Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara
fisiologis kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan hampir 90% dari
total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara
keseluruhan, presentase cairan tubuh berbeda berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh
bayi baru lahir sekitar 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat
badan, wanita dewasa 55% dari tital berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat
badan. Selain itu, presentase jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada
lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan
tubuh pun lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit
dibandingkan pada pria, karena jumlah lemak pada tubuh wanita dewasa lebih banyak
dibandingkan dengan lemak pada tubuh pria dewasa.
Salah satu tindakan untuk mengatasi masalah atau gangguan dalam pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit adalah dengan pemberian cairan melalui infus.
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui
intravena yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai
tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh melalui
sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Yuda, 2010). Pemberian cairan
intravena (Infus) yaitu memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh
darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set. (Potter,
2005)
Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian caian tubuh
dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien
rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan
atau setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-
obatan lain. (Lachman, 2008)
Salah satu tugas penting bidan adalah memberikan pelayanan yang aman dan
nyaman bagi klien. Salah satunya yaitu dengan memberikan cairan infus kepada klien
yang sedang mengalami kekurangan cairan. Seorang bidan memiliki tanggung jawab
penuh dalam memperhatikan status kesehatan dengan memberikan asuhan khususnya
pemberian cairan infus kepada klien.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pemasangan infus?
2. Apakah fungsi dari pemasangan infus?
3. Bagaimanakah pemasangan infus pada Ny. I inpartu kala 1 fase aktif.
C. Tujuan Penulis
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan di Klinik Isti
Medika
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui cara pemasangan infus.
b. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi dari pemasangan infus.
D. Manfaat Penulis
1. Manfaat Aplikatif (Manfaat Bagi Klinik Isti Medika)
Dapat Menjadi sumber informasi bagi pelaksana tenaga medis Klinik Isti
Medika.
2. Manfaat Bagi Penulis
Penulisan ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis karena
meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan baru pada pemasangan infus.
3. Manfaat Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan atau pertimbangan bagi rekan-rekan mahasiswa
kebidanan di Universitas Ngudi Waluyo dalam pelaksanaan asuhan kebidanan
Keterampilan Praktik Klinik Kebidanan Pemasangan Infus.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A.  Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia


Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis
kebutuhaan ini memiliki proporsi besar dalam tubuh dengan hampir 90% dari total berat
badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan,
presentase cairan tubuh berbeda berdasarkan usia. Presentase cairan tubuh bayi baru
lahir sekitar 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita
dewasa 55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain
itu, presentase jumlah cairan tubuh yang bervariasi juga bergantung pada lemak dalam
tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairan tubuh pun lebih
besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibandingkan pada
pria, karena jumlah lemak pada tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan dengan
lemak pada tubuh pria dewasa.
B.  Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengaturan Cairan

1. Tekanan cairan
Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan.dalam proses
osmosis, tekanan osmotik merupakan kemampuan partikel pelarut untuk menarik
larutan melalui membran. Bila terdapat dua larutan dengan perbedaan konsentrasi
maka larutan yang konsentrasi molekulnya lebih pekat dan tidak dapat bergabung
disebut koloit. Sedangkan larutan dengan kepekatan yang sama dan dapat bergabung,
maka larutan itu disebut kristaloit.
Prinsip tekanan osmotik sangat penting dalam proses pemberian cairan intra
vena biasanya larutan yang sering digunakan dalam pemberian infus intravena
bersifat isotonik karena mempunyai konsentrasi yang sama dengan plasma darah.
Larutan intravena yang hipotonik, yaitu larutan yang mempunyai konsentrasi kurang
pekat dibanding konsentrasi plasma darah. Hal ini menyebabkan, tekanan osmotik
plasma akan lebih besar dibanding dengan tekanan osmotik cairan interstisial karena
konsentrasi protein dalam plasma lebih besar dibanding cairan interstisial dan
molekul protein lebih besar, sehingga bentuk larutan koloid dan sulit menembus
membran semipermiabel.
Tekanan Hidrostatik adalah kemampuan tiap molekul yang bergerak dalam
ruang tertutup.
2. Membran semipermiable merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar
tidak bergabung. Membran semipermiable ini terdapat pada dinding kapiler
pembuluh darah, yang terdapat diseluruh tubuh sehingga molekul atau zat lain tidak
berpindah ke jaringan.

C.  Jenis Cairan

1. Cairan zat gizi (nutrien)

Pasien yang istirahat ditempat tidur memerlukan kalori 450 kalori setiap hari.
Cairan nutrien dapat diberikan melalui intra vena dalam bentuk karbohidrat, nitrogen
dan vitamin untuk metabolisme. Kalori yang terdapat dalam cairan nutrien dapat
berkisar antara 200-1500 kalori per liter. Cairan nutrien terdiri atas:

a. Karbohidrat dan air, contoh: dekstrosa(glukosa), levulosa (fruktosa), serta invert


sugar (1/2 dekstrosa dan ½ levulosa).
b. Asam amino, contoh: amigen, aminosol, dan travamin.
c. Lemak, contoh: lipomul dan liposyn.
2. Blood volume expanders
Blood volume expanders merupakan jenis cairan yang berfungsi meningkatkan
volume darah setelah kehilangan darah atau plasma. Hal ini terjadi pada saat pasien
mengalami perdarahan berat, maka pemberian plasma akan mempertahankan jumlah
volume darah. Pada pasien dengan luka bakar yang berat, sebagian besar cairan akan
hilang dari pembuluh darah didaerah luka. Plasma sangat perlu diberikan untuk
menggantikan cairan ini. Jenis blood volume expanders antara lain: humen serum
albumin dan dextran dengan konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai
tekanan osmotik, sehinggan secara langsung dapat meningkatkan jumlah volume
darah.

D.  Gangguan/Masalah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan

1. Hipovolume atau dehidrasi


Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan
kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan merespon kekurangan cairan tubuh
dengan mengosongkan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan
vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial,tubuh akan
mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare dan
muntah.
Kehilangan cairan eksternal yang berlebihan akan menyebabkan volume
eksternal berkurang (hipovolume). Pada keadaan ini,tidak terjadi perpindahan cairan
daerah intrasel ke permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan
cairan eksternal dalam waktu yang lama, maka kadar urea, nitrogen, serta kreatinin
akan meningkat dan menyebabkan terjadinya perpindahan cairan intrasel ke
pembuluh darah. Kekurangan cairan dalam tubuh dapat terjadi secara lambat atau
cepat dan tidak selalu cepat diketahui. Kelebihan asupan pelarut seperti protein dan
klorida / natrium akan menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara
berlebihan, serta berkeringat banyak dalam waktu yang lama dan terus menerus.
Kelainan lain yang menyebabkan kelebihan pengeluaran urine adalah adanya
gangguan pada hipotalamus, kelenjar gondok dan ginjal, diare, muntah yang terus
menerus, terpasang drainage dan lain-lain.

Macam dehidrasi (kurang volume cairan) berdasarkan derajatnya:

a. Dehidrasi berat
1) Pengeluaran atau kehilangan cairan 4-6 L
2) Serum natrium 159-166 mEq/L
3) Hipotensi
4) Turgor kulit buruk
5) Oliguria
6) Nadi dan pernafasan meningkat
7) Kehilangan cairan mencapai > 10% BB
b. Dehidrasi sedang
1) Kehilangan cairan 2-4 I atau antara 5-10% BB
2) Serum natrium 152-158 mEq/L
3) Mata cekung
c. Dehidrasi ringan,dengan terjadinya kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2
L
2. Hipervolume atau overhidrasi
Terdapat dua manifrestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu
hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada
interstisial). Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis dan
hanya terdapat di antara jaringan. Keadaan hipervolume dapat menyebabkan piting
edema, merupakan edema yang berada pada darah perifer atau akan mencekung
setelah ditekan pada daerah yang bengkak. Manifestasi edema paru-paru adalah
penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan suara ronkhi. Keadaan edema ini
disebabkan oleh gagal jantung yang mengakibatkan peningkatan penekanan pada
kapiler darah paru-paru dan perpindahan cairan ke jaringan paru-paru.
E. Kebutuhan Elektrolit

Elektolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen,
nutrien, dan sisa metabolisme (seperti karbondioksida), yang semuanya disebut dengan
ion. Beberapa jemis garam dalam air akan dipecah dalam bentuk ion elektrolit.
Contohmya NaCl akan dipecah menjadi ion Na dan CI . pecahan elektrolit tersebut
merupakan ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan negatif
disebut anion sedangkan ion yang bermuatan positif disebut kation. Contoh kation
antara lain natrium, kalium, kalsium, dan magnesium. Contoh anion antara lain klorida,
bikarbonat, dan fosfat.

F. Pengaturan Elektrolit
1. Pengaturan keseimbangan natrium.
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi dalam pengaturan
osmolaritas dan volume cairan tubuh. Natrium ini paling banyak pada cairan
ekstrasel.
2. Pengaturan keseimbangan kalium.
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan
berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal
dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal.
3. Pengaturan keseimbangan kalsium.
Kalsium dalam tubuh berfungsi dalam pembentukan tulang, penghantar impuls
kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah), dan membantu beberapa enzim
pankreas.

4. Pengaturan keseimbangan magnesium.


Magnesium merupakan kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam
cairan intrasel. Keseimbanganya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium
diabsorpsi dari saluran pencernaan.
5. Pengaturan keseimbangan klorida.
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel, tetapi klorida dapat
ditemukan pada cairan eksternal dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan
natrium yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah.
6. Pengaturan keseimbangan bikarbonat.
Bikarbonat merupakan elektrolit utama dalam larutan buffer (penyangga)
dalam tubuh.
7. Pengaturan keseimbangan fosfat (PO4).
Fosfat bersama-sama dengan kalsium berfungsi dalam pembentukan gigi dan
tulang. Fosfat diserap dari saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui urine

G.  Pemasangan Infus

1. Pemberian Cairan Melalui Pemasangan Infus.


Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan
melalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus.
Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta
sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.
2. Tujuan Pemasangan infus.
a. Sebagai akses pemberian obat
b. Mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
c. Sebagai makanan bagi pasien yang tidak dapat atau tidak boleh makan melalui
mulut.
3. Indikasi.
Pasien dehidrasi, syok, intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum
transfusi darah, pasien yang tidak bisa atau tidak boleh makan dan minum melalui
mulut, pasien yang memerlukan pengobatan tertentu.
4. Kontra Indikasi
a. Inflamasi (bengkak, nyeri demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus
b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis
(cuci darah)
c. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki) (Yuda, 2010)
5. Resiko Pemasangan Infus
a. Flebitis (peradangan pembuluh vena)
Tanda-tanda: hangat, merah, bengkak di daerah luka tusukan.
Penyebab: kurangnya aliran darah di sekitar abbocath, gesekan di dalam vena.
Intervensi: ganti abbocath, gunakan kompres hangat, pemberian analgesik anti
inflamasi.
b. Hematoma
Yaitu darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah,
terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan
berulang pada pembuluh darah.
Tanda-tanda: tenderness, memar.
Penyebab: vena terembes, jarum tidak pada tempatnya dan darah mengalir.
Intervensi: abbocath dipindahkan, gunakan tekanan dan kompres, cek kembali
tempat keluar darah.
c. Infiltrasi
Yaitu masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah)
atau kebocoran cairan infus ke jaringan sekitar. Terjadi akibat ujung jarum infus
melewati pembuluh darah.
Tanda-tanda: kepucatan, bengkak, dingin, nyeri dan terhentinya tetesan infus.
Intervensi: kaji tingkat keparahan, lepas infus, tinggikan ekstremitas yang
terpasang infus.
d. Pedoman Pemilihan Vena
1) Gunakan vena distal terlebih dahulu
2) Gunakan tangan yang tidak dominan jika mungkin
3) Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang adekuat
4) Pilih lokasi yang tidak mempengaruhi prosedur atau pembedahan yang
direncanakan

e. Pastikan lokasi yang dipilih tidak mengganggu aktivitas pasien


f. Perbedaan Vena dan Arteri

Vena Arteri
-       Darah merah gelap Darah merah terang
-       Aliran darah pelan Aliran darah cepat, berdenyut
-       Katup-katup dititik percabangan Tidak ada katup
-       Aliran kearah jantung Aliran menjauhi jantung
-       Lokasi superfisial Lokasi dalam dikelilingi otot
-       Banyak vena menyuplai satu area Satu arteri menyuplai satu area

g. Tipe Vena yang perlu Dihindari


1) Vena yang telah digunakan sebelumnya
2) Vena yang telah mengalami infiltrasi atau flebitis
3) Vena keras dan sklerotik
4) Vena kaki, karena sirkulasi lambat dan komplikasi sering terjadi
5) Ekstremitas yang lumpuh
6) Vena yang dekat area terinfeksi
7) Vena pada jari, karena mudah terjadi komplikasi (flebitis, infiltrasi) dan dekat
dengan persyarafan
8) Vena yang terletak di bawah vena yang terjadi flebitis dan infiltrasi
h. Pemilihan Abbocath
Pemilihan abbocath, tergantung pada vena yang digunakan. Pemilihan
abbocath juga harus mempertimbangkan kondisi pasien dan jenis cairan yang
akan diberikan.
Di bawah ini adalah ukuran abbocath serta penggunaanya:
24-22 : untuk anak-anak dan lansia
24-20 : untuk klien penyakit dalam dan post operasi
18 : untuk pasien operasi dan diberikan transfusi darah
16    : untuk pasien yang trauma dan memerlukan rehidrasi yang cepat.
i. Persiapan Alat pemasangan infus
1) Baki yang telah dialasi
2) Perlak dan pengalas
3) Bengkok
4) Tiang infus
5) Hanscoon
6) Torniquet
7) Kapas alkohol
8) Infus set
9) Cairan infus
10) Abbocath
11) Jam tangan
12) Plester /hipafik
13) Kassa
14) Gunting plester
j. Prosedur pemasangan Infus
1) Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan
2) Menyiapkan alat dan mendekatkan ke pasien
3) Memasang sampiran
4) Mencuci tangan
5) Memasang perlak dan pengalas
6) Memakai sarung tangan
7) Menggantungkan flabot pada tiang infus
8) Membuka kemasan infus set
9) Mengatur klem rol sekitar 2-4 cm dibawah bilik drip dan menutup klem yang
ada pada saluran infus
10) Menusukkan infus set ke dalam flabot infus dan mengisi tabung tetesan
dengan cara memencet tabung tetesan infus hingga setengahnya.
11) Membuka klem dan mengalirkan cairan keluar sehingga tidak ada udara pada
selang infus lalu tutup kembali klem
12) Memilih vena yang akan dipasang infus
13) Meletakkan torniquet 10-12 cm di atas tempat yang akan ditusuk,
menganjurkan pasien menggenggam tangannya
14) Melakukan desinfeksi daerah penusukkan dengan kapas alkohol secara
sirkuler dengan diameter ±5 cm
15) Menusukkan jarum abbocath ke vena dengan lubang jarum menghadap ke
atas, dengan menggunakan tangan yang dominan.
16) Melihat apakah darah terlihat pada pipa abbocath
17) Memasukkan abbocath secara pelan-pelan jarum yang ada pada abbocath,
hingga plastik abbocath masuk semua dalam vena, dan jarum keluar semua
18) Segera menyambungkan abbocath dengan selang infus
19) Melepaskan tourniquet, menganjurkan pasien membuka tangannya dan
melonggarkan klem untuk melihat kelancaran tetesan
20) Merekatkan pangkal jarum pada kulit dengan plester
21) Mengatur tetesan infus
22) Menutup tempat tusukan dengan kassa steril, dan direkatkan dengan plester
23) Mengatur letak anggota badan yang dipasang infus supaya tidak digerak-
gerakkan agar abbocath tidak bergeser
24) Membereskan alat dan merapikan pasien
25) Melepas sarung tangan
26) Mencuci tangan
27) Melakukan dokumentasi
BAB III

TINJAUAN KASUS

A.      Kasus
Pengkajian dilakukan pada:
Hari : Sabtu
Tanggal : 16 Januari 2021
Jam : 09.55 WIB
Tempat : Ruang Persalinan

1. Data Subjektif

Identitas pasien
Nama : Ny. I
Umur : 25 tahun
Pendidikan : SMA
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Macan mati RT.01/02 pringsari pringapus
Keluhan : Ny. I mengeluh kenceng-kenceng sejak jam 02.30 WIB, keluar
lendir darah dan ingin melahirkan.

2. Data Objektif
a. Keadaan Umum : Cukup
b. Kesadaran : Composmentis
c. Status emosional : stabil
d. Tanda-Tanda Vital :
- TD 120/80 mmHg,
- S 36,20C,
- RR 25x/menit
- N 80x/menit
e. Status present
1) Kepala
- Rambut : bersih, warna hitam, tidak berketombe
- Muka : Tidak pucat, tidak oedem
- Mata : conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Hidung : bersih tidak ada sekret
- Telinga : bersih , tidak ada serumen
- Mulut : tidak ada sariawan, gigi tidak berlubang, tidak ada
karies gigi
2) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak ada pembesaran vena
jugularis.
3) Dada
Simetris, tidak ada refraksi dinding dada.
4) Aksila
Tidak ada benjolan
5) Punggung
Tidak ada lordosis, kifosis, dan skoliosis.
6) Kulit
Warna sawo matang dan tidak ada parut bekas luka, turgor kulit normal.
7) Ekstremitas
- Atas : tidak ada kelainan bentuk, tidak oedem
- Bawah : tidak ada kelainan bentuk, tidak oedem
f. Pemeriksaan Penunjang
- Hemoglobin : 12,9 gr/dl
- HBSAG : NR
- VCT : NR
- GOLDAR :A
- Shifilis : NR
- GDS : 83gr/dl
- Protein urine : NR
- SWAB Test Covid-19 : Negatif

B.       Analisis Kasus


1. Assesment
Ny. I hamil 39+5 minggu janin tunggal hidup intra uteri dengan kekurangan cairan
(dehidrasi) ringan
2.  Perencanaan
1)  Pasang infus RL
2)   Anjurkan ibu untuk makan dan minum di sela kontraksi
3)   Anjurkan ibu untuk miring ke kiri
4) Ajarakan teknik relaksasi nafas panjang saat kontraksi
3.     Implementasi

Hari/tanggal/Jam Pelaksanaan Evaluasi


Sabtu, 16 Januari 1.  Memeriksa tanda-tanda vital DS:
2021 Ny. I mengeluh kenceng-
jam 09. 55 kenceng sejak jam 02.30
WIB, keluar lendir
darah dan ingin melahirkan
DO:
- TD:120/80 mmHg
-  N: 80x/menit
-  RR: 25x/menit
-  S: 36,20C
- DJJ: 140x/m
- TFU: 31 cm
- TBJ: 3100gram
- His: 3x10’35”
- VT: pembukaan 5cm,
KK(+), STLD(+),
HODGE 3+
Jam 10.10 2.  Kolaborasi dengan dokter DS: -
DO:
Advise dokter:
-   Infus RL 20 tpm

3.  Pemasangan infus RL


a.       Persiapan alat
1.      Infus set DS:-
2.      Cairan infus (RL) DO:
3.      Sarung tangan - Infus terpasang di tangan
4.      Abocath kiri dengan cairan infus
5.      Tourniquet RL 20 tpm
6.      Kapas alkohol
7.      Hipafik
8.      Tiang infus
9.      Perlak dan pengalas
b.      Prosedur pelaksanaan:
1.      Menyapa pasien
2.     Memberi penjelasan pada
pasien bahwa akan dipasang
infus
3.      Mengatur posisi pasien
4.      Menyiapkan alat
5.      Mencuci tangan
6.      Membuka kemasan infus set
7.     Memasukkan infus set ke
flabot infus
8.    Menggantungkan flabot pada
tiang infus
9.   Mengisi selang infus sampai
batas yang ada
10. Memastikan tidak ada
gelembung udara di dalam
selang infus
11. Membuang udara dengan cara
membiarkan mengalir melalui
selang infus
12. Memilih vena yang akan
dipasang infus
13. Memasang
pembendung/torniquet
14.  Memakai sarung tangan
15. Mendesinfeksi daerah penusukan
dengan gerakan sirkuler
16. Menusukkan jarum tepat
mengenai vena
17. Mengambil jarum didalam
abbocath, lepas pembendung,
hubungkan infus set kedalam
abbocath, buka klem, alirkan
cairan infus
18. Memfiksasi jarum dengan
hipafik
19. Mengatur dan menghitung
tetesan infus
20. Membereskan alat dan
merapikan pasien
21. Melepaskan sarung tangan dan
mencuci tangan.
4. Catatan perkembangan

Hari/Tgl/ Evaluasi
S O A P
Jam
Sabtu, 16 Ny. I mengeluh -     TD:120/80mmHg Ny. I G2P1A0 - Ajarkan ibu
Januari kenceng-kenceng -      N: 80 x/menit Hamil 39+5 untuk posisi
2021 jam semakin kuat, rasa -      S: 36,20C minggu, janin senyaman
15.25 ingin meneran -      RR: 25x/menit tunggal hidup mungkin
WIB - DJJ: 142x/m intra uterin, - Ajarkan ibu
- HIS : 5x10’45” PRESKEP, untuk meneran
- VT: Pembukaan PUKA. dengan baik
10cm (Lengkap) dan benar
-      Infus RL 20 tpm - Anjurkan ibu
terpasang di tangan untuk minum
kiri di sela
kontraksi.

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari kasus diatas, pemasangan infus yang dilakukan pada Ny. I bertujuan untuk
mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh serta menambah
tenaga pada ibu. Tindakan ini dilakukan karena Ny. I akan melakukan persalinan dengan
membutuhkan banyak tenaga dan cairan, hal ini menyebabkan kekurangan cairan dan
tenaga disebabkan Ny. I tidak bisa makan dan minum di karenakan His yang semakin
adekuat dan dorongan ingin meneran semakin kuat, sehingga dapat menyebabkan resiko
kekurangan cairan dan elektrolit (dehidrasi). Oleh karena itu perlu dilakukan pemasangan
infus agar Ny. I tidak mengalami dehidrasi. Pemasangan infus dilakukan pada tanggal 16
Januari 2021 pukul 09.55 WIB di Ruang Bersalin. Infus dipasang pada vena di tangan
kanan Ny. I dengan cairan infus RL dengan tetesan 20 tetes permenit.
Berdasarkan tindakan pemasangan infus yang dilakukan pada Ny. I Nampak ada
persamaan dan tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan praktik.
BAB V
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena
dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set. Tujuannya adalah
1.      Sebagai akses pemberian obat
2.      Mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
3.      Sebagai makanan bagi pasien yang tidak dapat atau tidak boleh makan melalui
mulut.
Ny. I umur 25 tahun dipasang infus dengan G2P1A0 inpartu kala 1 fase aktif.
Pemasangan infus dilakukan pada tanggal 16 Januari 2021 pukul 09.55 WIB di Ruang
Persalinan. Infus dipasang pada vena di tangan kiri Ny. I dengan cairan infus RL
dengan tetesan 20 tetes permenit.

B.  Saran
Seorang ahli kesehatan atau paramedis mampu dalam melakukan tindakan
pemasangan infus secara tepat dan benar serta steril.
DAFTAR PUSTAKA

Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik
untuk Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

C Long Barbara (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK.

Jan Tambayong (2000). Patofisiologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai