Anda di halaman 1dari 9

BAB 2: ISI

2.1 TEORI

Menurut Beck (1976) dan Beck (1985), terapi perilaku adalah terapi yang berdasarkan
pada teori belajar, bahwa masalah – masalah perilaku (yaitu semua manifestasi kondisi psikiatri)
merupakan sesuatu yang di dapat secara involunter akibat pembelajaran yang tidak tepat. Terapi
perilaku merupakan psikoterapi yang mengubah gejala dari pada mencari penyebab yang
mendasari serta menganggap gejala neorotik berasal dari kesalahan dalam belajar. Terapi
perilaku (behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang
didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi
seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang didesain
menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak
diinginkan.

Terapi behavior tradisional diawali pada tahun 1950-an di Amerika Serikat, Afrika
Selatan, dan Inggris sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis menentang
perspektif psikoanalisis yang dominan. Fokusnya adalah pada menunjukkan bahwa teknik
pengkondisian perilaku yang efektif dan merupakan alternatif untuk terapi psikoanalitik.

Tokoh-tokoh terapi behavioral ini adalah BF Skinner dan Albert Bandura. BF Skinner
merupakan seorang juru bicara terkemuka untuk behaviorisme dan dapat dianggap sebagai bapak
dari pendekatan behavior. Skinner tidak mempercayai manusia memiliki pilihan bebas.
Menurutnya, tindakan tidak dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Ia menekankan
pandangannya pada sebab akibat antara tujuan, kondisi lingkungan, dan perilaku yang dapat
diamati. Skinner tertarik pada konsep penguatan dan menerapkannya dalam dirinya sendiri.
Albert Bandura dan rekan-rekannya yang merintis dalam bidang social modeling dan
memperkenalkannya sebagai suatu proses yang menjelaskan beragam bentuk pembelajaran.

Terapi perilaku sendiri berfokus pada perubahan perilaku (modifikasi perilaku) bukan
hanya mengubah pola pikir di bawah sadar atau sadar dan bersifat direktif (yaitu individu
menerima banyak instruksi dan pengarahan). Terapi perilaku didasarkan pada premis bahwa
perilaku itu dapat dipelajari, serta perilaku sehat dapat dipelajari dan menggantikan perilaku
yang tidak sehat. Perawat bekerja sama dengan klien untuk mengidentifikasi masalah dan
menentukan tujuan tertentu sebagai fokus dari perawatan. Intervensi didasarkan pada prinsip-
prinsip pengondisian klasik dan pengondisian operan serta mengikuti format yang tepat.

Konsep utama terapi tingkah laku ini adalah keyakinan tentang martabat manusia yang
sebagai bersifat falsafah dan sebagian lagi becorak psikologis, yaitu:

 Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia
mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah berdasarkan
bekal keturunan dan lingkungan (nativisme dan empirisme), terbentuk pola-pola
bertingkah laku yang menjadi cirri-ciri khas kepribadiannya.
 Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa yang
dilakukannya dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
 Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah laku yang
baru melalui suatu proses belajar. Kalau pola-pola lama dahulu dibentuk melalui belajar,
pola-pola itu dapat diganti melalui usaha belajar yang baru.
 Manusia dapat memengaruhi perilaku orang lain dan dirinya dipengaruhi oleh perilaku
orang lain.

2.2 TUJUAN

Tujuan dari terapi ini merupakan hasil diskusi dan diinginkan antara klien dan terapis, tujuan-
tujuan yang diinginkan harus dirinci dan spesifik. Secara umum tujuan terapi ini adalah
menciptakan proses baru bagi proses belajar, karena segenap tingkah laku adalah dipelajari, serta
mengubah atau memodifikasi perilaku klien yang maladaptif. Secara terperinci tujuan terapi ini
adalah sebagai berikut;

1. Memodifikasi perilaku melalui penerapan teori pembelajaran dalam terapi.


2. Meningkatkan aktifitas klien.
3. Mengikutsertakan klien dalam tugas – tugas yang dapat meningkatkan perasaan yang
menyenangkan.
2.3 INDIKASI

1. Klien yang menarik diri dari sosial


2. Klien dengan anhedonia
3. Klien dengan gangguan penyalahgunaan zat (alkohol, obat, rokok)
4. Anak dengan gangguan autistik
5. Remaja dengan gangguan tingkah laku
6. Remaja dengan gangguan hiperaktifitas defisit perhatian (attention deficit hyperactifity
disorder).
7. Remaja dengan gangguan menentang (membangkang).
8. Klien dewasa dengan gangguan kecemasan
9. Klien dewasa dengan gangguan depresi
10. Klien dewasa dengan gangguan skizofrenia
11. Klien dewasa dengan gangguan fobia (terutama agora fobia atau takut diruangan terbuka)
dan takut meninggalkan rumah sakit.
12. Klien dengan gangguan obsesif kompusif
13. Klien dengan gangguan parafilia
14. Klien dewasa yang takut keruang operasi
15. Klien dengan gangguan makan berlebihan.

2.4 KONTRA INDIKASI

1. Klien dengan resiko tinggi mengalami serangan jantung


2. Anak yang dapat menginduksi serangan asma.

2.5 PERSIAPAN

Proses terapi ini adalah proses belajar, terapis membantu terjadinya proses belajar tersebut,
dengan cara mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya.
Tahap-tahap konseling atau terapi behavioral terdiri atas 4 tahap, yaitu:

a) Pengukuran (assesment)
Hal-hal yang digali dalam assesmen meliputi analisis tingkah laku bermasalah yang
dialami konseli saat ini, yaitu analisis situasi yang di dalamnya terjadi masalah konseli;
analisis self-control; analisis hubungan sosial; dan analisis lingkungan fisik-sosial
budaya.
b) Menentukan tujuan
Tujuan yang ditetapkan akan digunakan sebagai tolak ukur untuk melihat keberhasilan
proses terapi. Proses terapi akan dihentikan jika telah mencapai tujuan. Tujuan terapi
harus jelas konkret, dipahami, dan disepakati oleh klien dan konselor. Konselor dan klien
mendiskusikan perilaku yang terkait dengan tujuan keadaan yang diperlukan untuk
perubahan sifat tujuan dan rencana tindakan untuk bekerja ke arah tujuan tersebut.
c) Mengimplementasikan teknik
Setelah merumuskan tujuan yang ingin dicapai, konselor dan konseli menentukan strategi
belajar yang terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkah laku yang
diinginkan. Konselor dan konseli mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai
dengan masalah yang dialami oleh konseli.
d) Mengakhiri konseling
Proses konseling akan berakhir jika tujuan yang ditetapkan di awal konseling telah
tercapai. Mekipun demikian, konseli tetap memiliki tugas yaitu terus melaksanakan
perilaku baru yang diperolehnya selama proses konseling di dalam kehidupannya sehari-
hari

2.6 PROSEDUR

Teknik – teknik dasar terapi perilaku meliputi teknik operant conditioning, classical
conditioning, terapi aversi atau reflekisi terkondisi, terapi implosif, desensitisasi sistematis, terapi
pengendalian diri dan lain – lain.

 Operant Conditioning
Operant Conditioning disebut juga instrumental conditioning atau penguatan positif atau
Skinnerian (B.F Skinner, 1953). Operant Conditioning melatih suatau perilaku tertentu
dengan menggunakan alat dalam keadaan khusus. Percobaan pada merpati oleh Skinner.
Merpati belajar menekan/mematuk tuas lebih sering untuk mendapatkan hadiah
(makanan) setelah makanan masuk ke kotak yang pada awalnya hanya kebetulan saat
merpati tersebut mematuk tuas. Perilaku yang didorong oleh hadiah ini dapat dilakukan
secara kontinu dan intermittent. Operant Conditioning terdiri atas:
1) Penguatan positif, yaitu pemberian hadiah dapat membantu dilanjutkannya
perilaku
2) Penguatan negatif, yaitu menghilangkan konsekuensi – konsekuensi yang tidak
diinginkan untuk membantu meneruskan perilaku.
3) Hukuman positif, yaitu konsekuensi aversi (keengganan atau penolakan)
mengurangi perilaku tertentu.
4) Hukuman negative, yaitu menarik hadiah mengurangi dilakukannya perilaku
tertentu

 Terapi Impolsif

Terapi Impolsif merupakan terapi paparan dan secara klasik dipakai untuk mengobati
keadaan takut yang merupakan gambaran dari desensitisasi sistematis. Terapi Implosif
dikembangkan atas dasar pandangan tentang seseorang yang secara berulang-ulang
dihadapkan pada situasi kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan
ternyata tidak muncul, maka kecemasan akan hilang. Atas dasar itu klien diminta untuk
membayangkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan. Teknik Terapi
Impolsif adalah sebagai berikut:

1) Klien dengan kecemasan yang disebabkan oleh situasi dipajankan terhadap situasi
tersebut langsung secara total untuk jangka waktu tertentu (flooding) atau
dipajankan didalam imajinasi (implosion)
2) Klien dilarang menghindar atau melarikan diri dari situasi.
3) Pada pertama kali akan terjadi ketakutan dan panik yang hebat, tetapi panik akan
mereda pada saat klien menyadari situasi tersebut tidak berbahaya dan bahwa
nyeri atau ketidaknyamanan tidak terjadi

 Desentisisasi Sistematis
Sistematis Desensitisasi, adalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang
psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan
lainnya yang dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe (1969). Dalam
metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa
takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk
bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah
bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi phobianya, yang
kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya. Fobia spesifik merupakan salah
satu gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu
memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, mereka
cenderung untuk menghindarinya. Tujuan dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi
ini adalah pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.
Teknik desentisisasi sistematis sebagai berikut:
1. Perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara rileks terlebih dahulu.
2. Klien dipajankan stimulus yang menimbulkan fobia secara berulang pada saat klien
berada dalam kondisi rileks.
3. Secara bersamaan dan bertahap perawat meningkatkan pemajanan terhadap stimulus.
4. Proses tersebut berlanjut sampai klien tidak lagi merasakan kecemasan yang tinggi
akibat stimulus dan akhirnya dapat mengatasi ketakutan yang dirasakannya.
5. Jika dikombinasi dengan relaksasi (yaitu suatu pola respon antagonis) disebut teknik
inhibisi resiprokal.

 Latihan Asertif
Tehnik latihan asertif membantu klien yang:
1) Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’ baik berupa mengungkapkan rasa marah
atau perasaan tersinggung.
2) Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya
3) Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata “Tidak”.
4) Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
sendiri.

Prosedur dasar dalam pelatihan asertif menyerupai beberapa pendekatan perilaku dalam
konseling. Prosedur-prosedur ini mengutamakan tujuan-tujuan spesifik dan kehati-hatian,
sebagaimana diuraikan Osipow dalam A Survey of Counseling Methode (1984):
1) Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif
Dengan penggalian data terhadap klien, konselor mengerti dimana
ketidakasertifan pada konselinya. Contoh: konseli tidak bisa menolak ajakan
temannya untuk bermain voli setiap minggu pagi padahal ia lebih menyukai
berenang, hal itu karena konseli sungkan, khawatir temannya marah atau sakit
hati sehingga ia selalu menuruti ajakan temannya.
2) Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan harapan-harapannya.
Diungkapkan perilaku/sikap yang diinginkan konseli sehubungan dengan
permasalahan yang dihadapi dan harapan-harapan yang diinginkannya.
3) Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlukan.
Konselor dapat menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli untuk
menyelesaikan masalahnya dan juga mengenali perilaku-perilaku yang tidak
diperlukan yang menjadi pendukung ketidakasertifannya
4) Membantu klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak
dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya.
Setelah konselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak
dibutuhkan, kemudian ia menjelaskannya pada konseli tentang apa yang
seharusnya dilakukan dan dihindari dalam rangka menyelesaikan
permasalahannya dan memperkuat penjelasannya.
5) Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan kesalahpahaman
yang ada difikiran konseli.
Konselor dapat mengungkap ide-ide konseli yang tidak rasional yang menjadi
penyebab masalahnya, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang mendukung
timbulnya masalah tersebut.
6) Menentukan respon-respon asertif/sikap yang diperlukan untuk menyelesaikan
permasalahannya (melalui contoh-contoh).
7) Mengadakan pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ulangnya.
Konselor memandu konseli untuk mempraktikkan perilaku asertif yang
diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya.
8) Melanjutkan latihan perilaku asertif
9) Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk melancarkan perilaku
asertif yang dimaksud.
Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor memberikan tugas kepada
konseli untuk berlatih sendiri di rumah ataupun di tempat-tempat lainnya.
10) Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan.
Penguatan dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseli harus dapat bersikap
tegas terhadap permintaan orang lain padanya, sehingga orang lain tidak
mengambil mafaat dari kita secara bebas. Selain itu yang lebih pokok adalah
konseli dapat menerapkan apa yang telah dilatihnya dalam situasi yang nyata.

 Terapi Pengendalian Diri


Teknik terapi pengendalian diri adalah melatih klien untuk belajar bagaimana mengubah
kata – kata negatif dan membimbing sampai mampu mengendalikan tindakannya. Hasil
akhir adalah penurunan tingkat stress.
 Teknik aversi
Teknik ini digunakan untuk memodifikasi perilaku yang berlebihan dan perilaku agresif,
meredakan gangguan behavioral yang spesifik dengan stimulus yang menyakitkan
sampai stimulus yang tidak diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus aversi ini
biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian ramuan yang
memualkan.
 Pembentukan Perilaku Model
Perilaku model digunakan untuk membentuk perilaku baru pada klien, memperkuat
perilaku yang sudah terbentuk dengan menunjukkan kepada klien tentang perilaku model,
baik menggunakan model audio, model fisik, atau lainnya yang dapat diamati dan
dipahami jenis perilaku yang akan dicontoh seperti dalam olahraga atau mengikuti
perilaku yang sedang tren.
 Latihan Relaksasi
Relaksasi merupakan suatu metode untuk membantu mengatasi stress yang muncul akibat
masalah sehari-hari melalui peregangan otot (fisik) dan mental. Relaksasi menghasilkan
efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang
lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular. Berbagai metode
relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen,
telah dikenal selama berabad-abad. Sebagian besar metode untuk mencapai relaksasi
didasarkan pada metode yang dinamakan relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan
kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot
kecil di kaki dan menuju ke atas atau sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan
hypnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan tape recorder untuk
memungkinkan pasien mempraktekkan relaksasi sendiri. Khayalan mental atau mental
imagery adalah metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri
sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan.
Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi
seperti yang dinamakan oleh Benson, respon relaksasi.
 Latihan Keterampilan Sosial
 Terapi Perilaku Kognitif
 Classical Conditioning

2.7 KRITERIA EVALUASI

Sebagai hasil, pasien diharapkan bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dan dapat
mengendalikan reaksi akan hidup mereka dan perubahan dalam hidup mereka. Pasien juga akan
memiliki:

 Kemampuan sosial yang lebih baik


 Ekspresi emosional yang lebih baik
 Penanganan rasa sakit yang lebih baik
 Berkurangnya kecelakaan atau perilaku yang membahayakan diri sendiri
 Penyesuaian dan respon yang lebih baik terhadap situasi yang asing
 Luapan emosi yang lebih jarang

Terapi ini juga dapat membantu pasien agar mereka dapat menyadari kapan mereka
membutuhkan bantuan medis serta mencari pertolongan bila perlu. Namun, tujuan yang paling
penting dan utama adalah mencegah pasien melakukan tindakan yang membahayakan diri
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai