Anda di halaman 1dari 21

Makalah

Keseimbangan cairan,elektrolit dan asam basa

Dosen pengampu : Ns. Ari

Disusun oleh :

Deby indriyani

Ermawati

Lisa hartanti N

Putri anjasari

Riska rahma ilahi

Zulkhairi

Stikes al-insyirah
pekanbaru

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa”
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini mungkin ada hambatan,
namun berkat bantuan serta dukungan dari teman-teman dan bimbingan dari dosen pembimbing.
Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak, atas bantuan serta dukungan dan doa nya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini.
Kami mohon maaf apabila makalah ini mempunyai banyak kekurangan, karena keterbatasan
penulis yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
yang sifatnya membangun, sangat diharapkan oleh kami dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca maupun kami.

Pekanbaru, 23 oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG……………………………………………………………1

1.2 RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………1

1.3 TUJUAN…………………………………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN

1.1 pengertian uji diagnostic…………………………………………………………..2

1.2 terapi medis umum.………………………………………………………………..2

1.3 mempertahankan keseimbangan cairan ………………….……………………….3

1.4 mempertahankan keseimbangan elektrolit…………………………………….....7

1.5 mempertahankan keseimbangan asam basa………………………………………..

1.6 asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit………

BAB III KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan………………………………………………………………………....9
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan. Sebagai profesi, tentunya
pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga perawat/ners harus memiliki kompetensi
dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi
agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu. Tetapi bila kita
lihat realita yang ada, dunia keperawatan di Indonesia sangat memprihatinkan. Fenomena “gray
area” pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi kesehatan
lainnya masih sulit dihindari.

Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari
pelayanan kesehatan. Tenaga keperawatan secara keseluruhan jumlahnya mendominasi tenaga
kesehatan yang ada, dimana keperawatan memberikan kontribusi yang unik terhadap bentuk
layanan kesehatan sebagai satu kesatuan yang relatif, berkelanjutan, koordinatif, dan advokatif.
Keperawatan sebagai suatu profesi, menekankan kepada bentuk pelayanan profesional yang
sesuai dengan standar dengan memperhatikan kaidah etik dan moral. Sehingga pelayanan yang
diberikan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik.

Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan
sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan
dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki dewasa.
Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup,
berkembang, dan menjalankan fungsinya.Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik
sangat dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk
mempertahankan keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada
kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara substansi-substansi yang ada di milieu
interior.Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan
ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.Ginjal juga turut
berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion
hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan
dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresi ion hidrogen dan CO2,
dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana caranya membuat diagnosis klinismenjadi lebih memiliki basis bukti?


2. Bagaimana cara mendapatkan upaya diagnosis yang baik, serta membuktikan
kesahihannya berbasis bukti, dan secara tepat mengimplementasikannya pada pasien
kita?
3. Hal-hal apakah yang diperlukan untuk mampu melakukan prosedur di atas?

1.3 Tujuan

1. untuk mengumpulkan informasi untuk memperjelas status kesehatan pasien dengan


menggunakan karakteristik pasien, gejala dan tanda, riwayat penyakit, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. pengertian Uji diagnostik

Pada dasarnya suatu uji diagnostik merupakan penelitian observasional yang membandingkan
hasil dugaan/prediksi suatu pemeriksaan atau test, terhadap suatu nilai baku yang mendekati
kebenaran/gold standard. Seberapa besar hasil pemeriksaan dapat mendekati/menduga nilai
sebenarnya akan menentukan besarnya akurasi pemeriksaan tersebut, baik dalam kepastian
terdapatnya penyakit ataupun kepastian normal atau tidaknya seseorang

Secara umum bentuk hubungan tersebut Diharapkan setiap penilaian uji diagnostik mampu

dan mengerti perhitungan parameter uji diagnostik diatas untuk kemudian mampu menilai
apakah hasil penelitian itu memenuhi kriteria EBM untuk menunjukkan seberapa besar
penelitian tersebut dapat menunjang atau menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit. Dikenal
beberapa istilah yang dapat membantu kita dalam menegakkan atau menyingkirkan suatu
penyakit, yaitu SpPIn dan SnNOut.

 SpPIn: menunjukkan bahwa bila suatu pemeriksaan yang sangat spesifik (Sp tinggi)
memberikan
hasil positif, maka pemeriksaan itu menunjukkan
bahwa si pasien kemungkinan besar menderita (rule
in) penyakit itu, sebaliknya
 SnNOut: menunjukkan bahwa bila suatu pemeriksaan yang sangat sensitif (Se tinggi)
memberikan hasil negatif, maka pemeriksaan itu berhasil menyingkirkan (rule out)
adanya penyakit yang diduga.
B. Terapi medis umum

Terapi (dalam Yunani: θεραπεία), atau pengobatan, adalah remediasi masalah kesehatan,
biasanya mengikuti diagnosis. Orang yang melakukan terapi disebut sebagai terapis.Dalam
bidang medis, kata terapi sinonim dengan kata pengobatan. Di antara psikolog, kata ini mengacu
kepada psikoterapi.

1. Terapi pencegahan atau terapi Profilaksis adalah pengobatan yang dimaksudkan untuk
mencegah munculnya kondisi medis. Sebagai contoh adalah banyaknya vaksin untuk
mencegah infeksi penyakit.
2. Terapi abortive adalah pengobatan yang dimaksudkan untuk menghentikan kondisi
medis dari perkembangan lebih lanjut. Pengobatan yang dilakukan pada tanda-tanda
paling awal dari munculnya penyakit, seperti gejala sakit kepala migrain, adalah sebuah
terapi abortive.
3. Terapi supportive adalah suatu terapi yang tidak merawat atau memperbaiki kondisi yang
mendasarinya, melainkan meningkatkan kenyamanan pasien.

C. Komposisi Cairan Tubuh


Telah disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih
kurang 60% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi
antara individu sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita
dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dati total berat badan. Pada bayi dan anak-anak,
prosentase ini relative lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia. Cairan tubuh
menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. Dua pertiga bagian (67%) dari cairan
tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan sepertiganya (33%) berada di luar sel
(cairan ekstrasel/ CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi
20% CES atau 15% dari total berat badan, dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES
atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompartmen tersebut, ada kompartmen lain
yang ditempati cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun, volumenya diabaikan karena
kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+
dan Cl-terutama terdapat pada cairan ekstrasel, sedangkan ion K+
di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya
paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma.Perbedaan komposisi cairan
tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang memisahkan mereka.
Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial, sedangkan dinding
kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan normal, terjadi
keseimbangan susunan dan volume cairan dan elektrolit antar kompartmen. Bila terjadi
perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi
perpindahan cairan atau ion antar kompartmen sehingga terjadi keseimbangan kembali.
Perpindahan Substansi Antar Kompartmen Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier
atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat yang akan pindah harus dapat
menembus barier atan membran tersebut. Bila substansi zat 3 tersebut dapat melalui
membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat
menembusnya, maka membran tersebut tidak permeable untuk substansi tersebut.
Membran disebut semipermeabel (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat
melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya. Perpindahan substansi melalui
membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan energi,
sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
 Difusi
Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung
menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah
sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini
disebut difusi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick
(Fick’s
law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2. Peningkatan permeabilitas.
3. Peningkatan luas permukaan difusi.
4. Berat molekul substansi.
5. Jarak yang ditempuh untuk difusi
 Osmosis
Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih rendah
dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal ini
karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila
konsentrasi zat yang terlarut meningkat, konsentrasi air akan menurun. Bila suatu larutan
dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan larutan yang volumenya
sama namun berbeda konsentrasi zat yang terlarut, maka terjadi perpindahan air/zat
pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang rendah ke larutan dengan
konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan osmosis.

 Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh
membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas
permukaan membran, dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi
ini disebut tekanan hidrostatik.

 Transport aktif
Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara
pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi.
Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan
konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K.

D. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin
sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan
garam tersebut.

1. Pengaturan volume cairan ekstrasel


Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan
menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka
panjang.
Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb.:
a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada
keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadi
karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan
luarnya. Water turnover dibagi dalam:
1. External fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar Pemasukan
air melalui makanan dan minuman 2200 ml air metabolisme/oksidasi 300 ml
Pengeluaran air melalui insensible loss (paru-paru & kulit) 900 ml urin 1500 ml feses
100 ml

2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses
filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.

b. Memperhatikan keseimbangan garam


Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan
sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang
hampir tidak pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai
dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya
dan cenderung lebih dari kebutuhan.Kelebihan garam yang dikonsumsi harus
diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan garam.

Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:


1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal 6 Jumlah Na+
yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol
tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan
retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air
sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah
arteri . Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau
hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi oleh
sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma.
Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin
sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.

2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel


Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu
larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin
rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis
dari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area
yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah). Osmosis hanya
terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menembus membran
plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang banyak ditemukan di
cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas
osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung
jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata
dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung
jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini. Pengaturan
osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas
yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh
secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik
di tubulus proksimal (± 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat
permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler
peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi
hiperosmotik. Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan
secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi garam
tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen
menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi
bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk di duktus
koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada
tidaknya vasopresin/ ADH.
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor
di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypothalamus yang
menyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam
darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressin
dengan resptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di
membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukan aquaporin ini memungkinkan
terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di
duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam
tubuh tetap dapat dipertahankan. Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di
hypothalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke
pusat haus di hypothalamus sehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan
di dalam tubuh kembali normal.

c. Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh
system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit melali baroreseptor di arkus aorta dan sinus
karotiikus, osmoreseptor di hypothalamus, dan volumereseptor atau reseptor regang di
atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh
mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ ADH
dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan
volume cairan tubuh, maka hormone atripeptin (ANP) akan meningkatkan ekskresi
volume natrium dan air . Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada
beberapa keadaan.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit


diantaranya
1. Umur
2. suhu
3. lingkungan
4. diet
5. Stress
6. penyakit.

E. Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena
7,35. Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan
alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara
normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H
danbikarbonat
2. katabolisme zat organic
3. disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada
metabolism lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini
akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion h dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara
lain:
1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan
saraf pusat,sebalikny pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. mempengaruhi konsentrasi ion K Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H
maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:
 mengaktifkan sistem dapar kimia
 mekanisme pengontrolan pH oleh sistem
pernapasan
 mekanisme pengontrolan pH oleh sistem
perkemihan
Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam karbonat.
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan
intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika
dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH
akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat terhadap perubahan kadar
ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernapasan, kemudian
mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut.
Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan
ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat
dan ammonia.

Ketidakseimbangan asam-basa
Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi.
Pembentukan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan
konsentrasi ion H.
2. Alkalosis respiratori, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat
hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukan ion H
menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi
paru. Diare akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat, dan asidosis
uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat
sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik, terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena
defisiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat.
Hal ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum
obat-obat alkalis. Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya
kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma
meningkat. Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa
tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal sangat penting.
F. Asuhan keperawatan

Riwayat Keperawatan

Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien yang beresiko mengalami
gangguan keseiombangan cairan dan elektrolit. Pengkajian tersebut meliputi sebagai berikut.

1) Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral), haluaran cairan.

2) Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

3) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan elektrolit.

4) Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu status cairan.

5) Status perkembangan (usia atau kondisi sosial).

6) Faktor psikologis (prilaku emosional).

Sementara itu, menurut Metheny (1991) ada enam hal yang perlu ditanyakan untuk menilai
status cairan dan elektrolit pasien, yaitu sebagai berikut.

1) Apakah saat ini ada penyakit atau cedera ynag dapat mengacaukan keseimbangan cairan
dan elektrolit?

2) Apakah pasien mendapat terapai cairan parenteral atau pengobatan lain yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan?

3) Apakah ada pengeluaran cairan tubuh yang abnormal? Jika ya, dari mana? Apa tipe ketidak
seimbangan yang biasanya menyertai pengeluaran cairan itu?

4) Apakah ada pembatasan diet (misalnya diet rendah garam)? Jika ya, bagaimana hal itu bisa
memengaruhi keseimbangan cairan?

5) Apakah pasien menerima air dan zat gizi lain melalui oral atau urine lain dalam jumlah
yang cukup? Jika tidak, sudah berapa lama pasien menerima asupan yang tidak adekuat tersebut?
6) Bagaimana perbandingan antara asuapan cairan total dengan haluaran cairan totalnya?

b. Pengukuran Klinis

Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat lakukan tanpa instruksi dari dokter adalah
pengukuran tanda-tanda vital, penimbangan berat badan, serta pengukuran asupan, dan haluran
cairan.

1) Berat badan. Pengukuran berat badan dilakuakan disaat yang sam dengan menggunakan
pakaian yang beratnya sama. Peningkatan atau penurunan 1 kg berat badan serta dengan
penamabahan atau pengeluaran satu liter cairan.

2) Tanda-tanda vital. Perubahan tanda-tanda vita (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah
serta tingkat kesadaran) bisa mendakan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolitt.

3) Asupan cairan. Asupan cairan meliputi cairan oral (NGT dan oral), cairan pariental (obat-
obat intravena), makanan yang mengandung air, irigasi kateter. Kaji manifestasi pengukuran
klinik melalui cairan hipertonik adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekatannya
melebihi cairan tubuh, contohnya larutan dekstrosa 5% dan NaCl normal, dekstrosa 5% dalam
RL, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%. Cairan hipotonik adalah cairan yang konsentrasi zat
terlarut/ kepekatannya kurang.

4) Haluaran cairan/kaji input output. Haluaran cairan meliputi urine (volume, kepekatan),
fases (jumlah, konsistensi), drainase, dan IWL.

5) Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa haus yang berlebihan, kekeringan
pada membran mukosa.

6) Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan
elektrolit (misalnya deabetes melitus, kanker, luka bakar, hematemesis, dan lain-lain).

7) Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu keseimbangan cairan
dan elektrolit (misalnya steroid, diuretik, dialisis).

c. Pemeriksaan fisik

1) Integumen: turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensai rasa.

2) Kardiovaskular: distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi jantung.

3) Mata: cekung, air mata kering.

4) Neurologi: refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.

5) Gastrointestinal: mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.


d. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin
(Hb), dan hematokrit (Ht).

a) Ht naik: adanya dehidrasi berat dan gejala syok.

b) Ht turun: adanya perdarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik.

c) Hb naik: adanya hemokonsentrasi.

d) Hb turun: adanya perdarahan hebat, reaksi hemolitik.

2) Pemeriksaan elektrolit serum. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar natrium,
kalium, klorida, ion bikarbonat.

3) pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukan kemampuan ginjal untuk mengatur
konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.

4) Analisis gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2,HCO3-,PCO2 dan saturasi
O2. Nilai PCO2 normal 35-40 mmHg, PO2 normal 80-100 mmHg, HCO3- normal 25-29 mEq/l.
Sementara saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen yang
dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%) dan vena (60%-85%).

e. Interpretasi

1) Asidosis

a) CO2 naik :CO2+H2O →H2CO2

b) HCO3- turun :HCO3- bersifat basa

2) Alkalosis

a) CO2 turun :tidak terbentuk asam bikarbonat

b) HCO3- naik :kadar basa naik

Pada ketidak seimbangan asam-basa karena proses respiratorik, nilai pH dan PCO2 tidak normal.
Sebaliknya, bila kondisi tersebut disebabkan oleh proses metabolik, nilai pH dan HCO3-
keduanya meningakat atau rendah.
2. Penetapan Diagnosis

Menurut NANDA (2003), masalahnya keperawatan utama untuk masalah gangguan


keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi sebagai berikut.

Kekurangan volume cairan

Kelebihan volume cairan

Risisko kekurangan volume cairan

Risiko ketidak seimbangan volume cairan

Gangguan pertukaran gas

3. Perencanaan dan Implementasi

Berdasarkan NANDA (2003), diagnosa keperawatan untuk masalah gangguan pemenuhan


kebutuhan cairan dan elektrolit meliputi lima diagnosis. Namun, dalam pembahasan kali ini akan
diuraikan dua diagnosis umum, yakni kekurangan volume cairan dan kelebihan volume cairan .

Secara umum, tujuan intervensi keperawatan untuk maslah cairan dan elektrolit meliputi
mempertahankan keseimbnagan asupan dan haluaran cairan, mengoreksi defisit volume cairan
dan elektrolit, mengurangi overload, mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal,
menunjukan prilaku yang dapat meningkatan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa, serta
mencegah komplikasi akibat pemberian terapi.

Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan hal sebagai berikut.

1) Haluaran urine yang berlebihan (misalnya diabetes insipidus).

2) Pengeluaran cairan sekunder akibat demam, drainase yang abnormal, peritonitis, atau diare.

3) Mual/muntah

4) Kesulitan menelan atau minum sendiri, sekunder akibat sakit tenggorokan.

5) Asupan cairan yang kuarang saat berolahraga atau karena kondisi cuaca.

6) Penggunaan laksatif dan diuretik yang berlebihan.

Kriteria Hasil

Klien akan mempertahankan berat jenis urine dalam rentang normal.

Indikator
1) Meningkatan asupan cairan hingga jumlah tertentu, sesuai dengan usia dan kebutuhan
metabolik.

2) Mengidentifikasi faktor resiko defisit cairan dan menjelaskan perlunya meningkatkan


asupan cairan sesuai indikasi.

3) Tidak memperlihatkan tanda dan gejala dehidrasi.

Intervensi Umum

Mandiri

1) Kaji faktor penyebab (misalnya ketidak mampuan untuk minum sendiri, gangguan
menelan, sakit tenggorokan, asupan cairan yang kurang sebelum berolahrahga, kurang
pengetahuan, atau tidak suka dengan minuman yang tersedia).

2) Kaji pemahaman klien tentang perlunya mempertahankan hidrasi yang adekuat serta
metode untuk memenuhi asupan cairan.

3) Kaji minuman yang disukai dan tidak disukai klien dan rencanakan pemberian asupan
secara bertahap (misal 1.000 ml di siang hari, 800 ml di sore hari, dan 300 ml di malam hari).

4) Bila klien mengalami sakit tenggorokan, tawarkan minuman yang hangat atau dingin,
pertimbangkan pemberian es.

5) Bila klien sangat lelah atau lemah, anjurkan klien untuk istirahat sebelum makan dan
berikancairan dalam jumlah sedeikit tetapi sering.

6) Anjurkan klien membuat buku catatan yang berisi asupan cairan, haluaran urine, dan berat
badan harian.

7) Pantau asupan cairan klien (minimal 2.000 ml cairan oral per hari).

8) Pantau haluran urine klien (minimal 1.000-1.500 ml per hari).

9) Timbang badan setiap hari di waktu yang sama dan dengan pakaian yang sama. Penurunan
berat badan 2-4% (dehidrasi ringan), 5-9% (dehidrasi sedang).

10) Pantau BUN, osmolaritas, dan elektrolit serum dan urine, kadar kreatyinin, hematokrit, dan
hemoglobin.

11) Jelaskan bahwa kopi, teh, dan jus merupakan diuretik yang bisa menyebabkan kehilangan
cairan.

12) Pertimbangkan jenis obat-obatan serta kondisi lain yang bisa menyebabkan kehilangan
cairan berlebihan (misal pemberian diuretik, muntah, diare, demam).
13) Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.

14) Bagi para olahragawan, tekankan pentingnya hidrasi yang adekuat sebelum dan selama
berolahraga.

Kolabrasi

Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi intravena.

Rasional

1) Kondiasi dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Akibatnya, haluaran urine
tidak dapat membersihkan limbah secara adekuat sehingga kadar BUN dan elektroit meningkat.

2) Pengukuran berat badan yang akurat dapat mendeteksi kehilangan cairan.

3) Untuk memmantau berat badan secara efektif, penimbangan harus dilakukan disaat yang
sama dengan mengenakan pakaian yang beratnya hampir sama.

4) Konsumsi gula, alkohol, dan kafein dalam jumlah besar dapat meningkatakan produksi
urine dan menyebabkan dehidrasi.

Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan hal sebagai berikut.

1) Gangguan mekanisme regulator, sekunder akibat gagal ginjal, abnormalitas sistemik dan
metabolik, disfungsi endokrin, lipidemia.

2) Retensi natrium dan air, sekunder akibat terapi kortikosteroid.

3) Asupan natrium/air yang berlebihan.

4) Asupan protein yang rendah (diet, malnutrisi).

5) Bendungan vena dependen/stasis vena, sekunder akibat imobilitas, berdiri atau duduk
terlalu lama.

Kriteria Hasil

Klien akan memperlihatkan berkurangnya edema (sebutkan areanya).

Indikator

1) Menjelaskan faktor-faktor penyebab.

2) Menjelaskan metode pencegahan edema.


Intervensi Umum

1) Identifikasi faktor penyebab (kelebihan asupan natrium, asupan protein yang tidak adekuat,
stasis vena, imobilitas, kurang pengetahuan, dan lain-lain).

2) Catat asupan makanan dan cairan setiap hari dan setiap minggu, kaji keadekuatan asupan
protein dan natrium.

3) Buat menu mingguan yang memenuhi kebutuhan protein dengan biaya yang terjangkau
oleh klien.

4) Kurangi asupan garam, pertimbangkan penggunaan garam pengganti.

5) Kaji adanya stasis vena atau bendungan vena.

6) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas horizontal (meninggikan kaki) dan ktivitas
vertikal (berdiri) secra bergantian, hindari menyilangkan kaki.

7) Letakan ekstremitas yang edema lebih tinggi dari jantung (kecuali ada kontraindikasi)

8) Lakukan prosedur keperawatan (misal mengukur tekanan darah, memberikan cairan IV)
pada ekstremitas yang tidak mengalami edema.

9) Kurangi konstriksi pembuluh darah, hindari mrnggunakan stocking setinggi lutut,


pertimbangkan pengguanan stocking antiembolisme.

10) Periksa ektremitas secara sering untuk melihat keadekuatan sirkulasi dan adanya tanda-tanda
area konstriksi.

11) Pada klien imobilisasi, rencanakan latihan ROM aktif atau pasif untuk semua ektremitas
setiap empat jam, termasuk dorsofleksi kaki guna memasase vena.

12) Ubah posisi individu sedikitnya setiap dua jam dengan empat posisi (miring kanan, miring
kiri, terlentang, terlungkup), jika tidak ada kontraindikasi.

13) Berikan penjelasan verbal dan tertulis tentang obat-obat yang digunakan, terutama obat-obat
yang memengaruhi keseimbangan cairan (misal diuretik, steroid)

14) Pada klien yang mengalami edema berat, timbang berat badan setiap pagi dan malam hari,
dan buat catatannya.

15) Ingatkan klien untuk segera menghubungi dokter jika terjadi edema/penambahan berat
badan yang berlebihan (> 1 kg/hari), karena hal ini bisa mengindikasikan masalah jantung dini.

Rasional
1) Edema menghambat aliran darah menuju jaringan, akibatnya nutrisi sel menjadi buruk dan
kerentanan terhadap cedera meningkat.

2) Asupan natrium yang tinggi menyebabkan retensi cairan. Makan yang tinggi natrium
antara lain kudapan asin, keju cheddar, acar, kecap, MSG, sayuran kaleng, mustard. Beberapa
obat bebas seperti antasida, juga tinggi natrium.

3) Kartikosteroid mengandung unsur glukokortikoid dan mineralokortikoid yang


meningkatkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium di tubulus ginjal. Retensi natrium
menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler dengan mencegah ekskresi cairan.

4) Edema terjadi setelah cairan ekstraseluler yang meningkat memasuki ruang interstisial dan
darah sehingga volume cairan interstisial dan darah meningkat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin
sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan
garam tersebut.

Anda mungkin juga menyukai