generik, nama
dagang, sumber pemasok obat, penggolongan farmakologi, indikasi
terapi, bentuk sediaan, daya ketersediaan hayati, dan data farmakokinetik,
rentang dosis dari berbagai rute pemberian, efek samping dan toksisitas,
perhatian khusus, keuntungan dan kerugian, serta rekomendasi (Depkes
RI. 2004).
2.1.5 Instalasi Farmasi
1. Definisi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian
unit/devisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua
kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah
sakit itu sendiri. Instalasi farmasi dapat didefinisikan sebagai suatu
departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan
seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang
memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang
bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian,
yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan,
pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan
farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal
dan rawat jalan, pengendalian mutu, dan pengendalian distribusi dan
25

penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit, pelayanan


farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada
penderita dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit
secara keseluruhan (Siregar Charles: 2003).
2. Tujuan Instalasi Farmasi
Menurut (Siregar Charles: 2003), Tujuan Instalasi Farmasi adalah
sebagai berikut:
a. Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi
kesehatan, dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang
kompeten dan memenuhi syarat.
b. Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai oleh apoteker
rumah sakit yang memenuhi syarat
c. Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan
dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan
pencapaian, dan melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi
d. Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam
ilmu farmasetik pada umumnya.
e. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran
informasi antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan
spesialis yang serumpun.
f. Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit
untuk:
- Secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang
terorganisasi
- Mengembangkang dan membekan pelayanan klinik
- Melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi
dan Dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita,
mahasiswa, dan masyarakat.
g. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah
sakit kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industry farmasi, dan
professional kesehatan lainnya
26

h. Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk


IFRS
i. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.
3. Tugas dan Tanggung Jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung
kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan
kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk
penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk
poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS
harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan
menjamin pelayanan bermutu tertinggi dan yang peling bermanfaat
dengan biaya minimal. Jadi, IFRS adalah satu-satunya unit di rumah sakit
yang bertugas dan bertanggungjawab sepenuhnya pada pengelolaan
semua aspek yang berkaitan dengan obat/perbekalan kesehatan yang
beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut. IFRS bertanggungjawab
mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi
dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian unit
diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah
sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan penderita yang lebih baik
(Siregar Charles: 2003).
27

2.2 Kerangka Teori


2. Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter
atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam
bentuk paper maupun elektronik untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai peraturan yang berlaku

3. Formularium Nasional
Formularium Nasional merupakan daftar obat
terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di
1. Obat
instalasi pelayanan kesehatan dalam rangka
Obat merupakan zat yang
pelaksaan Jaminan Kesehatan Nasional
digunakan untuk pencegahan dan
4. Formularium Rumah Sakit
penyembuhan penyakit serta pemulihan
Formularium Rumah Sakit adalah daftar obat
dan peningkatan kesehatan bagi
yang disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi
penggunanya
(TFT) dan disepakati oleh staf medis serta
mengacu kepada formularium nasional, yang
ditetapkan dan diberlakukan oleh pimpinan

5. Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah
suatu bagian unit/devisi atau fasilitas di rumah
sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan
pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri.

6. Evaluasi Kesesuain Penulisan


Resep dengan formularium

Suatu kegiatan yang dilakukan untuk


memonitoring kesesuaian peresepan
dengan formularium.

Gambar 2.7 kerangka teori


28

2.3 Kerangka konsep Penelitian


Kerangka penelitian ini terlihat bahwa Evaluasi Kesesuaian Penulisan
Resep Terhadap Formularium Rumah Sakit di Instalasi Farmasi RST
WIRASAKTI Kupang ditinjau dari variabel tunggal yaitu cara penulisan
resep pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tentara Wirasakti Kupang meliputi
resep dan formularium rumah sakit.
Instalasi Farmasi rumah sakit

Resep rawat jalan

Formularium rumah sakit

Evaluasi Kesesuaian
penulisan resep dengan
Formularium rumah sakit

Keterangan:
: Diteliti
: Pengaruh/ Hubungan

Gambar 2.8 Kerangka Konsep Penelitian


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis
penelitian non-eksperimental, yang bersifat deskriptif. Data
dikumpulkan secara retrospektif.
3.2 Definisi Operasional
1. Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokte gigi,
kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
peraturan yang berlaku (resep yang dimaksud disini adalah resep
surat pesanan baik dalam elektronik maupun kertas yang
dituliskan oleh dokter).
2. Penulisan resep
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep antara lain:
1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop format resep
resmi, tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan pemberian
obat kepada pasien.
2. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku,
bersifat pelayanan medik dan informatif.
3. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.
4. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/yang berarti
ambillah atau berikanlah.
5. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian
3. Formularium rumah sakit
Formularium Rumah Sakit adalah daftar obat yang disusun
oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan disepakati oleh staf medis
serta mengacu kepada formularium nasional, yang ditetapkan dan
diberlakukan oleh pimpinan rumah sakit (Zakiyah Nurul:2017).
Formularium rumah sakit merupakan penerapan konsep obat

29
30

esensial di rumah sakit yang berisi daftar obat dan informasi


penggunaannya. Obat yang termasuk dalam daftar formularium
merupakan obat pilihan utama (drug of choice) dan obat-obatal
ternatifnya. Dasar-dasar pemilihan obat-obat alternatif tetap harus
mengindahkan prinsip manajemen dan kriteria mayor yaitu
berdasarkan pada: pola penyakit yang berkembang didaerah,
efficacy, efektivitas, keamanan, kualitas, biaya, dan dapat dikelola
oleh sumber daya dan keuangan rumah sakit (Depkes RI. 2004).
4. Kesesuaian penulisan resep dengan formularium rumah sakit Suatu
kegiatan yang dilakukan untuk memonitoring kesesuaian peresepan
dengan formularium.
3.3 Populasi, Sampel dan Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lembar resep
pasien rawat jalan selama 3 bulan yaitu dari Januari 2019
sampai Maret 2019 di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tentara
Wirasakti Kupang.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini diambil secara acak (random
sampling). Dimana semua resep memiliki kesempatan yang
sama. Kesesuian diukur dengan menghitung presentase antara
jumlah resep obat yang sesuai dengan formularium dan jumlah
semua rasio obat yang ditulis oleh dokter (Sugiyono, 2017).
3.3.3 Sampling
Sampel pada penelitian ini didapatkan dari perhitungan
menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo:1993).

Keterangan:
- n : Ukuran sampel
- N : ukuran populasi
- e : tingkat kesalahan
31

3.4 Rencana waktu dan tempat penelitian


a. Waktu
Proposal ini mulai disusun pada bulan November 2020-Februari
2021.
b. Tempat penelitian
Lokasi penelitian terletak di Rumah Sakit Tentara Wirasakti
Kupang, Nusa Tenggara Timur.
3.5 Pengumpulan Data
3.5.1 Proses pengumpulan data
Proses pengumpulan data diketahui dengan melakukan
penelitian dengan mengambil seluruh lembar resep pada periode
Januari-Maret 2019. Frekuensi pengumpulan data 1 bulan dan
periode analisis 3 bulan dengan jumlah seluruh resep yang
diambil sebagai sampel, selama 1 bulan minimal 50 resep
(Depkes RI: 2008). Pengambilan data diambil secara acak
(random sampling). Kemudian menghitung presentase
kesesuaian penulisan resep dokter terhadap formularium rumah
sakit.
3.5.2 Instrumen pengumpulan data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah buku
formularium Rumah Sakit Tentara Wirasakti Kupang tahun
2019 dan lembar pengumpulan data (LPD).
3.6 Analisis Data
Kesesuaian penulisan resep adalah kesesuian penulisan resep
dengan standar Formularium Rumah Sakit Tentara Wirasakti Kupang.
Data diperoleh dari instalasi farmasi Rumah Sakit Tentara Wirasakti
Kupang dari bulan Januari 2019-Maret 2019. Kepatuhan terhadap
formularium diukur dengan menghitung presentase antara jumlah
resep obaat yang sesuai dengan formularium dan jumlah semua resep
obat yang ditulis oleh dokter selama 3 bulan di rumah sakit (Zakiyah
Nurul:2016).
32

Kepatuhan terhadap formularium=

Hasil ukur:
Patuh : 100% sesuai dengan formularium rumah sakit
Tidak Patuh : < 100% sesuai dengan formularium rumah sakit

3.7 Kerangka Kerja

Rst wirasakti kupang Populasi


Perijinan

Random Sampling

Menghitung persentasi
kesesuaian penulisan resep
Sampel
dengan formularium

Evaluasi kesesuaian
Analisis Data penulisan resep dengan
formularium rumah sakit
Gambar 3.2 Kerangka Kerja
33

3.8 Jadwal penelitian


No Kegiatan tahun 2021
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst
Tahap persiapan
penelitian
a. Pengajuan judul
proposal
b. Penyusunan
proposal
c. Pengajuan ujian
proposal
d. Pengajuan
perijinan
penelitian
2 Tahap pelaksanaan
a. Penelitan
b. Pengumpulanda
ta
c. Analisis data
d. Pengolahan data
3 Sidang skripsi
DAFTAR PUSTAKA

Anief M., 2007, Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), (2015), Peduli Obat dan Pangan
Aman.

Departemen Kesehatan RI. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun


(2009) Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009

Depkes RI, (2008), Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Depkes RI, (2013). Riset Kesehatan Dasar, Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Depkes RI Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pedoman


Penyusunan Formularium Rumah Sakit. Jakarta, 2010

Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Mentri Kesehatan Republik


Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Penyusunan Formularium
Rumah Sakit. Jakarta:Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI, 2008. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dean B, Barber N, Schachter M. What is a prescribing error?. Quality in Health


Care. 2000;

Green, L.W, Kreuter M. W., Health education planning, Aa education and


Enviromental. Approach. Second ed. Mayfield publishing company,
mountain view, california,1991.

Hanifa. N. Zakiyah. (2017). Evaluasi Kesesuaian Peresepan Obat Pada Pasien


Umum Rawat Jalan Dengan Formularium RSUI “X” Periode Januari –
Maret 2016. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hidayati, Rakhmi, dan Suryanti, (2014), Dasar-Dasar Kefarmasian jilid 1,


Penerbit; EGC.

Jas A. Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep. Edisi ke-2. Medan:
Universitas Sumatera Utara Press; 2009.

Kemenkes RI, (2014), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Direktorat Bina Farmasi Komunikasi dan Klinik, Depkes RI, Jakarta.

34
35

Kemenkes RI, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun
(2013), Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kemenkes RI; 2013

Kementrian Pendidikan dan kebudayaan, (2013), Dasar-Dasar Farmakologi 1,


DirektoratPembinaan SMK (2013).

Kepmenkes RI, (2017), Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


HK. 01. 07/MENKES/659/2017 Tentang Formularium Nasional. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.

Kepmenkes RI. (2017). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


HK. 01. 07/MENKES/395/2017 Tentang Daftar Esensial Obat Nasional,
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Menkes RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.

Lofholm PW, Katzung BG. Chapter 65: Rational Prescribing & Prescription
Writing. Dalam: Katzung BG, Masters BS, Trevor AJ, editor. Basic and
Clinical Pharmacology. Edisi ke-11. United State: McGraw Hill Medical;
2009. hlm.1139 48.

Notoatmodjo S., (1993), Metode Penelitian Kesehatan, PTRikena Cipta, Jakarta.

Republik Indonesia, (2014), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
Jakarta

Republik Indonesia, (2016), Peraturan Mentri Kesehatan Republic Indonesia


Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
RumahSakit, Jakarta

Parwata I Made Oka Adi, (2016), ObatTradisional. Bukit Jimbaran: Universitas


Udayana.

Siregar, C.J.P., Lia Amalia, (2003), Farmasi Rumah Sakit Teori & Penerapan.
Jakarta: EGC, 2003.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Syamsuni, H, (2006), Farmaseutika Dasar. Penerbit Buku Kedokteran EGC,


Jakarta, pp, 47-50

Surahman EM, Husen IR, 2011, Konsep Dasar Pelayanan Kefarmasian


Berbasiskan Pharmaceutical Care, Widya Padjajaran, Bandung.
36

Wambrauw J., 2006, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan


Dokter Dalam Penulisan Resep Sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
Umum R.A. Kartini Jepara Tahun 2006, Thesis, Program Pasca Sarjana,
Universitas Diponegoro, Semarang.

Wiedenmayer K, Summers RS, Mackie CA, et al, 2006, Developing Pharmacy


Practice: A Focus on Patient Care, World Health Organization and
International Pharmaceutical Federation.

Anda mungkin juga menyukai