SMKN 4 BONDOWOSO
Kelas : XII Kp 2
BAB I
PENDAHULUAN
Infus adalah proses mengekstraksi unsur-unsur substansi terlarutkan (khususnya obat) atau terapi
dengan cara memasukkan cairan ke dalam tubuh.
Infus adalah tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada pasien untuk
memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
Infus adalah teknik penusukan vena melalui transkutan dengan stilet tajam yang kaku, seperti
angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan pada spuit.
Infus adalah memasukkan cairan (cairan obat atau makanan) dalam jumlah yang banyak dan waktu yang
lama ke dalam vena dengan menggunakan perangkat infus (infus set) secara tetesan.
Infus adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, elektrolit, obat
intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan
tindakan life saving seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu
keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang
keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan ini merupakan metode efektif dan efisien
dalam memberikan suplai cairan ke dalam kompartemen intravaskuler.
Terapi intravena dilakukan berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung jawab dalam
pemeliharaan terapi yang dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan pada beberapa
faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia, riwayat kesehatan dan kondisi vena
pasien. Apabila pemberian terapi intravena dibutuhkan dan diprogramkan oleh dokter, maka perawat
harus mengidentifikasi larutan yang benar, peralatan dan prosedur yang dibutuhkan serta mengatur dan
mempertahankan sistem.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah pembaca dapat mengetahui pengertian terapi
cairan/infus, tujuan pemberian terapi dan macam-macamnya. Selain itu, diharapkan pembaca dapat
mengetahui komposisi cairan infus, indikasi, kapan penggunaan dan bagaimana cara pemakaiannya.
BAB II
ISI
Terapi Intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya
cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau
obat. (Wahyuningsih, 2005 : 68)
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh,
melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan
cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.(Yuda, 2010)
Memasang Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam
jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan menggunakan infus set. (Protap RSUD Indrasari
Kabupaten Indragiri Hulu, 2009)
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak
sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi.
(Wahyuningsih, 2005 : 68)
a. Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin,
protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral
(Setyorini, 2006 : 5)
Saat ini jenis cairan untuk terapi parenteral sudah tersedia banyak sekali dipasaran. Kondisi orang sakit
membutuhkan cairan yang berbeda sesuai dengan penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah
tepat sehingga dicapai efek yang optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat penyakit
pasien. Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis (Darmawan, 2007). Sementara itu
Leksana (2010) membagi jenis cairan yang sering digunakan dalam pemberian terapi intravena
berdasarkan kelompoknya adalah sebagai berikut:
* Cairan Kristaloid
Cairan dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau tanpa glukosa, mempunyai tekanan
onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler, dan mengandung elektrolit:
Ringer lactate, Ringer’s solution, NaCl 0,9%, Tidak mengandung elektrolit: Dekstrosa 5%. Cairan ini rata-
rata memiliki tingkat osmolaritas yang lebih rendah dengan osmolaritas plasma. Contoh cairan tersebut
adalah
1. Normal Saline
* Cairan Koloid
Cairan dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton ), merupakan larutan yang terdiri dari molekul-
molekul besar yang sulit menembus membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler.
Umumnya pemberian lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak,
dan lebih mahal.
Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga cenderung tidak keluar dari
membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan
dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan volume yang sama dengan jumlah
volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan meningkatkan tekanan osmose
plasma.Contohnya adalah
1. Albumin
3. Dextran
4. Gelatin
* Cairan Khusus
Cairan ini dipergunakan untuk indikasi khusus atau koreksi. Adapun macam-macamnya adalah sebagai
berikut :
1. MANNITOL
2. ASERING
3. KA-EN 1B
5. KA-EN MG3
6. KA-EN 4A
7. KA-EN 4B
8. Otsu-NS
9. MARTOS-10
10. AMINOVEL-600
11. PAN-AMIN G
* Cairan Kristaloid
1. Normal Saline
Indikasi :
a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh keluarnya molekul protein
besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke intertisial karena gradien
osmosis. Plasma expander berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada
intravaskuler.
b. Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan NaCl digunakan untuk
mengganti cairan yang hilang tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan protein plasma atau cairan
ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan cairan
dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga homeostasis tubuh. Keadaan ini
juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan pengawasan ketat
pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema paru.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-paru), penggunaan
dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi elektrolit dan
konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan
kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di
plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf
dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan
syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer
laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan
menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : ”Not for use in the treatment of lactic acidosis”. Hati-hati pemberian pada
penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired renal function & pre-eklamsia.
3. Dekstrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama dan
sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25
mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan iritasi pada
pembuluh darah dan tromboflebitis.
Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti. Larutan RA berbeda dari RL
(Ringer Laktat) dimana laktat terutama dimetabolisme di hati, sementara asetat dimetabolisme
terutama di otot. Sebagai cairan kristaloid isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan
plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada
kondisi yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat.
Dengan profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan pada dehidrasi dengan kehilangan
bikarbonat masif yang terjadi pada diare.
Indikasi : Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah seharusnya diberikan pada pasien
dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya
laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati
menjadi bikarbonat.
Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini terutama diindikasikan sebagai pengganti
kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik; pengganti
cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi anestesi regional; priming solution pada
tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi.
Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi, misalnya ditunjukkan oleh studi
Ewaldsson dan Hahn (2001) yang menganalisis efek pemberian 350 ml RA secara cepat (dalam waktu 2
menit) setelah induksi anestesi umum dan spinal terhadap parameter-parameter volume kinetik. Studi
ini memperlihatkan pemberian RA dapat mencegah hipotensi arteri yang disebabkan hipovolemia
sentral, yang umum terjadi setelah anestesi umum/spinal.
Untuk kasus obstetrik, Onizuka dkk (1999) mencoba membandingkan efek pemberian infus cepat RL
dengan RA terhadap metabolisme maternal dan fetal, serta keseimbangan asam basa pada 20 pasien
yang menjalani kombinasi anestesi spinal dan epidural sebelum seksio sesarea. Studi ini memperlihatkan
pemberian RA lebih baik dibanding RL untuk ke-3 parameter di atas, karena dapat memperbaiki asidosis
laktat neonatus (kondisi yang umum terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami
eklampsia atau pre-eklampsia).
Dehidrasi dan gangguan hemodinamik dapat terjadi pada stroke iskemik/hemoragik akut, sehingga
umumnya para dokter spesialis saraf menghindari penggunaan cairan hipotonik karena kekhawatiran
terhadap edema otak. Namun, Hahn dan Drobin (2003) memperlihatkan pemberian RA tidak
mendorong terjadinya pembengkakan sel, karena itu dapat diberikan pada stroke akut, terutama bila
ada dugaan terjadinya edema otak.
Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih baik dibanding RL secara
signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan yang signifikan pada
parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan tekanan darah sistolik-diastolik).
* Cairan Koloid
1. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa yang dimurnikan dari
plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume yang dibutuhkan lebih
kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam jaringan pada penggunaan jangka lama
yang lebih kecil dibandingkan starches dan resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.
Indikasi :
a. Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia, hipoalbuminemia, atau
hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut,
pancretitis, mediasinitis, selulitis luas dan luka bakar.
b. Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Pasien dengan
hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan albumin dan furosemid yang dapat memberikan efek
diuresis yang signifikan serta penurunan berat badan secara bersamaan.
c. Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi, kebakaran, operasi besar,
infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.
d. Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yang merupakan komplikasi dari sirosis. Sirosis memacu
terjadinya asites/penumpukan cairan yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri.
Terapi antibiotik adalah pilihan utama, sedangkan penggunaan albumin pada terapi tersebut dapat
mengurangi resiko renal impairment dan kematian. Adanya bakteri dalam darah dapat menyebabkan
terjadinya multi organ dysfunction syndrome (MODS), yaitu sindroma kerusakan organ-organ tubuh
yang timbul akibat infeksi langsung dari bakteri.
Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin.
Indikasi : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler.
Kontraindikasi : Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah operasi, hal ini
terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg). Sepsis, karena dapat
meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan HES pada sepsis masih terdapat perdebatan.
Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu penelitian menyatakan
bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :
· Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES tetap bisa digunakan
untuk menambah volume plasma meskipun terjadi kenaikan permeabilitas.
· Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan albumin menunjukkan manifestasi
edema paru yang lebih kecil dibandingkan kristaloid.
· Dengan menjaga COP, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut seperti asidosis refraktori.
· HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat menguntungkan pada kondisi sepsis
yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat adesi molekuler.
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan pada sepsis karena :
· Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid (HES), yang
manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.
· HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan gelatin pada pasien sepsis
dengan hipovolemia.
· HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF, pruritus, dan liver
failure. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi iskemik reperfusi (contoh: transplantasi
ginjal).
· Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin pada pasien dengan
sepsis.
Efek samping : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika digunakan dalam jangka
waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
3. Dextran
Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri Leuconostoc mesenteroides,
yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Indikasi :
a. Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia miokard, iskemia cerebral,
dan penyakit vaskuler perifer.
b. Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan viskositas darah, dan
menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek
anti trombus paling poten jika dibandingkan dengan gelatin dan HES.
Efek samping : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga sering dilaporkan dapat
menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-molekul dextran pada tubulus renal. Pada dosis
tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan yang signifikan.
4. Gelatin
Pada sebuah penelitian invitro dengan tromboelastropgraphy diketahui bahwa gelatin memiliki efek
antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.
Kontraindikasi : haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga harus dihindari pada keadaan
hiperkalsemia.
Efek samping : dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan 20.000 pasien, dilaporkan
bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang tinggi bila dibandingkan dengan starches.
* Cairan Khusus
1. MANNITOL
D-Manitol. C6H14O6
Indikasi :
Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral, meningkatkan diuresis pada
pencegahan dan/atau pengobatan oliguria yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan tekanan
intraokular, meningkatkan ekskresi uriner senyawa toksik, sebagai larutan irigasi genitouriner pada
operasi prostat atau operasi transuretral.
2. ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue
(DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
· Na 130 mEq
· K 4 mEq
· Cl 109 mEq
· Ca 3 mEq
Keunggulan:
· Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan
hati
· Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada
neonatus
· Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan
isofluran
· Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat
meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral
3. KA-EN 1B
Indikasi:
a. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi
(dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
b. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam
(dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
c. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
Komposisi :
· Elektrolit (meq/L) :
a. Na+ 38,5
b. Cl- 38,5
d. kcal/L : 150
Indikasi: Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
Kompisisi :
KA-EN 3A
- anhydrous dekstros 27 g.
b. K+ 10
c. Cl- 50
d. laktat- 20
e. glukosa : 27 g/L.
f. kcal/L : 108
KA-EN 3B
b. K+ 20,
c. Cl- 50,
d. laktat- 20,
e. glukosa 27 g/L.
f. kcal/L. 108
5. KA-EN MG3
Indikasi :
a. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan
kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
Komposisi :
b. K+ 20,
c. Cl- 50,
d. laktat- 20,
f. kcal/L: 400
6. KA-EN 4A
Indikasi :
b. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar
konsentrasi kalium serum normal
· Na 30 mEq/L
· K 0 mEq/L
· Cl 20 mEq/L
· Laktat 10 mEq/L
· Glukosa 40 gr/L
7. KA-EN 4B
Indikasi:
a. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
Komposisi:
· Na 30 mEq/L
· K 8 mEq/L
· Cl 28 mEq/L
· Laktat 10 mEq/L
8. Otsu-NS
Indikasi:
a. Untuk resusitasi
· Cl- = 154
9. Otsu-RL
Indikasi:
a. Resusitasi
c. Asidosis metabolik
· Na+ = 130
· Cl- = 108.7
· K+ = 4
· Ca++ = 2.7
· Laktat = 28
10. MARTOS-10
Indikasi:
b. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan
defisiensi protein
11. AMIPAREN
Indikasi:
b. Luka bakar
c. Infeksi berat
d. Kwasiokor
e. Pasca operasi
Komposisi :
· L-leucine 14g,
· L-isoleucine 8g,
· L-valine 8g,
· L-threonine 5,7g,
· L-tryptophan 2g,
· L-methionine 3,9g,
· L-phenylalanine 7g,
· L-cysteine 1g,
· L-tyrosine 0,5g,
· L-arginine 10,5g,
· L-histidine 5g,
· L-alanine 8g,
· L-proline 5g,
· L-serine 3g,
12. AMINOVEL-600
Indikasi:
c. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
Komposisi :
· D-sorbitol 100g,
· inositol 500mg,
· nicotinamide 60mg,
a. Sodium 35 mEq,
b. potassium 25 mEq,
c. magnesium 5 mEq,
d. acetate 35 mEq,
e. maleate 22 mEq,
f. chloride 38 mEq.
a. L-isoleucine 3,2gram,
b. L-leucine 2,4g,
d. L-methionine 3g,
e. L-phenylalanine 4g,
f. L-threonine 2g,
g. L-tryptophan 1g,
h. L-valine 3,2g,
k. L-alanine 6g,
l. glycine 14g,
m. L-proline 2g
13. PAN-AMIN G
Indikasi:
c. Tifoid
Komposisi :
· L-isoleucine 1,8g,
· L-leucine 4,1g,
· L-methionine 2,4g,
· L-phenyilalanine 2,9g,
· L-threonine 1,8g,
· L-tryptophane 0,6g,
· L-valine 2g,
· glycine 3,4g,
· D-sorbitol 50g
· air.
Per liter :
· Kalium 18 mEq,
· Kalsium 4 mEq,
· Magnesium 6 mEg,
· Klorida 90 mEq,
· Asetat 38 mEq,
· Sorbitol 50 gram.
Indikasi :
a. Air & elektrolit yang dibutuhkan pada fase sebelum, selama, & sesudah operasi.
b. Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit selama masa pra operasi, intra operasi dan pasca operasi
c. Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit pada keadaan dehidrasi isotonik dan kehilangan cairan
intraselular
Kontraindikasi :
· Insufisiensi ginjal
· kekurangan Fruktosa-1-6-difosfate
Hati-hati pada :
· retensi cairan
· hipernatremia
Dalam pemakaian infus perlu dipersiapkan terlebih dahulu bahan-bahan dan alat-alatnya, meliputi :
Standar infuse, Set infuse, Cairan sesuai program medic, Jarum infuse dengan ukuran yang sesuai,
Pengalas Torniket, Kapas alcohol, Plester, Gunting, Kasa steril, Betadine, Sarung tangan.
Setelah itu dilanjutkan dengan tahap pemasangan infus, yang terdiri dari :
Cuci tangan Hubungkan cairan dan infus set dengan memasukkan ke bagian karet atau akses selang ke
botol infuse.
Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian dan buka klem slang
hingga cairan memenuhi selang dan udara selang keluar.
Lakukan pembendungan dengan torniker ( karet pembendung ) 10-12 cmdi atas tempat penusukan dan
anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan sirkular ( bila sadar ).
Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari di bagian bawah vena da posisi jarum
( abocath ) mengarah ke atas.
Perhatikan keluarnya darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka tarik keluar bagian dalam ( jarum )
sambil meneruskan tusukan ke dalam vena.
Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan menekan
menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar.
Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang diberikan.
Lakukan fiksasi dengan kasa steril Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran
jarum Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Pemasangan infus merupakan teknik yang mencakup penusukan vena melalui transkutan dengan
stilet tajam yang kaku seperti angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan.
b. Tujuan : Untuk mengembalikan kembali cairan tubuh yang hilang dan Sebagai pengganti nutrisi.
Barbara kozier, 2010. Buku Ajar Fundamentak Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.Jakarta : EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul dan Masrifatul. 2011. Praktik Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya.Health Book.