Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalankan Kepanitraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Anastesi RSUD Meuraxa Banda Aceh
Fakultas Kedokteran Universitas Albuyatama
Oleh :
Al Haikal Habibi (21174010)
Fithra Bagaskara Handoko (21174020)
Neila Hidayati (21174017)
Zuraida (21174005)
Zakiatul Fuada (21174007)
Zurrahmi (21174008)
Pembimbing :
dr. Fachrizal, Sp.An
Segala puji dan syukur Penulis haturkan kehadirat Allah SWT, pencipta
alam dan semesta, penguasa isi jagat raya, pemberi kebahagiaan serta tidak pernah
memberikan limpahan taufiq, nikmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga Penulis
dapat menyelesaikan referat denganjudul “Resusitasi Cairan pada Anak, Dewasa,
dan Luka Bakar”. Shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikut ajaran beliau hingga akhir
jaman.
Penulis menyadari bahwa penyajian tugas ini jauh dari sempurna. Penulis
memohon maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan dalam penulisan ini.
Kritik dan saran sangat Penulis harapkan dari Pembaca untuk kesempurnaan
penulisan ini. Semoga penulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Resusitasi cairan merupakan tata laksana yang paling sering dilakukan pada
manajemen kasus akut. Secara umum, resusitasi cairan diindikasikan pada pasien
dengan ketidakstabilan hemodinamik yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi,
seperti sepsis, trauma, maupun gangguan kardiovaskuler. Tindakan resusitasi
cairan ini dilakukan sebagai tindakan life-saving sebelum klinisi mencari sebab dari
ketidakstabilan hemodinamik. Pemberian cairan secara agresif pada keadaan yang
tidak sesuai indikasi resusitasi cairan dapatmenyebabkan komplikasi seperti edema
paru akut yang justru memperburuk keadaan pasien.1,2,3
Resusitasi cairan dapat dilakukan dengan berbagai jenis cairan. Secara umum,
cairan terbagi menjadi dua, yaitu kristaloid dan koloid. Pemilihan dan penggunaan
cairan dalam resusitasi harus tepat, agar target terapi tercapai dan komplikasi dapat
dihindari. Resusitasi cairan diikuti dengan pemantauan pasien secara berkala,
seperti tanda vital dan urine output, untuk menilai fluid responsiveness secara
objektif kepada pasien. Bila pasien tidak berespons terhadap resusitasi cairan, klinisi
harus menentukan alur tata laksana selanjutnya dalammenangani ketidakstabilan
hemodinamik.1,4
Pemilihan cairan resusitasi yang ideal adalah cairan yang dapat membawa atau
mentransport oksigen ke jaringan,bertahan di ruangan intravaskular beberapa jam,
memiliki komposisi yang serupa dengan cairan ekstraseluler, isi dari cairan mudah
di metabolisme dan diekskresikan, steril, tidak toksik, dan biaya yang terjangkau.
Namun, cairan resusitasi yang ideal tersebut tidak ada. Sehingga pemilihan cairan
resusitasi tergantung dari keadaan dan kondisi pasien.5
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Cairan Rumatan
Neonatus : 3 mL/kg/jam
2
2. Cairan Pengganti
Refractometer
BD plasma = 0,001
Dari Hct
3
Yang dimaksud yaitu cairan kristaloid yang digunakan khusus,
misalnya natrium bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan koreksi
khusus terhadap gangguan keseimbangan elektrolit.7
4. Cairan Nutrisi
Gambar 1. Kinerja ventrikel kiri dan pengaruh penyempitan arteri koroner utama pada
kurva Frank-Starling.C=kurva tanpa restriksi; O=kurva dengan penyempitan arteri koroner
ringan; O’=kurva dengan penyempitanarteri koroner lebih berat. Modifikasi dari Sarnoff
dan Berglund, 1954.9
Pada tahun 1954, Sarnoff dan Berglund mengkaji hukum Frank-Starling
pada sistemsirkulasi anjing secara utuh. Mereka menemukan kinerja ventrikel
4
kiri dan isi sekuncup meningkat tajam sejalan dengan peningkatan preload,
sampai tekanan tertentu menjadi mendatar. Bila arteri koroner diikat, kinerja
ventrikel kiri dan isi sekuncup maksimal lebih rendah. Jika preload
ditingkatkan, kinerja ventrikel kiri dan isi sekuncup akan menurun.9
5
anak dapat dilakukan dengan lebih mudah. Lukito dkk menggunakan perasat
passive leg rising untuk memperkirakan respons fluid challenge pada anak
usia 1-8 tahun. Teknik ini juga merupakanmetode simulasi. Perasat passive
leg rising, menurut Lukito dkk, diawali dengan mengukurcurah jantung
pada posisi kepala dan badan anak membentuk sudut 45o terhadap bidang
horizontal (Gambar 3). Posisi anak kemudian diubah dengan ekstremitas
inferior anakmembentuk sudut 45o terhadap kepala dan badan yang dibuat
horizontal. Apabila pada posisi ini terdapat peningkatan curah jantung ≥10%,
yang diukur dengan teknik echocardiography, kemungkinan kurva
FrankStarling berada pada daerah preload dependence dengan sensitivitas
55% dan spesifisitas 85%.10
Gambar 3. Posisi anak pada perasat passive leg rising (PLR) Dikutip dan modifikasi dari
Lukito dkk, 2012.
Keterangan:
o cIVC=indeks kolapsibilitas vena cava inferior;
o IVCmax= diameter terbesar vena cava inferior yang diukur dengan
teknik echocardiography;
o IVCmin=diameter terkecil vena cava inferior yang diukur dengan
teknik echocardiography. Indeks kolapsibilitas >50% berkorelasi
6
dengan tekanan atrium kanan 42% dapat memprediksi peningkatan
curah jantung setelah pemberian cairan resusitasi dengan spesifisitas
97% dan positive predictive value (PPV) 90%.
7
Defisit cairan 3-5% 6-9% ≥ 10%
Detak jantung Normal Normal / takikardi Takikardi
ringan
Tekanan darah Normal Normal Hipotensi
Laju pernapasan Normal Meningkat Meningkat,
asidosis
Warna kulit Normal Normal Pucat / mottled
Ekstremitas Hangat Hangat Dingin
Turgor kulit Normal Sedikit menurun Menurun
Mata dan ubun- Tidak cekung Cekung Sangat cekung
ubun
CRT Normal Memanjang Sangat memanjang
Urin Pekat Jumlahnya Oliguria
menurun
Kesadaran Sadar dan responsif letargi Penurunan
kesadaran
8
Tanda Syok 5,14
Tekanan darah diastolik < 100mmHg
Denyut jantung > 90 kali per menit
Capillary refill time > 2 detik
Laju pernafasan > 20 kali per menit
National Early Warning Score (NEWS) ≥ 5
Tanda Deplesi Intravaskular 5,14
Membran mukosa kering
Penurunan turgor kulit
Hipotensi ortostatik dan peningkatan ortostatik denyut nadi
Akral dingin
Penurunan jugular venous pressure (JVP)
Nadi cepat dan lemah
Tanda Overload Cairan 5,14
Edema paru
Peningkatan berat badan
Membran mukosa lembab
Edema perifer
JVP meningkat
2. Peralatan
Peralatan utama yang dibutuhkan dalam resusitasi cairan berupa rute
resusitasi dan berbagai jenis cairan sesuai indikasi. Secara garis besar,
peralatan yang dibutuhkan untuk resusitasi yaitu : 5,14
Kateter intravena ukuran terbesar : 14-gauge atau 16-gauge
Cairan infus : kristaloid, koloid, komponen darah
Peralatan tambahan pada pemasangan rute intravaskuler secara vena
seksi dan venasentral (minor set, CVC set)
a. Rute Resusitasi CairanRute Intravaskular:
Rute intravaskuler didapatkan dengan pemasangan kateter
intravena/abocath standar ukuran besar dan pendek (14-gauge sampai 16-
gauge) pada vena perifer secara perkutan. Dengan infusion pump, rute ini
dapat dimasuki 1liter cairan kristaloid dalam 10 hingga 15 menit atau 1
9
unit packed red blood cells (PRC) selama 20 menit. 5,14
b. Rute Intraosseous:
Rute intraosseous diindikasikan pada pasien dewasa, anak, bayi, dan
neonatus yang membutuhkan resusitasi cairan segera namun rute
intravaskular sulit didapatkan. Rute intraosseous merupakan rute
sementara, dengan jangka waktu penggunaan 72 – 96 jam. Pemasangan
rute intraosseous dilakukan di tibia bagian proksimal dan distal (pada
dewasa dan anak) dan humerus bagian proksimal atau femur bagian
anterolateral (pasien dewasa). Pemasangan rute intraosseous dapat
dilakukan dengan jarum khusus intraosseous atau kateter intravena
berukuran besar.5,14
Jenis Cairan
Jenis cairan yang dapat diberikan selama resusitasi cairan berupa
kristaloid, koloid, dan komponen darah.1,11,15
Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid merupakan cairan yang ditujukan untuk
menggantikan volume intravaskuler. Cairan kristaloid merupakan
cairan isotonik, seperti NaCl 0,9% (Normal Saline) maupun Ringer
Laktat. Normal saline mengandung 154 mEq/L Na+ dan Cl-, dengan
pH 5,7 dan osmolalitas 308 mOm/L. Pemberian normal saline dalam
jumlah besar berisiko menyebabkan asidosis metabolik
hiperkloremik. Ringer Laktat merupakan cairan yang mengandung
Ca++, K+, dan laktat. Pada syok yang disebabkan oleh pendarahan,
Ringer Laktat lebih sering digunakan untuk meminimalisir asidosis
dan tidak menyebabkan hiperkloremia. Ringer laktat
dikontraindikasikan bila diberikan bersamaan dengan produk
komponen darah, karena dapat mencetuskan timbulnya bekuan
darah.11,15
Cairan Koloid
Cairan koloid merupakan cairan yang memiliki molekul besar, di
mana koloid sendiri didefinisikan sebagai suspensi partikel dengan
diameter 1 sampai 1000 nm yang bercampur dengan solven dan
10
terpengaruh oleh gravitasi.1,11
Secara umum, koloid terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 1,11
o Koloid natural, seperti albumin
o Koloid sintetik, seperti starch, dextran, dan gelatin
Albumin merupakan derivat plasma manusia yang memiliki berat
molekuler 66.000 Da dan berperan pada 80% tekanan onkotik koloid
plasma. Sediaan albumin terdiri dari konsentrasi 4 – 5% atau 20 –
25%. Pemberian albumin 25% dapat menarik cairan dari ruang
interstisial ke intravaskuler sehingga dapat meningkatkan volume
plasma 4 hingga 5 kali dari volume albumin yang diberikan. 1,11
Gelatin merupakan cairan derivat bovine collagen – gelatin dengan
berat molekul 35.000 Da. Gelatin diekskresikan dengan cepat oleh ginjal
dan hanya sekitar 20% beredar di intravaskuler selama 90 menit. Gelatin
memiliki risiko anafilaksis yang tinggi (1 dari 290) dan risiko teoritis
terhadap Creutzfeldt-Jakob disease (CJD), sehingga gelatin tidak
direkomendasikan sebagai cairan resusitasi. 1,11
Hydroxyethyl starch merupakan koloid sintetik dari hidrolisis
amilopektin dengan berat molekul 130 hingga 200 kDa. Penggunaan
hydroxyethyl starch tidak lagi direkomendasikan karena efek
sampingnya seperti mengganggu fungsi ginjal, menyebabkan
koagulopati dan perdarahan akibat penurunan faktor VII dan faktor
vonWillebrand, serta gangguan trombosit. 1,11
Dekstran merupakan molekul polisakarida yang dapat digunakan
untuk meningkatkan volume plasma dan menurunkan viskositas
darah. Pada praktiknya, dekstran jarang digunakan karena berbagai
efek sampingnya, seperti gangguan fungsi ginjal, reaksi anafilaksis,
dan perdarahan akibat penghambatan produksi faktor VII dan faktor
von Willebrand. Penggunaan dekstran juga dapat mengganggu
proses crossmatch pada transfusi darah.1,11
Komponen Darah
Selain dengan kristaloid dan koloid, resusitasi dapat dilakukan dengan
pemberiandarah. Pemberian produk darah berupa packed red blood cells
(PRC) diberikan pada syok dengan kehilangan volume darah lebih dari 30%
11
atau syok hemoragik kelas III (moderate) dan IV (severe).11,16
Pemberian PRC dilakukan tanpa ABO-rhesus typing dan cross-matching,
yakni golongan O Rhesus (-). Namun, dengan populasi Rh (-) yang kecil di
Indonesia, KementerianKesehatan merekomendasikan transfusi darah darurat
diberikan dengan golongan darah O Rhesus (+).11,16
3. Posisi Pasien
Posisi pasien bergantung pada jenis rute intravaskuler yang digunakan
selama resusitasi cairan. Pada pemasangan rute vena perifer, pasien
diposisikan secara supinasidengan ekstremitas lokasi pemasangan rute perifer
terjangkau. Pada pemasangan rute vena sentral di lokasi vena jugularis dan
subclavia, pasien diposisikan secara reverse Trendelenburg dengan kepala
menoleh ke arah kontralateral lokasi pemasangan. Padapemasangan rute vena
sentral di lokasi vena femoral, pasien diposisikan secara supinasi dengan
membuka area inguinal yang dapat dilakukan dengan menekuk lutut tungkai
lokasi pemasangan dengan daerah lateral tungkai berada di atas bed
pasien.17,18
4. Prosedural
Prosedural mengenai resusitasi cairan terbagi berdasarkan jenis kondisi
pasien yang membutuhkan resusitasi, seperti syok hemoragik, syok
kardiogenik, syok neurogenik, syok septik, ketoasidosis diabetik, dan syok
hipovolemik akibat gejala gastrointestinal.1,11, 16,19 ,20,21
a. Syok Hemoragik
Pada syok hemoragik, resusitasi cairan dimulai dengan dosis inisial bolus
1 liter kristaloid hangat secepat mungkin. Pemberian kristaloid dapat
dilakukan sebanyak 3 – 4 kali jumlah perdarahan. Pada pasien dengan
keadaan hemodinamik tidak stabil yang berkelanjutan atau perdarahan
yang sedang berlangsung (perdarahan internal maupun eksternal) resusitasi
dengan komponen darah diperlukan. Komponen darah yang dapat
diberikan adalah PRC, FFP dan platelet. Resusitasi cairan diberikan
sebagai upaya sementara sampai terjadinya kontrol perdarahan.
Sementara, tindakan emergensi yang dapat dilakukan adalah
mengendalikan perdarahan dengan pemasangan splint pada tulang
12
panjang, splint pada tulang pelvis dan balut tekan pada luka terbuka.1,16,19,20
b. Syok Kardiogenik
Resusitasi cairan pada syok kardiogenik dilakukan sebagai terapi dan
penegakan diagnosis terhadap sumber masalah syok. Resusitasi cairan
dilakukan dengan pemberian fluid challenge, yaitu 100 – 250 ml normal
saline. Pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh masalah volume,
pemberian fluid challenge akan memperbaiki tanda vital pasien.
Resusitasi cairan pada syok kardiogenik diikuti dengan pertimbangan
penggunaan vasopresor.19,20,21
c. Syok Neurogenik
Pemberian cairan resusitasi diberikan sebagai terapi suportif pada syok
neurogenik. Infus cepat 1 – 2 liter kristaloid melalui 2 jalur vena
diberikan pada pasien dengan syok neurogenik. Resusitasi cairan pada
jenis syok ini diikuti dengan pemberian vasopresor dan stabilisasi
medulla spinalis, karena volume bukan merupakan masalah utama pada
syok neurogenik.16,19
d. Syok Septik
Resusitasi cairan pada syok septik tidak berbeda dengan syok distributif
lain, seperti syok neurogenik. Resusitasi dilakukan dengan pemberian
infus cepat 1 – 2 liter kristaloid selama 1 – 2 jam. Resusitasi cairan pada
syok septik dapat diikutidengan pemberian vasopresor.19,20
e. Ketoasidosis Diabetik
Pada ketoasidosis diabetik yang menyebabkan syok hipovolemik,
resusitasi cairan dilakukan dengan pemberian normal saline sebanyak 1 –
2 liter. Resusitasi cairan pada ketoasidosis diabetik diikuti dengan
pemantauan pH darah dengan AGD, keton darah, kadar glukosa dan
natrium darah.11,19
5. Follow Up
Pemberian resusitasi cairan dapat diakhiri bila terdapat perbaikan pada:
Kriteria klinik, seperti tekanan darah, nadi, volume urin, dan
central venouspressure
Oksigenasi sistemik yang ditandai oleh:
13
o Oxygen uptake (VO2) > 100 ml/menit/m2
o Arterial base deficit > 2 mEq/L
o Lactate serum < 2 mEq/L
2.2.2 Edukasi Pasien Resusitasi Cairan
Edukasi pasien mengenai resusitasi cairan perlu diberikan. Resusitasi
cairan biasanya dilakukan bersamaan dengan tindakan lain, sehingga
informed consent resusitasi cairan dapatdilakukan bersama tindakan lain.20
Pasien yang membutuhkan resusitasi cairan juga memiliki kondisi yang
tidak baik saat datangke unit gawat darurat, maka edukasi mengenai keadaan,
upaya yang dilakukan, rencana tindakan selanjutnya, dan kemungkinan
terburuk yang dapat dialami pasien harus dilakukan. Selain itu, edukasi
mengenai pencegahan terjadinya kondisi serupa dapat dilakukan ketika
kondisi pasien sudah stabil.20
2.2.3 Protokol Resusitasi Cairan
Rivers dkk mengajukan metode early goal directed therapy sebagai cara
mengatasi syok septik (pada orang dewasa). Langkah awal protokol tersebut
adalah pemberian bolus kristaloid sebanyak 500 ml tiap 30 menit untuk
mencapai tekanan vena sentral (central venouspressure = CVP) 8-12 mmHg.
Selanjutnya, bila mean arterial pressure kurang dari 65 mmHg, protokol
menganjurkan pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan
minimal 65 mmHg. Jika mean arterial pressure lebih dari 90 mmHg, protokol
menganjurkan pemberian vasodilator. Pemberian cairan resusitasi hingga
nilai CVP tertentu, dikenal dengan metode statis. Kelemahan metode ini
adalah menggunakan nilai baku yang sama untuk semua orang. Ketika
kontraktilitas menurun, nilai statis yang ditentukan dapat berada pada daerah
preload independence kurva Frank-Starling.5
Pada tahun 1979, Weil dan Henning memperkenalkan teknik fluid
challenge dengan metode dinamis yang kemudian di kenal dengan rule of
Weil atau perasat 5-2. Metode ini mempertimbangkan status preload pada
kurva Frank Starling yang ditentukan oleh compliance jantung. Compliance
adalah ukuran distensibilitas stuktur sferis yang ditetukan oleh perubahan
volume untuk setiap perubahan tekanan (pressure). Berdasarkan pemikiran
14
ini, maka peningkatan nilai CVP yang tinggi secara mendadak, menandakan
penurunan compliance jantung, atau kurva Frank-Starling telah sampai pada
daerah preload independence. Perasat Weil menganjurkan pemberian cairan
resusitasi yang dipandu nilai CVP. Apabila CVP kurangatau sama dengan 8
cm H2 O maka cairan resusitasi diberikan 200 ml melalui vena perifer, dalam
waktu 10 menit (Tabel 2). Jika CVP lebih dari 8 cm H2 O, tetapi kurang dari
14 cm H2O maka cairan resusitasi diberikan 100 ml dalam waktu 10 menit.
Jika CVP sama atau lebih besar dari 14 cm H2 O, cairan resusitasi diberikan
50 ml dalam waktu 10 menit. Namun, apabila selama pemberian cairan
resusitasi, nilai CVP meningkat lebih dari 5 cm H2 O, pemberian cairan
harus dihentikan. Jika setelah pemberian cairan resusitasi CVP meningkat
lebih dari 5 cm H2 O pemberian cairan tidak dilanjutkan, sedangkan bila
kurang dari 2 cm H2 O, pemberiancairan diulangi dari langkah awal. Apabila
CVP meningkat kurang dari 5 cm H2 O tetapi lebihdari 2 cm H2 O dari nilai
awal, pasien dipantau selama 10 menit; tetapi jika setelah pemantauan nilai
CVP tetap lebih dari 2 cm H2 O, pemberian cairan resusitasi dihentikan. Pada
keadaan CVP turun kembali hingga 2 cm H2 O atau lebih rendah, pemberian
cairan diulangi dari awal hingga tanda syok teratasi. Penyesuaian jumlah
cairan terhadap kenaikan CVP bertujuan untuk mencegah pemberian cairan
berlebihan di luar kemampuan jantung.19
Pada tahun 1999, Michard dkk melaporkan bahwa variasi tekanan
arteri (pulse pressure variation=PPV), pada pasien acute lung injury (ALI)
yang menggunakan ventilator, dapat digunakan untuk menduga
hemodinamik pada pemberian cairan resusitasi (Gambar 3). PPV dibakukan
dengan rumus 1, sebagai berikut:22
15
Peningkatan tekanan intratoraks akan mengakibatkan penurunan preload dan
peningkatan afterload ventrikel kanan, mengakibatkan penurunan isi
sekuncup ventrikel kanan. Namun demikian, tekanan positif juga akan
mendorong darah yang berada dalam vaskular paru, sehingga meningkatkan
preload ventrikel kiri. Tekanan positif intratoraks juga meringankan kerja
ventrikel kiri yang harus mendorong darah ke luar rongga torak. Karena itu
pada fase inspirasi, isi sekuncup ventrikel kiri meningkat, sedangkan pada
fase ekspirasi, tekanan intratoraks menurun kembali. Pada fase ini, preload
ventrikel kanan meningkat dan afterload ventrikel kanan menurun. Kondisi
ini mengakibatkan peningkatan isi sekuncup ventrikel kanan. Namun
demikian, penurunan isi sekuncup ventrikel kanan pada fase inspirasi akan
menjadi preload ventrikel kiri pada fase ini.22
Gambar 4. Pulse Pressure Variation (PPV). Dikutip dan modifikasi dari Michard dkk, 1999
Demikian pula tugas ventrikel kiri memompa darah ke luar rongga torak,
mendapat bantuan tekanan positif intratorak tidak sebesar seperti pada fase
inspirasi. Oleh karena itu, pada fase ekspirasi, isi sekuncup ventrikel kiri
menurun (Gambar 4). Telaah sistematik oleh Marik dan rekan, pada tahun
2009, memperlihatkan bahwa PPV (12.5±1.6)% mempunyai sensitivitas 89%
dan spesifisitas 88% dalam menilai fluid responsiveness.
16
Gambar 5. Pengaruh ventilasi tekanan positif terhadap kinerja ventrikel kanan dan kiri. A. Isi
sekuncup ventrikel kanan pada fase inspirasi ventilasi mekanik. B Isi sekuncup ventrikel kanan
pada fase ekspirasi ventilasi mekanik. C. Isi sekuncup ventrikel kiri pada fase inspirasi ventilasi
mekanik. D. Isi sekuncup ventrikel kiri pada fase ekspirasi ventilasi mekanik. Keterangan:
VC=vena cava; VKa=ventrikel kanan; VKi=ventrikel kiri; AP=arteri pulmonalis
17
2. Derajat II dangkal :
Mengenai epidermis dan superficial dermis
Kulit tampak hiperemis, lembab, nyeri dan terbentuk bulla
Sembuh < 3 minggu
3. Derajat II dalam :
Mengenai epidermis dan sebagian besar dermis
Sembuh > 3 minggu dengan meninggalkan parut
4. Derajat III :
Mengenai epidermis & dermis serta lapisan di bawahnya.
Kulit tampak pucat, abu-abu dan permukaan lebih rendah dari
sekitarnya.
Tidak ada bulla dan tidak nyeri
Memerlukan skin graft, lama sembuh
2.3.3 Luas Luka Bakar 23
1. Pada orang dewasa digunakan Rule of Nine dari Wallace,
2. Bayi digunakan rumus 10
3. Pada anak rumus 10-15-20
4. Rumus Baxter : 4 ml x kg BB x luas luka bakar
Gambar 6. Perhitungan Luas Permukaan Tubuh untuk Pasien dengan Luka Bakar
18
2.3.4 Resusitasi
Luas luka bakar dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika
memungkinkan timbang berat badan pasien atau tanyakan saat anamnesis.
Perhitungan kebutuhan cairan dilakukan pada waktu pasien mengalami
trauma luka bakar, bukan saat pasien datang. Disarankan menggunakan
cairan RL, 50% total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam waktu
24 jam. Tahap 1 diberikan 8 jam dan tahapn2 diberikan 16 jam setelahnya.
Cairan harus diberikan menggunakan 2 jalur intravena (ukuran 16 G untuk
dewasa), diutamakan untuk dipasang pada kulit yang tidak terkena luka
bakar.24
Tabel 3 Formula perhitungan resusitasi cairan untuk pasien dengan luka
bakar.23
Formula Cairan 24 jam Kristaloid Pada Koloid Pada 24 jam
Pertama 24 kedua
jam kedua
Parkland RL 4 ml / kg / 20-60% estimate Pemantauan output
%LB plasma volume urine
30 ml/jam
Evans (Yowler, Larutan saline 1 50% volume 50% volume cairan
2000) ml/kg/%LB, 2000 cairan24 jam 24jam pertama
ml D5W*, dan pertama +
koloid 1 2000 ml D5W
ml/ kg / %LB
Slater (Yowler, RL 2 L/24 jam +
2000) fresh frozen
plasma75
ml/kg/24 jam
Brooke RL 1.5 ml / kg / 50% volume 50% volume cairan
(Yowler,2000) %LB, koloid 0.5 cairan24 jam 24jam pertama
ml /kg/ %LB, pertama +
dan 2000 ml 2000 ml D5W
D5W
Modified RL 2 ml / kg /
Brooke %LB
19
MetroHealth RL + 50 mEq ½ lar. Saline, 1 U fresh frozen
(Cleveland) sodium pantauoutput plasmauntuk tiap liter
bicarbonate per urine dari ½ lar. saline yg
liter, 4 ml / kg / digunakan
%LB + D5W dibutuhkan utk
hipoglikemia.
Monafo 250 mEq/L saline 1/3 lar. Saline,
hypertonic pantau output pantau output
Demling urine 30 ml/jam, urine
dextran 40dalam
lar. saline 2
ml/kg/jam untuk 8
jam, RL pantau
output urine 30
ml/jam, dan fresh
frozen plasma 0.5
ml/jam untuk 18
jam dimulai 8 jam
setelah
terbakar.
20
2.3.6 Formula Baxter/Parkland
RL : 4ml / kgBB / % LB 23
pemantauan jumlah diuresis antara 0,5 - 1 ml/kgBB/ jam 23
2.3.7 Resusitasi cairan pada syok
Cairan kristaloid 23
Tiga kali defisit cairan yg menyebabkan syok diberikan dlm 2 jam pertama
23
21
Parut hipertofik dan keloid pasca luka bakar merupakan masalah mayor
yang masih sulit untuk diatasi pada kasus luka bakar. Biasanya luka yang
hiperemis mulai kembali normal sekitar 9 minggu setelah terjadinya
cedera. Pada luka yang memiliki kecenderungan menjadi hipertrofik,
pembentukan pembuluh darah baru akan meningkat yang menyebabkan
eritema dan kontraksi sehingga terbentuk hipertrofi.24
2.3.9 Prognosis
Oleh karena begitu lama dan panjangnya perawatan pada pasien luka
bakar di seluruh unit luka bakar, penentuan prognosis mortalitas pada pasien
luka bakar sangatlah penting untuk memprediksi hasil dari perawatan luka
bakar tersebut. Salah satu model yang paling sering digunakan untuk
menentukan prognosisnya yaitu ABSI (abbreviated burn severity index).24
Tabel 5. ABSI (abbreviated burn severity index) 24
22
BAB III
KESIMPULAN
Resusitasi cairan merupakan bagian dari tata laksana hemodinamik yang bertujuan
untuk mencukupi kebutuhan oksigen. Sebelum resusitasi cairan, perlu dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Resusitasi cairan diberikan bila
ditemukan kondisihipovolemia, yaitu kurangnya volume darah atau cairan dalam
pembuluh darah. Kondisi ini dapat menimbulkan gejala berupa tekanan darah
rendah, denyut nadi dan napas menjadi cepat, serta suhu tubuh menurun. Rehidrasi
cairan melalui intravena diperlukan untuk pasien yang tidak dapat dilakukan
rehidrasi enteral. Jenis cairan yang dapat diberikan selama resusitasi cairan yaitu
kristaloid, koloid, dan komponen darah. Pemberian resusitasi cairan dapat diakhiri
jika terdapat perbaikan secara klinis dan oksigenasi sistemik. Edukasi pasien
mengenai resusitasi cairan dapat dilakukan bersama tindakan lain. Luas luka bakar
dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika memungkinkan timbang berat badan
pasien atau tanyakan saat anamnesis. Perhitungan kebutuhan cairan dilakukan pada
waktu pasien mengalami trauma luka bakar, bukan saat pasien datang. Disarankan
menggunakan cairan RL, 50% total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap
dalam waktu 24 jam. Tahap 1 diberikan 8 jam dan tahapn2 diberikan 16 jam
setelahnya. Cairan harus diberikan menggunakan 2 jalur intravena (ukuran 16 G
untuk dewasa), diutamakan untuk dipasang pada kulit yang tidak terkena luka
bakar. ll
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Ventilated Patients: a Systematic Review of the Literature. Crit Care Med.
2019;37.
15. Australian & New Zealand Burn Association. Initial Management of Severe
Burns. ANZBA; 2019.
16. PB IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama. PB IDI; 2019.
17. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S. Pedoman Pelayanan Klinis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2020.
18. Lukito V, Djer M, Pudjiadi A, Munasir Z. The Role of Passive Leg Raising
to Predict Fluid Responsiveness in Pediatric Intensive Care Unit Patients.
Pediatr Crit Care Med. 2021;13.
19. PERKI. Advanced Cardiac Life Support (ACLS). PERKI; 2019.
20. Moreno F, Hagan A, Holmen J, Pryor T, Strickland R, Castle C. Evaluation
Of Size And Dynamics Of The Inferior Vena Cava As An Index Of Right-
Sided Cardiac Function. Am J Cardiol. 2018;53.
21. Kircher B, Himelman R, NB NS. Noninvasive Estimation Of Right Atrial
Pressure From The Inspiratory Collapse Of The Inferior Vena Cava. Am J
Cardiol. 2020;66.
22. Michard F, Chemla D, Richard C, Wysocki M, Pinsky M, Lecarpentier Y.
Clinical Use of Respiratory Changes in Arterial Pulse Pressure to Monitor
the Hemodynamic Effects of PEEP. Am J Respir Crit Care Med. 2018;159.
23. Hettiaratchy S, Dziewulski P. Clinical Review of Burns Pathophysiology
and Types of Burn. BMJ. Published online 2005.
24. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor Hk 01.07/Menkes/555/2019 Tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia; 2019.
25