Disusun Oleh:
Nama :
Marina Lestari
NIM :
PO.71.20.1.13.081
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita hanturkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat terutama nikmat sehat dan sempat sehingga alhamdulillah saya
dapat menyelesaikan makalah mengenai Perawatan Infus ini dapat diselesaikan dengan
apa adanya dan tepat pada waktunya. Apabila didalam
kekeliruan, oleh sebab itu saya
pembimbing dan Teman-Teman agar saya memiliki bahan untuk merefisi makalah ini.
Semoga makalah yang saya tulis ini dapat memberikan tambahan wawasan bagi
teman-teman mahasiswa keperawatan dan semoga bisa menjadi bahan referensi untuk
pembelajaran kita bersama.
Palembang, Februari
2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....
10
12
15
A. Kesimpulan ..................................................
15
B. Saran ...............................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA .
16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang
B. Rumusan Masalah
Apa pegertian dari pemberian cairan parenteral ?
Apa Tujuan Pemasangan infus?
Bagaimana Prinsip pemasangan infus?
Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus?
Apa saja Jenis Cairan Infus?
Apa Pengertian Monitoring Infus Intrevena ?
Bagaimana Cara Mengatasi Macet pada Infus ?
C.
Tujuan Makalah
Makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui informasi mengenai
perawatan infus. Sehingga dapat menambah wawasan yang lebih.
BAB II
PEMBAHASAN
Indikasi
Pasien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus melalui
Intra vena
Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi
Kontraindikasi
C.
Karena vena klien sangat rapuh, hindari tempat-tempat yang mudah digerakkan
atau digeser dan gunakan alat pelindung sesuai kebutuhan (pasang spalk kalau
perlu)
Vena-vena kulit kepala sangat mudah pecah dan memerlukan perlindungan agar
tidak mudah mengalami infiltrasi (biasanya digunakan untuk neonatus dan bayi)
Pada klien lansia, sedapat mungkin gunakan kateter/jarum dengan ukuran paling
kecil (24-26). Ukuran kecil mengurangi trauma pada vena dan memungkinkan
aliran darah lebih lancar sehingga hemodilusi cairan intravena atau obat-obatan
akan meningkat.
Kestabilan vena menjadi hilang dan vena akan bergeser dari jarum (jaringan
subkutan lansia hilang). Untuk menstabilkan vena, pasang traksi pada kulit di
bawah tempat insersi
Pada lansia yang memiliki kulit yang rapuh, cegah terjadinya perobekan kulit
dengan meminimalkan jumlah pemakaian plester.
tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan berulang pada pembuluh darah.
Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh
masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:
Rasa perih/sakit
Reaksi alergi
menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar
ke jaringan sekitarnya sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada
keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati
serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik.
Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,
sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%,
NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk
darah (darah), dan albumin.
KA-EN 1B
Indikasi:
Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus
KA-EN MG3
Indikasi :
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
KA-EN 4B
Indikasi:
Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko
hipokalemia
Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Otsu-NS
Indikasi:
Untuk resusitasi
Kehilangan Na> Cl, misal diare
Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum,
AMINOVEL-600
Indikasi:
PAN-AMIN G
Indikasi:
Monitoring merupakan tangung jawab perawat dan meliputi laju arus infus sambil
memastikan kebetahan dan keselamatan pasien/klien. Laju arus infus ditetapkan menurut
perintah dokter, dokter mungkin telah menentukan jumlah infus dalam 8 atau 24 jam. Laju
infus dihitung berdasarkan jumlah tetes larutan per menit. Dibawah ini disertakan rumus
yang dapat digunakan untuk menentukan laju arus infus :
Jumlah tetes per menit =
Tetesan infus diatur sesuai pogram pengobatan, tidak boleh teralu cepat atau terlalu
lambat. Ada dua metode yang digunakan untuk menghitung jumlah tetesan, yakni :
Jumlah mililiter/jam.jumlah tetesan dihitung dengan mebandingkan voleme cairan yang
harus diberikan ( ml ) dengan lamanya pemberian ( jam ).
Contoh : 3000 ml cairan RL. Harus diberikan dalam 24 jam. Dengan demikian jumlah
tetesan =
= 125ml/jam
Tetesan/menit. Jumlah tetesan dihitung dengan mengalikan jumlah cairan yang
dibutuhkan (ml) dengan faktor tetes, kemudian membaginya dengan lama pemberian
(menit). Faktor tetes detentukan berdasarkan alat yang digunakan.
Rumusan pemberian cairan:
Contoh:seorang klien datang dengan keluhan mual dan muntah yang terus
menerus. dari pengkajian itu di temukan tanda-tanda dehidrasi sedang. Berdasarkan
pemeriksaan, klien harus mendapatkan terapi cairan intervena. Dokter menginstruksikan
Pemeliharaan laju infus penting karena implikasinya yang berkaitan dengan keseimbangan
cairan tubuh pasien. Arus infus yang terlalu lambat dapat menyebabkan terjadinya deficit
(kekurangan) karena masukan tidak dapat mengiimbangi pengeluaran, atau memperlambat
pemulihan keseimbangan.
1. Posisi tangan atau aliran terbawah memang harus jauh lebih rendah dari tempat
flabot infus yang digantung.
2. Observasi standart infus
3. Jika darah ikut mengalir itu sudah jelas kalau ada perbedaan tekanan yang sudah
tidak stabil. Kalau sudah begini coba tinggikan standart kembali, atur posisi tangan
agak lebih rendah lagi. Apa lagi dengan pasien yang memakai infus paralel.
4. Jika darah tidak ikut naik tetapi infus macet, ingat lagi prinsip tekanan. Lalu
observasi apakah pasiennya oedim (bengkak) atau tidak
5. Jenis cairan infus itu beragam. Antara jumlah(per cc) ataupun tingkat kepekatanya.
Semakin kecil cc cairan yang digantung jelas mengurangi massa tekanan. Semakin
pekat cairan akan lebih sulit untuk turun misalnya pemasangan tranfusi darah atau
albumin. Sehingga, Jangan lupa atur tetesan lebih cepat sedikit daripada cairan
biasanya (seperti RL atau NaCl).
Aliran terjadi bila tidak ada sumbatan. Jangan lupa perhatikan ini.
1. Perhatikan antara dari ujung flabot sampai lengan tertancapnya infus, pastikan
tidak ada sumbatan.
2. Sebelum infus set di tancapkan pada flabot, di infus set itu ada 2 lubang perhatikan,
lubang itu benar-benar lancar atau tersumbat.
3. Tinjau ulang ,Tidak ada salahnya kita liat posisi aboket pasien,bisa saja aboket
kelipat (nekuk), mentok pada percabangan vena. Kita bisa menarik posisi aboket
sedikit atau membenahi posisi lengan agar aboket tidak kelipat.
4. Jika ada bekas darah yang mengalir di selang infus, pasti lah ada sumbatan pada
selang. Jika parah ganti aja selangnya. Jika bisa keluarkan gumpalan darahnya.
Ingat, sekedar memanusiawikan manusia, kalo tidak emergency jangan di sepool
5. Jika selang tidak terjadi sumbatan, tetapi masih macet , Lihat aboketnya mungkin
sumbatan ada dalam aboket. Dengan cara Injeksikan cairan (misal pakai aqua
steril) bila aliran mengalir ke atas, pastilah aboket dan daerah bawah yang
tersumbat, kalau udah begini, bersihkan saja aboketnya. Kalau parah, terpaksa
ganti aboket.
6. Lihat lengan pasien, mungkin sumbatan ada pada lengan pasien (pada venanya).
Urut lengan pasien perlahan, senyaman mungkin. Observasi tingkat respon pasien
terhadap kesakitan. Diharapkan setelah di urut sumbatan bisa terpecah menjadi
molekul yang bisa ikut mengalir. Jika masih macet, Pastikan bengkak atau tidak.
Jika bengkak berarti cairan infus tidak masuk vena. Segera hentikan infus agar
tidak memperparah keadan pasien.
7. Evaluasi fiksasi atau penguncian infus, mungkin plester atau fiksasi lainya terlalu
kuat sehingga menekan aliran infus, kalau sudah begini, tinggal longgarkan saja
fiksasinya.
1. Segera ganti dengan cairan salin normal seperti Nacl sebelum dan setelah tranfusi
darah atau komponen darah yang lainya.
2. Oplos obat-obatan injeksi tingkat kepekatan tinggi dengn cairan salin normal atau
aquasterill.
3. Percepatlah aliran infus sesaat setelah melakukan injeksi intra vena untuk
mengurangi endapan-endapan obat-obat tersebut (karena beberapa obat tertentu
bersifat mengendap, atau mengkristal seperti jenis anti biotik dan obat-obatan
syaraf seperti piracetam).setelah itu atur kembali kesetabilan tetesan infus.
4. Jika infus macet, klem/ kunci aliran infus, putar-putar atau pilin-pilin selang infus,
pencet karetan penyambung infus, urut lengan pasien dengan lembut,bila terpasang
kolf darah tranfusi, jangan lupa goyang-goyangkan
kolf(mungkin saja
mengendap), lalu tekan pangkal kolf darah pastikan tidak ada sumbatan disitu,
setelah itu buka kunci infus lakukan los klem. Tujuanya agar tekakan aliran yang
dihasilkan lebih tinggi. Dengan harapan bila ada sumbatan atau lekukan dapat
teratasi dengan renjatan aliran tinggi tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Semoga makalah ini biasa membantu mahasiswa serta pembaca
untuk
DAFTAR PUSTAKA
Patricia
A. Buku
ajar
Fundamental
Keperawatn
konsep,
proses,
dan praktik/praticia A. Potter, Anne Griffin Perry ; alih bahasa, Renata komalasari.
Penerbit Jakarta : EGC, 2005
Wahit Iqbal Mubarak. Buku ajar Kebutuhan Dasar Manusia : teori & aplikasi dalam
praktik. Penerbit, Jakarta : EGC
Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar. Edisi5. Jakarta:
EGC
Smith-Temple, jean, dkk.(2010). Buku saku prosedur klinis keperawatan edisi 5. Jakarta:
EGC.