Anda di halaman 1dari 28

Referat

RESUSITASI CAIRAN PADA ANAK, DEWASA, DAN LUKA BAKAR

Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalankan Kepanitraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Anastesi RSUD Meuraxa Banda Aceh
Fakultas Kedokteran Universitas Albuyatama

Oleh :
Al Haikal Habibi (21174010)
Fithra Bagaskara Handoko (21174020)
Neila Hidayati (21174017)
Zuraida (21174005)
Zakiatul Fuada (21174007)
Zurrahmi (21174008)

Pembimbing :
dr. Fachrizal, Sp.An

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU ANASTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITASABULYATAMA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis haturkan kehadirat Allah SWT, pencipta
alam dan semesta, penguasa isi jagat raya, pemberi kebahagiaan serta tidak pernah
memberikan limpahan taufiq, nikmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga Penulis
dapat menyelesaikan referat denganjudul “Resusitasi Cairan pada Anak, Dewasa,
dan Luka Bakar”. Shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikut ajaran beliau hingga akhir
jaman.

Dalam penulisan referat ini Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-


besarnya kepada pembimbing, dr. Fachrizal, Sp.An, yang telah membimbing
sehingga terselesaikannya tugasini. Penulis juga berterima kasih kepada berbagai
pihak yang turut membantu dalam pembuatantugas ini.

Penulis menyadari bahwa penyajian tugas ini jauh dari sempurna. Penulis
memohon maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan dalam penulisan ini.
Kritik dan saran sangat Penulis harapkan dari Pembaca untuk kesempurnaan
penulisan ini. Semoga penulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2
2.1 Resusitasi Cairan pada Anak ....................................................................... 4
2.1.1 Hukum Frank Starling .................................................................................... 4
2.1.2 Protokol Resusitasi Cairan ............................................................................. 5
2.2 Resusitasi pada Orang Dewasa ................................................................... 8
2.2.1 Teknik Resusitasi............................................................................................ 8
2.2.2 Edukasi Pasien Resusitasi Cairan ................................................................. 14
2.2.3 Protokol Resusitasi Cairan ........................................................................... 14
2.3 Resusitasi Luka Bakar ............................................................................... 17
2.3.1 Pembagian zona kerusakan jaringan............................................................. 17
2.3.2 Klasifikasi Luka Bakar ................................................................................. 17
2.3.3 Luas Luka Bakar........................................................................................... 18
2.3.4 Resusitasi ...................................................................................................... 19
2.3.5 Formula Evans-Brooke ................................................................................. 20
2.3.6 Formula Baxter/Parkland.............................................................................. 21
2.3.7 Resusitasi cairan pada syok .......................................................................... 21
2.3.8 Komplikasi ................................................................................................... 21
2.3.9 Prognosis ...................................................................................................... 22
BAB III KESIMPULAN ................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Resusitasi cairan merupakan tata laksana yang paling sering dilakukan pada
manajemen kasus akut. Secara umum, resusitasi cairan diindikasikan pada pasien
dengan ketidakstabilan hemodinamik yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi,
seperti sepsis, trauma, maupun gangguan kardiovaskuler. Tindakan resusitasi
cairan ini dilakukan sebagai tindakan life-saving sebelum klinisi mencari sebab dari
ketidakstabilan hemodinamik. Pemberian cairan secara agresif pada keadaan yang
tidak sesuai indikasi resusitasi cairan dapatmenyebabkan komplikasi seperti edema
paru akut yang justru memperburuk keadaan pasien.1,2,3
Resusitasi cairan dapat dilakukan dengan berbagai jenis cairan. Secara umum,
cairan terbagi menjadi dua, yaitu kristaloid dan koloid. Pemilihan dan penggunaan
cairan dalam resusitasi harus tepat, agar target terapi tercapai dan komplikasi dapat
dihindari. Resusitasi cairan diikuti dengan pemantauan pasien secara berkala,
seperti tanda vital dan urine output, untuk menilai fluid responsiveness secara
objektif kepada pasien. Bila pasien tidak berespons terhadap resusitasi cairan, klinisi
harus menentukan alur tata laksana selanjutnya dalammenangani ketidakstabilan
hemodinamik.1,4
Pemilihan cairan resusitasi yang ideal adalah cairan yang dapat membawa atau
mentransport oksigen ke jaringan,bertahan di ruangan intravaskular beberapa jam,
memiliki komposisi yang serupa dengan cairan ekstraseluler, isi dari cairan mudah
di metabolisme dan diekskresikan, steril, tidak toksik, dan biaya yang terjangkau.
Namun, cairan resusitasi yang ideal tersebut tidak ada. Sehingga pemilihan cairan
resusitasi tergantung dari keadaan dan kondisi pasien.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan penggunaannya, cairan infus dapat digolongkan menjadi


empat kelompok, yaitu:

1. Cairan Rumatan

Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu pada


penyediaan IV cairan dan elektrolit untuk pasien yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan mereka dengan cara enteral, namun sebaliknya baik
dalam hal keseimbangan cairan dan elektrolut dan penanganan (yaitu
mereka yang pada dasarnya euvolemik tanpa signifikan defisit elektrolit,
kerugian yang abnormal yang sedang berlangsung atau masalah redistribusi
internal yang kompleks). Tujuan saat memberikan cairan perawatan rutin
yaitu untuk menyediakan cukup cairan dan elektrolit untuk menyediakan
cukup cairan dan elektrolit untuk memenuhi insensible losses (500-
1000mL), mempertahankan status normal tubuh kompartemen cairan dan
memungkinkan ekskresi ginjal dari produk-produk limbah (500-1500 mL).
Jumlah kehilangan cairan tubuh berbeda sesuai dengan usia, yaitu:6

 Dewasa : 1,5-2 mL/kg/jam

 Anak-anak : 2-4 mL/kg/jam

 Bayi : 4-6 mL/kg/jam

 Neonatus : 3 mL/kg/jam

Kebutuhan cairan rumatan yaitu 25-30mL/kg/hari. Kebutuhan K, Na,


dan Cl yaitu ±1 mmol/kg/hari. Kebutuhan glukosa 50-100 gram/hari.
Setelah cairan pemeliharaan intravena diberikan, monitor dan lakukan
penilaian ulang pada pasien. Hentikan cairan intravena jika tidak ada
indikasi yang tepat. Cairan nasogastrium atau makanan enteral lebih dipilih
untuk kebutuhan pemeliharaan lebih dari 3 hari.7,8

2
2. Cairan Pengganti

Cairan dan elektrolit intravena pengganti dibutuhkan untuk menangani


defisit yang ada atau kehilangan yang tidak normal yang sedang
berlangsung, biasanya dari saluran pencernaan (contoh: ileostomy, fistula,
drainase, nasogastrium, drainase bedah) atau saluran kemih (contoh: saat
pemulihan dari gagal ginjal akut). Untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang dapat dilakukan penghitungan untuk menghitung berapa besarnya
cairan yang hilang tersebut, yaitu.7

 Refractometer

Defisit cairan = BD plasma – 1,025 x BB x 4 mL

BD plasma = 0,001

 Dari serum Na+

Air yang hilang = 0,6 berat badan x BB (plasma natrium – 1)

Plasma natrium = 140

 Dari Hct

𝑣𝑜𝑙.𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑥 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐻𝑐𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙


Defisit plasma (mL) = Vol.darah normal - Hct terukur

 Dari kehilangan darah


Tabel 1. Perkiraan kehilangan cairan dan darah

3. Cairan untuk Tujuan Khusus

3
Yang dimaksud yaitu cairan kristaloid yang digunakan khusus,
misalnya natrium bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan koreksi
khusus terhadap gangguan keseimbangan elektrolit.7

4. Cairan Nutrisi

Cairan nutrisi biasanya digunakan untuk nutrisi parenteral pada pasien


yang tidak mau makan, tidak boleh makan dan tidak bias makan peroral.
Jenis cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi
baik untuk parenteral parsial atau total maupun untuk kasus penyakit
tertentu.7
2.1 Resusitasi Cairan pada Anak
2.1.1 Hukum Frank Starling
Hukum Frank-Starling pada dasarnya menerangkan sifat intrinsik
miokardium. Peningkatan panjang otot jantung (pada pengisian ventrikel)
berkorelasi positif dengan peningkatan tekanan ventrikel. Pada tingkat
molekular, peningkatan end-diastolic volume berkorelasi dengan peningkatan
cross-bridges antar filamen tipis. Secara klinis, karakteristik intrinstik
miokardium ini diaplikasikan dengan meningkatkan preload untuk
meningkatkan isi sekuncup.9

Gambar 1. Kinerja ventrikel kiri dan pengaruh penyempitan arteri koroner utama pada
kurva Frank-Starling.C=kurva tanpa restriksi; O=kurva dengan penyempitan arteri koroner
ringan; O’=kurva dengan penyempitanarteri koroner lebih berat. Modifikasi dari Sarnoff
dan Berglund, 1954.9
Pada tahun 1954, Sarnoff dan Berglund mengkaji hukum Frank-Starling
pada sistemsirkulasi anjing secara utuh. Mereka menemukan kinerja ventrikel

4
kiri dan isi sekuncup meningkat tajam sejalan dengan peningkatan preload,
sampai tekanan tertentu menjadi mendatar. Bila arteri koroner diikat, kinerja
ventrikel kiri dan isi sekuncup maksimal lebih rendah. Jika preload
ditingkatkan, kinerja ventrikel kiri dan isi sekuncup akan menurun.9

Gambar 2. Fungsi ventrikel pada kurva Frank-Starling

Dari penelitian tersebut didapatkan kurva Frank Starling dibagi menjadi


dua bagian. Bagian yang menggambarkan peningkatan tajam isi sekuncup
pada setiap perubahan preload dikenal dengan istilah daerah preload
dependence. Bagian yang menggambarkan peningkatan tidak nyata isi
sekuncup pada setiap perubahan preload dikenal dengan daerah preload
independence (Gambar 2).9
2.1.2 Protokol Resusitasi Cairan
Brierley dkk menganjurkan penggunaan bolus cairan isotonik atau
albumin 5% 20ml/kg berat badan sebagai langkah awal resusitasi pada anak.
Pemberian cairan dapat diulangidengan target tekanan darah dan perfusi yang
normal. Pemberian cairan harus dihentikan bilaterdapat tanda gagal jantung.
ika syok belum teratasi, langkah selanjutnya adalah penggunaan dopamin
melalui akses sentral. Teknik pemberian cairan sebagai uji kemampuan
jantung dikenal dengan metode simulasi. Kekuatan metode ini adalah
kepastian akan kemampuanjantung terhadap peningkatan preload sehingga
metode ini sering digunakan sebagai bakuemas. Kelemahan metode Brierley
dkk adalah penghentian cairan setelah terjadi gagal jantung.10
Semakin berkembang teknik echocardiography, tata laksana syok pada

5
anak dapat dilakukan dengan lebih mudah. Lukito dkk menggunakan perasat
passive leg rising untuk memperkirakan respons fluid challenge pada anak
usia 1-8 tahun. Teknik ini juga merupakanmetode simulasi. Perasat passive
leg rising, menurut Lukito dkk, diawali dengan mengukurcurah jantung
pada posisi kepala dan badan anak membentuk sudut 45o terhadap bidang
horizontal (Gambar 3). Posisi anak kemudian diubah dengan ekstremitas
inferior anakmembentuk sudut 45o terhadap kepala dan badan yang dibuat
horizontal. Apabila pada posisi ini terdapat peningkatan curah jantung ≥10%,
yang diukur dengan teknik echocardiography, kemungkinan kurva
FrankStarling berada pada daerah preload dependence dengan sensitivitas
55% dan spesifisitas 85%.10

Gambar 3. Posisi anak pada perasat passive leg rising (PLR) Dikutip dan modifikasi dari
Lukito dkk, 2012.

Teknik echocardiography juga memungkinkan pengukuran diameter


vena cava inferior. Pada pernapasan spontan, indeks kolapsibilitas vena cava
inferior berkorelasi dengantekanan atrium kanan.18-20 Indeks kolapsibilitas
adalah presentasi penurunan diameter vena cava pada fase inspirasi yang
diukur dengan rumus Indeks kolapsibilitas vena cava inferior sebagai
berikut:11

Keterangan:
o cIVC=indeks kolapsibilitas vena cava inferior;
o IVCmax= diameter terbesar vena cava inferior yang diukur dengan
teknik echocardiography;
o IVCmin=diameter terkecil vena cava inferior yang diukur dengan
teknik echocardiography. Indeks kolapsibilitas >50% berkorelasi

6
dengan tekanan atrium kanan 42% dapat memprediksi peningkatan
curah jantung setelah pemberian cairan resusitasi dengan spesifisitas
97% dan positive predictive value (PPV) 90%.

Untuk memperbaiki hidrasi pada anak, derajat dehidrasi harus ditentukan


terlebih dahulu. Untuk anak dengan dehidrasi ringan atau sedang, lebih baik
dilakukan rehidrasi enteral (melalui oral atau NGT). Rehidrasi cairan melalui
intravena diperlukan untuk anak-anak dengan dehidrasi berat atau tidak dapat
dilakukan rehidrasi enteral. Untuk menghitung kebutuhan cairan pada anak,
dapat menggunakan rumus berikut.12
Total kebutuhan cairan = Cairan maintenance + penggantian defisit +
penggantian kehilangan cairan yang sedang berlangsung

Untuk menghitung defisit cairan pada anak, dapat digunakan rumus


berikut.12
Defisit cairan (mL) = [BB sebelum sakit (dalam 2 minggu terakhir, kg) – BB saat
ini (kg)] x 1000

Jika BB sebelum sakit tidak diketahui, dapat menggunakan rumus:12


Defisit cairan (mL) = BB (kg) x % dehidrasi x 10

Penggantian defisit cairan dilakukan selama 24 – 48 jam, dengan cara:12


 Untuk anak dengan dehidrasi ≤ 5%, penggantian defisit cairan dalam 24
jam pertama
 Untuk anak dengan dehidrasi > 5%, penggantian defisit cairan 5% dalam
24 jam pertama kemudian sisanya selama 24 jam berikutnya
 Penilaian klinis serial status hidrasi dilakukan secara berkala untuk semua
anak dengan dehidrasi.

Berikut derajat keparahan dehidrasi pada anak.13


Tabel 1. Derajat keparahan dehidrasi pada anak
Ringan Sedang Berat

7
Defisit cairan 3-5% 6-9% ≥ 10%
Detak jantung Normal Normal / takikardi Takikardi
ringan
Tekanan darah Normal Normal Hipotensi
Laju pernapasan Normal Meningkat Meningkat,
asidosis
Warna kulit Normal Normal Pucat / mottled
Ekstremitas Hangat Hangat Dingin
Turgor kulit Normal Sedikit menurun Menurun
Mata dan ubun- Tidak cekung Cekung Sangat cekung
ubun
CRT Normal Memanjang Sangat memanjang
Urin Pekat Jumlahnya Oliguria
menurun
Kesadaran Sadar dan responsif letargi Penurunan
kesadaran

2.2 Resusitasi pada Orang Dewasa

2.2.1 Teknik Resusitasi


1. Persiapan Pasien
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik diperlukan sebelum
resusitasi cairan untuk mengetahui keparahan syok yang dialami. Selain
tingkat keparahan syok, kemungkinan gangguan elektrolit juga dapat
diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.5,14
Anamnesis yang perlu ditanyakan termasuk riwayat konsumsi cairan,
berupa:5,14
 Riwayat pembatasan konsumsi cairan
 Riwayat kehilangan cairan (diare, muntah, pendarahan) dan
perkiraan jumlahdan isi cairan
 Faktor komorbid, seperti kelainan ginjal, hati, jantung, serta
edema anasarka

Pemeriksaan fisik termasuk:5,14

8
Tanda Syok 5,14
 Tekanan darah diastolik < 100mmHg
 Denyut jantung > 90 kali per menit
 Capillary refill time > 2 detik
 Laju pernafasan > 20 kali per menit
 National Early Warning Score (NEWS) ≥ 5
Tanda Deplesi Intravaskular 5,14
 Membran mukosa kering
 Penurunan turgor kulit
 Hipotensi ortostatik dan peningkatan ortostatik denyut nadi
 Akral dingin
 Penurunan jugular venous pressure (JVP)
 Nadi cepat dan lemah
Tanda Overload Cairan 5,14
 Edema paru
 Peningkatan berat badan
 Membran mukosa lembab
 Edema perifer
 JVP meningkat
2. Peralatan
Peralatan utama yang dibutuhkan dalam resusitasi cairan berupa rute
resusitasi dan berbagai jenis cairan sesuai indikasi. Secara garis besar,
peralatan yang dibutuhkan untuk resusitasi yaitu : 5,14
 Kateter intravena ukuran terbesar : 14-gauge atau 16-gauge
 Cairan infus : kristaloid, koloid, komponen darah
 Peralatan tambahan pada pemasangan rute intravaskuler secara vena
seksi dan venasentral (minor set, CVC set)
a. Rute Resusitasi CairanRute Intravaskular:
Rute intravaskuler didapatkan dengan pemasangan kateter
intravena/abocath standar ukuran besar dan pendek (14-gauge sampai 16-
gauge) pada vena perifer secara perkutan. Dengan infusion pump, rute ini
dapat dimasuki 1liter cairan kristaloid dalam 10 hingga 15 menit atau 1

9
unit packed red blood cells (PRC) selama 20 menit. 5,14
b. Rute Intraosseous:
Rute intraosseous diindikasikan pada pasien dewasa, anak, bayi, dan
neonatus yang membutuhkan resusitasi cairan segera namun rute
intravaskular sulit didapatkan. Rute intraosseous merupakan rute
sementara, dengan jangka waktu penggunaan 72 – 96 jam. Pemasangan
rute intraosseous dilakukan di tibia bagian proksimal dan distal (pada
dewasa dan anak) dan humerus bagian proksimal atau femur bagian
anterolateral (pasien dewasa). Pemasangan rute intraosseous dapat
dilakukan dengan jarum khusus intraosseous atau kateter intravena
berukuran besar.5,14
Jenis Cairan
Jenis cairan yang dapat diberikan selama resusitasi cairan berupa
kristaloid, koloid, dan komponen darah.1,11,15
 Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid merupakan cairan yang ditujukan untuk
menggantikan volume intravaskuler. Cairan kristaloid merupakan
cairan isotonik, seperti NaCl 0,9% (Normal Saline) maupun Ringer
Laktat. Normal saline mengandung 154 mEq/L Na+ dan Cl-, dengan
pH 5,7 dan osmolalitas 308 mOm/L. Pemberian normal saline dalam
jumlah besar berisiko menyebabkan asidosis metabolik
hiperkloremik. Ringer Laktat merupakan cairan yang mengandung
Ca++, K+, dan laktat. Pada syok yang disebabkan oleh pendarahan,
Ringer Laktat lebih sering digunakan untuk meminimalisir asidosis
dan tidak menyebabkan hiperkloremia. Ringer laktat
dikontraindikasikan bila diberikan bersamaan dengan produk
komponen darah, karena dapat mencetuskan timbulnya bekuan
darah.11,15
 Cairan Koloid
Cairan koloid merupakan cairan yang memiliki molekul besar, di
mana koloid sendiri didefinisikan sebagai suspensi partikel dengan
diameter 1 sampai 1000 nm yang bercampur dengan solven dan

10
terpengaruh oleh gravitasi.1,11
Secara umum, koloid terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 1,11
o Koloid natural, seperti albumin
o Koloid sintetik, seperti starch, dextran, dan gelatin
Albumin merupakan derivat plasma manusia yang memiliki berat
molekuler 66.000 Da dan berperan pada 80% tekanan onkotik koloid
plasma. Sediaan albumin terdiri dari konsentrasi 4 – 5% atau 20 –
25%. Pemberian albumin 25% dapat menarik cairan dari ruang
interstisial ke intravaskuler sehingga dapat meningkatkan volume
plasma 4 hingga 5 kali dari volume albumin yang diberikan. 1,11
Gelatin merupakan cairan derivat bovine collagen – gelatin dengan
berat molekul 35.000 Da. Gelatin diekskresikan dengan cepat oleh ginjal
dan hanya sekitar 20% beredar di intravaskuler selama 90 menit. Gelatin
memiliki risiko anafilaksis yang tinggi (1 dari 290) dan risiko teoritis
terhadap Creutzfeldt-Jakob disease (CJD), sehingga gelatin tidak
direkomendasikan sebagai cairan resusitasi. 1,11
Hydroxyethyl starch merupakan koloid sintetik dari hidrolisis
amilopektin dengan berat molekul 130 hingga 200 kDa. Penggunaan
hydroxyethyl starch tidak lagi direkomendasikan karena efek
sampingnya seperti mengganggu fungsi ginjal, menyebabkan
koagulopati dan perdarahan akibat penurunan faktor VII dan faktor
vonWillebrand, serta gangguan trombosit. 1,11
Dekstran merupakan molekul polisakarida yang dapat digunakan
untuk meningkatkan volume plasma dan menurunkan viskositas
darah. Pada praktiknya, dekstran jarang digunakan karena berbagai
efek sampingnya, seperti gangguan fungsi ginjal, reaksi anafilaksis,
dan perdarahan akibat penghambatan produksi faktor VII dan faktor
von Willebrand. Penggunaan dekstran juga dapat mengganggu
proses crossmatch pada transfusi darah.1,11
Komponen Darah
Selain dengan kristaloid dan koloid, resusitasi dapat dilakukan dengan
pemberiandarah. Pemberian produk darah berupa packed red blood cells
(PRC) diberikan pada syok dengan kehilangan volume darah lebih dari 30%

11
atau syok hemoragik kelas III (moderate) dan IV (severe).11,16
Pemberian PRC dilakukan tanpa ABO-rhesus typing dan cross-matching,
yakni golongan O Rhesus (-). Namun, dengan populasi Rh (-) yang kecil di
Indonesia, KementerianKesehatan merekomendasikan transfusi darah darurat
diberikan dengan golongan darah O Rhesus (+).11,16
3. Posisi Pasien
Posisi pasien bergantung pada jenis rute intravaskuler yang digunakan
selama resusitasi cairan. Pada pemasangan rute vena perifer, pasien
diposisikan secara supinasidengan ekstremitas lokasi pemasangan rute perifer
terjangkau. Pada pemasangan rute vena sentral di lokasi vena jugularis dan
subclavia, pasien diposisikan secara reverse Trendelenburg dengan kepala
menoleh ke arah kontralateral lokasi pemasangan. Padapemasangan rute vena
sentral di lokasi vena femoral, pasien diposisikan secara supinasi dengan
membuka area inguinal yang dapat dilakukan dengan menekuk lutut tungkai
lokasi pemasangan dengan daerah lateral tungkai berada di atas bed
pasien.17,18
4. Prosedural
Prosedural mengenai resusitasi cairan terbagi berdasarkan jenis kondisi
pasien yang membutuhkan resusitasi, seperti syok hemoragik, syok
kardiogenik, syok neurogenik, syok septik, ketoasidosis diabetik, dan syok
hipovolemik akibat gejala gastrointestinal.1,11, 16,19 ,20,21
a. Syok Hemoragik
Pada syok hemoragik, resusitasi cairan dimulai dengan dosis inisial bolus
1 liter kristaloid hangat secepat mungkin. Pemberian kristaloid dapat
dilakukan sebanyak 3 – 4 kali jumlah perdarahan. Pada pasien dengan
keadaan hemodinamik tidak stabil yang berkelanjutan atau perdarahan
yang sedang berlangsung (perdarahan internal maupun eksternal) resusitasi
dengan komponen darah diperlukan. Komponen darah yang dapat
diberikan adalah PRC, FFP dan platelet. Resusitasi cairan diberikan
sebagai upaya sementara sampai terjadinya kontrol perdarahan.
Sementara, tindakan emergensi yang dapat dilakukan adalah
mengendalikan perdarahan dengan pemasangan splint pada tulang

12
panjang, splint pada tulang pelvis dan balut tekan pada luka terbuka.1,16,19,20
b. Syok Kardiogenik
Resusitasi cairan pada syok kardiogenik dilakukan sebagai terapi dan
penegakan diagnosis terhadap sumber masalah syok. Resusitasi cairan
dilakukan dengan pemberian fluid challenge, yaitu 100 – 250 ml normal
saline. Pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh masalah volume,
pemberian fluid challenge akan memperbaiki tanda vital pasien.
Resusitasi cairan pada syok kardiogenik diikuti dengan pertimbangan
penggunaan vasopresor.19,20,21
c. Syok Neurogenik
Pemberian cairan resusitasi diberikan sebagai terapi suportif pada syok
neurogenik. Infus cepat 1 – 2 liter kristaloid melalui 2 jalur vena
diberikan pada pasien dengan syok neurogenik. Resusitasi cairan pada
jenis syok ini diikuti dengan pemberian vasopresor dan stabilisasi
medulla spinalis, karena volume bukan merupakan masalah utama pada
syok neurogenik.16,19
d. Syok Septik
Resusitasi cairan pada syok septik tidak berbeda dengan syok distributif
lain, seperti syok neurogenik. Resusitasi dilakukan dengan pemberian
infus cepat 1 – 2 liter kristaloid selama 1 – 2 jam. Resusitasi cairan pada
syok septik dapat diikutidengan pemberian vasopresor.19,20
e. Ketoasidosis Diabetik
Pada ketoasidosis diabetik yang menyebabkan syok hipovolemik,
resusitasi cairan dilakukan dengan pemberian normal saline sebanyak 1 –
2 liter. Resusitasi cairan pada ketoasidosis diabetik diikuti dengan
pemantauan pH darah dengan AGD, keton darah, kadar glukosa dan
natrium darah.11,19
5. Follow Up
Pemberian resusitasi cairan dapat diakhiri bila terdapat perbaikan pada:
 Kriteria klinik, seperti tekanan darah, nadi, volume urin, dan
central venouspressure
 Oksigenasi sistemik yang ditandai oleh:

13
o Oxygen uptake (VO2) > 100 ml/menit/m2
o Arterial base deficit > 2 mEq/L
o Lactate serum < 2 mEq/L
2.2.2 Edukasi Pasien Resusitasi Cairan
Edukasi pasien mengenai resusitasi cairan perlu diberikan. Resusitasi
cairan biasanya dilakukan bersamaan dengan tindakan lain, sehingga
informed consent resusitasi cairan dapatdilakukan bersama tindakan lain.20
Pasien yang membutuhkan resusitasi cairan juga memiliki kondisi yang
tidak baik saat datangke unit gawat darurat, maka edukasi mengenai keadaan,
upaya yang dilakukan, rencana tindakan selanjutnya, dan kemungkinan
terburuk yang dapat dialami pasien harus dilakukan. Selain itu, edukasi
mengenai pencegahan terjadinya kondisi serupa dapat dilakukan ketika
kondisi pasien sudah stabil.20
2.2.3 Protokol Resusitasi Cairan
Rivers dkk mengajukan metode early goal directed therapy sebagai cara
mengatasi syok septik (pada orang dewasa). Langkah awal protokol tersebut
adalah pemberian bolus kristaloid sebanyak 500 ml tiap 30 menit untuk
mencapai tekanan vena sentral (central venouspressure = CVP) 8-12 mmHg.
Selanjutnya, bila mean arterial pressure kurang dari 65 mmHg, protokol
menganjurkan pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan
minimal 65 mmHg. Jika mean arterial pressure lebih dari 90 mmHg, protokol
menganjurkan pemberian vasodilator. Pemberian cairan resusitasi hingga
nilai CVP tertentu, dikenal dengan metode statis. Kelemahan metode ini
adalah menggunakan nilai baku yang sama untuk semua orang. Ketika
kontraktilitas menurun, nilai statis yang ditentukan dapat berada pada daerah
preload independence kurva Frank-Starling.5
Pada tahun 1979, Weil dan Henning memperkenalkan teknik fluid
challenge dengan metode dinamis yang kemudian di kenal dengan rule of
Weil atau perasat 5-2. Metode ini mempertimbangkan status preload pada
kurva Frank Starling yang ditentukan oleh compliance jantung. Compliance
adalah ukuran distensibilitas stuktur sferis yang ditetukan oleh perubahan
volume untuk setiap perubahan tekanan (pressure). Berdasarkan pemikiran

14
ini, maka peningkatan nilai CVP yang tinggi secara mendadak, menandakan
penurunan compliance jantung, atau kurva Frank-Starling telah sampai pada
daerah preload independence. Perasat Weil menganjurkan pemberian cairan
resusitasi yang dipandu nilai CVP. Apabila CVP kurangatau sama dengan 8
cm H2 O maka cairan resusitasi diberikan 200 ml melalui vena perifer, dalam
waktu 10 menit (Tabel 2). Jika CVP lebih dari 8 cm H2 O, tetapi kurang dari
14 cm H2O maka cairan resusitasi diberikan 100 ml dalam waktu 10 menit.
Jika CVP sama atau lebih besar dari 14 cm H2 O, cairan resusitasi diberikan
50 ml dalam waktu 10 menit. Namun, apabila selama pemberian cairan
resusitasi, nilai CVP meningkat lebih dari 5 cm H2 O, pemberian cairan
harus dihentikan. Jika setelah pemberian cairan resusitasi CVP meningkat
lebih dari 5 cm H2 O pemberian cairan tidak dilanjutkan, sedangkan bila
kurang dari 2 cm H2 O, pemberiancairan diulangi dari langkah awal. Apabila
CVP meningkat kurang dari 5 cm H2 O tetapi lebihdari 2 cm H2 O dari nilai
awal, pasien dipantau selama 10 menit; tetapi jika setelah pemantauan nilai
CVP tetap lebih dari 2 cm H2 O, pemberian cairan resusitasi dihentikan. Pada
keadaan CVP turun kembali hingga 2 cm H2 O atau lebih rendah, pemberian
cairan diulangi dari awal hingga tanda syok teratasi. Penyesuaian jumlah
cairan terhadap kenaikan CVP bertujuan untuk mencegah pemberian cairan
berlebihan di luar kemampuan jantung.19
Pada tahun 1999, Michard dkk melaporkan bahwa variasi tekanan
arteri (pulse pressure variation=PPV), pada pasien acute lung injury (ALI)
yang menggunakan ventilator, dapat digunakan untuk menduga
hemodinamik pada pemberian cairan resusitasi (Gambar 3). PPV dibakukan
dengan rumus 1, sebagai berikut:22

Penilaian PPV sebagai pedoman pemberian cairan resusitasi juga


tergolong metode dinamis. Perubahan PPV terjadi akibat siklus ventilasi
mekanik yang memengaruhi hemodinamik di daerah preload dependence
kurva Frank-Starling. Pada fase inspirasi, tekanan intratoraks meningkat.

15
Peningkatan tekanan intratoraks akan mengakibatkan penurunan preload dan
peningkatan afterload ventrikel kanan, mengakibatkan penurunan isi
sekuncup ventrikel kanan. Namun demikian, tekanan positif juga akan
mendorong darah yang berada dalam vaskular paru, sehingga meningkatkan
preload ventrikel kiri. Tekanan positif intratoraks juga meringankan kerja
ventrikel kiri yang harus mendorong darah ke luar rongga torak. Karena itu
pada fase inspirasi, isi sekuncup ventrikel kiri meningkat, sedangkan pada
fase ekspirasi, tekanan intratoraks menurun kembali. Pada fase ini, preload
ventrikel kanan meningkat dan afterload ventrikel kanan menurun. Kondisi
ini mengakibatkan peningkatan isi sekuncup ventrikel kanan. Namun
demikian, penurunan isi sekuncup ventrikel kanan pada fase inspirasi akan
menjadi preload ventrikel kiri pada fase ini.22

Gambar 4. Pulse Pressure Variation (PPV). Dikutip dan modifikasi dari Michard dkk, 1999

Demikian pula tugas ventrikel kiri memompa darah ke luar rongga torak,
mendapat bantuan tekanan positif intratorak tidak sebesar seperti pada fase
inspirasi. Oleh karena itu, pada fase ekspirasi, isi sekuncup ventrikel kiri
menurun (Gambar 4). Telaah sistematik oleh Marik dan rekan, pada tahun
2009, memperlihatkan bahwa PPV (12.5±1.6)% mempunyai sensitivitas 89%
dan spesifisitas 88% dalam menilai fluid responsiveness.

16
Gambar 5. Pengaruh ventilasi tekanan positif terhadap kinerja ventrikel kanan dan kiri. A. Isi
sekuncup ventrikel kanan pada fase inspirasi ventilasi mekanik. B Isi sekuncup ventrikel kanan
pada fase ekspirasi ventilasi mekanik. C. Isi sekuncup ventrikel kiri pada fase inspirasi ventilasi
mekanik. D. Isi sekuncup ventrikel kiri pada fase ekspirasi ventilasi mekanik. Keterangan:
VC=vena cava; VKa=ventrikel kanan; VKi=ventrikel kiri; AP=arteri pulmonalis

2.3 Resusitasi Luka Bakar


2.3.1 Pembagian zona kerusakan jaringan 23
1. Zona koagulasi / nekrosis
Daerah yg mengalami kontak dgn sumber panas.
2. Zona statis
Terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit dan leukosit
 gangguan perfusi(no flow phenomena)
3. Zona Hiperemis
Mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi
seluler.
2.3.2 Klasifikasi Luka Bakar 23
1. Derajat I :
• Hanya mengenai lap-epidermis
• Kulit tampak eritema, kering tanpa terbentuk bulla, terasa
nyeri/hipersensif
• Sembuh dlm 5 –10 hari

17
2. Derajat II dangkal :
 Mengenai epidermis dan superficial dermis
 Kulit tampak hiperemis, lembab, nyeri dan terbentuk bulla
 Sembuh < 3 minggu
3. Derajat II dalam :
 Mengenai epidermis dan sebagian besar dermis
 Sembuh > 3 minggu dengan meninggalkan parut
4. Derajat III :
 Mengenai epidermis & dermis serta lapisan di bawahnya.
 Kulit tampak pucat, abu-abu dan permukaan lebih rendah dari
sekitarnya.
 Tidak ada bulla dan tidak nyeri
 Memerlukan skin graft, lama sembuh
2.3.3 Luas Luka Bakar 23
1. Pada orang dewasa digunakan Rule of Nine dari Wallace,
2. Bayi digunakan rumus 10
3. Pada anak rumus 10-15-20
4. Rumus Baxter : 4 ml x kg BB x luas luka bakar

Gambar 6. Perhitungan Luas Permukaan Tubuh untuk Pasien dengan Luka Bakar

18
2.3.4 Resusitasi
Luas luka bakar dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika
memungkinkan timbang berat badan pasien atau tanyakan saat anamnesis.
Perhitungan kebutuhan cairan dilakukan pada waktu pasien mengalami
trauma luka bakar, bukan saat pasien datang. Disarankan menggunakan
cairan RL, 50% total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam waktu
24 jam. Tahap 1 diberikan 8 jam dan tahapn2 diberikan 16 jam setelahnya.
Cairan harus diberikan menggunakan 2 jalur intravena (ukuran 16 G untuk
dewasa), diutamakan untuk dipasang pada kulit yang tidak terkena luka
bakar.24
Tabel 3 Formula perhitungan resusitasi cairan untuk pasien dengan luka
bakar.23
Formula Cairan 24 jam Kristaloid Pada Koloid Pada 24 jam
Pertama 24 kedua
jam kedua
Parkland RL 4 ml / kg / 20-60% estimate Pemantauan output
%LB plasma volume urine
30 ml/jam
Evans (Yowler, Larutan saline 1 50% volume 50% volume cairan
2000) ml/kg/%LB, 2000 cairan24 jam 24jam pertama
ml D5W*, dan pertama +
koloid 1 2000 ml D5W
ml/ kg / %LB
Slater (Yowler, RL 2 L/24 jam +
2000) fresh frozen
plasma75
ml/kg/24 jam
Brooke RL 1.5 ml / kg / 50% volume 50% volume cairan
(Yowler,2000) %LB, koloid 0.5 cairan24 jam 24jam pertama
ml /kg/ %LB, pertama +
dan 2000 ml 2000 ml D5W
D5W
Modified RL 2 ml / kg /
Brooke %LB

19
MetroHealth RL + 50 mEq ½ lar. Saline, 1 U fresh frozen
(Cleveland) sodium pantauoutput plasmauntuk tiap liter
bicarbonate per urine dari ½ lar. saline yg
liter, 4 ml / kg / digunakan
%LB + D5W dibutuhkan utk
hipoglikemia.
Monafo 250 mEq/L saline 1/3 lar. Saline,
hypertonic pantau output pantau output
Demling urine 30 ml/jam, urine
dextran 40dalam
lar. saline 2
ml/kg/jam untuk 8
jam, RL pantau
output urine 30
ml/jam, dan fresh
frozen plasma 0.5
ml/jam untuk 18
jam dimulai 8 jam
setelah
terbakar.

2.3.5 Formula Evans-Brooke

Tabel 4. Formula Evans-Brooke.23


Formula Evans Formula Brooke
1ml/kgBB/ %LB koloid (darah) 0.5ml/kgBB/%LB koloid (darah)
lml/kgBB / %LB larutan saline 1.5ml/kgBB/%LB larutan saline
(elektrolit) (elektrolit)
2000ml glukosa 2000ml glukosa
Pemantauan : Pemantauan :
Diuresis (>50 ml/jam) Diuresis (30-50 ml/jam)

20
2.3.6 Formula Baxter/Parkland
 RL : 4ml / kgBB / % LB 23
 pemantauan jumlah diuresis antara 0,5 - 1 ml/kgBB/ jam 23
2.3.7 Resusitasi cairan pada syok
 Cairan kristaloid 23
 Tiga kali defisit cairan yg menyebabkan syok diberikan dlm 2 jam pertama
23

 Sisa jumlah cairan yg diperhitungkan menurut metode Baxter / Parkland


diberikan berdasarkan kebutuhan sampai dgn 24 jam. 23
2.3.8 Komplikasi
 Kontraktur
Kontraksi adalah proses penyembuhan fisiologis normal yang terjadi pada
margin luka dan mengurangi ukuran akhir dari luka. Sementara kontraktur
merupakan efek patologis jaringan parut yang mungkin timbul dari proses
penyembuhan luka. Luka bakar menyebabkan kehilangan jaringan,
menyembuhkan luka dengan kontraksi dan dapat menghasilkan kontraktur.
Kontraktur dapat berupa intrinsic atau ekstrinsik. Pada kondisi lanjut,
kontraktur dapat menyebabkan deformitas yang memerlukan pembebasan
kulit dengan graft atau flap. Kontraktur menyebabkan disabilitas dan
gangguan fungsional. Kontraktur yang terjadi pada daerah ekstremitas atas
dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari. Deformitas
kontraktur harus ditangani dengan kehati-hatian, dan diperlukan asesmen
yang komprehensif.24
 Jaringan parut, parut hipertrofik, dan keloid jaringan parut
Parut hipertrofi adalah pertumbuhan jaringan parut yang tidak melebihi
batas luka aslinya. Etiologinya dikaitkan dengan penyembuhan luka yang
tidak normal dan epitelisasi yang lama sebagai akibat penanganan yang
tidak memadai sejak awal. Tanda yang terlihat adalah tampak parut yang
menebal, tidak rata, lebih gelap dan dapat menimbulkan gangguan
kepercayaan diri pada pasien. Keloid adalah jaringan parut yang tumbuh
melebihi area luka pada kulit yang menyembuh dengan predileksi pada
area deltoid, sternum, penggung, dan telinga.24

21
Parut hipertofik dan keloid pasca luka bakar merupakan masalah mayor
yang masih sulit untuk diatasi pada kasus luka bakar. Biasanya luka yang
hiperemis mulai kembali normal sekitar 9 minggu setelah terjadinya
cedera. Pada luka yang memiliki kecenderungan menjadi hipertrofik,
pembentukan pembuluh darah baru akan meningkat yang menyebabkan
eritema dan kontraksi sehingga terbentuk hipertrofi.24
2.3.9 Prognosis
Oleh karena begitu lama dan panjangnya perawatan pada pasien luka
bakar di seluruh unit luka bakar, penentuan prognosis mortalitas pada pasien
luka bakar sangatlah penting untuk memprediksi hasil dari perawatan luka
bakar tersebut. Salah satu model yang paling sering digunakan untuk
menentukan prognosisnya yaitu ABSI (abbreviated burn severity index).24
Tabel 5. ABSI (abbreviated burn severity index) 24

22
BAB III
KESIMPULAN

Resusitasi cairan merupakan bagian dari tata laksana hemodinamik yang bertujuan
untuk mencukupi kebutuhan oksigen. Sebelum resusitasi cairan, perlu dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Resusitasi cairan diberikan bila
ditemukan kondisihipovolemia, yaitu kurangnya volume darah atau cairan dalam
pembuluh darah. Kondisi ini dapat menimbulkan gejala berupa tekanan darah
rendah, denyut nadi dan napas menjadi cepat, serta suhu tubuh menurun. Rehidrasi
cairan melalui intravena diperlukan untuk pasien yang tidak dapat dilakukan
rehidrasi enteral. Jenis cairan yang dapat diberikan selama resusitasi cairan yaitu
kristaloid, koloid, dan komponen darah. Pemberian resusitasi cairan dapat diakhiri
jika terdapat perbaikan secara klinis dan oksigenasi sistemik. Edukasi pasien
mengenai resusitasi cairan dapat dilakukan bersama tindakan lain. Luas luka bakar
dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika memungkinkan timbang berat badan
pasien atau tanyakan saat anamnesis. Perhitungan kebutuhan cairan dilakukan pada
waktu pasien mengalami trauma luka bakar, bukan saat pasien datang. Disarankan
menggunakan cairan RL, 50% total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap
dalam waktu 24 jam. Tahap 1 diberikan 8 jam dan tahapn2 diberikan 16 jam
setelahnya. Cairan harus diberikan menggunakan 2 jalur intravena (ukuran 16 G
untuk dewasa), diutamakan untuk dipasang pada kulit yang tidak terkena luka
bakar. ll

23
DAFTAR PUSTAKA

1. David S. Clinical Pathways in Emergency Medicine. Springer. Published


online 2022.
2. Setyohadi B, Arsana P, Suryanto A, Soeroto A, Abdullah M. EIMED PAPDI
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia; 2019.
3. Kasper D, Hauser S, Jameson J, Fauci A, Longo D, Loscalzo J. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. McGraw Hill; 2019.
4. American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support (ATLS). 10th
ed. American College of Surgeon; 2018.
5. Lee M, Lloyd J. Saphenous Vein Cutdown. StatPearls Publishing.
6. Floss K, Borthwick M. Intravenous Fluids Principles of Treatment. Clin
Pharm. 2011;3.
7. Agro F, Fries D, Vennari M. Body Fluid Management from Physiology to
Therapy. Springer; 2013.
8. Hines R, Marschall K. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam
Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease. 4th ed.
Elsevier Inc; 2013.
9. Pudjiadi AH. Resusitasi Cairan: dari Dasar Fisiologis hingga Aplikasi Klinis.
Sari Pediatr. 2017;18(5). doi:10.14238/sp18.5.2017.409-16
10. Eslami P, Minkes R. Pediatric Intraosseous Access. Medscape.
11. Tse A, Schick M. Central Line Placement. StatPearls Publishing.
12. The Royal Children’s Hospital Melbourne. Intravenous Fluids for Children
beyond the Newborn Period. The Royal Children’s Hospital Melbourne.
Published 2022.
https://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/Intravenous_Fluids/
13. The Royal Children’s Hospital Melbourne. Dehydration. The Royal
Children’s Hospital Melbourne. Published 2022.
https://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/Dehydration/
14. Marik P, Cavallazi R, Vasu T, Hirani A. Dynamic Changes in Arterial
Waveform Derived Variables and Fluid Responsiveness in Mechanically

24
Ventilated Patients: a Systematic Review of the Literature. Crit Care Med.
2019;37.
15. Australian & New Zealand Burn Association. Initial Management of Severe
Burns. ANZBA; 2019.
16. PB IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama. PB IDI; 2019.
17. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S. Pedoman Pelayanan Klinis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2020.
18. Lukito V, Djer M, Pudjiadi A, Munasir Z. The Role of Passive Leg Raising
to Predict Fluid Responsiveness in Pediatric Intensive Care Unit Patients.
Pediatr Crit Care Med. 2021;13.
19. PERKI. Advanced Cardiac Life Support (ACLS). PERKI; 2019.
20. Moreno F, Hagan A, Holmen J, Pryor T, Strickland R, Castle C. Evaluation
Of Size And Dynamics Of The Inferior Vena Cava As An Index Of Right-
Sided Cardiac Function. Am J Cardiol. 2018;53.
21. Kircher B, Himelman R, NB NS. Noninvasive Estimation Of Right Atrial
Pressure From The Inspiratory Collapse Of The Inferior Vena Cava. Am J
Cardiol. 2020;66.
22. Michard F, Chemla D, Richard C, Wysocki M, Pinsky M, Lecarpentier Y.
Clinical Use of Respiratory Changes in Arterial Pulse Pressure to Monitor
the Hemodynamic Effects of PEEP. Am J Respir Crit Care Med. 2018;159.
23. Hettiaratchy S, Dziewulski P. Clinical Review of Burns Pathophysiology
and Types of Burn. BMJ. Published online 2005.
24. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor Hk 01.07/Menkes/555/2019 Tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia; 2019.

25

Anda mungkin juga menyukai