Anda di halaman 1dari 20

TUGAS REFERAT

TERAPI CAIRAN PADA PASIEN ANAK/ NEONATUS, PASIEN SECTIO


CAESAREA, DAN PASIEN ILEUS/ PERITONITIS
HALAMAN JUDUL
Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An

Disusun Oleh:
Zudha Mauliyani J510185011
Riski Ima Rahmawati J510185031

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

RSUD KARANGANYAR

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS REFERAT
TERAPI CAIRAN PADA PASIEN ANAK/NEONATUS, PASIEN SECTIO
CAESAREA, DAN PASIEN ILEUS/PERITONITIS

Diajukan Oleh :
Zudha Mauliyani J510185011
Riski Ima Rahmawati J510185031

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari………………….

Penguji :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)

Dipresentasikan di hadapan :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Iin Novita M., M. Sc, Sp. PD (.................................)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
A. Terapi Cairan ............................................................................................ 3
B. Terapi Cairan pada Pasien Anak/Neonatus .............................................. 4
C. Terapi Cairan pada Pasien Sectio Caesarea.............................................. 5
D. Terapi Cairan pada Pasien Ileus/Peritonitis .............................................. 9
BAB III PENUTUP ...............................................................................................15
Kesimpulan ....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................16

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkanrahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat dengan judul “TERAPI CAIRAN PADA PASIEN ANAK/NEONATUS,
PASIEN SECTIO CAESAREA, DAN PASIEN ILEUS/PERITONITIS”.Referat
ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh kepaniteraan di
bagian Anestesi di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan yang turut
memberikan bantuan, bimbingan, kritik maupun saran dalam penyusunan
referat ini.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih ada
banyak kekurangan,karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan untuk perbaikan dan memperluas wawasan penulis. Semoga
referat ini dapat memberi tambahan pengetahuan bagi penulis khususnya, dan
manfaat bagi pembaca umumnya.

Penulis

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sel-sel hidup dalam tubuh dikelilingi cairan interfisial yang mengandung
konsentrasi nutrien, gas, dan elektrolit yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi normal sel. Kelangsungan hidup memerlukan lingkungan internal yang
konstan (homeostatis). Mekanisme regulator penting untuk mengendalikan
keseimbangan volume, komposisi, dan keseimbangan asam, basa cairan tubuh
selama fluktuasi metabolik normal atau saat terjadi abnormalitas seperti penyakit
atau trauma.Menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan
komposisinya tetap stabil adalah penting untuk homeostatis. Sistem pengaturan
mempertahankan konstannya cairan tubuh, keseimbangan cairan elektrolit dan
asam basa, dan pertukaran kompartemen cairan ekstraselular dan intraselular.
Dalam tubuh yang sehat 60% dari berat badan terdiri dari air. Air terdapat
dalam 2 komponen (cairan intraselular dan cairan ekstraselular). Ekstraselular
dibagi menjadi 2 yaitu interstisial dan intravaskuler. Dari sejumlah cairan dalam
tubuh, 2/3 berada dalam intraselular, 1/3 ekstraselular (65% interstisial,
intravaskuler 35%). Misalnya, seseorang dengan berat badan 60 kg, cairan dalam
tubuhnya 40L yang terdiri dari cairan intraselular 27L, dan cairan ekstraselular
13L (cairan interstisial 8L, cairan intravaskular 5L).
Dengan mengetahui persentase air dalam tubuh harus dipahami bahwa
hilangnya sejumlah air dalam tubuh dengan presentase yang sama akan
menimbulkan akibat yang berbeda. Kehilangan cairan dalam tubuh bayi lebih
berakibat serius karena menggoyahkan homeostatis 60% dari BB.
Penatalaksanaan pasien dengan gangguan cairan dan elektrolit memerlukan
pemahaman tentang komposisi cairan di dalam tubuh, kompartemen serta
metabolisme air dan elektrolit. Sebagian besar komposisi tubuh adalah air.
Hampir 60% pada pria dan 50% pada wanita adalah air. Keseluruhan jumlah air
ini disebut sebagai total body water (TBW). TBW dibagi menjadi 2 bagian

1
2

volume yaitu volume cairan ekstraselular (ECF) dan volume cairan intraselular
(ICF).
ECF didefinisikan sebagai seluruh cairan di dalam tubuh yang terdapat di
luar sel. ECF dibagi dalam cairan plasma dan cairan interstisial. Normalnya ECF
adalah 40% dari TBW. Intraselular fluid (ICF) didefinisikan sebagai volume
cairan yang berada di dalam sel. ICF mencapai 60% dari TBW. Keseimbangan air
dipertahankan dengan merubah intake dan ekskresi air. Intake dikontrol oleh rasa
haus, sedangkan ekskresi air dikendalikan oleh ginjal melalui hormon ADH (Anti
Diuretik Hormon). Kebutuhan cairan ditentukan oleh berat badan. Rata-rata
membutuhkan 25-30 cc/kgBB/hari.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana terapi cairan pada pasien Anak/Neonatus?
2. Bagaimana terapi cairan pada pasien section caesarea?
3. Bagaimana terapi cairan pada pasien Ileus/Peritonitis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui terapi cairan pada pasien Anak/Neonatus
2. Untuk mengetahui terapi cairan pada pasien section caesarea
3. Untuk mengetahui terapi cairan pada pasien ileus/peritonitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Terapi Cairan
Pemberian cairan bertujuan untuk memulihkan volume sirkulasi darah.
Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien dengan tindakan bedah.
Gangguan cairan yang terjadi dikarenakan kombinasi dari faktor-faktor sebelum
pembedahan, selama pembedahan dan sesudah pembedahan.Faktor sebelum
bedah berhubungan dengan kondisi penyerta, prosedur diagnostic yang dilakukan
sebelum operasi, pemberian obat sebelum proses operasi dan restriksi cairan
sebelum operasi. Faktor selama pembedahan berhubungan dengan perlakuan
anestesi, kehilangan akibat perdarahan, dan kehilangan cairan akibat proses
penguapan oleh karena proses operasi yang lama.
Berdasarkan jenisnya, cairan intravena ada 3 macam :

1. Cairan kristaloid :Na Cl 0,9%, Lctate Ringer, Ringer’ solution, Dextrose


5%
2. Cairan Koloid : Albumin, Plasma protein fraction (Plasmanat), Koloid
sistemik (dextran, hetastarch)
3. Cairan Khusus : NaCl 0,9 %, mannitol 20 % dan sodium bicarbonate
Berdasarkan tujuan terapi, cairan intravena ada 3 macam :
1. Cairan Rumatan (maintenance)
Cairan bersifat hipotonisMisal : Dextrose 5 %, 5%Dextrose in 0,25NS dan
Dextrose in 0,5 NS
2. Ciaran Pengganti
Cairan bersifat isotonis
Misal : Lactate Ringer, NaCl 0,9% dan Koloid
3. Cairan Khusus
Cairan bersifat hipertonis
Misal : NaCl 3 %, mannitol 20%, dan sodium bicarbonas (bic-nat)

3
4

B. Terapi Cairan pada Pasien Anak/Neonatus


Kebutuhan cairan

1. Berat badan sampai 10 kg : 4 ml/kg/jam


2. Berat badan 10-20 kg : BB 10 kg+ 2 ml/kg/jam sisa BB
3. Berat badan > 20 kg : BB 10 kg+ BB 10 kg ii + 1
ml/kg/jam sisa BB

Volume darah

1. Prematur : 100 ml/kg


2. Neonatus :85-90 ml/kg
3. Bayi : 80 ml/kg
4. Anak : 75-80 ml/kg

Hematokrit

1. Neonatus : 55%
2. Bulan ke 3 : 30%
3. Bulan ke 6 :35 %

CAIRAN

Tabel 1 : Kebutuhan cairan inisial pada neonatus

Jumlah cairan (ml/kg BB/hari)


Berat badan (kg)
< 24 jam 24-28 jam > 48 jam

< 1,0 100 – 150 120 – 150 140 – 190

1,0 – 1,5 80 – 100 100 – 120 120 – 160

> 1,5 60 – 80 80 - 120 120 – 160


5

ELEKTROLIT
Tabel 2 : Kebutuhan elektrolit yang dianjurkan pada neonatus

Elektrolit Dosisi harian yang dianjurkan (meq/kg/BB)

Kalium 1–4

Natrium 2–5

Klorida 1–5

Kalsium 3–4

Magnesium 0,3 – 0,5

Fosfor 1 – 2 mmol/kg

C. Terapi Cairan pada Pasien Sectio Caesarea


Pada pasien Sectio caesarea perlakuan anestesi spinal dapat menyebabkan
terjadinya hipotensi akibat hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardi dan
vasokonstriksi.
Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan pada
keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung sampai beberapa hari
pasca trauma atau bedah. Perubahan-perubahan tersebut terutama sebagai akibat
dari :

1. Kerusakan sel di lokasi pembedahan


2. Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum
3. Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah
4. Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase
penyembuhan.
Pasien hamil dengan operasi bedah sesar, akan mengalami kondisi
gangguan cairan dan elektrolit.Perubahan fisiologis pada kehamilan dipengaruhi
oleh perubahan hormon estrogen. Perubahan yang berpotensi mengakibatkan
gangguan cairan adalah gangguan yang berasal dari sirkulasi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa volume jantung dikatakan bertambah besar secara normal
6

sekitar 75 ml antara awal dan akhir kehamilan. Peningkatan isi sekuncup dapat
mencapai 30% dengan frekuensi denyut sampai 15%. Sedangkan peningkatan
curah jantung dapat meningkat sampai 40%. Uterus yang besar dapat menekan
aorta abdominal dan vena cava, sehingga pada posisi terlentang tekanan yang
diberikan juga besar. Hal ini dapat menurunkan curah jantung yang
mengakibatkan tensi menurun.
Satu diantara terapi cairan pengganti yang umum digunakan dalam preload
pada operasi bedah sesar adalah :

1. Ringer Lactat
Ringer laktat adalah cairan yang isotonis dengan darah dan dimaksudkan
untuk cairan pengganti. Ringer laktat merupakan cairan kristaloid. Ringer laktat
digunakan diantaranya untuk luka bakar, syok, dan cairan preload pada operasi.
Ringer laktat merupakan cairan yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan
plasma. Satu liter cairan ringer laktat memiliki kandungan 130 mEq ion natrium
setara dengan 130 mmol/L, 109 mEq ion klorida setara dengan 109 mmol/L, 28
mq laktat setara dengan 28 mmol/L, 4 mEq ion kalium setara dengan 4 mmol/L, 3
mEq ion kalsium setara dengan 1,5 mmol/L. Anion laktat yang terdapat dalam
ringer laktat akan dimetabolisme di hati dan diubah menjadi bikarbonat untuk
mengkoreksi keadaan asidosis, sehingga ringer laktat baik untuk mengkoreksi
asidosis. Laktat dalam ringer laktat sebagian besar dimetabolisme melalui proses
glukoneogenesis. Setiap satu mol laktat akan menghasilkan satu mol bikarbonat.
Pasien dengan kondisi hamil memiliki kadar laktat yang berbeda karena plasenta
menghasilkan laktat yang akan menuju sirkulasi maternal.

2. Ringer Asetat Malat


Saat ini berbagai penelitian tentang cairan pengganti dilakukan untuk
menemukan cairan yang paling tepat. Cairan pengganti yang diberikan pada
pasien harus memiliki kadar elektrolit yang mendekati kadar elektrolit plasma
untuk mencegah terjadinya gangguan elektrolit dan gangguan metabolisme.
Ringer asetat malat berbeda dengan ringer laktat. Ringer asetat malat
mengandung anion asetat dan malat yang dapat dimetabolisme di hati menjadi
7

bikarbonat. Asetat dan malat akan dimetabolisme di hati menjadi bikarbonat, satu
mol asetat akan diubah menjadi satu mol bikarbonat sedangkan satu mol malat
akan dirubah menjadi dua mol bikarbonat.Malat bekerja dalam waktu lebih lama
dibandingkan asetat, oleh karena itu kombinasi asetat dan malat merupakan
pilihan yang baik dalam suatu cairan.17 B.Braun mengatakan bahwa ringer asetat
malat lebih baik dari ringer laktat karena ringer asetat malat lebih isotonis. Ringer
asetat malat memiliki kadar natrium, kalium dan magnesium yang hampir sama
dengan plasma, sedangkan konsentrasi klorida memilki kadar yang sedikit lebih
tinggi dalam rangka mencapai osmolaritas fisiologis.
Ringer Asetat malat menunjukkan fitur sebagai berikut:

a. Larutan elektrolit penuh


b. Isotonis
c. Berisi Asetat/Malat bukan laktat
d. Memiliki base excess potential yang seimbang
e. Menjaga konsumsi oksigen rendah.

Ringer asetat malat digunakan dalam situasi klinis seperti berikut:

a. Penggantian kehilangan cairan ekstraseluler


b. Penggantian kehilangan cairan akibat muntah, diare, luka bakar, fistula
c. Kompensasi tuntutan kebutuhan cairan yang meningkat (deman,
berkeringat, hiperventilasi)
d. Dehidrasi isotonis
e. Penggantian volume intravasal sementara
f. Pemeliharaan perioperatif homeostasis cairan
g. Koreksi defisit cairan preoperative
h. Penggantian kehilangan darah atau trauma (misalnya dalam kombinasi
dengan koloid)
i. Penggantian kehilangan cairan karena penguapan dari daerah bedah atau
mekanik ventilasi dengan gas kering
j. Pengisian cairan interstitial
8

k. Pasokan cairan menggunakan anion yang dapat dimetabolisme selama


insufisiensi hati
l. Pengelolaan cairan isotonis pada pasien anak
m. Tambahan cairan substitusi intravasal pada orang tua.
Suatu cairan dikatakan sebagai cairan isotonis apabila mereka memiliki
osmolalita sama dengan plasma manusia atau osmolaritas teoritis yang sama
sebagai cairan NaCl fisiologis. Ringer asetat malat, dengan osmolalitas 286
mosm/kgH2O dan osmolaritas 304 mosm/l adalah isotonis. Tekanan osmotic
ditentukan oleh osmolaritas dan osmolalitas dari cairan. Osmolaritas dan
osmolalitas merupakan ukuran dari jumlah konsentrasi molar dari zat terlarut.

Pasien yang menjalani bedah sesar tanpa penyulit akan mengalami


perdarahan sekitar 400-500 ml (± 15 % dari EBV) dan dapat diganti dengan cairan
kristaloid dengan volume 3 kali jumlah perdarahan. Pemberian cairan NaCl 0,9%
9

dengan kecepatan 30 ml/kg/jam dalam dua jam dapat mengakibatkan kondisi


asidosis dimana terjadi penurunan pH dari 7,41 ke 7,28.

D. Terapi Cairan pada Pasien Ileus/Peritonitis

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit


dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum
dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan,
mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga
ketiga.
1. Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan
akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk
memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka
bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL)
sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa
diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
2. Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh
dan nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35
ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+=
1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang
hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat
10

kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water
losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Table 2. Rumus Holiday Segar


Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan
kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat
saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan
KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan
larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%.
Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang
antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu
diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau
kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya
infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai
kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan
harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke
ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar
kecilnya pembedahan, yaitu :
1. 6-8 ml/kg untuk bedah besar
2. 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
3. 2-4 ml/kg untuk bedah kecil
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa,
lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada
masa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada
diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan
11

pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup
diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan
Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi
yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih
dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami
pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan
cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit
bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau
rehidrasi sebelum induksi anestesi.
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung
berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat
pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau
evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya


bedah mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan
saja selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat
diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar
ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.
Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam
seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk
pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
12

Usia Jumlah Kebutuhan


(ml/Kg/Jam)

Dewasa 1,5 – 2
Anak 2–4
Bayi 4–6
Neonatus 3

Table 4. Pengganti deficit prabedah

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan


air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50
ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian
kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses
katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan
aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium.
Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium.
Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum,
pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi
kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar
albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca
bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis.
Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:


a. Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap
kenaikan 1°C suhu tubuh
b. Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau
muntah.
13

c. Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui


trakeostomi dan humidifikasi.

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan


yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan


tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan
nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

1. Konservatif/ Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu
diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi
dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang
keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.
Penatalaksanaan konservatif ileus antara lain :
a. Penderita dirawat di rumah sakit & dipuasakan.
b. Penderita dipuasakan (tidak makan & minum) sampai krisisnya
teratasi. Biasanya minimal 3 hari, luka operasi pada saluran cerna
dapat sembuh.
c. Kontrol status airway, breathing and circulation.
d. Dekompresi dengan nasogastric tube.
e. Intravenous fluids and electrolyte.
f. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
14

g. Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.


Dekompresi berguna untuk mengurangi tekanan dan peregangan dengan
mengeluarkan gas dan cairan. Kadang sebuah selang dimasukkan ke dalam usus
besar melalui anus untuk mengurangi tekanan. Sedangkan selang lainnya yang
dihubungkan dengan alat penghisap, dimasukkan melalui hidung menuju ke
lambung.
2. Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis ileus antara lain :
a. Antibiotik spektrum luas untuk bakteri anaerob dan aerob sebagai
profilaksis.
b. Analgesik apabila nyeri.
c. Antiemetik untuk mengurangi gejala mual muntah.
3. Operatif
Penatalaksanaan operatif ileus antara lain :
a. Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan
jenis obstruksi kolon.
b. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
c. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil explorasi selama laparotomi.
d. Lisis pita untuk band.
e. Herniorepair untuk hernia inkarserata.
f. Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
g. Reseksi usus dengan anastomosis.
h. Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh
ini didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam
metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama
pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Maka terapi
cairan amat diperlukan untuk pemeliharaan dan mencegah kehilangan cairan
terlalu banyak yang bisa membahayakan.
Cairan tubuh terdistribusi dalam ekstrasel dan intrasel yang dibatasi
membran sel. Adanya tekanan osmotik yang isotonik menjaga difusi cairan keluar
sel atau masuk ke dalam sel.
Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan
pasien, serta cairan infus itu sendiri. Pemberian infus yang tidak sesuai untuk
keadaan tertentu akan sia-sia dan tidak bisa menolong pasien.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anuektangse. Terapi Cairan Intravena pada Syok Hipovolemik. 2009. Diunduh dari
URL: aneuktangse.multiply.com/journal/item/130. (Diakses pada tangal 25
Oktober 2012)
Dachlan M uswan, Suryadi A. Kartini, Latief Said A. Petunjuk praktis anestesiologi:
terapi cairan pada pembedahan. Edisi-Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi
intensif. Jakarta: FKUI. 2002. Hal 133-140
Dobson MB. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC. 1994. Hal 41-46
Gwinnutt Carl L. Catatan Kuliah Anastesi Klinis. Edisi ke-3. Jakarta; EGC. 2011. Hal
49-50, 98-102.
Hall Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC. 1997. Hal 56-
69, 375-393
Muhiman Muhardi, Thaib Roesli, Sunartio. Anastesiologi: Bagian Anestiologi dan
Terapi Intensif. Jakarta: FKUI. Hal 87-92
Utama Yudha Herry, SP.B, MHKes. Terapi Cairan dan Elektrolit. 2008. Di unduh dari
http://wwwherryyudha.com/terapi-cairan-elektrolit.html (Diakses pada tanggal
25 Oktober 2012)
Wrobel Marc, Werth Marco. Pokok-Pokok Anstesi, Kompendium untuk Praktik Sehari-
hari. Jakarta: EGC. 2010. Hal 57-62

16

Anda mungkin juga menyukai