Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN SHARING JURNAL

“Early Enteral Tube Feeding in Optimizing Treatment of Hyperemesis Gravidarum:


The Maternal and Offspring Outcomes After Treatment of Hyperemesis By Refeeding
(MOTHER) Randomized Controlled Trial”

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Penugasan Individu Program Profesi Ners


Departemen Keperawatan Maternitas

Oleh:
Lina Anggraeni
NIM. 1900700300011046

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional merupakan
persatuan dari spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan implantasi.
Kehamilan yang normal berlangsung selama 40 minggu atau 10 bulan (Ningsih, 2015).
Kehamilan menyebabkan perubahan fisik, psikis, dan hormonal pada tubuh ibu. Hal
tersebut menimbulkan berbagai macam keluhan, salah satunya adalah Hiperemesis
Gravidarum atau mual muntah yang terjadi pada awal kehamilan. Mual muntah atau
Hiperemesis Gravidarum merupakan salah satu gejala awal, umum, dan menyebabkan
stres yang dikaitkan dengan kehamilan. Angka kejadian mual muntah 50%-90% yang
dialami ibu hamil trimester 1. Mual dan muntah seringkali diabaikan karena dianggap
sebagai sebuah konsekuensi di awal kehamilan (Putri & Andiani, 2017).
Perubahan yang terjadi pada wanita selama hamil ada berbagai macam hal di
antaranya seluruh tubuh wanita khususnya pada alat genetalia eksterna dan interna,
serta pada payudara, hal ini dipengaruhi oleh hormone somatomammotropine,
estrogen, dan progesteron. Perubahan karena hormone estrogen akan mengakibatkan
pengeluaran asam lambung yang berlebih sehingga menimbulkan efek mual dan
muntah. Human Chorionic Gonadotropine (HCG) juga merupakan faktor pencetus ibu
hamil mengalami mual muntah. Faktor lain yang mempengaruhi ibu hamil mengalami
Hiperemesis Gravidarum adalah faktor psikologis seperti tekanan pekerjaan, keretakan
rumah tangga, serta tekanan dari pihak luar (Hasanah, 2015).
Hiperemesis Gravidarum yang berkelanjutan pada ibu akan menimbulkan
dehidrasi dan penurunan berat badan yang signifikan yang memerlukan perawatan di
rumah sakit. Hyperemesis gravidarum merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
mual dan muntah berlebihan, kehilangan berat badan dan gangguan keseimbangan
elektrolit, ibu terlihat lebih kurus, turgor kulit berkurang dan mata terlihat cekung (Rahma
& Safura, 2016). Komplikasi emesis gravidarum bisa menyebabkan abortus dan
menghambat pertumbuhan janin (Prawiroharjo, 2012).
Hiperemesis Gravidarum akan membawa resiko gangguan pada kehamilan
misalnya dehidrasi, menghambat tumbuh kembang janin, gangguan keseimbangan
elektrolit, cadangan karbohidrat dalam tubuh ibu akan habis, robekan pada selaput
jaringan esofagus dan lambung. Hal ini akan berdampak pada janin yaitu ibu melahirkan
bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), prematur, dan nilai Appearance Pulse
Grimace Activity Respiration (APGAR) score kurang dari 7 (Indrayani, Burhan, &
Widiyanti, 2017).
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum adalah rehidrasi dan penghentian
makanan peroral. Pemberian antiemetic dan vitamin secara intravena dapat
dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Penatalaksaan farmakologis emesis
gravidarum dapat diterapkan pada kasus hyperemesis gravidarum (J Indon Med Assoc,
2011). Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada
derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap
rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus
digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric
tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat
mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi
dan toksin. Selain itu dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut
menjaga pengaturan homeostasis nutrisi (Bottomley, et al 2008)

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah sharing jurnal ini adalah “bagaimanakah telaah
dari jurnal yang berjudul Early enteral tube feeding in optimizing treatment of
hyperemesis gravidarum: the maternal and offspring outcomes after treatment of
hyperemesis by refeeding (mother) randomized controlled trial?”

C. Tujuan
Mengetahui hasil telaah jurnal yang berjudul “Early enteral tube feeding in
optimizing treatment of hyperemesis gravidarum: the maternal and offspring outcomes
after treatment of hyperemesis by refeeding (mother) randomized controlled trial”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hiperemesis Gravidarum


Hyperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah
yang berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau mual dan muntah setiap saat,
sehingga megganggu kesehatan dan pekerjaan sehari-hari (Arief, 2009).
Hyperemesis gravidarum adalah vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali
selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atau
defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan (Lowdermilk 2004).

B. Manifestasi Klinis Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga
tingkatan, yaitu:
1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa
lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada
epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun,
turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.
2. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan
mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau
pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam
kencing.
3. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen
sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi
fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke
dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi
akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus
menunjukan adanya gangguan hati.
C. Dampak Hiperemesis Gravidarum
Hyperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil
muda bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya
elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
1. Hyperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak
habis terpakai untuk keperluan energy.
2. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan karena muntah menyebabkan
dehidrasu sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida
turun. Selain itu juga dapat menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah
ke jaringan berkurang.
3. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambhanya ekskresi lewat
ginjal menambah frekuensi muntah lebih banyak dapat merusak hati.
4. Selain dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit dapat terjdai robekan
pada selaput lender esophagus dan lambung dngan akibat perdarahan
gastrointestinal.

D. Penatalaksanaan Pada Hiperemesis Gravidarum


Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan rawat
inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu :
1. Medikamentosa
Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin,
dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan
adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin
cukup efektif dalam mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang
dianjurkan adalah doxylamine dan dipendyramine. Dopamin antagonis yang
dianjurkan diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan metocloperamide.
Serotonin antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron. Odansetron biasanya
diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang tidak membaik setelah
diberikan obat-obatan yang lain. Sementara itu pemberian kortikosteroid masih
kontroversial karena dikatakan pemberian pada kehamilan trimester pertama dapat
meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.
2. Terapi Nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat
muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap
rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna
harus digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk 9 menggunakan
nasogastric tube (NGT). Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet
yang diberikan adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi
karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk
sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan
rangsangan muntah.Pemberian diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal kalori
sehari- hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.
3. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran
udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan
untuk keluar masuk kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien
tidak diberikan makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja
gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
4. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan
rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses
fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang
melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala
yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia
kehamilan 4 bulan.
5. Cairan parenteral
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme
kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Berikan cairan
parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5% dalam
cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan
kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat diberikan
pula asam amino secara intravena
6. Terapi Alternatif
Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum, antara
lain:
a) Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid,
karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi 12
hiperemesis masih kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar
12,5-25 mg per hari tiap 8 jam.
b) Jahe (zingiber officinale) pemberian dosis harian 250 mg sebanyak 4 kali perhari
lebih baik hasilnya dibandingkan plasebo pada wanita dengan hiperemesis
gravidarum. Salah satu studi di Eropa menunjukan bubuk jahe (1 gram per hari)
lebih efektif dibandingkan plasebo dalam menurunkan gejala hiperemesis
gravidarum.
E. Pengertian Nasogastric Tube (NGT)
Nasogastric tube (NGT) merupakan sebuah tabung yang dapat digunakan untuk
memberi makan seseorang ketika dia tidak dapat makan atau minum melalui mulut.
disebut tabung nasogastric karena pemasangan dilakukan melewati hidung,
tenggorokan dank e perut. Ini juga memungkinkan untuk drainage dan atau lavage
overdosis obat atau juga keracunan. Dalam pengaturan trauma, tabung nasogastric
bisa digunakan untuk membantu dalam pencegahan muntah dan aspirasi, serta untuk
penilaian perdarahan pada saluran pencernaan (Thomsen et.al, 2006)

F. Indikasi pemasangan Nasogastric Tube (NGT)


a. Dekompresi gastrointestinal
b. Administrasi agen oral
c. Perdarahan gastrointestinal

G. Kontraindikasi Nasogastric Tube (NGT)


Kontraindikasi pemasangan tabung nasogastric yaitu dengan adanya trauma
wajah yang parah, karena kemungkinana memasukkan tabung intracranially. Intubasi
nasogastric juga harus dihindari pada pasien dengan maksilofasial sebstansial trauma
untuk menghindari bagian dari tabung ke dalam cranial vault melalui otensial disrupted
cribriform plate.
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL

A. Identitas Jurnal
Judul : Early enteral tube feeding in optimizing treatment of hyperemesis
gravidarum: the Maternal and Offspring outcomes after Treatment of
HyperEmesis by Refeeding (MOTHER) randomized controlled trial
Pengarang : Iris J Grooten, Marjette H Koot, Joris AM van der Post, Joke MJ Bais,
Carrie Ris-Stalpers, Christiana Naaktgeboren, Henk A Bremer, David P
van der Ham, Wieteke M Heidema, Anjoke Huisjes, Gunilla Kleiverda,
Simone Kuppens, Judith OEH van Laar, Josje Langenveld, Flip van der
Made, Marie¨lle G van Pampus, Dimitri Papatsonis, Marie-Jose Pelinck,
Paula J Pernet, Leonie van Rheenen, Robbert J Rijnders, Hubertina CJ
Scheepers, Tatjana E Vogelvang, Ben W Mol, Tessa J Roseboom, and
Rebecca C Painter
Tahun : 2017
Penerbit : American Society for Nutrition
Metode : open-label randomized controlled trial

B. Pendahuluan
Kehamilan adalah periode kritis di mana nutrisi ibu merupakan faktor kunci yang
mempengaruhi kesehatan ibu dan anak. Permintaan energi dan nutrisi meningkat pada
kehamilan. Ada banyak bukti bahwa malnutrisi selama kehamilan dapat secara
permanen mempengaruhi perkembangan organ janin. Tergantung pada usia kehamilan
selama malnutrisi hadir, efek yang merugikan pada hasil kehamilan, termasuk
pertumbuhan janin yang buruk dan peningkatan risiko prematuritas, dan pada
kesehatan keturunan di kemudian hari telah dijelaskan. Hyperemesis gravidarum (HG),
yang menyulitkan 3,6% dari semua kehamilan, adalah bentuk mual dan muntah parah
pada kehamilan (NVP) yang mengarah pada penurunan drastis kesejahteraan ibu dan
kualitas hidup, serta dehidrasi, gangguan elektrolit, asupan gizi yang buruk, dan
penurunan berat badan yang substansial. HG juga telah dikaitkan dengan hasil
kehamilan yang buruk, termasuk berat lahir rendah (OR 1,4 untuk berat lahir, 2500 g),
karena kecil untuk usia kehamilan (OR 1.3), dan pra-kematangan (OR 1.3) (10),
mungkin dimediasi oleh status gizi ibu yang buruk (11-13). Studi besar dalam 3-4 tahun
terakhir di negara-negara Nordik, di mana dukungan nutrisi termasuk dalam perawatan
HG rutin, menemukan bahwa HG tidak berpengaruh pada hasil perinatal (14-16).
Sampai saat ini, etiologi HG kurang dipahami dan tidak ada bukti berkualitas tinggi
tentang pengobatan HG yang efektif.
Meskipun HG dikaitkan dengan penurunan berat badan yang substansial dan
asupan kalori yang sangat berkurang (8), sebagian besar pedoman tidak termasuk
intervensi diet tertentu dalam pengobatannya. Sejumlah kecil studi kasus pada wanita
dengan HG menunjukkan bahwa pemberian makanan melalui tabung dapat mengurangi
gejala dan ditoleransi dengan baik jika dilanjutkan diperawatan rumah. Selanjutnya,
retro-spektif studi kohort oleh Stokke et al. menyarankan bahwa pemberian makan
melalui selang enteral meningkatkan kenaikan berat badan ibu selama kehamilan pada
wanita dengan HG parah. Karena penelitian ini tidak memiliki kelompok kontrol, tidak
jelas apakah peningkatan itu adalah hasil dari pemberian makan tabung enteral atau
perjalanan alami HG, yang cenderung membaik ketika kehamilan berkembang
melampaui 20 minggu kehamilan pada 85% wanita. Pemberian makan enteral tube
secara efektif menangani dehidrasi dan malnutrisi pada pasien tidak hamil dengan
asupan nutrisi yang buruk dan telah terbukti lebih aman daripada nutrisi parenteral pada
kehamilan.
Secara keseluruhan, literatur yang ada menunjukkan bahwa pemberian
makanan tambahan (misal dengan tabung enteral) pada wanita dengan HG dapat
meningkatkan keparahan gejala, status gizi ibu, dan kenaikan berat badan, serta
mengubah efek buruk HG terhadap hasil perinatal. Belum ada uji coba acak yang
menyelidiki apakah pemberian tabung enteral pada pasien dengan HG dapat secara
positif mempengaruhi hasil kehamilan dan kualitas hidup ibu (QOL), NVP, atau lama
tinggal di rumah sakit.
Kami berhipotesis bahwa pemberian selang enteral sebagai tambahan
perawatan standar adalah perawatan yang lebih efektif untuk semua pasien dengan HG
daripada perawatan standar dengan rehidrasi intravena dan pengobatan antiemetik
saja. Kami berharap bahwa menambahkan pemberian makan melalui selang enteral ke
perawatan standar akan menghasilkan peningkatan hasil kehamilan, khususnya berat
lahir lebih tinggi. Kami melakukan uji coba terkontrol secara acak untuk menyelidiki
efek pemberian selang enteral pada hasil ibu dan perinatal di HG.

C. Metode
1. Desain studi
Kami melakukan percobaan label terbuka, uji coba acak terkontrol, hasil
Maternal dan Offspring setelah Pengobatan Hyper-Emesis oleh Refeeding
(MOTHER), di 3 pusat medis di universitas dan 16 rumah sakit umum bekerjasama
dalam Konsorsium Belanda untuk Evaluasi Kesehatan dalam Penelitian di
Obstetrics and Gynaecology. Percobaan ini disetujui oleh komite etika penelitian
dari Academic Medical Centre, Amsterdam, dan oleh dewan direksi dari semua
rumah sakit yang berpartisipasi. MOTHER terdaftar di www.trialregister.nl sebagai
NTR4197, dan protokol penelitian telah diterbitkan (28).
2. Partisipan
Kami mendaftarkan wanita yang dirawat di rumah sakit karena HG dengan usia
kehamilan antara 5 dan 19 minggu. Diagnosis HG dibuat jika NVP berlebihan yang
mengharuskan masuk rumah sakit tanpa adanya penyebab lain yang jelas seperti
yang diinduksi oleh obat muntah atau infeksi. Diagnosis penurunan berat badan
yang parah, ketidakseimbangan elektrolit, atau dehidrasi berat tidak diperlukan
untuk studi kelayakan. Kami mengecualikan wanita dengan kehamilan mola atau
nonvital yang diketahui, infeksi akut yang menyebabkan muntah, kontraindikasi
untuk pemberian makanan enteral, dan infeksi HIV dan wanita < 18 tahun. Staf
penelitian yang terlatih atau perawat perawatan obstetri mengidentifikasi wanita
yang memenuhi syarat. Semua wanita memberikan persetujuan tertulis. Wanita
yang memenuhi syarat yang menolak untuk berpartisipasi dalam uji coba diminta
untuk memberikan persetujuan untuk pengumpulan data karakteristik awal untuk
membandingkan peserta uji coba dengan populasi HG umum yang dirawat di rumah
sakit.
3. Tugas dan Masking Acak
Perempuan yang berpartisipasi dialokasikan secara acak untuk pemberian
selang nasogastrik sebagai tambahan untuk perawatan standar atau perawatan
standar saja dengan program terkomputerisasi berbasis web (ALEA versi 2.2,
Jaringan Trans Eropa untuk Layanan Uji Coba Klinis; NKI) melalui penggunaan
alokasi acak blok yang diijinkan. Lokasi acak dilakukan dalam rasio 1: 1, dengan
ukuran blok 4. Stratifikasi menurut pusat yang berpartisipasi diterapkan. Karena sifat
intervensi, kami tidak menutupi peserta, pengasuh, atau penilai hasil terhadap
pengobatan yang dialokasikan
4. Enteral tube feeding
Perempuan yang dialokasikan untuk pemberian makanan tabung enteral
menerima selang pemberian poliuretan nasogastrik sesegera mungkin setelah
penugasan acak. Penempatan tabung dan rejimen pemberian makan diikuti sesuai
dengan protokol lokal (Tabel Tambahan 1) di bawah bimbingan ahli gizi rumah sakit.
Perempuan yang dialokasikan untuk pemberian makanan tabung juga menerima
perawatan standar, yang terdiri dari rehidrasi intravena untuk waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai tingkat pemberian makan maksimum, dan obat
antiemetik, elektrolit, dan suplemen vitamin sesuai dengan protokol lokal. Segera
setelah pemberian makanan melalui tabung ditoleransi, dianjurkan pulang ke rumah
dengan tetap mempertahankan makan melalui tabung. Pemberian makan tabung
dilanjutkan untuk > 7 d atau sampai wanita itu mampu mempertahankan asupan oral
1000 kkal / hari. Asupan energi diperkirakan oleh ahli gizi rumah sakit dengan
wanita yang menerima makanan tabung mendapat konsultasi > 1x / minggu. Dalam
kasus dislokasi tabung, tabung nasoduodenal atau nasojejunal dapat dipasang.
5. Perawatan standar
Perawatan standar terdiri dari rehidrasi intravena (Tabel 1), obat antiemetik,
elektrolit, suplemen vitamin, dan saran diet menurut protokol lokal. Pada wanita
dengan gejala parah yang mengharuskan masuk atau penerimaan kembali dalam
waktu lama, pemberian makan tabung tambahan dapat diberikan, tetapi hanya jika
dokter yang merawat menganggapnya perlu.
6. Hasil
Hasil utama pengukuran adalah berat lahir. Hasil maternal sekunder adalah
penambahan berat badan, durasi tinggal di rumah sakit, tingkat penerimaan
kembali, keparahan NVP, penurunan kualitas hidup, dampak HG pada fungsi fisik
dan psikososial, gejala kecemasan, dan tekanan psikologis. Hasil perinatal
sekunder adalah usia kehamilan saat lahir, prematuritas (kelahiran pada usia
kehamilan 37 minggu), usia kehamilan kecil berdasarkan berat lahir, persentil ke 10
menurut kurva referensi Registry Perinatal Belanda untuk berat lahir berdasarkan
usia kehamilan (29), dan skor Apgar, 7 pada 5 menit.
Selain itu, kami mencatat efek samping dari perawatan yang dialokasikan,
termasuk flebitis dan nyeri pada lokasi pemasangan (rehidrasi intravena), iritasi
hidung dan tenggorokan, obstruksi dan dislokasi (makan tabung), dan efek samping
yang serius. Peristiwa-peristiwa ini termasuk aspirasi, perdarahan usus dan
perforasi yang disebabkan oleh pemberian makan tabung, keguguran, penghentian
kehamilan, cacat lahir, masuk unit perawatan intensif neonatal < 6 minggu
postpartum, dan kematian ibu dan perinatal. Alasan penghentian pengobatan yang
dialokasikan juga dicatat.
Staf penelitian yang terlatih menggunakan formulir laporan kasus
terstandarisasi untuk mencatat karakteristik ibu dan kehamilan berdasarkan catatan
medis. Karakteristik ini termasuk riwayat medis, usia, paritas, berat prahamil, berat
saat inklusi, usia kehamilan, masuk rumah sakit untuk HG, perawatan untuk HG,
dan hasil kehamilan. Tingkat etnis dan pendidikan dilaporkan sendiri. Tingkat
pendidikan berfungsi sebagai proxy untuk status sosial ekonomi dan didasarkan
pada tingkat pendidikan tertinggi yang diselesaikan (misal tidak ada sekolah dasar,
sekolah menengah, pendidikan tinggi). Kenaikan berat badan ibu didasarkan pada
berat badan yang diukur pada saat dimasukkan dalam penelitian dan dilaporkan
sendiri dalam kuesioner.
Para wanita mengisi kuesioner pada awal dan 1 dan 3 minggu setelah
ditugaskan untuk penelitian secara acak. Kuesioner berisi versi Belanda dari 24-h
Pregnancy-Unique Quantification of Emesis (PUQE-24) dan skor mual (30), Mual
dan Muntah dalam kuesioner Kehamilan-Spesifik QOL (NVPQOL) (31), Dampak
dari Gejala Hiperemesis kuesioner (HIS) (32), Skala Kecemasan dan Depresi
Rumah Sakit (HADS) (33), Survei Kesehatan Bentuk-Pendek 36-Item (SF-36) (34),
dan Skala Analogi Visual EuroQol (EQ- VAS; Bahan Tambahan) (35). Wanita juga
mengisi kuesioner pada 6 minggu postpartum yang berisi HADS, SF-36, dan EQ-
VAS. The PUQE-24 berisi pertanyaan mengenai rentang waktu mual, muntah, dan
muntah. Skor yang lebih tinggi mencerminkan gejala NVP yang lebih parah dan
dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup ibu. NVPQOL adalah kuesioner QOL
khusus NVP; skor yang lebih tinggi dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup. HIS
adalah kuesioner yang menilai dampak HG pada fungsi fisik dan psikososial; skor
yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan dampak pada fungsi ibu. HADS
adalah kuesioner yang menilai tekanan psikologis pada pasien; skor yang lebih
tinggi dikaitkan dengan gejala kecemasan dan depresi. SF-36 dan EQ-VAS
keduanya mengukur kualitas hidup, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan
kualitas hidup yang lebih baik.
7. Ukuran Sampel
Perhitungan daya digunakan untuk menentukan ukuran sampel. Perhitungan
didasarkan pada perbedaan berat lahir rata-rata 200 g (SD: 400 g), yang kami
anggap relevan secara klinis. Dengan b 0,2, a 0,05, dan kemungkinan 10%
kehilangan peserta untuk ditindaklanjuti, kami perlu menetapkan secara acak 120
wanita (60 wanita / kelompok). Ukuran sampel ini juga cukup besar untuk
mendeteksi pengurangan 2 poin pada skor PUQE-24 1 minggu setelah pengacakan
(maksimum 15 poin, poin 3 SD) dan perbedaan dalam skor kualitas hidup dan
tekanan psikologis 10%.
8. Analisis statistic
Analisis utama adalah analisis intention-to-treat. Kami menyajikan variabel
kontinu terdistribusi normal sebagai sarana dengan SD dan distribusi miring sebagai
median dengan IQR. Kami menguji data yang terdistribusi normal dengan uji t
Student untuk sarana dan data yang tidak terdistribusi normal dengan
menggunakan uji Mann-Whitney untuk median. Kami menyajikan variabel dikotomi
dan variabel kategorik sebagai angka dengan persentase. Variabel-variabel ini
dianalisis dengan menggunakan uji chi-square atau uji eksak Fisher untuk proporsi,
jika sesuai. Kami menghasilkan analisis waktu-ke-peristiwa untuk usia kehamilan
saat lahir dan membuat perbandingan menggunakan sisa log-rank.
Kami juga melakukan analisis per-protokol yang mencakup wanita yang
menerima pengobatan yang dialokasikan sesuai dengan protokol. Selanjutnya, kami
melakukan analisis sensitivitas wanita yang dialokasikan untuk pemberian makanan
tabung enteral. Dalam kelompok ini kami membandingkan wanita yang dirawat
sesuai dengan protokol dengan wanita yang menghentikan pemberian makanan
tabung dalam 7 hari penempatan tabung. P, 0,05, berdasarkan pengujian 2 sisi,
dianggap mengindikasikan signifikansi statistik. Semua analisis dilakukan dengan
SPSS versi 22.0 untuk Windows (IBM Corp.).

D. Hasil
Baseline
Antara Oktober 2013 dan Maret 2016, kami mengidentifikasi 280 wanita yang
memenuhi syarat, 116 (41%) di antaranya setuju untuk berpartisipasi. Empat
perempuan terdaftar sebagai peserta meskipun mereka tidak menyetujui untuk
berpartisipasi dan seharusnya terdaftar sebagai perempuan yang memenuhi syarat
yang menolak penugasan acak. Karena kesalahan administrasi ini, kami secara acak
menugaskan 116 wanita alih-alih 120: 59 wanita yang diantisipasi untuk makan tabung
enteral dan 57 wanita ke perawatan standar. Seorang wanita menarik persetujuan
berdasarkan informasi selama persidangan. Oleh karena itu, 59 wanita dalam kelompok
menyusui dan 56 wanita dalam kelompok perawatan standar dimasukkan dalam
analisis (Gambar 1). Karakteristik dasar disajikan pada Tabel 1. Dari 164 wanita yang
menolak untuk berpartisipasi dalam percobaan, 100 (61%) wanita memberikan
persetujuan untuk pengumpulan data pada awal. Karakteristik demografi tidak berbeda
antara 2 kelompok ini. Wanita yang berpartisipasi dalam percobaan memiliki jumlah
penurunan berat badan yang sama pada saat penugasan acak dibandingkan dengan
wanita yang menolak partisipasi, tetapi memiliki skor PUQE-24 dan HIS yang lebih
tinggi dan skor SF-36 dan EQ-VAS yang lebih rendah (Tambahan Tabel 2) .
Analisis niat untuk mengobati
Tidak ada perbedaan dalam berat lahir antara kelompok pemberian tabung
(3160 ± 770 g) dan kelompok perawatan standar (3200 ± 680 g; perbedaan rata-rata:
240 g, 95% CI: 2230, 310 g). Hasil sekunder juga tidak berbeda (Tabel 2). Analisis yang
berlangsung tidak menunjukkan perbedaan usia kehamilan saat kelahiran (hasil tidak
ditunjukkan). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah kuesioner antara
kelompok (36% pada kelompok pemberian makanan tabung dibandingkan dengan 27%
pada kelompok perawatan standar; P = 0,31). Durasi rata-rata pemberian selang enteral
pada peserta yang dialokasikan untuk pemberian selang adalah 7 hari (IQR: 1–34 hari)
dan durasi rata-rata terapi rehidrasi intravena pada mereka yang dialokasikan untuk
perawatan standar adalah 3 hari (IQR: 2-4 hari). Efek merugikan pengobatan terkait
terutama dengan pemberian makan tabung: 41 (70%) wanita dalam kelompok
pemberian makan tabung melaporkan efek merugikan > 1 dari pemberian makan
tabung, sedangkan 2 (4%) wanita dalam kelompok perawatan standar melaporkan efek
samping dari terapi rehidrasi intravena. Efek samping serius yang berkaitan dengan
alokasi pengobatan tidak dilaporkan (Tabel 3). Tabung postpyloric ditempatkan pada 7
wanita dalam kelompok pemberian tabung (12%) dan pada 1 wanita dalam kelompok
perawatan standar (2%). Tak satu pun dari peserta menerima nutrisi parenteral
Analisis per-protokol
Untuk analisis per protokol, kami mengecualikan 8 wanita yang dialokasikan
untuk pemberian makanan tabung enteral karena mereka tidak pernah menerima
tabung (pada 4 wanita, penempatan gagal dan 4 wanita menolak penempatan) dan 23
wanita karena mereka menghentikan pemberian makanan dalam tabung, 7 d meskipun
tidak mencapai asupan oral yang cukup. Alasan paling umum untuk menghentikan
pemberian makanan dalam tabung, 7 hari adalah pengangkatan tabung atas
permintaan pasien karena efek samping (n = 14; 24%) diikuti oleh tidak ada
penggantian tabung setelah dislokasi tabung (n = 6; 10%). Dalam kelompok perawatan
standar, 15 wanita menerima pemberian makanan tabung di beberapa titik, dan di
antara 15 ini kami mengeluarkan 8 dari analisis per-protokol karena mereka menerima
pemberian makanan tabung dalam waktu 7 hari dari penugasan acak. Karena itu kami
memasukkan 76 wanita dalam analisis per protokol (Gambar 1). Karakteristik dasar dari
para wanita ini adalah serupa untuk 2 kelompok (Tabel Tambahan 3). Sekali lagi, tidak
ada perbedaan dalam berat lahir antara kelompok yang memberi makan tabung (3190 6
920 g) dan kelompok perawatan standar (3280 6 560 g; perbedaan rata-rata: 290 g,
95% CI: 2300, 380 g). Hasil maternal dan perinatal sekunder juga tidak berbeda, kecuali
untuk kualitas hidup ibu; NVPQOL mendapatkan skor 1 dan 3 minggu setelah
penugasan acak meningkat lebih sedikit pada kelompok pemberian makan tabung
dibandingkan dengan kelompok perawatan standar (Tambahan Tabel 4).
Analisis sensitivitas
Kami melakukan analisis sensitivitas pada wanita yang dialokasikan untuk
makan melalui tabung untuk mengeksplorasi apakah wanita yang diobati sesuai dengan
protokol (n = 28) berbeda dari wanita yang tidak diobati. menurut protokol (n = 31).
Wanita yang diperlakukan telah kehilangan berat badan lebih banyak pada saat
penugasan acak dibandingkan dengan berat prahamil mereka (-3,9 ± 4,3 kg)
dibandingkan perempuan yang tidak diobati sesuai dengan protokol (-1,3 ± 4,0 kg;
perbedaan rata-rata: - 2,6 kg, 95% CI: - 0,6, - 4,8 kg). Hasil primer dan sekunder tidak
berbeda antara 2 kelompok.

E. Diskusi
Dalam percobaan acak terkontrol MOTHER pada wanita yang dirawat dengan
HG, kami menemukan bahwa pemberian makan enteral dini selain perawatan standar
dengan rehidrasi intravena dan pengobatan antiemetik tidak mempengaruhi berat lahir
atau hasil perinatal lainnya. Itu juga tidak mempengaruhi kenaikan berat badan ibu,
lamanya tinggal di rumah sakit, tingkat penerimaan kembali, gejala NVP, atau kualitas
hidup.
Penelitian kami memiliki beberapa kekuatan. Pertama, ini adalah uji coba
terkontrol acak pertama, setahu kami, pada pemberian selang enteral untuk HG. Kedua,
kami melaporkan maternal dan hasil perinatal. Kami memilih berat lahir sebagai hasil
utama mengikuti tinjauan sistematis yang diterbitkan oleh Veenendaal et al. (10), yang
menunjukkan bahwa wanita dengan HG lebih mungkin untuk memiliki bayi dengan berat
lahir rendah. Namun, kami juga menganggap efek pemberian susu tabung pada ibu
menjadi penting; Oleh karena itu, kami mengumpulkan berbagai hasil ibu di luar yang
ditemukan dalam catatan medis. Ini memberi kami kesempatan untuk menilai efek yang
mungkin dari pemberian makanan melalui tabung pada tidak hanya hasil perinatal tetapi
juga tingkat keparahan gejala dan kualitas hidup para ibu. Selain itu, penelitian kami
adalah studi multicenter yang mendaftarkan peserta di 19 rumah sakit di seluruh
Belanda yang menawarkan berbagai tingkat perawatan kebidanan. Dengan demikian,
kemungkinan sampel yang representatif secara geografis dari pasien dengan HG
ditawari partisipasi dalam penelitian kami.
Studi kami memiliki sejumlah keterbatasan. Lebih dari separuh wanita yang
memenuhi syarat menolak partisipasi dalam persidangan, yang mungkin menyebabkan
penurunan generalisasi temuan kami. Memang, wanita yang berpartisipasi dalam
percobaan memiliki gejala yang lebih parah dan penurunan kualitas hidup pada saat
penugasan acak dibandingkan dengan wanita yang tidak berpartisipasi. Karakteristik
dasar tidak berbeda antara kelompok perlakuan. Karena sifat intervensi, penyamaran
atau penyamaran tidak dimungkinkan. Faktor ini mungkin telah menyebabkan bias,
meskipun ini tidak mungkin untuk hasil utama (berat lahir) karena berat lahir dapat
dinilai secara objektif. Kami menggunakan kriteria penelitian inklusi untuk masuk rumah
sakit untuk HG antara usia kehamilan 5 dan 20 minggu, yang mungkin telah
menyebabkan heterogenitas pasien yang dimasukkan dalam penelitian ini. Tiga faktor
mengarahkan kami untuk memilih kriteria inklusi ini: HG saat ini tidak memiliki definisi
konsensus internasional, kriteria inklusi kami telah digunakan dalam uji klinis
sebelumnya, dan ini merupakan refleksi yang adil dari pasien saat ini. secara klinis
dianggap memiliki HG.
Selanjutnya, interpretasi hasil sekunder yang dikumpulkan melalui kuesioner,
termasuk keparahan gejala dan kualitas hidup, dapat terhambat oleh sejumlah besar
data yang hilang, meskipun kami melakukan upaya yang cukup besar untuk
menyelesaikan pengumpulan data. Wanita menerima tautan elektronik untuk mengisi
kuesioner uji coba melalui email. Jika mereka tidak menjawab hari itu, maka panggilan
telepon dilakukan pada hari berikutnya. Jika seorang wanita tidak dihubungi melalui
telepon, maka email pengingat dikirim. Setidaknya 2 lebih banyak panggilan telepon
dilakukan jika kuesioner tidak lengkap. Proporsi data yang hilang adalah serupa untuk
kedua kelompok perlakuan, dan oleh karena itu tidak mungkin bahwa data yang hilang
mengubah hasil. Keterbatasan lain adalah bahwa kami tidak memiliki akses ke
penambahan berat badan kehamilan total, yang mungkin merupakan mediator penting
dalam HG dan hasil kehamilan yang buruk. Pengukuran berat saat melahirkan adalah
bagian dari protokol penelitian, tetapi dilaporkan sangat buruk (79% nilai hilang)
sehingga tidak mungkin untuk menarik kesimpulan yang berarti.
Keterbatasan utama dari percobaan ini adalah penyelesaian protokol yang buruk
pada kelompok perempuan yang dialokasikan untuk pemberian makanan tabung, yang
kemungkinan merupakan hasil dari perempuan yang tidak menyukai pemberian
makanan tabung. Hampir 7% wanita menolak penempatan tabung setelah alokasi acak,
dan 34% wanita yang tidak terduga menghentikan pemberian makan tabung sebelum
menyelesaikan pengobatan karena efek samping, termasuk iritasi hidung dan
tenggorokan dan dislokasi tabung. Tidak jelas apakah kepatuhan pengobatan dapat
dipengaruhi oleh sikap terhadap intervensi pengasuh.
Temuan-temuan dari uji coba ini bertentangan dengan temuan dari studi
retrospektif Stokke et al. (13), di mana hanya 7% wanita yang diobati dengan pemberian
tabung untuk HG parah (didefinisikan sebagai HG yang dilengkapi dengan gangguan
metabolisme) meminta pengangkatan tabung nasogastrik karena ketidaknyamanan.
Kriteria inklusi kami tidak membatasi kelayakan uji coba upada wanita dengan HG yang
disertai gangguan metabolisme, asupan oral yang lama, atau penurunan berat badan
yang nyata. Dalam analisis sensitivitas kami menemukan bahwa wanita dengan
penurunan berat badan yang lebih jelas lebih cenderung mentoleransi pemberian
makan melalui tabung. Hasil uji coba ini juga tidak sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang menyarankan bahwa pemberian selang enteral dapat mengurangi
gejala HG (23-25) dan meningkatkan pertambahan berat badan ibu. Namun, studi ini
memiliki desain retrospektif, dan semuanya tidak memiliki kelompok kontrol, membuat
mereka rentan terhadap bias seleksi. Mereka juga kemungkinan termasuk pasien
dengan HG yang lebih parah karena pemberian selang enteral diresepkan hanya ketika
pengobatan lini pertama gagal. Ukuran sampel uji coba kami tidak memungkinkan untuk
analisis subkelompok pada keparahan HG; oleh karena itu, kami tidak dapat menyelidiki
apakah pemberian tabung mungkin bermanfaat pada wanita dengan HG parah.
Percobaan di masa depan diperlukan untuk mempelajari apakah pemberian tabung
bermanfaat pada wanita dengan HG parah yang diperlengkapi dengan penurunan berat
badan yang nyata, gejala berkepanjangan, atau riwayat HG parah.
Untuk menilai efek potensial dari pemberian makanan tabung pada hasil ibu dan
perinatal, kami melakukan analisis per-protokol. Kami tidak menemukan perbedaan
dalam hasil ibu atau perinatal dalam analisis, kecuali bahwa kualitas hidup spesifik NVP
selama 3 minggu pertama pengobatan meningkat lebih jarang pada wanita yang
menerima makan tabung dibandingkan dengan mereka yang menerima perawatan
standar. Jumlah peserta yang lebih sedikit membatasi kekuatan analisis ini.

F. Kesimpulan
Kesimpulannya, tidak mungkin bahwa pada semua wanita yang dirawat di rumah
sakit karena HG melakukan pemberian makan enteral dini dan perawatan standar
dengan rehidrasi intravena dan perawatan antiemetik menawarkan keuntungan lebih
dari perawatan standar saja sebagai pengobatan lini pertama. Metode ini tidak
menghasilkan peningkatan pada ibu atau perinatal. Temuan kami menunjukkan bahwa
pemberian selang dini sering dikaitkan dengan efek samping dan oleh karena itu tidak
ditoleransi pada wanita yang dirawat di rumah sakit untuk HG.

G. Kelemahan Jurnal
- Pada jurnal tidak dijelaskan kriteria inklusi yang jelas mengenai tingkat keparahan
dari hyperemesis gravidarum yang diberikan tindakan pemasangan enteral tube
feeding
- Pada jurnal juga tidak dilakukan evaluasi setiap hari dalam pemantauan pemberian
enteral tube feeding, padahal pemberian enteral tube feeding yang terlalu lama bisa
menimbulkan ketidaknyamanan pada penerima enteral tube feeding, atau juga bisa
menyebabkan adanya kolonisasi bakteri pada enteral tube feeding yang di pasang
terlalu lama

H. Kelebihan Jurnal
- Pada jurnal ini banyak aspek yang diteliti, sehingga tergambar jelas hal yang diteliti
seperti mengukur kualitas hidup dari wanita yang mengalami hyperemesis
gravidarum, dampak dari hyperemesis gravidarum pada fungisi fisik dan psikologis
- Pada jurnal ini terdapat kelompok pembanding yang bisa mengetahui efek dari
pemberian enteral tube feeding pada kelompok perlakuan, sehingga terlihat hasil
yang nyata mengenai efek dari pemberian enteral tube feeding

I. Implikasi di Indonesia
Penerapan pemberian perawatan enternal tube feeding pada wanita dengan
hyperemesis gravidarum di Indonesia masih belum dilakukan. Banyak penelitian di
Indonesia yang melakukan perawatan standar saja sebagai lini pertama penanganan
pada wanita hyperemesis gravidarum. Perawatan standar yang dilakukan pada wanita
yang mengalami hyperemesis gravidarum meliputi rehidrasi, pengentian makan melalui
oral, terapi antiemetic dan vitamin. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Rahma
dan Safura (2016) tentang asuhan pada ibu hamil trimester I dengan hyperemesis
gravidarum tingkat I didapatkan hasil bahwa keadaan ibu yang lemah menjadi lebiak
baik dengan cairan infus dan keadaan mual muntah ibu berkurang karena telat
diberikan terapi dan pola makan dan minum sudah tidak tergangu.
Selain itu juga dapat diberikan terapi alternative seperti pemberian minum
dengan ektrak zinger atau jahe untuk mengurangi rasa mual dan muntah pada wanita
hyperemesis gravidarum. Seperti pada penelitian Suparmi dan Kusumadewi (2018)
tentang pengaruh sirup jahe merah terhadap penurunan hyperemesis gravidarum grade
I pada ibu hamil terdapat Terdapat perbedaan yang signifikan pada frekuensi mual
muntah sesudah 10 hari eksperimen antara kedua kelompok (p < 0,001) di mana
frekuensi mual muntah sampel kelompok perlakuan pada hari ke-10 lebih kecil
dibandingkan frekuensi mual muntah sampel kelompok kontrol. Hal ini membuktikan
bahwa mengkonsumsi sirup jahe merah (Zingiber Officinale Var Rubrum Rhizoma Zingi)
memberikan pengaruh signifikan pada penurunan gejala mual muntah (hiperemesis
gravidarum) pada ibu hamil
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hyperemesis gravidarum apabila tidak ditangani akan menyebabkan dehidrasi,
asupan nutrisi yang buruk, dan penurunan berat badan. HG telah dikaitkan dengan hasil
kehamilan yang merugikan seperti berat lahir rendah. Oleh karena itu, diperlukan
perawatan untuk mengurangi dampak dari hyperemesis gravidarum seperti rehidrasi
intravena, obat antiemetik, elektrolit, suplemen vitamin, dan saran diet.
Pemberian enteral tube feeding atau makan melalui selang sebagai perawatan
tambahan pada wanita yang mengalami hyperemesis gravidarum tidak memberikan
efek yang signifikan untuk meningkatkan berat badan ibu dan bayi lahir. Pemberian
makan melalui selang ini tidak bisa dilakukan sebagai perawatan lini pertama pada
wanita yang mengalami hyperemesis gravidarum karena bisa menimbulkan
ketidaknyamanan pada wanita yang terpasang enteral tube feeding.

B. Saran
Disarankan pada wanita yang mengalami hyperemesis gravidarum dilakukan
perawatan alternative selain perawatan standar yang dilakukan seperti pemberian
minuman yang mengandung zinger untuk mengurangi mual dan muntah. Sedangkan
untuk perawatan tambahan seperti pemasangan selang enteral feeding bisa dilakukan
jika dengan hipeeremesis yang parah.
DAFTAR PUSTAKA

Bottomley C, Bourne T. Management strategies for hyperemesis. Best Pract Res Clin
Obstet Gynaecol. Aug 2009;23(4):549-64.
Cedergren M, Brynhildsen J, Josefsson A, et al. Hyperemesis gravidarum that requires
hospitalization and the use of antiemetic drugs in relation to maternal body
composition. Am J Obstet Gynecol. Apr 2008;198:412.e1-5.
Fell DB, Dodds L, Joseph KS, et al. Risk factors for hyperemesis gravidarum requiring
hospital admission during pregnancy. Obstet Gynecol. Feb 2006;107(2 Pt 1):277-84
Hasanah, U. (2015). Pengaruh Minuman Jahe Terhadap Frekuensi Emesis Pada Ibu Hamil
Trimester Pertama. Dini Paramita Defrin, 49(23–6).
Indrayani, I. M., Burhan, R., & Widiyanti, D. (2017). Trimester I Di Kabupaten Bengkulu
Utara Tahun 2017.
Iris J,G., Marjette H,K., J A,M., et.al (2017). Early enteral tube feeding in optimizing
treatment of hyperemesis gravidarum: the Maternal and Offspring outcomes after
Treatment of HyperEmesis by Refeeding (MOTHER) randomized controlled trial. Am
J Clin Nutr 2017;106:812–20. Printed in USA. American Society for Nutrition
Putri, A. D., & Andiani, D. (2017). Efektifitas pemberian jahe hangat dalam mengurangi
frekuensi mual muntah pada ibu hamil trimester i. Prosiding Seminar Nasional, 978–
979. Retrieved from http://eprints.uad.ac.id/5407/1/14.
Prawirohardjo, S., 2012. Ilmu Kandungan, Jakarta: PT Bina Pustaka.
Rahma, M., & Safura, T, R., (2016). Asuhan Pada Ibu Hamil Trimester I Dengan
Hyperemesis Gravidarum Tingkat I. Jurnal Bidan “Midwife Journal” Volume 2 No.02.
Hasil responsi dengan bu Nurul

1. Pada jurnal ini, apakah dijelaskan hyperemesis gravidarum pada tingkat berapa yang
dijadikan sampel dalam penelitian?
Jawab: pada jurnal yang saya bahas tidak disebutkan dengan jelas mengenai kriteria
hyperemesis gravidarum pada tingkat berapa yang diambil sebagai sampel dalam
penelitian, dalam jurnal hanya menyebutkan jika pemberian enteral tube diberikan
kepada wanita yang mengalami tingkat hyperemesis gravidarum yang parah. Dalam
namun dalam konsep teori yang sudah saya cantumkan disebutkan bahwa wanita yang
mengalami hyperemesis gravidarum pada tingkat II dan tingkat III yang akan dilakukan
perawatan di rumah sakit sehingga bisa mendapatkan tindakan enteral tube feeding.
2. Apakah dalam jurnal ini dijelaksan mengenai evaluasi dari efek yang diakibatkan dari
pemasangan enteral tube feeding yang cukup lama, seperti ketidaknyamanan dll?
Jawab: pada jurnal, peneliti tidak mengevaluasi efek dari pemasangan enteral tube
yang terlalu lama. Akan tetapi di dalam jurnal terdapat keterangan jika terdapat
responden yang mengundurkan diri saat berlangsung penelitian karena merasa tidak
nyaman dengan pemasangan enteral tube feeding, di dalam jurnal terdapat 34% wanita
yang tmenghentikan pemberian makan tabung sebelum menyelesaikan pengobatan
karena efek samping, termasuk iritasi hidung dan tenggorokan dan dislokasi tabung

Anda mungkin juga menyukai