Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

SYOK DAN RESUSITASI CAIRAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh :

Ati Nurhayati (C.0105.17.122)

Nenden Dewi Marini (C.0105.17.140)

Tina Irnawati (C.0105.17.157)

Kelas B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP SARJANA KELAS


TRANSFER

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR

CIMAHI

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Syok dan Resusitasi Cairan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan Gawat Darurat. Tidak lupa kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan bimbingannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Cianjur, November 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................


DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1. Latar Belakang ...........................................................................
1.2.Tujuan Penulisan .........................................................................
1.3.Manfaat Penulisan
1.4.Metode Penulisan ........................................................................
1.5.Sistematika Penulisan .................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
A. KONSEP TEORITIS. ..................................................................
2.1 SYOK. ...................................................................................
2.2. RESUSITASI CAIRAN. ......................................................
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN. ....................................
1. Pengkajian................................................................................
1) Pengkajian Primer……………………………………….
2) Pengkajian Sekunder……………………………………
2. Diagnosa Keperawatan………………………………………
3. Intervensi Keperawatan ...........................................................
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
JURNAL .........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Gangguan sirkulasi yang paling dijumpai di Unit Gawat Darurat adalah
shock, aritmia jantung, dan henti jantung. Diagnosis syok (shock) secara cepat
dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau melemahnya nadi radialis/ karotis,
pasien tampak pucat, perabaan pada ekstremitas teraba dingin, basah dan pucat
serta memanjangnnya waktu pengisian kapiler (capillary refill time > 2 detik).
Syok merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas di Instalasi gawat darurat (IGD) maupun Intensive Care Unit
(ICU), mengakibatkan kematian lebih dari 30% Jutaan penderita tersebar
diseluruh dunia dan rata-rata sebanyak 1.400 klien meninggal setiap hari.
Diperkirakan 6-20 juta kematian bayi dan anak – anak setiap tahun di seluruh
dunia diakibatkan oleh dehidrasi dan syok (Dhilon and Bittner, 2010).
Syok merupakan suatu gangguan sirkulasi akibat penghantaran oksigen
ke jaringan atau perfusi yang tidak adekuat, ditandai dengan penurunan tahanan
vaskuler sistemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan
pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung (George et al., 2009;
Guyton dan Hall, 2010; Sinniah, 2012; Schwarz et al., 2014). Seseorang
dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan nutrisi ke sel-
sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi sehingga menyebabkan kematian sel
yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita.
Mempertahankan perfusi darah yang memadai pada organ-organ vital
merupakan tindakan yang penting untuk menyelamatkan jiwa penderita. Syok
bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindrom klinis
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi
hemodinamik. Apabila perfusi jaringan tidak terpenuhi, sel-sel akan kekurangan
oksigen dan substrat, produksi energi secara aerobik tidak bisa dipertahakan,
akibatnya sel harus memasuki jalur metabolisme anaerob. Jalur metabolisme
anaerob akan dihasilkan 2 molekul Adenosine Triphosphate (ATP) per molekul
glukosa dan asam laktat.
Tanpa adanya energi yang cukup, fungsi sel normal tidak dapat
dipertahankan, akibatnya akan terjadi ketidakseimbangan pompa potasium
sodium. Sel membengkak dan permeabilitas membran sel meningkat. Aktivitas
mitokondria menjadi turun dan membran lisosom menjadi rusak, sel akan rusak
dan selanjutnya terjadi kematian sel. Kematian seluler akan meluas di seluruh
tubuh sehingga terjadi nekrosis jaringan yang memengaruhi fungsi organ.
Akhirnya terjadi kerusakan di semua sistem organ dan kematian pada pasien
syok. (Barkman dan Pooler, 2009; Guyton dan Hall, 2010; Schwarz et al.,
2014).
Asuhan keperawatan dengan kasus Syok memerlukan tindakan cepat
sebab penderita berada pada keadaan Gawat darurat, obat-obat emergensi dan
alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini
diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi
kematian atau cacat organ tubuh menetap.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang Syok dan
resusitasi cairan dan dapat mengaplikasikannya dalam Asuhan
keperawatan gawat darurat.

1.2.2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan


kegawatdaruratan syok.
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada klien
dengan kegawatdaruratan syok.
c. Mahasiswa Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien
dengan kegawatdaruratan syok.
1.3. Manfaat Penulisan

Dengan makalah ini diharapkan agar para pembaca bisa memahami tentang
syok dan resusitasi cairan dan dapat mengaplikasikanya dalam Asuhan
keperawatan gawat darurat.

1.5. Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode:
1.5.1. Research library yaitu pengambilan sumber dari buku-buku yang
berkaitan dengan pembahasan atau studi pustaka.
1.5.2. Web search yaitu pengambilan sumber dari internet mengenai
materi tentang asuhan keperawatan kegawatdaruratan syok
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORITIS
2.1 SYOK
1. Definisi
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang
mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif untuk
menyelamatkan jiwa klien (BPPPKMN, 2010).
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah kedalam
jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan
dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme (Sarwono, 2012).
Syok adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umum yang lemah,
pucat, kulit yang dingin dan basah, denyut nadi meningkat, vena perifer yang
tak tampak, tekanan darah menurun, produksi urine menurun dan kesadaran
menurun. Tekanan darah sistolik lazimnya kurang dari 90 mmHg atau menurun
dari 50 mmHg dibawah tekanan darah semula. Masalah utama adalah
penurunan perfusi (aliran darah) yang efektif dan gangguan penyampaian
oksigen ke jaringan. Keadaan syok menandakan bahwa mekanisme
hemodinamik dan transport oksigen lumpuh. Jaringan menjadi rusak karena
tidak mendapat oksigen yang cukup untuk metabolism aerobic. Jika sel
melakukan metabolism aerobic maka akan dihasilkan asam laktat yang
merugikan. Makin tinggi kadar asam laktat makin tinggi risiko mati.
Syok yang berlangsung lama akan mengganggu oksigenasi miokard
sehingga menyebabkan syok kardiogenik sekunder. Pada tahap lanjut, terjadi
gagal fungsi ginjal, hati, paru, otak dan jantung. Angka kematian meningkat
seiring dengan jumlah organ yang mengalami gagal fungsi (MOF – Multiple
Organ Failure). Kematian pada gagal 2 organ adalah > 60%, pada 3 organ
mencapai > 90%.
2. Penilaian Awal Syok
Syok merupakan keadaan kekurangan suplai oksigen dan nutrisi
Keadaan ini disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan. Kekurangan
oksigen akan berhubungan dengan Asidosis Lactate Acid, dimana kadar lactat
tubuh merupakan indikator dari tingkat berat-ringannya syok. Terjadinya
hambatan di dalam peredaran darah perifer menyebabkan perfusi jaringan tak
cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa
metabolisme
Langkah pertama dalam pengelolaan penderita syok adalah dengan
mengenali adanya syok itu sendiri melalui gejala syok atau tanda-tanda klinis
terjadinya syok, Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok
dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak
adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Diagnosis awal di dasarkan
pada adanya gangguan perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Langkah kedua adalah menentukan sebab dari syok. Pada penderita
trauma, semua jenis syok mungkin ditemukan. Kebanyakan penderita dalam
hemoragik syok, namun kardiogenik syok atau syok karena tension
pneumotoraks harus dipertimbangkan pada perlukaan diatas diafragma. Syok
neurogenic dapat diakibatkan perlukaan luas pada SSP atau medulla spinalis.
Pada umumnya trauma kapitis tidak menyebabkan syok. Penderita dengan
trauma medulla spinalis pada keadaan awal dapat dalam keadaan syok baik
karena vasodilatasi (neurogenic) maupun karena hemoragik. Syok septik jarang
ditemukan, namun harus dipertimbangkan pada penderita yang datang pada
keadaan lebih lanjut. Dengan demikian langkah awal yang harus dilakukan
adalah melakukan penilaian terhadap penderita sehingga dengan cepat syok
dapat diketahui. Terapi syok dimulai sambil mencari sebab syok. Respon
terhadap terapi awal, digabung dengan penemuan klinis biasanya memberikan
cukup informasi untuk dapat menentukan penyebab syok. Perdarahan adalah
sebab tersering dari syok pada penderita trauma. Setiap keadaan syok pada
penderita trauma memerlukan konsultasi bedah. Syok lanjut yang ditandai oleh
perfusi yang kurang ke kulit, ginjal dan SSP yang dengan mudah di kenal.
Katergantungan pada tekanan darah sebagai satu-satunya indicator syok
akan menyebabkan terlambatnya diagnosis syok. INGAT : mekanisme
kompensasi dapat menjaga tekanan darah sampai penderita kehilangan 30%
volume darah. Perhatian harus di arahkan pada nadi, laju pernafasan, sirkulasi
kulit, dan tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolic). Gejala
paling dini adalah tachikardia dan vaso-kontriksi perifer. Dengan demikian
setiap penderita trauma yang dalam keadaan tachikardia dan kulit dingin
dianggap dalam keadaan syok.
Pemeriksaan hematocrit atau kadar Hb tidak dapat dipakai untuk
mengukur kehilangan darah ataupun diagnosis syok. Kadar hematokirt yang
rendah menunjukkan kehilangan darah dalam jumlah cukup besar (anemia yang
sebelum trauma sudah ada), sedangkan hematocrit normal dapat saja terjadi
walaupun sudah ada kehilangan darah cukup banyak. (Theodore 1993).

3. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
a. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui
vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral
dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah
dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan
kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau
aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi
sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan
darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
b. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah
jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh
tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia
jaringan, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan
akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah melemah dan tak
mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous
return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke
jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati
intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor
dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan
anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan
(histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan
memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke
sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar Dapat timbul
sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak,
integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan
perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi
asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.

c. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi meluas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok.
Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang
cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun,
dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
Gambar 2.1 Pathway Syok

4. Jenis - Jenis Syok


A. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan
tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi
yang tidak adekuat.
1. Penyebab
a. Dehidrasi karena berbagai sebab (muntah, diare yang
sering/frekuensi, peritonitis)
b. Luka bakar (grade II-III & luas luka bakar >30%)
c. Perdarahan (trauma dengan perdarahan, non-trauma (perdarahan
post partum / HPP massif, KET-kehamilan ekstra-uterina
terganggu)).

2. Tanda Gejala
a. Perubahan perfusi perifer: Ekstremitas: dingin, basah dan pucat,
Capillary refill time memanjang > 2 detik
b. Tachikardia
c. Pada keadaan lanjut: Takipneu, Penurunan tekanan darah, Penurunan
produksi urine dan Tampak pucat, lemah, apatis, kesadaran menurun
3. Tindakan
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan berikan infus
cairan kristaloid, pada perdarahan diberikan sejumlah kristaloid melebihi
yang hilang.

Syok Hipovolemik (Dehidrasi, Muntah, Diare, Peritonitis)


Klasifikasi Klinis Pengelolaan
Dehidrasi ingan - Nadi normal atau Penggantian volume cairan
meningkat yang hilang dengan cairan
Kehilangan cairan - Selaput lendir kristaloid (NaCL 0,9% atau
tubuh sekitar 5 % kering Ringer Laktat atau Ringer
BB Asetat

Dehidrasi sedang - Nadi cepat Penggantian volume cairan


- Tekanan darah  yang hilang dengan cairan
Kehilangan cairan - Selaput kristaloid (NaCL 0,9% atau
tubuh sekitar 8 % lendirkering Ringer Laktat atau Ringer
BB - Oliguria Asetat
- Status mental
tampak lesu dan
lemas

Dehidrasi berat - Nadi sangat Penggantian volume cairan


cepat, kecil, sulit yang hilang dengan cairan
Kehilangan cairan
diraba kristaloid (NaCL 0,9% atau
tubuh sekitar 10
- -Tekanan darah Ringer Laktat atau Ringer
% BB
turun Asetat
- Anuria
- Selaput lendir
pecah-pecah
- Kesadaran
menurun

Tabel 2.1 Syok Hipovolemik


B. Syok Hemoragik
Perdarahan dalam jumlah besar, melebihi 15 % volume darah yang
beredar, akan menyebabkan perubahan-perubahan fungsi tubuh seseorang.
Makin banyak perdarahan, makin berat kerusakan yang terjadi, maka makin
besar risiko untuk meninggal. Perdarahan yang banyak mengakibatkan syok.
Makin berat syok yang terjadi dan makin lama syok berlangsung, makin besar
risiko mati. Satu jam pertama masa syok sering disebut “The Golden Hour”.
Dalam periode ini time Saving Is Life Saving. Pertolongan harus cepat
diberikan, yakni menghentikan sumber perdarahan dan mengganti kehilangan
volume darah. Hipoksia sampai dengan anoksia di jaringan akibat syok
menyebabkan kematian sel jaringan. Jika sel mati mencapai jumlah kritis
(Critical Mass Of Cell), maka akan terjadi gagal organ dan kematian.
a. Pertolongan harus cepat diberikan, yakni menghentikan sumber
perdarahan dan mengganti kehilangan volume darah. (perfusi darah
dan jumlah oksigen jaringan menurun
b. Kehilangan eritrosit dan hemoglobin sehingga kapasitas transport
oksigen per unit volume darah menurun Tubuh memiliki Estimated
Blood Volume (jumlah darah yang beredar) 65-75 ml/kg, untuk
mempermudah dibuat rata-rata EBV ; 70 ml/kg. jika kehilangan darah
15 ml/kg (20% EBV), terjadilah perubahan hemodinamik :
1) Nadi meningkat
2) Kekuatan kontraksi miokard meningkat
3) Vasokontriksi didaerah arterial dan vena
4) Tekanan darah mungkin masih normal tetapi tekanan nadi turun
2. Prinsip Penanganan:
Pergatian volume yang hilang untuk mempertahankan kecukupan
oksigenasi jaringan, akibat cukup volume maka hemodinamik terjaga.
Untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV diberikan infus kristaloid
sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dan
dapat diberikan cairan golongan plasma substitute (cairan koloid).
3. Trauma Status (Advanced Trauma Life support)
Dipergunakan untuk memperhitungkan beberapa banyak jumlah
perdarahan (EBL) dengan melihat gejala klinis yang ada.

Klasifikasi Klinis Pengelolaan

Kelas I : - Takikardia Tidak perlu penggantian


kehilangan volume minimal, volume
darah < 15% <100 x/menit

Kelas II : - Takikardia
kehilangan volume (100-120 Penggantian volume darah
darah 15-30% x/menit) yang hilang dengan cairan
- Penurunan pulse kristaloid sejumlah 2-4 kali
pressure volume darah yang hilang.
- Penurunan
produksi urine
(20-30 cc/jam)

Kelas III : - Tachypnea Penggantian volume darah


kehilangan volume (30-40 yang hilang dengan cairan
x/menit) kristaloid dan darah.
darah 30-40%
- Penurunan
produksi urine
(5-15 cc/jam)

Kelas IV : - Tachypnea Penggantian volume darah


Kehilangan volume (>35 x/menit) yang hilang dengan cairan
darah - Takikardia kristaloid dan darah.
>40% (>140x/menit)
- Perfusi pucat,
dingin, basah
- Perubahan
mental

Tabel 2.2 Syok Hemoragik


C. Syok Anafilaktik
1. Definisi
Syok Anafilaktik (Shock Anafilactic) adalah reaksi anafilaksis yang
disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi
Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan
antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya
diterapi sebagai anafilaksis
2. Penyebab
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen)
mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik
3. Tanda gejala
Tanda – tanda syok (penurunan perfusi perifer dan penurunan tekanan
darah yang tiba - tiba) dengan riwayat adanya alergi (makanan atau hal –
hal lain) atau riwayat setelah pemberian obat-obatan.
4. Tindakan
a. C- Circulation. Raba karotis, posisi syock, pasang infus kristaloid
(RL). Berikan epinephrine (adrenalin) subcutan atau intra muscular
dengan dosis sesuai dengan gejala klinis yang tampak (0.25 mg, 0.5
mg atau 1 mg = 1 ampul bila ternyata jantung tidak berdenyut).
b. Airway. Pertahankan jalan nafas tetap bebas. Call for help
c. Breathing. Beri oksigen bila ada, kalau perlu nafas dibantu.

D. Syok Septik
1. Definisi
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat
dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan
teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang
jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan
mencuci tangan secara menyeluruh.
2. Penyebab
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif.
Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi
berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah
pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, pada perembesan cairan dari
kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.

3. Tanda dan Gejala


Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat
bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan
penurunan perfusi jaringan dan terjadi syok sepsis. Sekitar 40% pasien
sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan 60% disebabkan
mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi saluran kencing
merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan
sumber infeksi adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus dan
pseudomonas . Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit
akut. Pengkajian dan pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal
karena sepsis. Gejala umum adalah:
a. Demam
b. Berkeringat
c. Sakit kepala
d. Nyeri otot
e. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.
f. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.

4. Tindakan
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial
Pressure 60 mmHg)
 Tindakan awal : Infus cairan kristloid, pemberian antibiotic,
membuang sumber infeksi (pembedahan)
 Tindakan lanjut
Penggunaan cairan koloid lebih baik dengan diberikan vasopressor
(Dopamine atau dikombinasi dengan Noradrenaline).

E. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali.Syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat,
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan
mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 2010)
b. Penyebab
Penyebab syok kardiogenik Dapat terjadi pada keadaan – keadaan antara
lain: Kontusio jantung, Tamponade jantung dan Tension pneumothoraks.
Pada versi lain pembagian jenis syok, ada yang membagi bahwa syock
kardiogenik hanya untuk gangguan yang disebabkan karena gangguan pada
fungsi myocard. Missal : decomp cordis, trauma langsung pada jantung,
kontusio jantung. Tamponad jantung dan tension pneumothoraks
dikelompokkan dalam syok obstructive (syok karena obstruksi mekanik)
c. Tanda Gejala
a. Hipotensi disertai gangguan irama jantung.
b. Mungkin terdapat peninggian tekanan vena jugularis (JVP).
c. Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade jantung (bunyi
jantung menjauh atau redup), pada tension pneumothoraks (hipersonor
dan pergeseran letak trakea).
d. Tindakan
a. Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid
b. Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropic.
c. Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG.
d. Pemasangan jarum torakostomi pada Tension Pneumothoraks di ICS II-
mid clavicular line untuk mengurangi udara dalam rongga pleura
(dekompresi).
5. Manifestasi Klinis
1) Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik
<100mmHg atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah
diketahui.
2) Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.
3) Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4) Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5) Asidosis metabolik.
6) Pemantauan hemodinamik :
a. Tekanan darah arteri
b. Tekanan vena sentral
c. Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz
untuk pengukuran Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).
d. Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan
suhu kulit. (Mansjoer, 2000)

6. Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan
untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada
penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat
diberikan pengobatan kausal.
1. Airway dan Breathing
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Jaga dan pertahankan jalan nafas tetap bebas
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg
c. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada sekresi.
d. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan
nafas (Gudel/oropharingeal airway).
e. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin. Pemberian
Cairan :
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar,
mual-mual, muntah, kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan
mendapat trauma pada perut serta kepala (otak) karena bahaya
terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
b. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan
pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk
mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan
intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
c. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus
seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin
diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang,
darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air
harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa
air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik.
d. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah
pemberian cairan yang berlebihan.
e. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian
cairan berlebihan yang akan membebani jantung.
f. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan
ketat, mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan
organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan
pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz"
kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah Obat-obatan inetropik
untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa
menambah konsumsi oksigen miocard.
1) Dopamin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
2) Epineprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3) Norephineprin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
4) Dobutamine : meningkatkan cardiak output.
5) Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas
jantung, menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.
4. Letakkan pasien dalan “posisi syok” yaitu mengangkat kedua tungkai
lebih tinggi dari jantung
5. Bila pasien syok karena perdarahan, lakukan penghentian sumber
perdarahan yang tampak dari luar dengan melakukan penekanan, di atas
sumber perdarahan (Mansjoer, 2000)

7. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan
alveolus kapiler karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang
koagulasi.

2.2 RESUSITASI CAIRAN


1. Manajemen Resusitasi cairan
Manajemen resusitasi cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen
dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka
input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu
termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan
keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka
mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan
pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan
akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan
mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan
elektrolit, plasma, atau darah.Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya
adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan
memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil
darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan
bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang
membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang
terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok
hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui
agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan
kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan
akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan,
kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis,
gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akut.
2. Jenis Cairan

Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid


dan koloid atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang
mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan
ini bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma.
Sedangkan cairan koloid yaitu cairan yang BM nya tinggi 7,8.

1) Cairan Kristaloid
1) Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh
karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan
intraseluler seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan
keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang
disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini
tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada kegawatan.
Contohnya dextrosa 5%
2) Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat
dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi
intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih
besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif sebagai cairan
resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih pendek dibanding
dengan cairan koloid.
3) Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler
utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik
cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler. Peristiwa ini dikenal dengan
infus internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai efek
inotropik positif antara lain mevasodilatasi pembuluh darah paru dan
sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat
mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi
jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%

Beberapa contoh cairan kristaloid :

a. Ringer Laktat (RL)


Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4
mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L.
Laktat pada larutan ini dimetabolisme di dalam hati dan sebagian kecil
metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini akan terganggu
pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat
dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan
H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa
(20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan
membentuk HCO3. Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi
pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi
elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan
cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi
berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan
syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.
b. Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium
4 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat
mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat,
karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan laktat di dalam
hati. Laju metabolisme asetat 250 – 400 mEq/jam, sedangkan laktat 100
mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara
asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A.,
reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan mengkonsumsi ion
hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer
Laktat.
c. Glukosa 5%, 10% dan 20%
Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.9
Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa
10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut
dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria .
d. NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L
Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan
sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan
hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik. Cairan ini
digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan kardiogenik juga
pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti
asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan luka bakar. Pada
anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengan
cairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5 %.
2) Cairan Koloid
a) Albumin, Terdiri dari 2 jenis yaitu:
1. Albumin endogen.
Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan
dihasilkan di hati dengan BM antara 66.000 sampai dengan 69.000,
terdiri dari 584 asam amino. Albumin merupakan protein serum
utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma.
Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan onkotik
plasmanya 1/3nya.
2. Albumin eksogen.
Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin,
albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan
albumin eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat
dari plasma manusia yang dimurnikan.
Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam
fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan
meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang
diberikan.Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik
plasma.
Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke
intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.
Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan
depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang
dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal ini karena faktor
aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu harganya
pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid.8 Larutan ini digunakan
pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom

b) HES (Hidroxy Ethyl Starch)


Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini
mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran
yang sangat heterogen.Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam
fisiologis.
Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310
mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang
polimer glukosa. Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES
merupakan volume ekspander yang cukup efektif. Efek
intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan
intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan
onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya
gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila dosisnya
melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.
c) Dextran
Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran
dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes
yang dikembang biakkan di media sucrose. BM bervariasi dari
beberapa ribu sampai jutaan Dalton. Ada 2 jenis dextran yaitu dextran
40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000).
sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam
garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan
dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume
ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran
40.
Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi
10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini
difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan.
Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler dan masuk ke ruang
intersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke
intravaskuler.
Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan
kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan
transpor oksigen. Cairan ini digunakan pad penyakit sindroma nefrotik
dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut,
reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.
d) Gelatin
Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada
orang dewasa dan pada bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:
a. Modified Fluid Gelatin (MFG)
b. Urea Bridged Gelatin (UBG)
Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya
efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang
sering terjadi adalah reaksi anafilaksis.

3) Cairan Kombinasi
1. KaEn 1 B (GZ 3 : 1)
Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L.
Dextrose 37,5 gr/L. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada
penyakit bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.
2. Cairan 2a
Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan
perbandingan 1 : 1 yang terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L,
dextrosa anhidrat 50 gr/L, Natrium 150 mmol/L dan klorida 150
mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare dengan komplikasi dan
bronkopneumoni dengan komplikasi. Sedangkan campuran glukosa
10% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan 1:1 digunakan pada
bronkopneumoni dengan dehidrasi oleh karena intake kurang.
3. Cairan G:B 4:1
Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5 %
yang merupakan campuran dari 500 cc Glukosa 5% dan 25 cc Natriun
Bikarbonat 8,4%. Cairan ini digunakan pada neonatus yang sakit
4. Cairan DG
Cairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta Laktat
27 mEq/L dan Klorida 52 mEq/L serta Dextrosa 25 g/L.9 Cairan ini
digunakan pada diare dengan komplikasi.
5. Cairan Natrium Bicarbonat (Meylon)
Cairan ini mengandung natrium 25 mEq/25ml dan bicarbonat 25
mEq/25ml. Cairan ini digunakan pada keadaan asidosis akibat defisit
bicarbonat.9 Sediaan dalam bentuk flakon sebanyak 25 ml dengan
konsentrasi 8,4% ( 84 mg/ml)
6. Cairan RLD
Cairan yang terdiri dari I bagian Ringer laktat dan 1 bagian Glikosa 5%
yang bisa digunakan pada demam berdarah dengue .
7. Cairan G:Z 4:1
Cairan yang terdiri dari 4 bagian glukosa 5-10% dan 1 bagian NaCL
0,9% yang bisa digunakan pada dehidrasi berat karena diare murni.
3. Prinsip Terapi Cairan
Terapi cairan merupakan salah satu aspek terpenting dari perawatan
pasien. Pemilihan cairan sebaiknya berdasarkan atas status hidrasi pasien,
konsentrasi elektrolit dan kelainan metabolik yang ada. Secara sederhana tujuan
terapi cairan dibagi atas resusitasi atau pengganti yaitu untuk mengganti
kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kehilangan harian.
Kebutuhan air dan elektrolot sebagai terapi dapat dibagi atas 3 kategori:
1) Terapi pemeliharaan atau rumatan
Sebagai pengganti cairan yang hilang melalui pernafasan, kulit, urin dan
tinja ( Normal Water Losses = NWL). Kehilangan cairan melalui
pernafasan dan kulit disebut Insesible Water Losses (IWL). Kebutuhan
cairan pengganti rumatan ini dihitung berdasarkan kg BB. Kebutuhan
cairan untuk terapi rumatan dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan C
diatasaktifitas terutama IWL oleh karena itu setiap kenaikan suhu 1 C
kebutuhan cairan ditambah 12%. Sebaliknya IWL akansuhu tubuh 37
menurun pada keadaan menurunnya aktivitas seperti dalam keadaan koma
dan keadaan hipotermi maka kebutuhan cairan rumatan harus dikurangi
12% C dibawah suhu tubuh normal. Cairanpada setiap penurunan suhu 1
intravena untuk terapi rumatan ini biasanya campuran Dextrosa 5% atau
10% dengan larutan NaCl 0,9% 4:1 , 3:1, atau 1:1 yang disesuaikan
dengan kebutuhan dengan menambahkan larutan KCl 2 mEq/kgBB.
2) Terapi deficit
Sebagai pengganti air dan elektrolit yang hilang secara abnormal (Previous
Water Losses=PWL) yang menyebabkan dehidrasi. Jumlahnya berkisar
antara 5-15% BB. Biasanya kehilangan cairan yang menyebabkan
dehidrasi ini disebabkan oleh diare, muntah-muntah akibat stenosis
pilorus, kesulitan pemasukan oral dan asidosis karena diabetes.
Berdasarkan PWL ini derajat dehidrasi dibagi atas ringan yaitu kehilangan
cairan sekitar 3-5% BB, dehidrasi sedang kehilangan cairan sekitar 6-9%
BB dan dehidrasi berat kehilangan cairan berkisar 10% atau lebih BB.
3) Terapi pengganti kehilangan cairan yang masih tetap berlangsung (
Concomitant water losses=CWL).
Kehilangan cairan ini bisa terjadi melalui muntah dan diare yang masih
tetap berlangsung, pengisapan lendir, parasentesis dan lainnya. Jumlah
kehilangan CWL ini diperkirakan 25 ml/kgBB/24 jam untuk semua umur.
Untuk mengatasi keadaan diatas diperlukan terapi cairan. Bila pemberian
cairan peroral tidak memungkinkan, maka dicoba dengan pemberian
cairan personde atau gastrostomi, tapi bila juga tidak memungkinkan, tidak
mencukupi atau membahayakan keadan penderita, terapi cairan secara
intra vena dapat diberikan.

4. Pemilihan Cairan Intravena


Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien,
konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan
parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi
medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting
yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2
liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu
merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat
menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah
cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan
kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok
hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah,
mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping.
Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema
seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok
hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik.
Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan
ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada
pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5%
digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan
insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat
metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal,
sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot
sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi
patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati
dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan
pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk
mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan
harian

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1) Pengkjian Primer
a. Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk
mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila
perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.
b. Breathing
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi
suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing,
dan kaji adanya trauma pada dada.
c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup
besar dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya
dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di
kepala, leher dan ekstremitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan
abdomen pada fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan.
PSAG (gurita) dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas
inferior, tetapi alat ini tidak boleh mengganggu pemasangan infus.
Pembidaian dan spalk-traksi dapat membantu mengurangi perdarahan pada
tulang panjang.
d. Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan
tingkat kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik
dan sensorik. Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak.

2) Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat
sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang yang
mengetahui kejadiannya
b. Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah dan mual,
kejang-kejang.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien
sebelumnya.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna
pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan
syok hemoragi terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering kering
pada syok septik).
2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih
tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal
atau meninggi pada awal syok septik)
3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase
kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi
meningkat jika kondisi menjelek)

5) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran


dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
6) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
7) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan
(pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak
diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
8) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik,
meninggi pada syok kardiogenik
9) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun
(penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya
aliran pintas di paru)
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar
ureum, kreatinin, glukosa darah.
2) Analisa gas darah
3) EKG
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien syok antara lain (Santosa,
2005):
a. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre
load dan afterload, kontraktilitas jantung.
b. Perfusi jaringan tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan
konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2,
gangguan aliran arteri dan vena
c. Defisit Volume Cairan Berhubungan dengan:Kehilangan volume cairan
secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/Masalah
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria intervensi
Hasil
Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d gangguan - Cardiac Pump - Evaluasi adanya nyeri
irama jantung, stroke effectiveness dada
volume, pre load - Circulation - Catat adanya disritmia
dan afterload, Status jantung
kontraktilitas jantung. - Vital Sign - Catat adanya tanda dan
Status gejala penurunan
DO/DS: - Tissue cardiac putput
- Aritmia, perfusion: - Monitor status
takikardia, perifer pernafasan
bradikardia - Monitor balance cairan
- Palpitasi, Setelah dilakukan - Monitor respon pasien
oedem asuhan terhadap efek
- Kelelahan Selama....penurunan pengobatan
- Peningkatan/pen kardiak antiaritmia
urunan JVP output klien teratasi - Atur periode latihan
- Distensi vena dengan kriteria hasil: dan istirahat untuk
jugularis - Tanda Vital menghindari
- Kulit dingin dan dalam rentang Kelelahan
lembab normal - Monitor adanya
- Penurunan (Tekanan darah, dyspneu, fatigue,
denyut nadi Nadi,respirasi) tekipneu dan ortopneu
perifer - Dapat - Monitor TD, nadi,
- Oliguria, kaplari mentoleransi suhu, dan RR
refill lambat aktivitas, tidak - Monitor VS saat
- Nafas pendek/ ada kelelahan pasien berbaring,
sesak nafas - Tidak ada duduk, atau berdiri
- Perubahan edema paru, - Monitor TD, nadi, RR,
warna kulit perifer, dan sebelum, selama, dan
- Batuk, bunyi tidak ada asites setelah aktivitas
jantung S3/S4 - Tidak ada - Monitor jumlah, bunyi
- Kecemasan penurunan dan irama jantung
kesadaran - Monitor frekuensi dan
- AGD dalam irama pernapasan
batas normal - Monitor suhu, warna,
- Tidak ada dan kelembaban kulit
distensi vena - Monitor sianosis
leher - Monitor adanya
- Warna kulit tekanan nadi yang
normal melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Masalah Tujuan dan Kriteria Intervensi
Kolaborasi Hasil
Perfusi jaringan NOC : NIC :
tidak - Cardiac pump - Monitor nyeri dada
efektif b/d gangguan Effectiveness (durasi, intensitas dan
afinitas Hb oksigen, Circulation status faktor-faktor
penurunan - Tissue Prefusion : presipitasi)
konsentrasi Hb, cardiac, - Observasi perubahan
Hipervolemia, periferal ECG
Hipoventilasi, - Vital Sign Statusl - Auskultasi suara
gangguan transport jantung dan paru
O2, Setelah dilakukan asuhan - Monitor irama dan
gangguan aliran selama…ketidakefektifan jumlah denyut jantung
arteri dan vena perfusijaringan - Monitor angka PT,
DS: kardiopulmonal teratasi PTT dan AT
- Nyeri dada dengan kriteria hasil: - Monitor elektrolit
- Sesak nafas (potassium dan
DO - Tekanan systole magnesium)
- AGD dan diastole - Monitor status cairan
abnormal dalam rentang - Evaluasi oedem perifer
- Aritmia yang diharapkan dan denyut nadi
- Bronko - CVP dalam batas - Monitor peningkatan
spasme normal kelelahan dan
- Kapilare - Nadi perifer kuat kecemasan
refill > 3 dtk dan simetris - Jelaskan pembatasan
- Retraksi dada - Tidak ada oedem intake kafein, sodium,
- - Penggunaan perifer dan kolesterol
asites dan lemak
otot-otot - Denyut jantung, - Kelola pemberian obat-
AGD, ejeksi obat: analgesik, anti
tambahan
- fraksi dalam batas koagulan,
normal nitrogliserin,
- Bunyi jantung vasodilator dan
abnormal tidak diuretik.
ada - Tingkatkan istirahat
- Nyeri dada tidak (batasi pengunjung)
ada
- Kelelahan yang
ekstrim tidak
ada

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


Berhubungan - Fluid balance - Pertahankan
dengan:Kehilangan - Hydration catatan intake
volume cairan secara - Nutritional Status : dan output
aktif, Kegagalan Food and Fluid yang akurat
mekanisme pengaturan Intake - Monitor status
hidrasi
DS : Setelah dilakukan tindakan - nadi adekuat,
- Haus keperawatan selama…. tekanan darah
defisit volume ortostatik ),
DO: cairan teratasi dengan jika
- Penurunan turgor kriteria hasil: diperlukan
kulit/lidah Monitor hasil
- Membran - Mempertahankan lab yang sesuai
mukosa/kulit urine output dengan retensi
kering sesuai dengan usia cairan
- Peningkatan dan BB, BJ - (BUN , Hmt ,
denyut nadi, urine normal, osmolalitas
penurunan - Tekanan darah, urin, albumin,
tekanan darah, nadi, suhu tubuh total protein )
penurunan dalam batas normal - Monitor vital
- volume/tekanan - Tidak ada tanda sign setiap
nadi tanda dehidrasi, 15menit – 1
- Pengisian vena - Elastisitas turgor jam
menurun kulit baik, - Kolaborasi
- Perubahan status - membran mukosa pemberian
mental lembab, tidak cairan IV
- Konsentrasi urine - ada rasa haus yang - Monitor status
meningkat berlebihan nutrisi
- Temperatur tubuh - Orientasi terhadap - Berikan cairan
meningkat waktu dan oral
- Kehilangan berat tempat baik - Berikan
badan secara - Jumlah dan irama penggantian
tibatiba pernapasan nasogatrik
- Penurunan urine dalam batas normal sesuai output
output - Elektrolit, Hb, Hmt (50 –
- HMT meningkat dalam batas 100cc/jam)
- Kelemahan normal - Persiapan
- pH urin dalam batas untuk tranfusi
normal - Pasang kateter
- Intake oral dan jika perlu
- Monitor intake
intravena adekuat
dan urin output
setiap 8 jam
BAB III
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan


mengenal gejala-gejala syok, mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan
efisiensi kerja kita pada menit-menit pertama pasien mengalami syok. Diagnosis
syok (shock) secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau
melemahnya nadi radialis/ karotis, pasien tampak pucat, perabaan pada
ekstremitas teraba dingin, basah dan pucat serta memanjangnnya waktu
pengisian kapiler (capillary refill time > 2 detik).
Syok merupakan suatu gangguan sirkulasi akibat penghantaran oksigen
ke jaringan atau perfusi yang tidak adekuat, ditandai dengan penurunan tahanan
vaskuler sistemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan
pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung (George et al., 2009;
Guyton dan Hall, 2010; Sinniah, 2012; Schwarz et al., 2014). Seseorang
dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan nutrisi ke sel-
sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi sehingga menyebabkan kematian sel
yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita.
Asuhan keperawatan dengan kasus Syok memerlukan tindakan cepat
sebab penderita berada pada keadaan Gawat darurat, obat-obat emergensi dan
alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini
diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi
kematian atau cacat organ tubuh menetap.

4.2 SARAN

Dengan mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu


mengenali tanda dan gejala syok ketika menemukan klien yang mengalami
syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera. Dan mahasiswa mampu
mengaplikasikan dalamm asuhan keperawatan pada klien dengan masalah syok.
DAFTAR PUSTAKA

Tim pengajar, instruktur 119. Jakarta medical service 119 training division. 2012.
Jakarta

Shirley A. Jones. Seri panduan klinis BLS, ACLS, dan PALS. 2016. Jakarta : EMS

https://www.slideshare.net/diniqurrotu/css-syok-dan-terapi-cairan. Diakses tanggal 17


November 2018

http://www.academia.edu/16346258/kegawatdaruratan_syok. Diakses tanggal 17


november 2018

ejournal.stikestelogorejo.ac.id>download. Diakses tanggal 18 november 2018

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.

Anda mungkin juga menyukai