2. Etiologi
Acute Respiratory Distress Syndrome dapat disebabkan karena inflamasi, infeksi,
gangguan vaskular dan trauma di intratorakal maupun ekstratorakal. Menentukan
etiologi ARDS sangat penting secara klinis agar dapat dilakukan tatalaksana dengan
tepat. Acute Respiratory Distress Syndrome dapat disebabkan oleh mekanisme langsung
di paru maupun mekanisme tidak langsung di luar paru. Etiologi ARDS akibat kelainan
primer paru dapat terjadi akibat aspirasi, pneumonia, inhalasi toksik, kontusio paru,
sedangkan kelainan ektraparu terjadi akibat sepsis, pankreatitis, transfusi darah, trauma
dan penggunaan obat-obatan seperti heroin.
Penyebab ARDS terbanyak adalah akibat pneumonia baik yang disebabkan oleh
bakteri, virus, maupun jamur, dan penyebab terbanyak selanjutnya adalah sepsis berat
akibat infeksi lain di luar paru-paru.
3. Patofisiologi
Patofisiologi Sindrom Distres Pernapasan Akut / Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) merupakan proses yang sangat kompleks. ARDS terjadi akibat
inflamasi sistemik dan lokal yang menyebabkan kerusakan jaringan paru, sehingga
terjadi gangguan pertukaran gas, penurunan komplians paru, ventilation perfusion
mismatch (V/Q mismatch), dan kenaikan tekanan arteri pulmonal (seperti pada
hipertensi pulmonal). Proses ARDS umumnya berlangsung dalam 3 fase, yaitu: eksudatif
atau inflamasi, proliferatif, dan fibrotik.
a. Fase Eksudatif / Inflamasi
Sistem imun innate sangat berperan dalam proses inflamasi pada ARDS
melalui neutrofil, makrofag, sel dendritik, spesies reaktif oksigen, serta sitokin
seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α.
Fase eksudatif awal ditandai dengan adanya kerusakan alveolus akibat reaksi
inflamasi intrapulmonal dan ekstrapulmonal. Reaksi inflamasi dapat mempengaruhi
epitel bronkus, makrofag alveolus, dan endotel pembuluh darah paru. Makrofag
alveolus berperan dalam menstimulasi neutrofil serta sirkulasi mediator inflamasi
(limfosit, monosit, sitokin, sel epitel, sel stem mesenkimal, spesies reaktif oksigen)
pada bagian paru yang mengalami kerusakan. Mediator inflamasi yang aktif
kemudian menyebabkan reaksi inflamasi lebih lanjut yang menyebabkan
penumpukan cairan kaya protein dalam alveolus, sehingga menyebabkan edema
serta hipoksemia. Reaksi inflamasi tersebut juga dapat menghancurkan sel epitel
alveolus tipe 2. Sel ini berperan dalam produksi surfaktan yang berfungsi sebagai
pelindung paru bagian dalam, menurunkan tekanan permukaan alveolus, dan
mengatur transport ion paru. Kedua mekanisme ini kemudian akan menyebabkan
gangguan pertukaran gas dan gerakan mekanis paru. Aktivasi endotel dan kerusakan
mikrovaskular paru juga memperburuk ARDS.
b. Fase Proliferatif
Fase proliferatif mengikuti fase eksudatif. Fase ini merupakan proses penting
pada patofisiologi ARDS, karena pada fase ini terjadi perbaikan homeostasis jaringan
yang ditandai dengan ekspansi fibroblas, pembentukan matriks provisional,
proliferasi sel progenitor dan sel epitel alveolus tipe 2 baru. Sel-sel baru yang
terbentuk akan mengalami infiltrasi ke dalam alveolus dan membentuk membrane
hialin pada membran basal alveolus. Setelah integritas epitel kembali terbentuk,
edema dalam alveolus akan mengalami resorpsi. Matriks provisional juga akan
memperbaiki struktur dan fungsi alveolus. Pada beberapa pasien, resolusi ini tidak
terjadi melainkan terjadi fase fibro-proliferatif yang ditandai dengan pembentukan
matriks ektraseluler dan penumpukan sel inflamasi akut serta kronis yang dapat
menyebabkan remodelling struktur paru yang buruk.
c. Fase Fibrotik
Fase fibrotik tidak terjadi pada seluruh pasien. Apabila terjadi, fase ini
menyebabkan peningkatan mortalitas dan kebutuhan akan ventilasi mekanik yang
lebih panjang. Pada fase fibrotik, terjadi kerusakan membran basal secara ekstensif,
reepitelisasi terlambat atau tidak adekuat yang kemudian menyebabkan fibrosis
interstisial dan intra-alveolar serta metaplasia sel skuamous. Sel-sel yang berperan
pada fase ini adalah akuaporin 5 (AQP5), regulator transmembran fibrosis kistik
(CFTR), faktor stimulasi koloni makrofag granulosit (GM-CSF), faktor regulasi
interferon 4 (IRF4), faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan
insulin (IGF), faktor pertumbuhan hepatosit (HGF), reseptor mannose (MR), faktor
pertumbuhan turunan platelet (PDGF), dan faktor perubahan pertumbuhan β (TGF-
β).
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :
a. Penurunan kesadaran mental
b. Takikardi (denyut jantung cepat), takipnea(nafas cepat)
c. Dispnea dengan kesulitan bernafas
d. Terdapat retraksi interkosta
e. Sianosis
f. Hipoksemia
g. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
h. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
i. Hipotensi
j. Febris (demam)
7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada ARDS dan yang berkaitan dalam tatalaksananya
adalah:
a. Barotrauma akibat penggunaan PEEP atau CPAP yang tinggi.
b. Komplikasi saluran napas atas akibat ventilasi mekanik jangka panjang seperti
edema laring dan stenosis subglotis.
c. Risiko infesi nosokomial yang meningkat : VAP (Ventilator-Associated Pneumonia),
ISK, flebitis. Infeksi nosokomial tersebut terjadi pada 55% kasus ARDS.
d. Gagal ginjal terutama pada konteks sepsis.
e. Multisystem organ failure
f. Miopati yang berkaitan dengan blockade neuromuskular jangka panjang.
g. Tromboemboli vena, perdarahan saluran cerna dan anemia.
1. Pengkajian
a. Pengkajian Awal
Airway : Pasien mengeluh sesak nafas, terlihat pasien kesulitan bernafas,
mungkin terjadi crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial.
Breathing: Pasien mengeluh sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal,
peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi
intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi. Suara
nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan suara nafas
bronkhial. Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi. Penurunan dan tidak
seimbangnya ekpansi dada. Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada
yang ditemukan dengan cara palpasi. Sputum encer, berbusa.
Circulation : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock). Heart rate : takikardi biasa terjadi.
Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi.
Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal. Kulit dan
membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut).
b. Pengkajian Dasar
1) Breathing
Pasien mengeluh sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal, Peningkatan kerja
nafas ; penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau
substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi. Suara nafas : biasanya
normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial. Perkusi
dada : Dull diatas area konsolidasi. Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi
dada. Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan
cara palpasi. Sputum encer, berbusa.
2) Blood
Kulit terlihat sianosis, hipotensi, Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah:
Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ), Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi, Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi, Alkalosis
respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini, Asidosis respiratori / metabolik terjadi
pada tahap lanjut.
3) Brain
Pasien mengeluh kepala terasa sakit, dan terjadi penurunan kesadaran mental.
4) Bladder
5) Bowel
Pasien mengeluh mual, dan kehilangan nafsu makan, hilang atau melemahnya
bising usus, perubahan atau penurunan berat badan.
6) Bone
Terdapat sianosis pada kulit dan kuku.
2. Masalah Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d meningkatnya tahanan jalan nafas (edema
interstisisial). Kemungkinan dibuktikan oleh : dipsnea, perubahan kedalaman atau
frekuensi pernapasan, penggunaan otot aksesori untuk bernafas, batuk
(efektif/tidak efektif) dengan atau tanpa produksi sputum, ansietas atau gelisah.
b. Kerusakan pertukaran gas b/d kehilangan surfaktan menyebabkan kolaps alveoli.
Kemungkinan dibuktikan oleh : takipnea, penggunaan otot aksesori, sianosis,
perubahan GDA, gradient A-a dan tindakan pirau, ketidakcocokan ventilasi atau
perpusi dengan peningkatan.
c. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan aliran balik vena, dan penurunan curah
jantung. Kemungkinan dibuktikan oleh :sianosis, perubahan GDA.
d. Ansietas b/d proses perpajanan penyakit. Kemungkinn dibuktikan oleh: gelisah,
respon verbal yang mengatakan takut.