Diajukan Oleh:
Zudha Mauliyani, S. Ked
J510185011
Diajukan Oleh :
Zudha Mauliyani, S. Ked J510185011
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari………………….
Penguji :
dr. Juono Prabowo, Sp. B (..................................)
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 23 September 2019, pukul 09.00
B. Primary survey
Airway Clear
Breathing 24 x /menit
Bernafas spontan, simetris kiri dan kanan
Circulation TD : 130/80 mmHg
HR : 68 x / menit
Regular, kuat angkat
CRT <2 detik
Disability GCS : 12 ( E4 M4 V4 )
Pupil Bulat, Isokor, diameter 2,5 mm / 2,5 mm, refleks
cahaya langsung / tak langsung +/+
Exposure T : 36,7 oC
Hematom 0,5x0,5 cm pada regio temporal
Vulnus Excoriatum 2x2 cm pada siku kanan
C. Secondary Survey
Allergies : Alergi disangkal
Medications : Tidak sedang menjalani pengobatan apapun
Past Medical History : Riwayat penyakit dahulu disangkal
Last Meal : Pukul 06.00
Event : Terjatuh di sawah pada pagi hari sekitar pukul 08.00 dengan
posisi terlentang
D. Anamnesis
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit : Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan penurunan
Sekarang kesadaran setelah terjatuh di sawah. Pasien sempat pingsan
selama 30 menit kemudian sadarkan diri ketika dibawa dalam
perjalanan ke RS. Pada saat di RS, pasien membuka mata namun
masih sulit diajak berkomunikasi. Pasien mengeluh pusing (+),
mual (+) muntah (-). BAK dan BAB tidak ada keluhan.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kepala Bentuk normocephal
Wajah Luka (-)
Mata Perdarahan (-), luka (-), konjungtiva anemis (+)
Telinga Perdarahan (-), sekret (-)
Hidung Perdarahan (-), sekret (-)
Mulut Perdarahan (-), Bibir kering (-), pucat (+)
Leher Eritem (-) , udem (-)
Thorax Inspeksi : Pergerakan dinding dada spontan, simetris
kiri dengan kanan
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Vesikuler
Abdomen Inspeksi : Cembung (-), ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik kesan normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas Superior : Udem (-)
Inferior : Udem (-)
2. Status Lokalis
Hematom 0,5x0,5 cm pada regio temporal
Vulnus Excoriatum 2x2 cm pada siku kanan
3. Status Neurologis
Nervus cranialis dalam batas normal
Reflek fisiologis: superior +/+ inferior +/+
Reflek patologis: superior -/- inferior -/-
Kekuatan otot: superior 5/5 inferior 5/5
F. Diagnosa Kerja
Cedera kepala sedang
Vulnus excoriatum
G. Pemeriksan Penunjang
Darah rutin (23/09/2019)
Parameter Hasil
Hemoglobin 10.7
Hematokrit 31.8
Lekosit 11.97
Trombosit 272
GDS 159
Radiologi
CT Scan
H. Terapi
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 ampul/12 jam
Inj. Santagesic 1 ampul/8 jam
Inj. Omeprazol 1 ampul/8 jam
Inj. Piracetam 1 gr/ 8 jam
Mertigo SR 3x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak
saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi
atas 3 fosa yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis
dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan
ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak
melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial
(ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang
berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan
sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat. Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut
spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh
liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera
kepala.
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu
dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi
oleh pia mater.
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.7 Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur
fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi
dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan.
E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat
menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan
menyebabkan kenaikan takanan intracranial.3 Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per
hari.
Cedera kepala dapat disebabkan oleh berbagai macam trauma dari luar, misalnya:
1. Luka tembak senjata api
2. Kecelakaan lalu lintas
3. Benturan pada kepala
4. Aktivitas olah raga juga dapat menyebabkan cedera kepala berat jika seseorang
tidak mengutamakan keselamatannya.
2.5 PATOFISOLOGI
Trauma di kepala akan menyebabkan berbagai macam reaksi pada tubuh, dan
mengakibatkan gegar otak, koma dan bahkan kematian. Cedera kepala terbagi menjadi
2 subkategori, yaitu:
1. Cedera primer, yang terjadi pada saat trauma, dan
2. Cedera sekunder, yang terjadi setelah trauma dan terus setelah jangka waktu
yang lama.
a. Cedera primer
Cedera primer secara langsung akan menyebabkan terputusnya kontinuitas
jaringan seperti kulit, otot, tulang dan pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan luka
terbuka dan hematoma.
Fraktur tulang kranial bisa menyebabkan kerusakan saraf, mengenai sinus dan
telinga hidung tenggorokan. Dampak benturan langsung ke daerah temporal bisa
menyebabkan tuli sensoris atau konduktif. Selain itu juga bisa terjadi Benign
paroxysmal vertigo ketika kristal kalsium karbonat berpindah dari urtikula ke kanalis
semisirkularis.
Perdarahan intrakranial dapat terjadi, seperti:
- Epidural hematoma, terjadi karena pecahnya pembuluh darah dan menyebabkan
darah terkumpul di antara duramater dan tengkorak, yang paling sering adalah
pecahnya arteri meningeal media. Karena duramater melingkupi vertebra juga
maka perdarahan juga bisa terjadi di kolumna vertebralis. Kondisi ini terjadi
antara 1-3% dari cedera kepala, dengan mortalitas 15-20%
- Subdural hematoma, terjadi karena pecahnya vena-vena jembatan yang berada di
ruang subdural. Mortalitasnya tinggi, mencapai 60-80%.
- Perdarahan intraventrikuler, terjadi di sistem ventrikuler dari otak, dimana cairan
cerebrospinalis diproduksi. Perdarahan interventrikuler terjadi pada 35% cedera
kepala sedang sampai berat. Angka kematiannya tinggi.
- Perdarahan subaraknoid, adalah perdarahan yang terjadi di ruang subaraknoid,
antara membran araknoid dan pia mater, biasanya terjadi spontan karena
rupturnya aneurisma cerebri atau karena trauma kepala.
- Perdarahan intraserebral , terjadi dalam jaringan otak itu sendiri. Angka
mortalitasnya mencapai 40%.
Trauma pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada area terjadinya benturan
maupun tempat yang berlawanan dengan benturan. Biasanya kalau benturannya kecil
dan keras, efeknya akan langsung pada tempat benturan, tapi kalau objeknya besar
cederanya akan lebih sering terjadi berlawanan dengan tempat benturan.
Cedera kepala dapat menyebabkan kontusio (gegar) karena kerusakan struktur otak
yang menyebabkan berbagai kelainan neurologis. Kontusio ini adalah bentuk dari
Cedera axonal difus (kerusakan substansia alba jaringan otak).
b. Cedera sekunder
Cedera sekunder terjadi beberapa saat setelah terjadi benturan. Efek biokimia
yang terjadi seperti pelepasan asam amino eksitatori (EEAs) (termasuk glutamat dan
aspartat) akan meningkat signifikan setelah cedera kepala. Asam amino ini akan
menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi dan kematian neuron melalui mekanisme
influks Na+ dan Cl+, peningkatan influks Ca2+. Kerusakan jaringan akan mengaktifkan
berbagai macam sitokin inflamasi. Peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi adalah
sebagai akibat dari perdarahan. Perdarah yang terjadi akan menyebabkan perfusi
jaringan otak menurun sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang tambah
memperparah kerusakan sel otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan hipoksia, iskemia, kejang,
edema otak, hidrosefalus dan herniasi otak. Herniasi ini dapat menyebabkan batang otak
terjepit dan bisa menyebabkan gangguan pernafasan dan kesadaran.
Selain itu juga akan terjadi perangsangan sistem simpatis, yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah dan peningkatan tekanan hidrostatik melalui berbagai
mekanisme fisiologis tubuh di jantung, pembuluh darah dan ginjal. Hal ini bisa
menyebabkan kebocoran kapiler dan menyebabkan oedem paru, serta gangguan perfusi
jaringan. Perangsangan simpatis juga akan meningkatkan katekolamin, dan sekresi asam
lambung sehingga terjadi mual dan muntah.
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan
langsung pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau
tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom
epidural, subdural dan intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan
fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan
jaringan otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang berseberangan
dengan benturan (contra coup)
2.6 MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari adanya peningkatan tekanan intra cranial adalah banyak dan
bervariasi serta dapat tidak jelas.
1. Perubahan tingkat kesadaran (paling sensitive diantara tanda peningkatan TIK)
2. Trias klasik :
-Nyeri kepala karena regangan duramater dan pembuluh darah.
-Papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus
-Muntah, seringkali proyektil.
3. Tekanan nadi yang lebar, berkurangnya denyut nadi dan pernafasan menandakan
dekompensasi otak dan kematian yang mengancam
4. Hipertermia
5. perubahan motorik dan sensorik
6. Perubahan bicara
7. Kejang
2.10 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umun
Observasi GCS dan Tanda Vital (Tekanan darah, Nadi, Respirasi, Suhu)
Miringkan kepala 30°
O2 lembab 4-6 liter/m
IVFD NaCl 0,9% (30-40cc/kgBBperhari)
Antibiotik
Analgetik
Antagonis H2 reseptor
K/P : Manitol, Anti Konvulsan
Pasang NGT, Kateter
2. Penatalaksanaan TIK
Terapi Konservatif
Posisi : miringkan kepala 30 °
Hiperventilasi ringan 15-30 menit
Manitol 20% dosis 0,25 - 2 gr/Kg BB/kali pemberian tiap 4 – 6 jam
Terapi operatif (craniotomy, diversi LCS, dekompresi)
Indikasi ;
Fraktur depresi
Intracranial hematoma (EDH/SDH/ICH) > 25 cc
Midline Shift > 5 cm
Cedera penetrasi
Indikasi rawat bagi pasien cedera kepala yaitu :
Penurunan kesadaran
Nyeri kepala (dari sedang hingga berat)
Riwayat tidak sadarkan diri selama > 15 menit
Fraktur tulang tengkorak
Rhinorea – otorhea
Cedera penetrasi
Intoksikasi alcohol atau obat-obatan
Trauma multiple
Hasil CT Scan abnormal
Amnesia
Tidak ada keluarga
2.11 KOMPLIKASI
Jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri
kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam
kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri
kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi,
pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan
akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda
bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o Interval lucid
o Peningkatan TIK
o Gejala lateralisasi → hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati
hematoma subkutan
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan
pengikatan pembuluh darah.
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan
laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak
(bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang
tengkorak)
Isodens → terlihat dari midline yang bergeser
o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak
(dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural
hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak
pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang
berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita
dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan
direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa
menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang
terkena.
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya,
mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya
lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala
kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya
tekanannya dapat meninggi.
TIK meningkat
Cephalgia memberat
Kesadaran menurun
Jangka Panjang :
1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII,
disartria, disfagia, kadang ada hemiparese
2. Sindrom pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun,
mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan
tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia,
menarik diri, dan depresi.
2.12 PROGNOSIS
Skala Outcome Glasgow (GOS) digunakan secara luas sebagai standar yang
menjelaskan hasil akhir pada pasien cedera kepala. Merupakan skala lima butir yang
sederhana:
Good recovery [G] Pasien pulih ke tingkat fungsi sebelum cedera
Moderately disabled [MD] Pasien dengan deficit neurologis namun mampu merawat
diri sendiri
Severely disabled [SD] Pasien tidak mampu merawat diri sendiri
Vegetative [V] Tidak ada tanda-tanda berfungsinya mental luhur
Dead [D]
BAB III
DISKUSI KASUS
1. Gartner, leslie P and james L. Hiatt. Color textbook head and neck Anatomy
fourth edition. Philadelphia. Elseivier Saunder. 2009. p. 396-399.
2. Schwartz. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi 6. Penerbit buku kedokteran
EGC. Jakarta. 2000. p. 688-691.
3. Sjamsuhidajat, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta.2014. p. 416-423.
4. Sabiston. Text book of surgery: the basic biological basic of modern surgical
practice. Edisi 19. Elsevier saunders. Canada. 2012. p. 1924-1931.