Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN DASAR

“ Pemasangan infus ”

DOSEN PENGAJAR:

Ns. MARDIANI., S.Kep., MM

Disusun oleh:

1. RESVI ZULPIA
2. RIFANA RAMADHANIA
3. RIGA TRI WAHYUDI
4. RIZKY PURNAMA R
5. SHEILA OCTA

Kelompok : 7

Kelas : 1B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU


JURUSAN KEPERAWATAN BENGKULU
PRODI DIII KEPERAWATAN
2020/ 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya dosen pembimbing kami yang telah membimbing
kami hingga terselesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca sangat kami perlukan dalam perbaikan makalah ini.Dan semoga
makalah ini bisa berguna bagi kami dan pembaca.

Bengkulu, 6 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………..........……..……… i

DAFTAR ISI ……………………………………….........…………………. ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang ..................................................................................... 1


1. 2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1. 3 Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian pemasangan infus ......................................................................... 3


2.2 Tujuan pemasangan infus.......................................................................3
2.3 Indikasi pemasangan infus.............................. ……………………………3
2.4 Kontra indikasi pemasangan infus……………………………………………4
2.5 Keuntungan dan kerugian pemasangan infus…………………………………5
2.6 Lokasi pemasangan infus……………………………………………………..6
2.7 SOP pemasangan infus………………………………………………………..6
2.8 Jenis cairan pemasangan infus………………………………………………...7
2.9 Komplikasi pemasangan infus………………………………………………..10

2.10.Rumus tetesan infus………………………………………………………...11

2.11 .SOP melepaskan infus………………………………….………………….11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 12


3.2 Saran .................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis
kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan hampir 90% dari total berat
badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan,
presentase cairan tubuh berbeda berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh bayi baru lahir
sekitar 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa
55% dari tital berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain itu, presentase
jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada lemak dalam tubuh dan jenis
kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan tubuh pun lebih besar. Wanita dewasa
mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibandingkan pada pria, karena jumlah lemak
pada tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan dengan lemak pada tubuh pria dewasa.
Salah satu tindakan untuk mengatasi masalah atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
cairan dan elektrolit adalah dengan pemberian cairan melalui infus. Pemberian cairan melalui
infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian
makanan.
Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah
jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan
atau zat-zat makanan dari tubuh (Yuda, 2010). Pemberian cairan intravena (Infus) yaitu
memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan
waktu tertentu dengan menggunakan infus set. (Potter, 2005)
Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian caian tubuh dan
memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap
yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah
operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obatan lain.
(Lachman, 2008)
Salah satu tugas penting bidan adalah memberikan pelayanan yang aman dan nyaman bagi
klien. Salah satunya yaitu dengan memberikan cairan infus kepada klien yang sedang
mengalami kekurangan cairan. Seorang bidan memiliki tanggung jawab penuh dalam
memperhatikan status kesehatan dengan memberikan asuhan khususnya pemberian cairan
infus kepada klien.

1.2  Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari pemasangan infus?
2. Apa tujuan dari pemasangan infus?
3. Bagaiman indikasi pemasangan infus?
4. Bagaimana kontraindikasi pemasangan infus?
5. Apa keuntungan dan kerugaian pemasangan infus?
6. Lokasi pemasangan infus?
7. Apa jenis cairan pemasangan infus?
8. Bagaimana komplikasi pemasangan infus?
9. Bagaiman cara menghitung tetesan infus?
10. Bagaiman cara melepaskan infus?

1.3  Tujuan
 Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas Keperawatan dasar
 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui cara pemasangan infus.
b. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi dari pemasangan infus
c. Mahasiswa mampu melepaskan infus dan cara menghitung tetesan infus.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemasangan Infus

Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk
memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien (Darmawan, 2008).

Sementara itu menurut Lukman (2007), terapi intravena adalah memasukkan jarum
atau kanula ke dalam vena (pembuluh balik) untuk dilewati cairan infus / pengobatan, dengan
tujuan agar sejumlah cairan atau obat dapat masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam jangka
waktu tertentu.Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan
cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian
yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta
asam basa.

2.2 Tujuan Pemasangan Infus

Menurut Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalah mempertahankan atau
mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori
yang tidak dapat dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan
elektrolit, memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikan tranfusi darah, menyediakan
medium untuk pemberian obat intravena, dan membantu pemberian nutrisi parenteral.

2.3Indikasi Pemasangan Infus

Secara garis besar, indikasi pemasangan infus terdiri dari 4 situasi yaitu ; Kebutuhan
pemberian obat intravena, hidrasi intravena, transfusi darah atau komponen darah dan situasi
lain di mana akses langsung ke aliran darah diperlukan. Sebagai contoh :

 Kondisi emergency (misalnya ketika tindakan RJP), yg memungkinkan untuk


pemberian obat secara langsung ke dalam pembuluh darah Intra Vena
 Untuk dapat memberikan respon yg cepat terhadap pemberian obat (seperti
furosemid, digoxin)
 Pasien yg mendapat terapi obat dalam jumlah dosis besar secara terus-menerus
melalui pembuluh darah Intra vena
 Pasien yg membutuhkan pencegahan gangguan cairan & elektrolit
 Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kepentingan dgn
injeksi intramuskuler.
 Pasien yg mendapatkan tranfusi darah
 Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (contohnya pada operasi
besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan
seandainya berlangsung syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
 Upaya profilaksis pada pasien-pasien yg tidak stabil, contohnya syok (meneror
nyawa) & risiko dehidrasi (kekurangan cairan) , sebelum pembuluh darah kolaps (tak
teraba), maka tak mampu dipasang pemasangan infus.

2.4 Kontraindikasi Pemasangan Infus

Kontraindikasi relatif pada pemasangan infus, karena ada berbagai situasi dan keadaan
yang mempengaruhinya. Namun secara umum, pemasangan infus tidak boleh dilakukan jika ;

 Terdapat inflamasi (bengkak, nyeri, demam), flebitis, sklerosis vena, luka bakar dan
infeksi di area yang hendak di pasang infus.
 Pemasangan infus di daaerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, terutama pada
pasien-pasien yang mempunyai penyakit ginjal karena lokasi ini dapat digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci
darah).
 Obat-obatan yg berpotensi iritan pada pembuluh vena kecil yg aliran darahnya lambat
(contohnya pembuluh vena di tungkai & kaki).

2.5 Keuntungan dan Kerugian Pemasangan Infus

Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan dan kerugian terapi intravena adalah :

1. Keuntungan Pemasangan Infus – Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek


terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target
berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi
lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik
dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika
diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak
dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau
ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.
2. Kerugian Pemasangan Infus – Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan
“drug recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan
sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speed
shock” dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu : kontaminasi mikroba melalui
titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya flebitis kimia,
dan inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

2.6 Lokasi Pemasangan Infus

Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang sering
digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam
fasia subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena.

Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena
supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena
sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan
dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis).

 SOP Pemasangan Infus Lengkap

Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemilihan lokasi pemasangan terapi intravana


mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:

1. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan
mempengaruhi berapa lama intravena terakhir
2. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu
atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak
terpengaruh oleh apapun
3. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan tingkat
kesadaran
4. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa
tempat-tempat yang optimum (misalnya hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi
vena-vena perifer)
5. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk
memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi
sisi pungsi dari distal ke proksimal (misalnya mulai di tangan dan pindah ke lengan)
6. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan sisi dan rotasi
yang berhati-hati menjadi sangat penting ; jika sedikit vena pengganti
7. Terapi intravena sebelumnya : flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik
untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat vena menjadi buruk (misalnya mudah
pecah atau sklerosis)
8. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien
dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin
dari dokter
9. Sakit sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke
10. Kesukaan pasien : jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah
kiri atau kanan dan juga sisi

2.7 Jenis Cairan Pemasangan Infus

Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter, (2005) cairan intravena (infus) dibagi
menjadi 3, yaitu :

1. Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum


(bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh,
sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload
(kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%).
2. Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum,
dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah
keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke
osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada
keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba
cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya
adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
3. Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose
5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate.
 Alat dan Bahan Pemasangan Infus

Sebelum melaksanakan pemasangan infus, berikut adalah alat dan bahan yang harus
dipersiapkan ketika hendak melakukan tindakan pemasangan infus. Pastikan bahwa ke 12 alat
dan bahan ini sudah tersedia.

 Standar infus
 Cairan infus sesuai kebutuhan
 IV Catheter / Wings Needle/ Abocath sesuai kebutuhan
 Perlak
 Tourniquet
 Plester
 Guntung
 Bengkok
 Sarung tangan bersih
 Kassa steril
 Kapal alkohol / Alkohol swab
 Betadine
 SOP Pemasangan Infus

Standar Operasional Prosedur (SOP) memasang selang infus yang digunakan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Cuci tangan
2. Dekatkan alat
3. Jelaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan selama
pemasangan infus
4. Atur posisi pasien / berbaring
5. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus dan gantungkan
pada standar infus
6. Menentukan area vena yang akan ditusuk
7. Pasang alas
8. Pasang tourniket pembendung ± 15 cm diatas vena yang akan ditusuk
9. Pakai sarung tangan
10. Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm
11. Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke jantung
12. Pastikan jarum IV masuk ke vena
13. Sambungkan jarum IV dengan selang infus
14. Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi
15. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester
16. Atur tetesan infus sesuai program medis
17. Lepas sarung tangan
18. Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi : nama pelaksana, tanggal dan jam
pelaksanaan
19. Bereskan alat
20. Cuci tangan
21. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi keperawatan

2,8 Komplikasi Pemasangan Infus

Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama
tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari
pemasangan infus yaitu flebitis, hematoma, infiltrasi, tromboflebitis, emboli udara (Hinlay,
2006).

1. Phlebitis

Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini
dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah
insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang
vena, dan pembengkakan.

2. Infiltrasi

Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling tempat


pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan
di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi,
ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika
tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan.
Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang
torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan
torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap menetes
meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.

3. Iritasi vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area
insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas
yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin).

4. Hematoma

Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area insersi.
Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena,
jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah
jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan
segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.

5. Trombophlebitis

Trombophlebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena.


Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat,
dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena
adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam,
malaise, dan leukositosis.

6. Trombosis

Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus
berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.

7. Occlusion

Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan,
aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi. Occlusion
disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang
diklem terlalu lama.
8. Spasme vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena, aliran
berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh
pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah
mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.

9. Reaksi vasovagal

Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat,
pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh
nyeri atau kecemasan.

10. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament

Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot. Efek
lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan
oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf,
tendon dan ligament.

2.9 Pencegahan pada Komplikasi Pemasangan Infus

Menurut Hidayat (2008), selama proses pemasangan infus perlu memperhatikan hal-hal
untuk mencegah komplikasi yaitu :

1. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru
2. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi
3. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
4. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan
5. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
6. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan,
periksa ujung kateter terhadap adanya embolus
7. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan
memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu)
8. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik sterilisasi dalam
pemasangan infus
9. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena yang telah rusak,
vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil
10. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat.
11. Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan millimeter perjam
(ml/h) dan penghitungan tetes permenit.

2.10 Rumus menghitung tetes infus :

-Faktor tetes di bagi menjadi dua :

1. Makro
 Otsuka :15
 Terumo :20

2. Mikro : 60

2.11 SOP MELEPAS INFUS

 PERSIAPAN ALAT
1. Perlak dan pengalas
2. Sarung tangan
3. Kapas alkohol
4. Plester
5. Gunting plester
6. Bengkok

 PROSEDUR

1. Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan


2. Mendekatkan alat
3. Mencuci tangan
4. Memasang perlak dan pengalas
5. Memakai sarung tangan
6. Membasahi plester yang melekat pada kulit dengan kapas alkohol
7. Melepas plester dan kassa dari kulit
8. Menekan tempat tusukan dengan kapas alkohol dan mencabut infus pelan-pelan
9. Menekan kapas alkohol dengan plester
10. Membereskan alat dan merapikan pasien
11. Melepas sarung tangan
12. Mencuci tangan
13. Mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

 STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR

1. Pengertian : Pemberian darah produk dan monitor pasien


2. Tujuan : Peningkatan kadar darah atau produk darah dalam
3. Kebijakan : Ada asuransi   tertulis dari dokter
4. Hasil laboratorium HB dibawah normal
5. Prosedur
6. Fase Prainteraksi
7. Mengecek program terapi
8. Mencuci tangan
9. Menyiapkan alat
o 1 sol tranfusi darah dengan blood filter
o Ciran isotonik (Nacl 0,9%)
o produk darah
o Obat-obatan sesuai dengan program medic
o Handscoen disposable
o Tensimeter dan thermometer

 Fase orientasi

1. Memberikan salam teraupelik


2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan ,tanda dan gejala reaksi tranfusi
3. Menayakan persetujuan / kesiapan pasien
4. Minta tanda tangan persetujuan / informan konsen
5. Fase kerja
6. Periksa produk darah yang di siapkan, golongan darah dan kesusaaian cross math,
jumlah darah dan nomor kantong , masa berlaku.
7. Menggunakan hanskun
8. Pemasangan system infus set dengan filter yang tapat terhadap produk darah
9. Memasang cairan dengan cairan isotonic ( Nacl 0,9%)
10. Hindari tranfusi darah lebih dari satu unit darah atau produk darah pada satu waktu,
kecuali diwajibkan oleh kondisi pasien.
11. Monitor temapat Iv terhadap tanda dan gejala dari infiltrasi, phlebritis dan infeksi
local.
12. Monitor tanda-tanda vital (pada awal, sepanjang dan setelah tranfusi)
13. Berikan injeksi anti histamine bila perlu.
14. Ganti cairan Nacl 0,9 % dengan produk yang tersedia.
15. Monitor ada tidaknya reaksi alergi terhadap pemasangan infuse Monitor kecepatan
aliran tranfusi
16. Jangan memberikan medikasi IV atau cairan lain kecuali isotonic dalam darah atau
produk
17. Ganti larutan Nacl 0,9% ketika tranfusi telah lengakap/selesai

 Fase Terminasi

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan


2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Kontrak waktu pertemuan selanjutnya.
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
5. Membersihkan peralatan
6. Buka sarung tangan dan cuci tangan
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena
dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set. Tujuannya adalah:

1. Sebagai akses pemberian obat


2. Mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
3. Sebagai makanan bagi pasien yang tidak dapat atau tidak boleh makan melalui mulut.

3.2 Saran

Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan lahan praktek.
DAFTAR PUSTAKA

Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik
Klinik untuk Bidan. Jakarta: Salemba Medika.C Long Barbara (1996). Keperawatan Medikal
Bedah. Bandung: Yayasan IAPK.Jan Tambayong (2000). Patofisiologi Untuk Perawat.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai