Anda di halaman 1dari 27

HALAMAN JUDUL

LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI USIA 20 TAHUN DENGAN EPILEPSI
DI RSUD KARANGANYAR

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian


Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf

PEMBIMBING :
dr. Listyo Asist P., M. Sc, Sp. S

dr. Eddy Rahardjo, Sp. S

Disusun Oleh :
Zudha Mauliyani, S.Ked
J510185011

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD KABUPATEN KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI USIA 20 TAHUN DENGAN EPILEPSI
DI RSUD KARANGANYAR

Diajukan Oleh :
Zudha Mauliyani, S. Ked J510185011

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari………………….

Penguji :
dr. Listyo Asist P., M. Sc., Sp. S (.................................)

dr. Eddy Raharjo, Sp. S (.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Iin Novita M., M. Sc, Sp. PD (.................................)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................................3
BAB I STATUS PASIEN .................................................................................................. 4
A. IDENTITAS PASIEN ................................................................................. 4
B. KELUHAN UTAMA .................................................................................. 4
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG ...................................................... 4
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU ........................................................... 4
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA ...................................................... 5
F. RIWAYAT KEBIASAAN .......................................................................... 5
G. ANAMNESIS SISTEM .............................................................................. 5
H. RESUME ANAMNESIS ............................................................................ 5
I. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................. 6
J. STATUS PSIKIS ......................................................................................... 7
K. STATUS NEUROLOGI ............................................................................. 7
L. PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................. 13
M. RESUME PEMERIKSAAN ..................................................................... 14
N. DIAGNOSIS ............................................................................................. 14
O. TERAPI ..................................................................................................... 14
P. PROGNOSIS ............................................................................................. 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 16
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 27

3
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Sdr. D
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gedangan Lor, Kaliwuluh, Karanganyar
Pekerjaan : buruh pabrik
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Pernikahan : Belum menikah
Tanggal Masuk RS : 19 Maret 2019
Tanggal Pemeriksaan : 20 Maret 2019

B. KELUHAN UTAMA

Kejang

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar mengatakan mengalami kejang
sekitar 2 jam SMRS. Kejang berupa kaku seluruh tubuh. Kejang berlangsung ± 5
menit dengan frekuensi 1 kali. Kejang terjadi saat pasien pulang kerja. Saat
kejang penderita tidak sadar, tangan penderita mengepal, mata penderita
mendelik ke atas, lengan dan tungkai ekstensi serta kaku, lidah tergigit ada,
keluar busa dari mulut tidak ada, mengompol tidak ada. Sebelum kejang pasien
merasa mual dan muntah.
± 6 tahun yang lalu pasien mengalami kejang pertama kali yaitu pada
tahun 2014. Kejang berupa kekakuan seluruh tubuh berlangsung ± 15 menit.
Sebelum kejang pasien merasa pusing dan saat kejang pasien tidak sadar.
Kemudian pasien menjalani pengobatan rutin selama 2 tahun. Pada tahun 2017
pasien mulai jarang berobat karena sudah tidak pernah mengalami serangan lagi.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat keluhan serupa : diterima
Riwayat hipertensi : disangkal
4
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat opname : diterima

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal

F. RIWAYAT KEBIASAAN
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum-minum beralkohol : disangkal

G. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal : Tidak ada keluhan
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : Mual, muntah
Sistem Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
Sistem Integumental : Tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan

H. RESUME ANAMNESIS
Pasien mengalami kejang sekitar 2 jam SMRS. Kejang berupa kaku
seluruh tubuh. Kejang berlangsung ± 5 menit dengan frekuensi 1 kali. Kejang
terjadi saat pasien pulang kerja. Saat kejang penderita tidak sadar, tangan
penderita mengepal, mata penderita mendelik ke atas, lengan dan tungkai
ekstensi serta kaku, lidah tergigit ada, keluar busa dari mulut tidak ada,
mengompol tidak ada. Sebelum kejang pasien merasa mual dan muntah.
± 6 tahun yang lalu penderita mengalami kejang pertama kali yaitu pada
tahun 2014. Kejang berupa kekakuan seluruh tubuh berlangsung ± 15 menit.
Sebelum kejang penderita merasa pusing dan saat kejang penderita tidak sadar.
Kemudian pasien menjalani pengobatan rutin selama 2 tahun. Pada tahun 2017
5
pasien mulai jarang berobat karena sudah tidak pernah mengalami serangan lagi.
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada. Riwayat sakit,
riwayat kejang demam tidak ada, riwayat infeksi susunan saraf tidak ada, riwayat
trauma kepala tidak ada, riwayat hipertensi, DM dan stroke tidak ada. Konsumsi
obat-obat terlarang dan antidepresan tidak ada.

I. PEMERIKSAAN FISIK

 Vital Sign dan Status Gizi


- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 71x/menit
- Respiratory rate : 20x/menit
- Suhu : 36,8 derajat celcius
- TB : ±165 cm
- BB : ± 60 kg
- IMT : 22,03
 Keadaan umum : baik, kesadaran compos mentis
- Kepala :
- Bentuk normocephal
- Rambut : Rambut hitam, sukar dicabut.
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-),
edema palpebra (-/-), reflek cahaya (+/ +) isokor.
- Hidung : Deformitas (-/-), secret (-/-) epistaksis (-/-), nafas
cuping hidung (-), tidak ada luka.
- Telinga : Deformitas (-/-), keluar cairan (-/-), hiperemis (-/-),
cerumen (-/-), nyeri tekan (-/-), tidak ada luka.
- Mulut : Lateralisasi (-), deformitas(-), stomatitis(-), sianosis (-),
kering (-), lembab (-), gusi berdarah (-)
- Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), masa
abnormal (-), kaku kuduk (-), deviasi trakea (-), tidak ada luka.

- Thorax
- Cor:
Inspeksi : iktus cordis tampak Palpasi : iktus cordis kuat
angkat

6
Perkusi : batas atas kiri jantung SIC II linea parasternalis
sinistra, batas atas kanan jantung SIC II linea parasternalis
dextra, batas bawah kiri jantung SIC V 2 cm medial linea
midklavicularis sinistra. Batas bawah kanan jantung SIC IV linea
parasternalis dextra.
Auskultasi : suara jantung S1-S2 reguler, cepat, suara tambahan
(-)
- Pulmo:
Inspeksi : simetris, tidak terdapat ketinggalan gerak (-/-)
Palpasi : tidak terdapat ketinggalan gerak, fremitus normal.
Perkusi : sonor.
Auskultasi : SDV (+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

- Abdomen:
Inspeksi : cekung, bekas luka (-) sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
Perkusi : tympani (+)

- Ekstremitas : Edema (-/-)

J. STATUS PSIKIS

 Cara berpikir : baik


 Orientasi : baik
 Perasaan hati : baik
 Tingkah laku : baik, kooperatif
 Ingatan : baik
 Kecerdasan : baik

K. STATUS NEUROLOGI
 Kesadaran ; Compos mentis
 Kuantitaf : GCS : E4 V5 M6
 Kualitatif : - Tingkah laku : normoaktif
- Perasaan hati : eutimik
- Orientasi : tempat (baik); waktu (baik); orang
7
(baik) ; situasi (baik)
- Jalan pikiran : baik
- Kecerdasan : baik
- Daya ingat kejadian (baru) baik, (lama) baik
- Kemampuan bicara : normal
- Sikap tubuh : normal
- Cara berjalan : normal
- Gerakan abnormal : tremor (-)
1. Kepala : - Bentuk : simetris
- Ukuran : mesocephal
- Pulsasi ( - )
- Nyeri tekan (-)
2. Leher : - Sikap : lurus
- Gerakan : bebas
- Kaku kuduk : (-)
- Bentuk vertebra : lurus
- Tes Brudzinki : -
- Tes Nafziger : -
- Tes valsava : -

3. Nervus cranialis

N I (Olfaktorius) Kanan Kiri

Daya Penghidu N N

N II (Optikus)
Daya penglihatan - -
Pengenalan warna - -

Medan penglihatan - -

N III (Okulomotorius)
Ptosis - -
Gerakan bola mata ke
Superior - -
Inferior - -
8
Medial - -
Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil bulat bulat


Reflek cahaya langsung + +

Reflek kornea + +

N IV (Troklearis)

Gerak bola mata ke lateral bawah - -


Diplopia - -
Strabismus - -
N V (Trigeminus)

Menggigit N N
Membuka mulut N N
N VI ( Abdusens)
Gerakan mata ke lateral - -

N VII (Facialis)

Kedipan mata N N
Mengerutkan dahi N N
Mengerutkan alis N N
Menutup mata N N
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N
Meringis N N
Menggembungkan pipi N N
Lakrimasi + +
N VIII (Akustikus)
Mendengar suara + +
Mendengar detik arloji + +
N IX (Glosofaringeus)

Daya kecap lidah 1/3 belakang + +


Reflek muntah + +
Sengau - -
Tersedak - -

9
N X (Vagus)
Denyut nadi 71x/ menit 71x/menit
Bersuara + +
Menelan + +
N XI (Asesorius)
Memalingkan kepala + +
Sikap bahu N N
Mengangkat bahu N N

Trofi otot bahu eutrofi eutrofi


N XII (Hipoglosus)
Sikap lidah N N
Tremor lidah - -
Menjulurkan lidah + +
Trofi otot lidah eutrofi eutrofi
1. Meningeal sign
Kaku kuduk : (-)
Brudzinki I : (-)
Brudzinki II : (-)
Brudzinki III : (-)
Brudzinki IV : (-)
Tanda kernig : (-)
2. Badan
Trofi otot punggung : eutrofi
Nyeri membungkukkan badan :-
Trofi otot dada :-
Palpasi dinding perut : NT (-)
Kolumna vertebralis : bentuk (N)
3. Anggota gerak atas
Inspeksi : tidak ada kelainan
Palpasi : tidak ada kelainan
a. Lengan atas :
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan otot 5 5

10
Tonus + +
Trofi Eutrofi Eutrofi

b. Lengan bawah
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas

Kekuatan otot 5 5

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi

c. Tangan
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan otot 5 5

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi

d. Sensibiltas
Lengan Lengan Lengan Lengan Tangan Tangan
atas atas kiri bawah bawah kiri kanan kiri
Kanan Kanan
Nyeri Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n
Termis Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n
Taktil Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n
Diskriminasi Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n
Posisi Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n
Vibrasi Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n

Biceps Triceps
Reflek fisiologi +/+ +/+
Perluasan reflek -/- -/-
Reflek silang -/- -/-
Reflek patologis -/- -/-

11
4. Anggota gerak bawah
Inspeksi : tidak ada kelainan
Palpasi : tidak ada kelainan

a. Tungkai atas :
Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas

Kekuatan 5 5+

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi

b. Tungkai bawah:
Kanan Kiri
Gerakan bebas Bebas
Kekuatan 5 5+
Tonus + +
Trofi Eutrofi Eutrofi
c. Kaki
Kanan Kiri
Gerakan bebas Bebas

Kekuatan 5 5+

Tonus + +

Trofi Eutrofi Eutrofi


d. Sensibilitas
Tungkai Tungkai Tungkai Tungkai Kaki kanan Kaki kiri
atas kanan atas kiri bawah bawah kiri
kanan
Nyeri Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n
Termis Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n
Taktil Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n
Diskriminasi Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n
Posisi Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n

12
Vibrasi Db dbn Dbn dbn dbn dbn
n

Patella Achilles
Reflek fisiologi +/+ +/+

Perluasan reflek -/- -/-


Reflek silang -/- -/-

Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffaer - -
Rossolimo - -
Mendel bachterew - -
Tes kernig TD TD

Tes o’connel TD TD

Laseque TD TD

Tes patrick TD TD

Tes kontra patrick TD TD

Tes gaenselen TD TD

Klonus paha - -
Klonus kaki - -

5. Fungsi vegetatif :
a. Miksi : inkontinensia (-), retensi urin (-),
b. Defekasi : inkontinensia (-), retensio alvi (-)
L. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah rutin : Hemoglobin 14,7

Lekosit 4,14

Trombosit 351

Neutrofil 67,8

GDS 99

13
M. RESUME PEMERIKSAAN
Kesadaran : compos mentis, GCS: E4V5M6
TTV : TD:130/80 mmHg, Nadi : 71x/mnt, RR :
20x/mnt, T : 36,80C
Status generalis : DBN
Status Neurologis : DBN
Lab : DBN
N. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang demam
2. Diskinesia
3. Syncope
O. DIAGNOSIS

 Diagnosis klinis : bangkitan tonik


 Diagnosis topis : cortex cerebri
 Diagnosis etiologi : epilepsi dengan serangan
P. TERAPI
 Medikamentosa :
a. Inf. RL 20 tpm + Vit B kompleks drip/ 24 jam
b. Inj. Ceftriaxon 1 gram/12jam
c. Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
d. Inj. Ondansetron 1 amp/ 12 jam
e. Asam folat 0-1-0
f. Asam valproat 500 mg 2x1
 Non Medikamentosa
a. Edukasi
b. Elevasi kepala 30°
c. Oksigen 3L/menit via nasal kanul
Q. PROGNOSIS

 Death : dubia ad bonam


 Disease : dubia ad bonam
 Disability : dubia ad bonam
 Discomfort : dubia ad bonam
 Dissatisfication: dubia ad bonam
14
R. FOLLOW UP
19/03/2019 S/ pasien mengatakan mengalami kejang P/
seluruh tubuh 2 jam SMRS, selama 5 menit,
sebanyak 1X. Mual (+) muntah (+) - Inf. RL 20 tpm + NB 5000
drip/ 24 jam
O/ Kesadaran: CM - Inj. Ceftriaxon 1 gram/12jam
KU: tampak lemah - Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
TD = 130/80 mmHg - Inj. Ondansetron 1 amp/ 12 jam
S = 36,8 - Asam folat 0-1-0
RR = 20 x/menit - Depakote ER 500 mg 2x1
N = 71x/menit - Curcumex 3x1
K/L = CA (+/+), SI (-/-)
Tho = P/SDV (+/+), BJ I/II reguler
Abd = Peristaltik (+) timpani (+)
Eks = edema (-/-)
RF +/+
RP -/-
R sensorik DBN

A/ Diagnosis klinis : bangkitan tonik


Diagnosis topis : 
Diagnosis etiologi : epilepsi dengan serangan

20/03/2019 S/ pasien mengatakan sudah tidak mengalami P/
kejang hari ini. Mual (+) muntah (-)
- Inf. RL 20 tpm + NB 5000
O/ Kesadaran: CM drip/ 24 jam
KU: tampak lemah - Inj. Ceftriaxon 1 gram/12jam
TD = 130/80 mmHg - Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
S = 36,8 - Asam folat 0-1-0
RR = 20 x/menit - Depakote ER 500 mg 2x1
N = 71x/menit - Curcumex 3x1
K/L = CA (+/+), SI (-/-)
Tho = P/SDV (+/+), BJ I/II reguler
Abd = Peristaltik (+) timpani (+)
Eks = edema (-/-)
RF +/+
RP -/-
R sensorik DBN

A/ Diagnosis klinis : bangkitan tonik


Diagnosis topis : 
Diagnosis etiologi : epilepsi dengan serangan

21/03/2019 S/ pasien mengatakan sudah tidak mengalami P/
kejang hari ini. Mual (-) muntah (-)
- Inf. RL 20 tpm + NB 5000
O/ Kesadaran: CM drip/ 24 jam
KU: tampak lemah - Inj. Ceftriaxon 1 gram/12jam
TD = 130/80 mmHg - Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam
S = 36,8 - Asam folat 0-1-0
RR = 20 x/menit - Depakote ER 500 mg 2x1
N = 71x/menit - Curcumex 3x1
RF +/+
RP -/-
R sensorik DBN

A/ Diagnosis klinis : bangkitan tonik


Diagnosis topis : 
Diagnosis etiologi : epilepsi dengan serangan
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Epilepsi
Epilepsi adalah cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi
sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan
penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau emosional
yang intermiten dan stereotipik.
B. Etiologi Epilepsi
Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan
di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi,
anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat
menganggu fungsi otak atau fungsi sel neuron di otak, dapat menyebabkan timbulnya
bangkitan kejang atau serangan epilepsi. Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal.
Banyak faktor yang dapat mencederai sel – sel saraf otak atau lintasan komunikasi
antarsel otak. Apabila faktor-faktor tersebut tidak diketahui, maka epilepsi yang ada
disebut sebagai epilepsi idiopatik. Sekitar 65% dari seluruh kasus epilepsi tidak
diketahui faktor penyebabnya. Pada epilepsi idiopatik yang disebut juga epilepsi primer
ini tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak, diduga terdapat gangguan
keseimbangan zat kimiawi dalam sel – sel saraf pada jaringan otak yang abnormal.
Sementara epilepsi yang faktor – faktor penyebabnya diketahui disebut dengan
epilepsi simtomatik. Pada epilepsi yang disebut juga dengan epilepsi sekunder ini,
gejala yang timbul ialah sekunder atau akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak.
Penyebab yang spesifik dari epilepsi di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/ kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat – obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi,
minum alkohol, atau mengalami cedera dan mendapat terapi radiasi.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti hipoksia, kerusakan karena
tindakan (forsep), dan trauma lain pada otak bayi.
3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4. Tumor otak.
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
16
6. Radang atau infeksi, seperti meningitis atau radang otak.
7.Penyakit keturunan, seperti fenilketonuria, sklerosis tuberose, dan
neurofibromatosis.
8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan.
Selain itu, terdapat juga epilepsi yang dianggap simptomatik, tetapi penyebabnya
belum diketahui, yang disebut epilepsi kriptogenik. Yang termasuk epilepsi kriptogenik
adalah sindrom West, sindrom Lenox-Gastaut dan epilepsi mioklonik.
C. Patofisiologi Epilepsi
Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan
intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.
Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya perbedaan muatan
ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini
menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negative.
Pada dasarnya pelepasan muatan listrik oleh neuron otak merupakan kondisi fisiologik.
Saraf merupakan jaringan yang dapat tereksitasi karena mampu menghasilkan sinyal
listrik apabila dirangsang. Ujung terminal neuron – neuron berhubungan dengan
dendrit – dendrit dan badan neuron – neuron lain, membentuk sinaps dan mengubah
potensial membran neuron berikutnya. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil,
akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk
merangsang atau menghambat neuron lain, sehingga terjadilah epilepsi.
Neuron prasinaps dan neuron postsinaps dihubungkan oleh zat yang disebut
neurotransmitter. Neurotransmiter inilah yang akan meneruskan potensial aksi dari
neuron satu ke neuron lainnya. Ada dua jenis neurotransmiter, yaitu neurotransmiter
eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter
inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi, sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak
mudah melepaskan muatan listrik. Neurotransmiter eksitasi, di antaranya glutamat,
aspartat, dan asetilkolin, sedangkan neurotransmiter inhibisi di antaranya adalah
gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin neurotransmiter.
Neurotransmiter juga berperan dalam timbulnya epilepsi. Neurotransmiter eksitasi,
asetilkolin merupakan zat yang dapat merendahkan potensial membran postsinaptik.
Apabila asetilkolin yang diproduksi oleh neuron – neuron kolinergik ini sudah cukup
tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik neuron – neuron kortikal
dipermudah. Pada jejas otak, terdapat lebih banyak asetilkolin, sehingga pada tempat
tersebut mudah terjadi lepas muatan listrik neuron – neuron yang mengakibatkan
17
serangan epilepsi. Selain asetilkolin, neurotransmitter inhibisi, seperti GABA juga
berpengaruh dalam patofisiologi epilepsi. Substansi serebral ini dapat dianggap sebagai
zat anti konvulsi alamiah. Pada orang – orang tertentu zat ini kurang cukup, sehingga
neuron – neuron kortikalnya mudah sekali terganggu dan bereaksi dengan melepaskan
muatan listriknya secara menyeluruh.
Pelepasan muatan listrik epileptik dapat bersifat lokal dan tidak menimbulkan
gejala klinik. Namun, pelepasan muatan listrik ini dapat pula menjalar ke bagian –
bagian lain otak dan menimbulkan serangan yang sifatnya bergantung pada fungsi
daerah otak yang bersangkutan.
D. Klasifikasi Epilepsi
Menurut International League Against Epilepsy, epilepsy dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Bangkitan Parsial
a. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
(1) Dengan gejala motorik
(2) Dengan gejala sensorik
(3) Dengan gejala otonomik
(4) Dengan gejala psikik
b. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
(1) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
a. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran.
b. Dengan automatisme
(2) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
(a) Dengan gangguan kesadaran saja
(b) Dengan automatisme
c) Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
(1) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
(2) Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
(3) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial
(4) kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum
2. Bangkitan umum (konvulsi atau non-konvulsi)
a. Bangkitan lena
b. Bangkitan mioklonik
c. Bangkitan tonik
18
d. Bangkitan atonik
e. Bangkitan klonik
f. Bangkitan tonik-klonik
3. Bangkitan epileptik yang tidak tergolongkan
Serangan epilepsi dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar berdasarkan
bagian otak yang mengalami eksitasi berlebihan, yaitu serangan umum dan serangan
parsial. Serangan umum melibatkan kedua hemisfereum serebri secara sinkron sejak
awal. Serangan dimulai dengan hilangnya kesadaran yang diikuti oleh gejala – gejala
motorik yang bervariasi. Serangan umum sendiri dibedakan menjadi serangan lena,
mioklonik, tonik, etonik, klonik, dan tonik klonik.
Serangan tonik klonik umum (grand mal) pada umumnya didahului oleh aura
(tanda peringatan sensorik), kemudian diikuti oleh hilangnya kesadaran. Pada tahap
tonik, otot – otot menjadi kaku dan kontraksi diafrgama serta otot – otot dada, sehingga
timbul epileptic cry. Rigiditas segera berganti dengan gerakan klonik secara sinkron
yang melibatkan kepala, wajah, lengan, dan tungkai. Serangan ini dapat berlangsung
selama 2-5 menit. Di samping itu, sekitar 70-85% penderita, serangannya terkontrol
dengan baik.
Serangan parsial disebabkan oleh suatu lesi atau kelainan lokal pada otak.
Serangan parsial dapat dibagi menjadi serangan dengan kesadaran yang tetap baik
(parsial sederhana) dan serangan dengan gangguan kesadaran (parsial kompleks). Di
samping itu, dikenal juga jenis serangan parsial yang berkembang menjadi serangan
umum. Manifestasi klinis serangan parsial bergantung pada beberapa faktor, antara lain
daerah korteks di mana serangan mulai muncul, pola penyebaran serangan, fungsi
korteks di mana serangan berawal, situasi penderita saat awal serangan, dan gangguan
neurologis yang mendasarinya. Namun, secara individual, serangan parsial cenderung
untuk bersifat stereotipik dan secara neuroanatomik masuk akal.
Serangan parsial sederhana tidak disertai gangguan kesadaran. Manifestasi
kliniknya dapat sangat bervariasi, termasuk manifestasi motorik, sonsorik, otonomik,
dan psikis. Serangan parsial kompleks disertai oleh penurunan kesadaran. Serangan
parsial kompleks melibatkan bagian – bagain otak yang bertanggung jawab atas
berlangsungnya kesadaran dan memori, dan pada umumnya melibatkan kedua belah
lobus temporalis atau frontalis dan system limbik. Selama serangan, sering tampak
adanya otomatisme sederhana atau kompleks. Sedangkan serangan parsial dapat
berkembang menjadi serangan umum sekunder melalui beberapa tahap yang
19
merupakan refleksi dari penyebaran cetusan ke berbagai area otak yang berbeda.
E. Diagnosis Epilepsi
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil
pemerksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat
serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.
Langkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah ini serangan kejang atau
bukan, dalam hal ini memastikannya biasanya dengan melakukan wawancara baik
dengan pasien, orangtua atau orang yang merawat dan saksi mata yang mengetahui
serangan kejang itu terjadi. Beberapa pertanyaan yang perlu diajukan adalah untuk
menggambarkan kejadian sebelum, selama dan sesudah serangan kejang itu
berlangsung. Dengan mengetahui riwayat kejadian serangan kejang tersebut biasanya
dapat memberikan informasi yang lengkap dan baik mengingat pada kebanyakan kasus,
dokter tidak melihat sendiri serangan kejang yang dialami pasien.
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang
sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan
informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu
Anamnesi (auto dan alonamnesis), meliputi :
a. Pola / bentuk serangan
b. Lama serangan
c. Gejala sebelum, selama dan paska serangan
d. Frekwensi serangan
e. Faktor pencetus
f. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
g. Usia saat serangan terjadinya pertama
h. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
i. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
Adapun beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan adalah sebagai berikut :
1. Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini?
Usia serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang.
20
Serangan kejang yang dimulai pada neonatus biasanya penyebab sekunder
gangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik dan malformasi
kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia anak-anak
dan remaja. Pada usia sekitar 70 tahunan muncul serangan kejang biasanya
ada kemungkinan mempunyai kelainan patologis di otak seperti stroke atau
tumor otak dsb.
2. Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak
pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala
peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang muncul disebut
dengan “aura” dimana suatu “aura” itu bila muncul sebelum serangan kejang
parsial sederhana berarti ada fokus di otak. Sebagian “aura” dapat membantu
dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien dengan epilepsi lobus
temporalis dilaporkan adanya “déjà vu” dan atau ada sensasi yang tidak enak
di lambung, gringgingen yang mungkin merupakan epilepsi lobus parietalis.
Dan gangguan penglihatan sementara mungkin dialami oleh pasien dengan
epilepsi lobus oksipitalis. Pada serangan kejang umum bisa tidak didahului
dengan “aura” hal ini disebabkan terdapat gangguan pada kedua hemisfer,
tetapi jika “aura” dilaporkan oleh pasien sebelum serangan kejang umum,
sebaiknya dicari sumber fokus yang patologis.
3. Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan
dengan serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien
tidak dapat menjawab pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara dilakukan
dengan saksi mata yang mengetahui serangan kejang berlangsung. Apakah
ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah pada awal serangan kejang
terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh? Apakah
pasien dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung? Apakah mata
berkedip berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan
“automatism” pada satu sisi ? Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak
tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol ? Serangan kejang
yang berasal dari lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan
mata deviasi kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari
lobus temporalis sering tampak gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan
mengunyah. Pada serangan kejang dari lobus oksipitalis dapat menimbulkan
gerakan mata berkedip yang berlebihan dan gangguan penglihatan. Lidah
21
tergigit dan inkontinens urin kebanyakan dijumpai dengan serangan kejang
umum meskipun dapat dijumpai pada serangan kejang parsial kompleks.
4. Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode
sesudah serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah “post
ictal period ” Sesudah mengalami serangan kejang umum tonik klonik pasien
lalu tertidur. Periode disorientasi dan kesadaran yang menurun terhadap
sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan kejang parsial
kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejang disebut
Todd’s Paralysis yang menggambarkan adanya fokus patologis di otak.
Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan gangguan
berbahasa di hemisfer dominan. Pada Absens khas tidak ada gangguan
disorientasi setelah serangan kejang.
5. Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan kejang
tonik klonik dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu terjaga
dan pagi hari. Serangan kejang lobus temporalis dapat terjadi setiap waktu,
sedangkan serangan kejang lobus frontalis biasanya muncul pada waktu
malam hari.
6. Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena
kurang tidur, cahaya yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan minum
yang tidak teratur, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat, stress
emosional, panas, kelelahan fisik dan mental, suara suara tertentu, drug
abuse, reading & eating epilepsy. Dengan mengetahui faktor pencetus ini
dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat membantu dalam
mencegah serangan kejang.
7. Bagaimana frekwensi serangan kejang ? Informasi ini dapat membantu
untuk mengetahui bagaimana respon pengobatan bila sudah mendapat obat
obat anti kejang .
8. Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ? Pertanyaan
ini mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat
anti kejang atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yang
sedang digunakan spesifik bermanfaat ?
9. Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam? Dengan
menanyakan tentang berbagai jenis serangan kejang dan menggambarkan
setiap jenis serangan kejang secara lengkap.
22
10. Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan
kejang? Pertanyaan ini penting mengingat pasien yang mengalami luka
ditubuh akibat serangan kejang ada yang diawali dengan “aura“ tetapi tidak
ada cukup waktu untuk mencegah supaya tidak menimbulkan luka ditubuh
akibat serangan kejang atau mungkin ada “aura“ , sehingga dalam hal ini
informasi tersebut dapat dipersiapkan upaya upaya untuk mengurangi
bahaya terjadinya luka.
11. Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat? Dengan
mengetahui gambaran pasien yang pernah datang ke unit gawat darurat dapat
mengidentifikasi derajat beratnya serangan kejang itu terjadi yang mungkin
disebabkan oleh karena kurangnya perawatan pasien, ketidakpatuhan minum
obat, ada perubahan minum obat dan penyakit lain yang menyertai.

Riwayat medik dahulu


Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu dapat memberikan informasi
yang berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasi yang berkaitan dengan
serangan kejang dan pengetahuan tentang lesi yang mendasari dapat membantu
untuk pengobatan selanjutnya.
1. Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun proses
persalinannya?
2. Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau “respiratory distress”?
3. Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?
4. Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah
serangan kejang demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang demam
kompleks 13 %.
5. Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis?
atau penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan
kejang. Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat adanya cysticercosis.
6. Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan
intra serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?
7. Apakah ada riwayat tumor otak?
8. Apakah ada riwayat stroke?
Riwayat keluarga
Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada
23
sindrom epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan
faktor genetik dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh
Juvenile myoclonic epilepsy (JME), familial neonatal convulsion, benign rolandic
epilepsy dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik disertai kejang demam
plus.
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,
seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan
neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab sebab terjadinya
serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada
anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal
gangguan pertumbuhan otak unilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.
Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya
spasme infantil mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran
EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik
mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang
timbul secara serentak (sinkron).
F. Tatalaksana Epilepsi
a. Non farmakologi
1. Amati faktor pemicu
2. Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, OR, konsumsi kopi atau
alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
b. Farmakologi
Menggunakan obat-obat antiepilepsi yaitu :
1. Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
Inaktivasi kanal Na, menurunkan kemampuan saraf untuk menghantarkan
24
muatan listrik. Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat.
2. Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABA :
Agonis reseptor GABA, meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan
kerja reseptor GABA, contoh: benzodiazepin, barbiturat. Menghambat GABA
transaminase sehingga konsentrasi GABA meningkat, contoh: Vigabatrin.
Menghambat GABA transporter sehingga memperlama aksi GABA, contoh:
Tiagabin. Meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien
mungkin dengan menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikularpool contoh :
Gabapentin.
G. Prognosis
Enam tahun setelah ditegakkan diagnosis, 40% pasien akan telah mengalami
keadaan bebas kejang selama 5 tahun. Prognosis yang relatif buruk dikaitkan dengan
kombinasi antara grand mal dengan jenis kejang yang lain, epilepsi traumatika,
kumpulan episode, tanda-tanda fisik, dan retardasi mental. Upaya menghentikan
pengobatan pada pasien yang bebas gejala harus dipertimbangkan secara individual.

25
BAB III
PEMBAHASAN

Epilepsi adalah cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi
sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan
penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau
emosional yang intermiten dan stereotipik.
Diagnosis epilepsi dibuat atas dasar anamnesis pada pasien. Pasien
mengatakan mengalami kejang sekitar 2 jam SMRS. Kejang berupa kaku seluruh
tubuh. Kejang berlangsung ± 5 menit dengan frekuensi 1 kali. Kejang terjadi saat
pasien pulang kerja. Saat kejang penderita tidak sadar, tangan penderita mengepal,
mata penderita mendelik ke atas, lengan dan tungkai ekstensi serta kaku, lidah
tergigit ada, keluar busa dari mulut tidak ada, mengompol tidak ada. Sebelum
kejang pasien merasa mual dan muntah.
± 6 tahun yang lalu penderita mengalami kejang pertama kali yaitu pada
tahun 2014. Kejang berupa kekakuan seluruh tubuh berlangsung ± 15 menit.
Sebelum kejang penderita merasa pusing dan saat kejang penderita tidak sadar.
Kemudian pasien menjalani pengobatan rutin selama 2 tahun. Pada tahun 2017
pasien mulai jarang berobat karena sudah tidak pernah mengalami serangan lagi.
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada. Riwayat sakit,
riwayat kejang demam tidak ada, riwayat infeksi susunan saraf tidak ada, riwayat
trauma kepala tidak ada, riwayat hipertensi, DM dan stroke tidak ada. Konsumsi
obat-obat terlarang dan antidepresan tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, GCS:
E4V5M6, TD:130/80 mmHg, Nadi : 71x/mnt, RR : 20x/mnt, T : 36,80C. Status
generalis DBN. Status Neurologis DBN. Lab DBN.

26
DAFTAR PUSTAKA

Kliegman. Treatment of Epilepsy.Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia:


Saundres Elsevier. 2008. 593(6)
Mardjono , M. & Sidharta, P., 2008. Neurologi Klinis
Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6.
Jakarta: EGC
PERDOSSI, 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Sudoyo, A, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005

27

Anda mungkin juga menyukai