Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SISTEM PERSYARAFAN

ILMU DARAS KEPERAWATAN 1


Pengampu : Endrat Kartiko Utomo S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh :
1. Maya Febrianasari (200208013)
2. Muhammad Arqom (200208024)
3. Annisa Yuli Kartikasari (200208028)
4. Ipud fauziyah rasyid (200208036)
5. Khoirisma Aulia Sari (200208037)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DUTA BANGSA SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Sistem Persyarafan” ini dengan
baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “ Ilmu Dasar Keperawatan 1
(biologi) ” di Fakultas Ilmu Kesehatan – Universitas Duta Bangsa - Surakarta.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jaun dari kata sempurna,
baikdari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh sebab itu, kami mengharapakan
kritik dan saran yang sifatnya membangun khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi
acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik lagi. Semoga makalah ini menjadi
lebih bermanfaat untuk para mahasiswa pada umumnya dan untuk teman sejawat perawat pada
khususnya.

Surakarta, 12 April 2021

Tim Penyusun
Daftar Isi

Table of Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................5
A. Pengertian Sistem saraf................................................................................................................5
B. Fungsi sistem syaraf....................................................................................................................5
C. Susunan sistem saraf....................................................................................................................6
D. Mekanisme jalannya impuls........................................................................................................8
E. Sel sel pada sistem saraf..............................................................................................................9
F. Gerak refleks..............................................................................................................................10
G. Regenerasi Neuron.....................................................................................................................11
H. Macam macam kelainan sistem persyarafan..............................................................................13
BAB III......................................................................................................................................................20
PENUTUP.............................................................................................................................................20
A. Kesimpulan................................................................................................................................20
B. Saran..........................................................................................................................................20
Daftar pustaka...........................................................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem saraf merupakan struktur pusat pengaturan yang tersusun oleh milyaran sel-sel
neuron yang berorganisasi dengan berbagai macam jaringan (Carlsson dkk, 2000). Sistem
saraf terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu neuron dan neuroglia. Neuron merupakan stuktur
dasar dan unit fungsional pada sistem saraf (Fox, 2004). Sel neuroglia merupakan sel
penunjang tambahan neuron yang berfungsi sebagai jaringan ikat dan mampu menjalani
mitosis yang mendukung proses proliferasi pada selsaraf otak (Sloane, 2003).
Proliferasi diperlukan dalam kondisikultur untuk mengetahuimetabolisme yang terjadi
dalam sel seperti siklus pertumbuhan, respon sel terhadap antioksidandan paparan zat
toksikyang menyebabkan kerusakan pada sel. Kondisi kultur pada dasarnya memerlukan
mediadengan komponen pertumbuhan yang lengkap untuk mendukung kelangsungan
hidup sel, tetapi komponen tersebut belum mampu untuk menjaga keseimbangan
metabolisme pada sel terutama dari paparan zat toksik, sehingga diperlukan penyeimbang
berupa antioksidan.
Sistem Saraf Pusat (SSP) memiliki kriteria yang sama dengan organ tubuh lainnya yaitu
kerjanya sangat bergantung pada aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan
pembuangan sisa-sisa metabolismenya. Suplai darah ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang
lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel. Suplai darah ini
dijamin oleh dua arteria, yaitu a.carotis interna dan a.vertebralis yang cabang-cabangnya
beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus willisi (Price & Wilson, 2006).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sistem syaraf ?
2. Apa fungsi sistem syaraf ?
3. Bagaimana susunan sistem syaraf ?
4. Bagaimana mekanisme jalannnya impuls ?
5. Apa saja yang termasuk sel sistem syaraf ?
6. Bagaimana gerak refleks dapat terjadi?
7. Bagaimana cara regenerasi neuron/ syaraf ?
8. Apa saja Macam macam penyakit syaraf ?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa pengertian dari sistem syaraf
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui Apa fungsi sistem syaraf
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana susunan sistem syaraf
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui Apa saja sistem syaraf pada manusia
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana mekanisme jalannnya impuls
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana gerak refleks dapat terjadi
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana cara regenerasi neuron/ syaraf
8. Agar mahasiswa dapat mengetahui Macam macam penyakit syaraf
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf ke
susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan rangsangan
(Feriyawati, 2006). Sistem atau susunan saraf merupakan salah satu bagian terkecil dari
organ dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang paling kompleks. Susunan saraf
manusia mempunyai arus informasi yang cepat dengan kecepatan pemrosesan yang tinggi
dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls saraf) (Bahrudin, 2013).
alur informasi pada sistem saraf dapat dipecah secara skematis menjadi tiga tahap.
Suatu stimulus eksternal atau internal yang mengenai organ-organ sensorik akan
menginduksi pembentukan impuls yang berjalan ke arah susunan saraf pusat (SSP)
(impuls afferent), terjadi proses pengolahan yang komplek pada SSP (proses pengolahan
informasi) dan sebagai hasil pengolahan, SSP membentuk impuls yang berjalan ke arah
perifer (impuls efferent) dan mempengaruhi respons motorik terhadap stimulus
(Bahrudin, 2013).
B. Fungsi sistem syaraf
Saraf sebagai sistem koordinasi atau pengatur seluruh aktifitas tubuh manusia
mempunyai 3 fungsi utama yaitu sebagai alat komunikasi, pengendali atau pengatur kerja
dan pusat pengendalian tanggapan. Berikut penjelasannya
1. Saraf sebagai alat komunikasi antara tubuh dan dunia luar tubuh. Hal ini dilakukan
oleh alat indra yang meliputi mata, hidung telinga, lidag dan kulit. Karena ada indra,
dengan mudah kita dapat mengetahui perubahan yang terjadi
2. Saraf bekerja sebagai pengendali atau pengatur kerja organ tubuh sehingga dapat
bekerja serasi sesuai dengan fungsi masing masing
3. Saraf sebagai pusat pengendali tanggapanatau reaksi tubuh terhadap perubahan
keadaan disekitarnya. Karena saraf sebagai pengendali kerja alat tubuh maka
jaringan saraf terdapat pada seluruh alat tubuh
Fungsi sistem syaraf pada manusia
Fungsi yang paling utama adalah untuk menerima, mengolah dan menyampaikan
rangsangan dari seluruh organ. Fungsi ini akan berjalan dengan baik jika ada koordinasi
antara fungsi sensorik, fungsi pengatur, dan fungsi motorik. Selain itu, jika diuraikan
lebih lanjut, sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat mengendalikan seluruh pengaturan dan pengolahan rangsangan, 
mulai dari mengatur pikiran, gerakan, emosi, pernapasan, denyut jantung, pelepasan
berbagai hormon, suhu tubuh, hingga koordinasi seluruh sel saraf untuk melakukan
fungsi pengaturan di dalam tubuh.
b. Sistem saraf tepi
Fungsi utama dari sistem saraf tepi adalah menerima rangsangan dan menghantarkan
semua respons yang sudah diolah oleh sistem saraf pusat. Sistem ini terdiri dari
beberapa fungsi dan bagian, yaitu:
1) Fungsi sensorik
Bagian ini berfungsi untuk menerima setiap rangsangan atau impuls, baik yang
dari luar maupun dalam tubuh. Rangsangan yang diterima bisa berupa cahaya,
suhu, bau, suara, sentuhan, tekanan.
2) Fungsi motoric
Bagian motorik berperan untuk memberikan tanggapan atau reaksi tubuh terhadap
rangsangan yang sudah diproses oleh sistem saraf pusat. Ketika terkena gangguan,
misalnya karena penyakit saraf motorik, maka tubuh tidak dapat bergerak dengan
normal atau bahkan tidak dapat bergerak sama sekali.
3) Fungsi somatic
Selain kedua fungsi tersebut, sistem saraf tepi juga mengelola respons semua
kegiatan yang tidak disadari, seperti respons flight-or-fight dan kebalikannya.
Contohnya, ketika mengalami ancaman, tubuh akan merespons keadaan tersebut
dengan mempercepat denyut nadi, meningkatkan frekuensi pernapasan, serta
meningkatkan aliran darah.
C. Susunan sistem saraf
Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat (otak dan
medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan secara fisiologi yaitu saraf
otonom dan saraf somatik (Bahrudin, 2013).
1. Sistem saraf pusat
Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis, yang
merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian fungsional pada
susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai penghubung dan transmisi elektrik
antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara mekanik dan
metabolik (Bahrudin, 2013).
a. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur dari
segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga tengkorak. Bagian utama
otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil (cereblum) dan otak tengah
(Khanifuddin, 2012).
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Otak besar
ini dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap belahan
tersebut terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan temporal.
Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari talamus,
hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012). Otak belakang/ kecil terbagi
menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon
berubah menjadi batang otak (pons) dan cereblum. Sedangkan mielensefalon akan
menjadi medulla oblongata (Nugroho, 2013). Otak tengah/ sistem limbic terdiri
dari hipokampus, hipotalamus, dan amigdala (Khafinuddin, 2012).
b. Medula Spinalis (Sumsum tulang belakang)
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang belakang,
mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang kedua.
Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar berwarna
putih (white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area) (Chamidah,
2013). Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung
badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf
motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari
otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks (Khafinuddin, 2012).
2. Sistem Saraf Tepi
Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang merupakan garis
komunikasi antara SSP dan tubuh . SST tersusun dari semua saraf yang membawa
pesan dari dan ke SSP (Bahrudin, 2013). Berdasarkan fungsinya SST terbagi menjadi
2 bagian yaitu:
a. Sistem Saraf Somatik (SSS)
Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf
spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh kesadaran.
1) Saraf kranial
12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa
dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagian besar
tersusun dari serabut sensorik dan motorik.
2) Saraf spinal
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan motorik
dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan
meninggalkan melalui eferen. Saraf spinal(Gambar 2.6) diberi nama dan
angka sesuai dengan regia kolumna vertebra tempat munculnya saraf tersebut.
b. Sistem Saraf Otonom (SSO)
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari.
Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh
darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf
parasimpatik. Fungsi dari kedua sistem saraf ini adalah saling berbalikan
SST berdasarkan divisinya juga dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1) Divisi sensori (afferent) yaitu susunan saraf tepi dimulai dari receptor pada
kulit atau otot (effector) ke dalam pleksus, radiks, dan seterusnya kesusunan
saraf pusat. Jadi besifat ascendens.
2) Divisi motorik (efferent) yang menghubungkan impuls dari SSP ke effector
(Muscle and Glands) yang bersifat desendens untuk menjawab impuls yang
diterima dari reseptor di kulit dan otot dari lingkungan sekitar (Bahrudin,
2013).
D. Mekanisme jalannya impuls
Impuls adalah ransangan atau pesan yang diterima oleh reseptor dari lingkungan luar, kemudian
dibawa oleh neuron. Impuls juga dikatakan serangkaian pulsa elektrik yang menjalari serabut
saraf. Impuls yang diterima oleh reseptor kemudian di sampaikan ke efektor yang menyebabkan
terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Sebagai jaringan komunikasi, tentunya saraf
memiliki mekanisme khusus tentang cara meneruskan impuls. Terdapat dua alur atau proses
mekanisme jalannya impuls dalam sistem saraf. Mekanisme jalannya impuls saraf adalah sebagai
berikut:
1. Impuls Dihantarkan Melalui Sel Saraf
Impuls dapat diteruskan dan mengalir melalui sel saraf yang disebabkan adanya perbedaan
potensial listrik yang dinamakan polarisasi. Muatan listrik di luar membran sel saraf adalah
posifit sedang muatan yang diluar adalah negatif. Apabila sel saraf diberi dengan rangsangan
akan mengakibatkan polarisasi membran berubah, sehingga polarisasi akan mengalami
pembalikan. Proses pembalikan akan diulang yang menyebabkan rantai reaksi
2. Impuls Dihantarkan Lewat Sinapsis
Apabila impuls mengenai tombol sinaps, maka permeabilitas membran prasinapsis terhadap
ion kalsium menjadi meningkat. Ion kalsium kemudian akan masuk, sedangkan gelembung
sinapsis akan melepaskan neutransmitter ke celah sinaps. Gelembung sinaps melebur dengan
membran prasinaps. Impuls sampai ke membran postsinaps karena dibawah neutransmitter,
kemudian neutrotransmitter dihidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh membran
postsinaps.
E. Sel sel pada sistem saraf
Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf dan sel glial. Sel
saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls dari panca indera menuju otak
yang selanjutnya oleh otak akan dikirim ke otot. Sedangkan sel glial berfungsi sebagai
pemberi nutrisi pada neuron (Feriyawati, 2006).
1. Sel Saraf (Neuron)
Sel saraf (neuron) bertanggung jawab untuk proses transfer informasi pada sistem
saraf (Bahrudin, 2013). Sel saraf berfungsi untuk menghantarkan impuls. Setiap satu
neuron terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel (soma), dendrit dan akson
(Feriyawati, 2006).
Badan sel (soma) memiliki satu atau beberapa tonjolan (Feriyawati, 2006). Soma
berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan dari neuron (Nugroho,
2013). Badan sel (soma) mengandung organel yang bertanggung jawab untuk
memproduksi energi dan biosintesis molekul organik, seperti enzim-enzim. Pada
badan sel terdapat nukleus, daerah disekeliling nukleus disebut perikarion. Badan sel
biasanya memiliki beberapa cabang dendrit (Bahrudin, 2013). Dendrit adalah serabut
sel saraf pendek dan bercabang-cabang serta merupakan perluasan dari badan sel.
Dendrit berfungsi untuk menerima dan menghantarkan rangsangan ke badan sel
(Khafinudin, 2012). Khas dendrit adalah sangat bercabang dan masing-masing
cabang membawa proses yang disebut dendritic spines (Bahrudin, 2013). Akson
adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan
sel (Feryawati, 2006). Di dalam akson terdapat benang-benang halus disebut
neurofibril dan dibungkus oleh beberpa lapis selaput mielin yang banyak
mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan.
Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-sel Schwann yang akan membentuk suatu
jaringan yang dapat menyediakan makanan dan membantu pembentukan neurit.
Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin yang disebut nodus
ranvier (Khafinudin, 2012). Pada SSP, neuron menerima informasi dari neuron dan
primer di dendritic spines, yang mana ditunjukkan dalam 80-90% dari total neuron
area permukaan. Badan sel dihubungkan dengan sel yang lain melalui akson yang
ujung satu dengan yang lain membentuk sinaps. Pada masing-masing sinap terjadi
komunikasi neuron dengan sel yang lain (Bahrudin, 2013).
2. Sel penyokong atau Neuroglia (Sel Glial)
Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi sebagai jaringan
ikat (Nugroho, 2013), selain itu juga berfungsi mengisolasi neuron, menyediakan
kerangka yang mendukung jaringan, membantu memelihara lingkungan interseluler,
dan bertindak sebagai fagosit. Jaringan pada tubuh mengandung kira-kira 1 milyar
neuroglia, atau sel glia, yang secara kasar dapat diperkirakan 5 kali dari jumlah
neuron (Feriyawati, 2006). Sel glia lebih kecil dari neuron dan keduanya
mempertahankan kemapuan untuk membelah, kemampuan tersebut hilang pada
banyak neuron. Secara bersama-sama, neuroglia bertanggung jawab secara kasar pada
setengah dari volume sistem saraf.
F. Gerak refleks
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa
disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari
reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian
hasil olahan otak berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motorik sebagai perintah yang
harus dilaksanakan oleh efektor. Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapannya
terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak
(Robinson, 2002). Jadi dapat dikatakan gerak refleks terjadi tanpa dipengaruhi kehendak
atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau
batuk. Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai
dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf,
diterima oleh sel saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim
tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan
pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila
saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau
mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf
penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut
(Sherwood, 2001). Adapun pengertian dari refleks adalah suatu bentuk respon segera,
baik motorik maupun sekretorik terhadap impuls dari saraf sensorik aferen. Refleks
merupakan suatu jalur saraf sederhana, dimana stimulus akan disampaikan ke medulla
spinalis. Dari medulla spinalis, sinyal akan disampaikan baik ke otak maupun ke saraf
eferen sebagai pemegang kendali otot-otot yang terpengaruh oleh stimulus. Dengan
demikian, tanpa adanya intervensi dari otak, otot dapat berkontraksi sebagai respon dari
stimulus (Robinson, 2002). Tidak adanya intervensi dari otak, membuat refleks dapat
terjadi secara cepat di luar kesadaran.
G. Regenerasi Neuron
Sel saraf sulit sekali untuk melakukan regenarasi setelah mengalami kerusakan. Dalam
sel body (inti sel/ sel tubuh), bagian kromatofilik menghilang dan nukleus keluar dari
pusat sel. Jika neuron berfungsi normal kembali, sel tersebut pelan-pelan akan kembali
pada keadaan normal. Jika suplai oksigen atau nutrisi dihambat, seperti yang selalu
terjadi pada stroke atau trauma mekanik mengenai neuron, seperti yang selalu pada
kerusakan medula spinalis atau perifer, neuron tidak akan mengalami perbaikan kecuali
sirkulasi baik atau tekanan turun dalam waktu beberapa menit atau jam. Jika keadaan
stress ini terjadi terus menerus, neuron yang mengalami kerusakan akan benar-benar
mengalami kerusakan permanen (Bahrudin, 2013). Pada SST, sel Schwann berperan
dalam memperbaiki neuron yang rusak. Proses ini dinamakan degenaration wallerian,
bagian distal akson yang semakin memburuk dan migrasi makrofag pada sel tersebut
untuk proses fagositosis sel mati tersebut. Sel Schwann di area yang putus membentuk
jaringan padat memanjang yang menyambung pada bagian akson yang sebenarnya.
Selain itu, sel. Schwann juga mengelurkan growth factor untuk merangsang pertumbuhan
kembali akson. Jika akson telah putus, akson yang baru akan mulai muncul dari bagian
proksimal bagian yang putus dalam beberapa jam. Pada sebagian kerusakan yang biasa
pada proksimal akson yang rusak akan mati dan menyusut beberapa sentimeter sehingga
tunas muncul lambat sekitar beberapa minggu. Ketika neuron terus mengalami perbaikan,
akson tersebut akan tumbuh kesisi yang mengalami kerusakan dan sel Schwann
membungkus disekitarnya (Bahrudin, 2013). Jika akson terus tumbuh di daerah perifer
sepanjang saluran sel Schwann, ini akan secepatnya mengembalikan hubungan antar
sinapnya. Jika tidak tumbuh lagi atau menyimpang, fungsi normalnya tidak akan kembali.
Akson yang tumbuh mencapai tujuannya, jika bagian distal dan proksimal bagian yang
rusak bertemu. Ketika sebuah saraf perifer mengalami kerusakan seluruhnya, relatif
hanya beberapa akson yang akan sukses mengembalikan hubungan sinap yang normal,
sehingga fungsi saraf akan selamanya rusak.
Regenerasi yang terbatas disebabkan karena:
1. Banyak akson yang terdegenarasi
2. Astrosit menghasilkan jaringan parut sehingga mencegah pertumbuhan akson di
daerah yang rusak.
3. Astrosit melepaskan bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan kembali
akson.
GBS merupakan bagian atau salah satu dari penyakit neuromuskular, penyakit ini jarang
dijumpai. Gangguan neuromuskular memiliki spektrum gejala dan tanda yang cukup
khas. Mulai dari kesemutan diujung jari, kelumpuhan ekstremitas, hingga kegagalan
saluran pernafasan yang dapat mengancam nyawa. Oleh karenanya, mengenali penyakit
ini sejak awal sangatlah penting. Penyakit neuromuskular sifat kelumpuhannya adalah
lower motor neuron (LMN). Maka dari itu yang pertama kali diperkirakan bila
mencurigai pasien dengan penyakit neuromuskular adalah memastikan bahwa kelainan
pada pasien tersebut bukan upper motor neuron (UMN).
H. Macam macam kelainan sistem persyarafan
1. Parkinson
a. Pengertian
Penyakit Parkinson merupakan gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh
proses degenerasi ganglia basalis pada sel substansia nigra pars compacta (SNc)
dan ditandai dengan karakteristik seperti tremor saat istirahat, kekakuan otot dan
sendi (rigidity), kelambanan gerak dan bicara (bradikinesia) serta instabilitas
posisi tegak (postural instability). Penyakit ini adalah penyakit neuro degenerative
yang paling sering terjadi setelah Alzheimer dan lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Penyakit parkinson dimulai perlahan, tidak disadari,
berangsur-angsur memburuk dan mempengaruhi kualitas hidup. Penyakit ini
semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2030 diperkirakan prevalensi
penyakit Parkinson di Indonesia akan meningkat lebih dari dua kali lipat dari
tahun 2005 yang prevalensinya sebesar 90.000.
b. Etiologi
Penyakit Parkinson dapat disebabkan oleh banyak faktor baik secara internal
(genetik) maupun eksternal (lingkungan). Saat ini berkembang beberapa teori
penyebab kerusakan substansia nigra antara lain : 1) paparan neurotoksin dari
lingkungan, 2) genetik, 3) gangguan fungsi mitokondria, 4) stress oksidatif, dan 5)
gangguan -synuclein protein (Bahrudin, 2017).
c. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, penyakit Parkinson dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
(Hendrik, 2013)
1) Idiopati (primer) merupakan penyakit Parkinson secara genetik.
2) Simptomatik (sekunder) merupakan penyakit Parkinson akibat infeksi, obat,
toksin, vaskular, trauma, hipotiroidea, tumor, hidrosefalus tekanan normal,
hidrosefalus obstruktif.
3) Parkinson plus (multiple system degeneration) merupakan Parkinsonism
primer dengan gejala-gejala tambahan. Termasuk demensia Lewy bodies,
progresif supranuklear palsy, atrofi multi sistem, degenerasi striatonigral,
degenerasi olivopontoserebelar, sindrom Shy-Drager, degenerasi kortikobasal,
kompleks Parkinson demensia ALS (Guam), neuroakantositosis
4) Parkinsonism herediter, terdiri dari penyakit Wilson, penyakit Huntington,
penyakit Lewy bodies
d. Manifestasi klinis
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang
didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal
atau kram otot, distonia fokal, gangguan keterampilan, kegelisahan, gejala
sensorik (parestesia), dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran
klinis penderita Parkinson sebagai berikut :
1) Tremor
Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit Parkinson dan bermula
pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian
sisi yang lain juga akan turut terkena. Kepala, bibir dan lidah sering tidak
terlihat, kecuali pada stadium lanjut. Frekuensi tremor berkisar antara 4-7
gerakan per detik dan terutama timbul pada keadaan istirahat dan berkurang
bila ekstremitas digerakan. Tremor akan bertambah pada keadaan emosi dan
hilang pada waktu tidur.
2) Rigiditas
Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya
terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi
menyeluruh dan lebih berat dan memberikan tahanan jika persendian
digerakan secara pasif. Rigiditas timbul sebagai reaksi terhadap regangan pada
otot agonis dan antagonis. Salah satu gejala dini akibat rigiditas ialah hilang
gerak asosiatif lengan bila berjalan. Rigiditas disebabkan oleh meningkatnya
aktivitas motor neuron alfa.
3) Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan menjadi sulit.
Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang (muka topeng). Gerakan-
gerakan otomatis yang terjadi tanpa disadari waktu duduk juga menjadi sangat
kurang. Bicara menjadi lambat dan monoton dan volume suara berkurang
(hipofonia)
4) Hilangnya reflek postural
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada
awal stadium penyakit Parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita
penyakit Parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala
ini. Keadaan ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan
labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia
basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
5) Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi
muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang,
disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari
mulut.
6) Mikrografia
Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil
dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
7) Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit
Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala
difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung melengkung
kedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan.
8) Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan
bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton
dengan volume yang kecil dan khas pada penyakit Parkinson. Pada beberapa
kasus suara berkurang sampai berbentuk suara bisikan yang lamban.
e. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan penyakit Parkinson, pengobatan dikelompokkan
menjadi tiga kelompok yaitu bekerja pada sistem dopaminergik, kolinergik, dan
glutamatergik. Semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu mengurangi gejala
motorik dari penyakit Parkinson (Hristova, 2000).
Pada obat yang bekerja pada sistem dopaminergik terutama Levodopa
mempunyai efek samping neurotoksisitas pada penggunanan jangka panjang.
Fahn (2003) membuktikan bahwa levodopa bersifat toksik dan menambah
progesifitas dari penyakit Parkinson. Efek samping ini dapat berupa fluktuasi
motorik, diskinesia, neuropsikiatrik. Gejala lanjut dan tidak berespon terhadap
terapi Levodopa adalah penderita mudah jatuh, gangguan postural, “freezing”,
disfungsi otonom, dan dementia. Gejala lanjut ini sering dijumpai pada penderita
usia muda dan jarang didapatkan pada penderita yang mulai mendapatkan terapi
Levodopa diatas 70 tahun.
Obat yang bekerja pada sistem kolinergik mempunyai efek terapi jangka
panjangberupa gangguan kognitif yaitu halusinasi dan gangguan daya ingat.
Sedangkan obat yang bekerja pada glutamatergik dapat mempunyai efek terapi
jangka panjang berupa halusinasi, insomnia, konfusi, dan mimpi buruk.
2. Epilepsy
a. Pengertian
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti serangan.
Dahulu masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan
dipercaya juga bahwa epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci. Latar
belakang munculnya mitos dan rasa takut terhadap epilepsi berasal hal tersebut.
Mitos tersebut mempengaruhi sikap masyarakat dan menyulitkan upaya
penanganan penderita epilepsi dalam kehidupan normal.Penyakit tersebut
sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 2000 sebelum Masehi. Orang pertama yang
berhasil mengenalepilepsi sebagai gejala penyakit dan menganggap bahwa
epilepsi merupakan penyakit yang didasari oleh adanya gangguan di otak adalah
Hipokrates. Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap
orang di seluruh dunia.
b. Etiologi
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi
tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut
sebagai kelainan idiopatik.Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang
fokal dan kejang umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua,
yaitu :
Kejang local Kejang umum
Trauma kepala Penyakit metabolic
Stroke Reaksi obat
Infeksi Idiopatic
Malformasi vaskuler Factor genetic
Tumor (neoplasma) Kejang fotosensitif
Dysplasia
Mesial Temporal Sclerosis
c. Faktor resiko
Gangguan stabilitas neuron –neuron otak yang dapat terjadi saat epilepsi, dapat
terjadi saat :

Prenatal Natal Post natal


Umur ibu saat hamil Asfiksia Kejang demam
terlalu muda (<20 tahun)
atau terlalu tua (>35
tahun)
Kehamilan dengan Bayi dengan berat badan Trauma kepala
eklamsia dan hipertensi lahir rendah (<2500
gram)
Kehamialan primipara Kehamilan premature Infeksi ssp
atau multipara atau post matur
Pemakaian bahan toksik Partus lama Gangguan metabolik
Persalinan dangan alat
d. Tanda gejala
Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi, yaitu
1) Kejang persial
Lesi yang terdapat pada kejang parsialberasal dari sebagian kecil dari otak
atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian
tubuh dan kesadaran penderita umumnya masih baik
2) Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak
atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan
kesadaran penderita umumnya menurun.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu
1) Tatalaksana fase akut (saat kejang)
tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi otak
yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah kejang
berulang, dan mencari faktor penyebab. Serangan kejang umumnya
berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Pengelolaan pertama untukserangan
kejang dapat diberikan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat
badan anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang
masih belum berhenti, dapat diulang setelah selang waktu 5 menit dengan
dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal
masih belum berhenti, maka penderita dianjurkan untuk dibawa ke rumah
sakit.
2) Pengobatan epilepsy
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi terbebas
dari serangan epilepsinya. Serangan kejang yang berlangsung mengakibatkan
kerusakan sampai kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus
menerus maka kerusakan sel-sel otak akan semakin meluas dan
mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Karena itu,
upaya terbaik untuk mengatasi kejang harus dilakukan terapi sedini dan
seagresif mungkin. Pengobatan epilepsi dikatakan berhasil dan penderita
dinyatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau dikontrol
dengan obat-obatan sampai pasien tersebut 2 tahun bebas kejang. Secara
umum ada tiga terapi epilepsi, yaitu :
a) Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani penderita
epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis obat anti epilepsi (OAE) baku yang
biasa diberikan di Indonesia adalah obat golongan fenitoin, karbamazepin,
fenobarbital, dan asam valproat. Obat-obat tersebut harus diminum secara
teratur agar dapat mencegah serangan epilepsi secara efektif. Walaupun
serangan epilepsi sudah teratasi, penggunaan OAE harus tetap diteruskan
kecuali ditemukan tanda-tanda efek samping yang berat maupun tanda-
tanda keracunan obat. Prinsip pemberian obat dimulai dengan obat tunggal
dan menggunakan dosis terendah yang dapat mengatasi kejang.
b) Terapi bedah
Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan memotong bagian
yang menjadi fokus infeksi yaitu jaringan otak 24yang menjadi sumber
serangan. Diindikasikan terutama untuk penderita epilepsi yang kebal
terhadap pengobatan. Berikut ini merupakan jenis bedah epilepsi
berdasarkan letak fokus infeksi :
 Labektomi temporal ‘
 Eksisi korteks ektratemporal
 Hemisfarektomi
 Callostomi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf ke susunan saraf
pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan rangsangan. Saraf sebagai sistem
koordinasi atau pengatur seluruh aktifitas tubuh manusia mempunyai 3 fungsi utama
yaitu sebagai alat komunikasi, pengendali atau pengatur kerja dan pusat pengendalian
tanggapan. Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf dan sel
glial. Sel saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls dari panca indera
menuju otak yang selanjutnya oleh otak akan dikirim ke otot. Sedangkan sel glial
berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada neuron. Macam macam penyakit persafaran itu
ada epilepsy, Parkinson, stroke dll
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
penulis menyarankan kepada pembaca agar mencari reverensi lain selain makalah ini, dan
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pedoman dalam membuat
makalah selanjutnya.
Daftar pustaka

http://eprints.undip.ac.id/44421/3/ADRIAN_SETIAJI_22010110130154_Bab2KTI.pdf

http://eprints.umm.ac.id/63128/56/BAB%20II.pdf

file:///C:/Users/Admin/AppData/Local/Temp/1993-2710-2-PB.pdf

http://eprints.umm.ac.id/43147/3/jiptummpp-gdl-amaliachoi-50855-3-babii.pdf

Anda mungkin juga menyukai