Anda di halaman 1dari 28

UJIAN KASUS

GENERAL ANESTESI PADA KASUS TUMOR MAMMAE SINISTRA PRO


MASTEKTOMI WANITA 47 TAHUN DI RSUD KARANGANYAR
HALAMAN JUDUL
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian
Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Anestesiologi

PEMBIMBING :
dr. Damai Suri, Sp.An

Disusun Oleh :
Zudha Mauliyani, S.Ked
J510185011

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN ANESTESIOLOGI


RSUD KABUPATEN KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

UJIAN KASUS

GENERAL ANESTESI PADA KASUS TUMOR MAMMAE SINISTRA PRO


MASTEKTOMI WANITA 47 TAHUN DI RSUD KARANGANYAR

Diajukan Oleh :
Zudha Mauliyani, S.Ked
J510185011

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ................, ......................... 2019

Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An (............................)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Damai Suri, Sp.An (.............................)

Disahkan Ketua Program Profesi

dr. Iin Novita Nurhidayati M, M. Sc., Sp. PD (.................................)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................ 1
BAB II............................................................................................................................... 2
BAB III ........................................................................................................................... 12
BAB IV ........................................................................................................................... 22
BAB V ............................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai


tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya
dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang
harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada hari
operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, induksi
dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.
Tumor payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang
terus tumbuhberupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk benjolan di
payudara. Jika benjolankanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa
menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada
kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun diatas tulang belikat. Selain itu sel-sel
kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit. Salah satu
terapi bedah yang dapat dilakukan pada pasien tumor mammae adalah mastektomi.
Mastektomi adalah prosedur pengangkatan seluruh payudara untuk mengobati
kanker atau tumor berukuran besar.
Pemilihan jenis anestesi untuk mastektomi ditentukan berdasarkan usia
pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan
dokter bedah, dokter anestesi dan penata anestesi.

1
BAB II
STATUS PASIEN

A. Identitas
Nama Lengkap : Ny. S
No. RM : 440xxx
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 47 tahun
Alamat : Tasikmadu, Karanganyar
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
Tanggal MRS : 16 Oktober 2018
Diagnosis : TMS
Dokter Anestesi : dr. Damai Suri, Sp.An
Dokter Bedah : dr. Haryono, Sp.B

B. Anamnesis
Anamnesis diperoleh dari pasien (autoanamnesis).
1. Keluhan Utama
Benjolan di payudara kiri sejak 6 bulan yang lalu.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh adanya benjolan pada payudara kiri sejak 6 bulan yang
lalu. Benjolan yang dirasakan awalnya kecil dan lama kelamaan semakin besar.
Nyeri pada payudara kiri dirasakan hilang timbul.
Benjolan ini baru yang pertama kalinya terjadi pada pasien. Riwayat
keluar cairan atau darah dari puting payudara disangkal.
Pasien tidak merasa pusing, demam (-), sesak (-), mual (-), muntah (-),
nyeri pada tulang (-). BAB dan BAK lancar. Kondisi umum pasien baik,
kesadaran compos mentis.

2
3. Anamnesis Sistem
a. Neuro : Sensasi nyeri baik, tremor (-), sulit tidur (-), nyeri kepala (-)
b. Kardio : Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
c. Pulmo : Sesak napas (-), batuk lama (-)
d. Gastro : Diare (-), kembung (-), konstipasi (-)
e. Urologi : BAK nyeri (-)
f. Muskolo : Nyeri (-), atrofi otot (-), deformitas (-)

4. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat Keluhan Serupa : Disangkal
b. Riwayat Mondok : Disangkal
c. Riwayat Hipertensi : Disangkal
d. Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
e. Riwayat Asma : Disangkal
f. Riwayat Gastritis : Disangkal
g. Riwayat Alergi : Disangkal
h. Riwayat Trauma : Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat Keluhan Serupa : Disangkal
b. Riwayat Hipertensi : Disangkal
c. Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
d. Riwayat Asma : Disangkal
e. Riwayat Alergi : Disangkal

6. Riwayat Operasi dan Anestesi


Disangkal.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran / GCS : Compos Mentis / E4V5M6
c. Berat Badan (BB) : 55 kg
d. Vital Sign

3
1) Tekanan Darah : 110/80 mmHg
2) Frekuensi Nafas : 18x/ menit
3) Frekuensi Nadi : 75x/ menit
4) Suhu : 36,7 oC
e. Kepala
1) Bentuk : Normocephal
2) Wajah : Simetris
3) Rambut : Hitam keabuan, lebat, tidak mudah rontok
4) Mata : Konjungtiva anesmis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor, reflek cahaya langsung (+/+), tidak
langsung (+/+), oedem palpebra (-/-)
5) Hidung : Deviasi septum (-), epistaksis (-/-), sekret (-/-),
6) Telinga : Aurikula normal, MAE lapang
7) Mulut : Simetris, lidah simetris, tidak kotor; sianosis (-), faring
dan laring tidak diperiksa
f. Leher
1) Trakea di tengah, tidak tampak pembesaran
2) Peningkatan JVP (-)
3) Pembesaran kelenja limfe (-)
4) Tidak ada pembesaran tiroid
g. Thoraks
1) Inspeksi : Bentuk normal, gerak simetris, jejas (-), massa (-),
retraksi intercostal (-/-)
2) Palpasi : Nyeri tekan (-/-), krepitasi (-/-), fremitus kanan = kiri
3) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
4) Auskultasi : SDV (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), Wh (-/-)
BJ I-II murni, reguler, gallop (-), murmur (-)
h. Abdomen
1) Inspeksi : distended (-), jejas (-), massa (-)
2) Auskultasi : BU (+) normal
3) Palpasi : Supel, NT (-), hepatomegali (-) splenomegali (-)
4) Perkusi : Timpani

4
i. Ekstremitas
1) CRT < 2 detik
2) Sianosis (-/-)
3) Akral hangat (+/+)
f. Genitalia
Labia mayor et minor normal, darah (-), fluor albus (-)

2. Status Lokalis
Pemeriksaan/Regio Mammae Dekstra Mammae Sinistra

Inspeksi Warna kulit mammae sama seperti warna kulit sekitar, penebalan
kulit mamae tidak ada, kedua payudara tampak simetris, retraksi
atau cekungan papilla mammae tidak ada, arah papilla mammae
menunjuk, pengeluaran discharge secara spontan tidak ada.

Palpasi Tidak teraba massa. Teraba sebuah massa pada


kuadran superomedial, bentuk
bulat lonjong, ukuran 4x4 cm,
Papilla mamae elastis, benjolan tidak rata, konsistensi
pengeluaran discharge tidak keras, tidak mobile, berbatas
ada. tidak tegas, nyeri tekan (+).

Pembesaran KGB aksila (-). Papilla mamae elastis,


pengeluaran discharge tidak ada.

Pembesaran KGB aksila (-).

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Lengkap (15 Oktober 2018)
Darah Rutin Nilai Nilai Normal Satuan
Hb 11,1 12,3 – 15,3 g/dL
Ht 36,7 35 – 47 Vol%
Leukosit 8,33 4,5 – 13 103/uL
Trombosit 282 154 – 386 mm3
Eritrosit 4,22 4,1 – 5,1 106/uL
MCV 87,0 82,0 – 92,0 fL

5
MCH 26,8 28 – 33 Pg
MCHC 30,8 32,0 – 37,0 g/dL
Neutrofil 70,3 50,0 – 70,0 %
Limfosit 21,6 25,0 – 40,0 %
Monosit 2,8 3,0 – 9,0 %
Eosinofil 5,0 0,5 – 5,0 %
Basofil 0,3 0,0 – 1,0 %
GDS 93 70 – 150 mg/dL
HBsAg NR NR
CT 05.00 2–8 Menit
BT 02.00 1–3 Menit
Creatinin 0,93 < 1,0 mg/dL
Ureum 40 10 – 50 mg/dL

2. Pemeriksaan Radiologi
Rontgen Thorax PA

Kesan :
Cor dalam batas normal. Paru tidak tampak kelainan.
3. Pemeriksaan EKG

Kesan :
Normo sinus rhytm.

6
E. Diagnosis Kerja
Tumor Mammae Sinistra.

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
a. Tirah baring.
b. Edukasi penderita mengenai penyakitnya dan hal-hal yang dapat dilakukan
penderita untuk mendeteksi dini kelainan pada payudara.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Inf. RL 20 tpm
b. Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
c. Pronalges supp 3x1
3. Penatalaksanaan Operatif
Mastektomi dengan General Anestesi (GA). Pasien diharuskan puasa ≥ 6
jam sebelumnya.

G. Konsul Anestesi
Seorang wanita usia 47 tahun dengan diagnosis Tumor Mammae Sinistra yang
akan dilakukan Mastektomi. Hasil laboratorium, foto rontgen dan vital sign
terlampir.
1. Kegawatan Bedah : (-)
2. Derajat ASA : II (Pasien dengan penyakit sistemik ringan
sampai sedang)
3. Rencana Tindakan Anastesi : General Anestesi

H. Rencana Anestesi
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis (+)
b. Puasa ≥ 6 jam
2. Tanggal Operasi : 17 Oktober 2018
3. Mulai Operasi : 09.45 WIB
4. Selesai Operasi : 10.25 WIB

7
5. Lama Operasi : 40 menit
6. Diagnosa Pra Bedah : Tumor Mammae Sinistra
7. Tindakan Operasi : Mastektomi total Tumor Mammae Sinistra
8. Ahli Bedah : dr. Haryono, Sp.B
9. Ahli Anestesi : dr. Damai Suri, Sp.An
10. Jenis Anestesi : General Anestesi
11. Premedikasi : Granisetron, Fentanyl, Midazolam
12. Induksi : Propofol
13. Maintenance : O2, N2 O, Sevofluran
14. Respirasi : Pernapasan spontan
15. Posisi : Supine
16. Cairan
a. Pra Operatif : Ringer Laktat 500 cc
b. Durante Operatif : Tutofusin 500 cc
17. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman
anestesi, cairan, perdarahan
18. Perawatan pasca anestesi di ruaag pulih sadar / ruang pindah / recovery room

J. Tatalaksana Anestesi
1. Di Ruang Persiapan
a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Lama puasa ≥ 6 jam
d. Cek obat dan alat anestesi
e. Posisi terlentang (Supine)
f. Infus RL 30 tpm

2. Di Ruang Operasi
a. Jam 09.45 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang, TD :
110/80 mmHg, HR : 70 x / menit, SaO2 : 98% , O2, N2O, dan agent
(Sevofluran) sudah disiapkan. Obat premedikasi dimasukan melalui IV line.
1) Fentanyl inj. 50 µg/ml (2 ml)

8
2) Granisetron inj. 1 mg/ml (4 ml)
3) Midazolam 5 mg/ml (5 ml)
b. Jam 09.45 dilakukan induksi dengan Propofol 100 mg, segera kepala
diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 6 L / menit.
Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk
mengalirkan N2O dan O2. N2O mulai diberikan 3 L dengan O2 3 L / menit
untuk memperdalamkan anestesi, bersamaan dengan ini Sevofluran dibuka
sampai 2% dan sedikit demi sedikit (sesudah setiap 5-10 kali tarik nafas)
diturunkan dengan 1,5% sampai 1 % tergantung reaksi dan besar tubuh
penderita. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata (reflek bulu
mata), nadi tidak cepat dan posisi tubuh terhadap rangsang operasi tidak
banyak berubah.
c. Jam 09.50 operasi dimulai dan tanda vital serta saturasi oksigen dimonitor
tiap 5 menit.
d. Jam 10.05 infus RL diganti Tutofusin 30 tpm.
e. Jam 10.25 operasi selesai.
f. Setelah operasi selesai agent, N2O, dan O2 kita tutup (matikan). Pemberian
oksigen recovery sampai pasien akan dipindahkan dari meja operasi ke
tempat tidur pasien.
g. Setelah itu pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room).

Monitoring Selama Anestesi


Jam Tensi Nadi SaO2 Keterangan

09.45 110/80 70 98% Masuk ruang operasi, infuse RL 30 tpm, obat


premedikasi dimasukan melalui IV line

09.50 110/65 73 98% Induksi Propofol 100 mg

09.55 100/78 90 99% Operasi dimulai, pasien kesakitan, N2O


dinaikkan, O2 diturunkan

10.00 90/50 82 99% Kondisi pasien stabil

10.05 92/52 75 99% Infus RL diganti Tutofusin 30 tpm

10.10 98/54 77 98% Kondisi pasien stabil

9
10.15 108/54 78 98% Kondisi pasien stabil

10.20 107/68 74 98% Kondisi pasien stabil

10.25 107/68 72 99% Operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang


recovery

3. Recovery Room
Pasien sampai Ruang RR pukul 10.25 dalam posisi supine (terlentang)
dengan kepala ekstensi, pasien dalam keadaan belum sadar dan segera diberikan
O2 3 L / menit lewat nasal. Monitoring tanda vital TD : 110/60 mmHg, Nadi : 86 x
/ menit, RR : 18 x / menit. Jam 10.35 pasien sadar penuh dan dipindah ke bangsal.

4. Intruksi Pasca Anestesi


a. Posisi supine dengan oksigen 3 L / menit.
b. Kontrol vital sign jika TD < 100 mmHg, infus dipercepat, beri efedrin.
c. Bila muntah diberikan granisetron dan bila kesakitan diberikan ketorolac.
d. Lain – lain
1) Antibiotik sesuai diagnosis
2) Analgesik sesuai diagnosis
3) Puasa sampai dengan peristaltik usus baik
4) Post operasi, cek Hb. Bila Hb <8 mg/dl transfusi sampai Hb ≥ 10
5) Kontrol balance cairan
6) Monitor vital sign

ALDRETE SCORE
Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Aldrete > 8 (Delapan).
TANDA KRITERIA SCORE

Gerakan  Dapat menggerakan keempat ekstremitas 2


 Dapat menggerakan kedua ekstremitas 1
 Tidak dapat menggerakan ekstremitas 0
Pernafasan  Bernapas dalam dan kuat serta batuk 2
 Bernapas berat atau dispneu 1
 Perlu bantuan nafas atau apneu 0
Tekanan  Sama dengan nilai awal +20% 2
darah  Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 1
 Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal 0

10
Kesadaran  Sadar penuh 2
 Tidak sadar, aada reaksi terhadap rangsang 1
 Tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap 0
rangsangan
Warna kulit  Merah 2
 Pucat, ikterus, dan lain-lain 1
 Sianosis 0
Keterangan: Score > 8 boleh keluar dari RR

Sedangkan pada pasien, didapatkan skornya 10. Skor 10 didapatkan dari :


 Dapat menggerakkan keempat ekstremitas (2)
 Bernapas dalam dan kuat (2)
 Tekanan darah sama dengan awal +20% (2)
 Kesadaran sadar penuh (2)
 Warna kulit merah (2)
Dengan skor 10 ini, pasien telah dapat dipindahkan dari ruang recovery ke bangsal
Cempaka 2 RSUD Karanganyar.

I. Post Operasi
Diagnosa Post Operasi :
Post Mastektomi a/i Tumor Mammae Sinistra.

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anestesi Umum
1. Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum (general anesthesia) merupakan keadaan yang didapatkan
ketika agen obat-obatan anestetik mencapai konsentrasi tertentu untuk
memberikan efeknya secara reversibel pada sistem saraf pusat, dimana keadaan
tidak sadar (unconsciousness), amnesia, analgesik, immobilisasi, dan
melemahnya respon autonom pada stimulasi berbahaya telah dicapai. Komponen
anestesia yang ideal terdiri: (1) sedasi, (2) analgesia, (3) relaksasi otot.

2. Indikasi Anestesi Umum


Indikasi anestesi umum diantaranya:
a. Operasi di sekitar kepala, leher, intra-torakal atau intra-abdomen
b. Pada bayi atau anak-anak
c. Pasien gelisah, tidak kooperatif atau disorientasi gangguan jiwa
d. Pembedahan lama
e. Pembedahannya luas atau ekstensif
f. Memiliki riwayat alergi terhadap anestesi lokal
g. Pasien yang memilih anestesi umum

3. Tahapan dan Tindakan Anestesi Umum


a. Penilaian dan persiapan pra anestesia
Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih
dahulu. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka
kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
b. Penilaian pra bedah
1) Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia
sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang

12
perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri
otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat dirancang
anestesia berikutnya dengan lebih baik.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar
sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan
umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
3) Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan
dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, gds, masa perdarahan dan
masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada
anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
c. Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan
agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan
yang tidak perlu harus dihindari.
d. Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik
seseorang adalah yang berasal dari The American Society of
Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko
anestesia, karena efek samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari efek
samping pembedahan.
1) ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
2) ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
3) ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.
4) ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan

13
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman
kehidupannya setiap saat.
5) ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
e. Masukan oral
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan
pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum
induksi anestesia. Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan
untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam
sebelum induksi anestesia.
f. Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah
dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi
anestesia diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan
bangun dari anestesi diantaranya :
1) Meredakan kecemasan dan ketakutan
2) Mempelancar induksi anesthesia
3) Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4) Mengurangi mual-muntah pasca bedah
5) Menciptakan amnesia
g. Waktu dan cara pemberian premedikasi
Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam 1 jam, secara
intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat
darurat dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat
diberikan secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi.
Bila pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan
pemberian premedikasi intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua
obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat menyebabkan sedikit
hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi dengan
pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.
Obat-obat yang sering digunakan :
1) Analgesik narkotik

14
a) Petidin (amp 2 cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b) Morfin (amp 2 cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c) Fentanyl (fl 10 cc = 500 mg), dosis 1-3μgr/kgBB
2) Analgesik non narkotik
a) Ponstan
b) Tramadol
3) Hipnotik
a) Ketamin (fl 10 cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b) Pentotal (amp 1 cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4) Sedatif
a) Diazepam/valium/stesolid (amp 2 cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b) Midazolam/dormicum (amp 5 cc / 3 cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c) Propofol/recofol/diprivan (amp 20 cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
d) Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2 cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5) Anti emetic
a) Dehydrobenzperidon
b) Narfoz, rantin, primperan
6) Anti kolinergik
a) Sulfas atropine (amp 1 cc = 0,25 mg), dosis 0,001 mg/kgBB

4. Teknik Anestesi
a. Induksi anestesi
Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan
pembedahan. Induksi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi,
intramuscular atau rectal.
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:
S : Scope  Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
T : Tube  Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed)
dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).

15
A : Airway  Pipa mulut faring (Guedel, oro-tracheal airway) atau pipa
hidung-faring (naso-tracheal airway).
T : Tape  Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer  Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel)
yang mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C : Connector  Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.
S : Suction  Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

b. Induksi intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari. Induksi
intravena dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali.
Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi
dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
Obat-obat induksi intravena :
1) Tiopental (pentotal, tiopenton)
Tiopental (pentotal, tiopenton) 1 amp 500 mg atau 1000 mg sebelum
digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% ( 1 ml
= 25 mg). Hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7
mg/kgBB disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.
2) Propofol (diprivan, recofol)
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat
isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). Suntikan intravena sering
menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan
lidokain 1-2 mg/kgBB intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5
mg/kgBB, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12
mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kgBB.
Pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk
anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.

16
3) Ketamin (ketalar)
Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi,
hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-
muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian
sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam
(valium) dengan dosis 0,1 mg/kgBB intravena dan untuk mengurangi
salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kgBB. Dosis bolus 1-2 mg/kgBB
dan untuk intramuscular 3-10 mg. Ketamin dikemas dalam cairan bening
kepekatan 1% (1 ml = 10 mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1 ml = 100 mg).
c. Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
d. Induksi Inhalasi
1) N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
Berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%.
Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan
untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan.
2) Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya
cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot
lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring. Kelebihan dosis menyebabkan
depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi,
vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi
refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan
menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.
3) Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding
halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap
otot lurik lebih baik dibanding halotan.

17
4) Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian
aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik
anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah
otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga
digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada
pasien dengan gangguan koroner.
5) Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi
napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas
sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
6) Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga
digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
e. Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau
midazolam.
f. Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa
hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita
berikan jarak beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup
muka kita tempelkan.
g. Rumatan
Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan
cara mengatur konsentrasi obat anestesi dalan tubuh pasien. Jika konsentrasi
obat tinggi, maka akan dihasilkan anestesi yang dalam. Sebaliknya, jika
konsentrasi obat rendah, maka didapatkan anestesi yang dangkal.
Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan secara intravena atau
dengan inhalasi atau campuran keduanya. Rumatan anestesi mengacu pada
tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan

18
selama pasien dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang
cukup.
Rumatan intravena misalnya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil
10-50 ug/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan
analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot.
Rumatan intravena juga dapat menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien
ditidurkan dengan infus propofol 4-12 mg/KgBB/jam. Bedah lama dengan
anestesi total intravena menggunakan opioid, pelumpuh otot dan ventilator.
Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau
N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O + O2 3 : 1
ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol%
atau sovofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan,
dibantu (assisted) atau dikendalikan (controlled).

5. Mempertahankan Anestesi dan Pengakhiran Anestesi


a. Mempertahankan anestesi
1) Pemantauan minimal harus dilakukan saat operasi : EKG, tekanan darah,
oksimetri nadi, kapnometri, gas napas, pengukuran gas anestesi.
2) Pertahankan anestesi sehingga tercapai keseimbangan anestesi, dengan
opioid (misalnya remifentanil 0,2-0,3 ug/kgBB/menit) dan gas anestesi
(misalnya 0,5 MAC defluran) atau sebagai anestesi intravena total
(TIVA) dengan opioid dan propofol.
3) Segera rencanakan terapi nyeri pasca operasi, bila perlu pemberian
analgetik non-steroid (misalnya 30 mg/kgBB metamizol) dan pemberian
opioid kerja lama (misalnya 0,1 mg/kgBB piritamid).
4) Tanda-tanda klinis untuk kedalaman anestesi yang tidak memadai :
a) Peningkatan tekanan darah
b) Peningkatan frekuensi denyut jantung
c) Pasien mengunyah/menelan dan menyeringai
d) Terdapat pergerakan
e) Berkeringat

19
b. Pengakhiran anestesi
1) Pengakhiran anestesi dlakukan sesaat sebelum operasi berakhir (pada
penggunaan remifentanil, anestesi baru diakhiri setelah kulit dijahit).
2) FiO2 100% dipasang selama beberapa menit sebelum rencana ekstubasi.
3) Penyedotan secret yang terkumpul di dalam mulut dan faring.
4) Ekstubasi, bila pernapasan spontan mencukupi dan reflex perlindungan
telah kembali (antagonisasi dan relaksasi otot).
5) Pasien yang stabil secara hemodinamik dan respiratorik diletakkan di
dalam ruangan pasca bedah.

B. Tumor Mammae
Tumor payudara adalah benjolan tidak normal akibat pertumbuhan sel yang
terjadi secara terus menerus Dalam klinik, istilah tumor sering digunakan untuk
semua tonjolan dan diartikan sebagai pembengkakan, yang dapat disebabkan baik
oleh neoplasma maupun oleh radang, atau perdarahan. Neoplasma membentuk
tonjolan, tetapi tidak semua tonjolan disebabkan oleh neoplasma.
Sampai saat ini, penyebab pasti tumor payudara belum diketahui. Namun, ada
beberapa faktor resiko yang telah teridentifikasi, yaitu :
1. Jenis kelamin
Wanita lebih beresiko menderita tumor payudara dibandingkan dengan pria.
Prevalensi tumor payudara pada pria hanya 1% dari seluruh tumor payudara.
2. Riwayat keluarga
Wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor payudara beresiko
tiga kali lebih besar untuk menderita tumor payudara.
3. Faktor genetik
Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 dapat
meningkatkan resiko tumor payudara sampai 85%.
4. Faktor usia
Resiko tumor payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia.
5. Faktor hormonal

20
Kadar hormon yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika tidak diselingi
oleh perubahan hormon akibat kehamilan, dapat meningkatkan resiko terjadinya
tumor payudara.
6. Usia saat kehamilan pertama
Hamil pertama pada usia 30 tahun beresiko dua kali lipat dibandingkan dengan
hamil pada usia kurang dari 20 tahun.
7. Terpapar radiasi
8. Intake alkohol
9. Pemakaian kontrasepsi oral
Pemakaian kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko tumor payudara.
Penggunaan pada usia kurang dari 20 tahun beresiko lebih tinggi dibandingkan
dengan penggunaan pada usia lebih tua.

Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif.
Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat
adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau
modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.
Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika
adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama
untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb
atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat
diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV
pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan kemoterapi

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis Tumor Mammae Sinistra didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan


fisik pada pasien dan hasil pemeriksaan penunjang untuk mengetahui keadaan umum
pasien dan memastikan apakah operasi dapat dilakukan.
Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA II (pasien dengan
kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang akibat kelainan bedah atau proses
patofisiologis, angka mortalitas 16%). Teknik general anestesi dilakukan atas
pertimbangan lama waktu operasi. Jenis anastesi yang diberikan pada pasein ini dengan
menggunakan anastesi inhalasi sungkup muka yaitu anastesi yang menggunakan
kombinasi obat berupa gas melalui sungkup muka dengan pola nafas spontan.
Komponen trias anastesi yang dicapai adalah hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot
ringan.
Pada kasus ini sebelum diberikan obat induksi anestesi, pasien terlebih dahulu di
berikan obat premedikasi yang bertujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan
pulih dari anestesi. Obat premedikasi pada pasien ini menggunakan antara lain :
1. Fentanyl 1 – 3 µg/kgBB
a. Golongan opioid kuat yang digunakan untuk mengurangi / menghilangkan nyeri.
b. Memiliki efek depresi terutama pada sistem susunan saraf pusat, respirasi dan
gastrointestinal.
c. Metabolisme di hati dan diekskresi melalui empedu dan urin.
d. Efek analgetik 100x morfin.
2. Midazolam 0,05 – 0,1 mg/kgBB
a. Memiliki onset kerja yang lebih cepat, efek amnesia yang lebih besar, efek
sedasi yang lebih kecil, serta masa pemulihannya lebih cepat dibandingkan
diazepam.
b. Nyeri injeksi dan thrombosis vena jauh lebih jarang ditemukan dibandingkan
diazepam.
c. Fungsi mental kembali normal dalam 4 jam.

22
3. Ondansetron 10 – 40 µg/kg
a. Serotonin 5-HT3 merangsang saraf vagus, menyampaikan rangsangan ke CTZ
(Chemo Trigger Zone) dan pusat muntah sehingga terjadi mual dan muntah.
b. Mengatasi mual dan muntah yang hebat dan relatif aman.
c. Dapat menyebabkan hipotensi, bradikardia, bronkospasme dan sesak napas,
konstipasi.
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tak
sadar, sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi
anestesi pada pasien dilakukan dengan pemberian Propofol dengan dosis 2-3 mg/kgBB
diberikan secara bolus intravena.
Propofol adalah obat hipnotik intravena diisopropilfenol yang menimbulkan
induksi anenstesi yang cukup dengan aktivitas eksitasi yang maksimal dan menginduksi
secara cepat. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Pada pemberian Propofol
akan timbul apneu sehingga perlu diatasi dengan pemasangan sungkup muka untuk
membentu pernafasan pasien.
Untuk fase rumatan di gunakan O2 3L/min + N2O 3L/min + Sevofluran 2%
dengan memasangkan sungkup muka (face mask) ukuran 3. N2O bersifat anaestesi
lemah tetapi efek analgesiknya kuat, harus diberikan bersamaan dengan O2 minimal
25%. O2 diberikan untuk mencukupi oksigenase jaringan.
Karena kebanyakan kehilangan cairan intraoperatif adalah isotonik, cairan jenis
replacement yang umumnya digunakan. Cairan yang paling umum digunakan adalah
larutan Ringer Laktat (RL). Meskipun sedikit hipotonik, RL menyediakan sekitar 100
mL free water per liter dan cenderung untuk menurunkan natrium serum 130 mEq/L.
RL umumnya memiliki efek yang paling sedikit pada komposisi cairan ekstraseluler dan
merupakan cairan yang paling fisiologis ketika volume besar diperlukan. Kehilangan
darah durante operasi biasanya digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak tiga hingga
empat kali jumlah volume darah yang hilang.
Pasca operasi, pasien dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan
baik. Hingga kondisi pasien stabil dan tidak terdapat kendala-kendala yang berarti,
pasien kemudian dibawa ke bangsal Cempaka 2 untuk dirawat dengan lebih baik.

23
BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosa Tumor Mammae Sinistra sehingga dilakukan
Mastektomi menggunakan anestesi umum (General Anestesi) dengan obat-obatan
premedikasi dan anestesi intravena maupun inhalasi yang sesuai. Dalam tindakan
Lumpectomy ini menggunakan General Anestesi dikarenakan pasien memerlukan
waktu pembedahan yang lama sehingga menggunakan General Anestesi yang
menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral dan juga memblock nervus vagus
(saraf simpatis).
Premedikasi yang diberikan pada pasien ini adalah Midazolam, Fentanyl dan
Ondansetron. General Anestesi diinduksi dengan Propofol yang merupakan obat
hipnotik intravena diisopropilfenol yang menimbulkan induksi anestesi cukup dengan
aktivitas eksitasi yang maksimal. Kemudian diberi rumatan anestesi dengan N2O, O2
dan Sevofluran. Maintenance cairan menggunakan Tutofusin.

24
DAFTAR PUSTAKA

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed.2. Cet.V.
Jakarta: Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2010.

Dobson MB. Editor: Dharma A. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC. 2011.

Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology).


Jakarta : Bagian Farmakologi FKUI. 2006.

Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta : EGC. 2009.

Soerasdi E, Satriyanto MD, Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia Sehari-


hari. Bandung. 2010.

Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. Jakarta: EGC. 2010.

Latief, Said. Analgesia Regional. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi II. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009

Miller RD, Pardo M.C. 2011. Basic of Anestesia. Ed 6. Philadelpia : Elsevier.

Sjamsuhidajat, R., De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2005. Hal. 388 – 393.

Crum Christoper P., Lester Susan C., Cotran Ramzi S. Sistem Genitalia Perempuan
dan Payudara. Robbins Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2007. Hal. 793 – 794.

25

Anda mungkin juga menyukai