Anda di halaman 1dari 44

Keperawatan Gawat Darurat

dengan ARDS
Acut Respiratory Distress syndrome

By. Eli Indawati


STIKes Abnus
Jakarta, 2023
Review
Penampang alveoli dengan ARDS
Pendahuluan
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) pertama kali
diketahui pada tahun 1967.

kelainan ini dideskripsikan sebagai sebuah sindrom dengan


karakteristik onset akut dari dyspnea, hipoksemia berat, infitrat
difus paru, dan penurunan compliance sistem respirasi tanpa
adanya gagal jantung kongestif.

Karena kelainan ini ditemukan pada orang dewasa, maka saat itu
disebut sebagai adult respiratory distress syndrome. Setelah
diketahui bahwa kelainan ini juga dapat terjadi pada anak-anak,
maka namanya diganti menjadi acute respiratory distress
syndrome.
Pengertian
Acute Respiratory Distress Syndrome
merupakan keadaan gagal napas yang
timbul secara mendadak.

Sulit untuk membuat definisi secara


tepat, karena patogenensisinya belum
jelas dan terdapat banyak faktor
predisposisi seperti syok karena
perdarahan, sepsis, ruda
paksa/trauma pada paru atau bagian
tubuh lainnya, pankreatitis akut,
aspirasi cairan lambung, intoksikasi
heroin, atau metadon.

Dikenal juga dengan nama


noncardiogenic pulmonary edema
atau shock pulmonary
Patofisiologi
 Tanda khas dari ARDS
adalah respons inflamasi
masif dari paru-paru
yang meningkatkan
permeabilitas dari
membran alveolus,
dengan akibat gerakan
cairan ke dalam ruang
interstisial dan alveolus.
Patofisiologi
Lanjutan...
ARDS diawali dengan adanya luka difus pada sel epitelial dan
peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler.
Peningkatan permeabilitas ini menyebabkan cairan, protein plasma,
dan sel darah dapat keluar dan berpindah dari kompartemen vaskular
ke interstitial dan alveoli pada paru-paru.

Kerusakan difus sel alveolar dapat menyebabkan akumulasi cairan,


inaktivasi surfaktan (komponen utama surfaktan adalah
Dipalmitylphosphatidylcholine (lecithin) – 80 %,
phosphatidylglycerol – 7 %, phosphatidylethanolamine – 3 %,
apoprotein (surfactant protein A, B, C, D) dan cholesterol, dan
pembentukan membran hialin yang menyebabkan pertukaran gas
di area tersebut tidak dapat terjadi.
Apabila kelainan ini semakin memburuk, maka usaha untuk bernafas
akan semakin besar karena paru-paru menjadi kaku sehingga paru-
paru sulit untuk inflasi (mengembang).
Lanjutan...
Hal ini akan menyebabkan ketidakseimbangan
pertukaran gas, dan hipoksemia meskipun telah
diberikan terapi O2 konsentrasi tinggi. Apabila hal
ini berlanjut maka dapat menyebabkan kolaps nya
alveolus karena abnormalitas produksi
surfaktan.
Fibrosis pada alveolus paru dapat terbentuk
apabila kondisinya semakin memburuk.
ARDS
Fase atau stadium ARDS

1. Eksudatif
2. Proliferatif
3. Fibrotik
1. Fase eksudatif
Tampak sekitar 24 jam setelah cedera awal dan
terdiri atas kerusakan endotel kapiler serta serta
kebocoran cairan ke dalam interstisial paru.
Mikroembolus juga terjadi dan menyebabkan
peningkatan arteri.
Terjadi kerusakan membran basalis, ruang
interstisial, epitel alveolus.
Fibrin, darah, cairan dan protein akan
bereksudasi ke ruang interstisial di sekitar
alveolus.
2. Fase proliferatif
Terjadi sekitar 7 hingga 10 hari kemudian
Sel tipe I dan II mengalami kerusakan
menyebabkan penurunan produksi
surfaktan, kolapsnya alveolus dan
atelektasis
3. Fase fibrotik
Terjadi hingga 2-3 minggu
Terdapat penumpukan fibrin yang
ireversibel di dalam paru menyebabkan
fibrosis paru yang semakin menurunkan
daya kembang paru yang memperburuk
hipoksemia maka terjadilah ARDS.
Etiologi
Faktor yang dapat menyebabkan ARDS
terbagi menjadi dua kategori yaitu

1. langsung
2. Tidak langsung (sistemik)
Etiologi
Faktor-faktor yang secara langsung dapat
menyebabkan ARDS meliputi :
1. Aspirasi (aspirasi air karena hampir
tenggelam atau aspirasi isi lambung).
2. Trauma dada dengan luka memar.
3. Pneumonia (pneumonia akibat bakteri,
dan virus), serta inhalasi toksik.
Etiologi
Faktor-faktor yang secara tidak langsung dapat menyebabkan
ARDS meliputi :

1. Pankreatitis
2. Transfusi darah dengan transfusion-related acute lung injury
3.Pasca cardiopulmonary bypass,
4.Gagal cangkok primer untuk transplantasi paru,
5. Sepsis berat,
6. Terapi radiasi
7. Ingesti toksik,
8. Trauma dengan banyak fraktur
9. Sindrom emboli lemak.
DLL
Manifestasi
1. Hipoksemia
2. Dispnea
3. Cracles
4. Alkalosis respiratori
5. Asidosis metabolik
Pemeriksaan penunjang
1. AGD
2. Photo Radiologis
3. Tes fungsi paru
4. Asam laktat
 
Tatalaksana Utama
1. Identifikasi dan manajemen penyebab
faktor etiologis
2. Perawatan suportif yang baik
3. Mencegah komplikasi
Tatalaksana
Beberapa intervensi yang direkomendasikan dalam tata laksana ARDS
berdasarkan American Thoracic Society/European Society of Intensive Care
Medicine/Society of Critical Care Medicine antara lain adalah:

Posisipronasi
Volume tidal rendah (4-8 ml/kg berat badan)
PEEP tinggi pada pasien ARDS sedang atau berat
Tidak menggunakan ventilator osilasi tinggi secara rutin
Manajemen cairan
Terapi Nutrisi
Terapi Farmakologi
Tatalaksana

Posisi pronasi
Posisi pronasi disarankan untuk dilakukan pada
pasien ARDS sedang dan berat selama 12 -16
jam per hari atau lebih
Tatalaksana

Volume tidal rendah (4-8 ml/kg berat badan)


Volume tidal rendah (4-8 ml/kg berat badan)
sebaiknya dilakukan pada seluruh pasien ARDS.
Rata-rata volume tidal rendah yang digunakan
adalah 6 mg/kg berat badan.
Limitasi tekanan inspiratorik plateau < 30cm H2O
Tatalaksana Ventilasi PEEP (Positive End
Expiratory Preessure)
PEEP tinggi pada pasien ARDS sedang atau berat
menggunakan metode ventilasi invasif.
PEEP dilakukan untuk memperbaiki oksigenasi,
tekanan yang mendukung paru pada akhir
ekspirasi.
PEEP meningkatkan kapasitas fungsional residual
(FRC).
Mencegah kolaps alveolar dan tidak
menyebabkan overdistensi
Tatalaksana
Tidak menggunakan ventilator osilasi tinggi
secara rutin
Tatalaksana
Manajemen cairan
Manajemen cairan dilakukan dengan konservasi
cairan dan menjaga balans negatif.
Pemberian Albumin dan diuretik dapat
dipertimbangkan
Balans negatif dapat mengurangi kebutuhan
pasien ARDS pada vasopresor.
Tatalaksana Terapi Nutrisi

Pemberian nutrisi pada pasien ARDS dapat


dilakukan setelah 48-72 jam mendapatkan
ventilasi mekanik.
Nutrisi dapat diberikan secara enteral melalui
selang nasogastrik.
Nutrisi formula rendah karbohidrat tinggi lemak.
Pemberian nutrisi terlalu dini, kalori terlalu
tinggi, atau trophic feeding sebaiknya tidak
dilakukan karena dapat meningkatkan mortalitas.
Tatalaksana Terapi Farmakologi
Analgesik
Sedatif
Heparin
Profilaksis Stress Ulcer
Inhalasi nitrit oksida
Glukokortikoid
Surfaktan
Statin
Antiinflamasi nonsteroid
Salbuterol
Dll
Askep
1. Pengkajian
2. Perencanaan
3. Implementasi
4. Evaluasi
Dignosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif,
berhubungan dengan :
Menurunnya fungsi silia pada jalan napas
(hipoperfusi)
Meningkatnya jumlah/ kekentalan sekresi pulmonal.
Dispnea
Perubahan kedalaman/ frekuensi pernapasan,
penggunaan otot asesori pernapasan.
Batuk (efektif atau inefektif) dengan atau tanpa
produksi sputum
2. Gangguan pertukaran gas, berhubungan
dengan :
Akumulasi protein dan cairan pada ruang
interstisial/alveolar.
Hipoventilasi alveolar
Penurunan produksi surfaktan
Atelektasis
3. Resiko tinggi kurang volume cairan,
berhubungan dengan :
Penggunaan diuretik
Perubahan bagian cairan
4. Ansietas/ketakutan (spefisikan),
berhubungan dengan :
Krisis situasi
Perubahan status kesehatan
Faktor fisiologi (efek hipoksemia)
Penatalaksanaan
Terapi oksigen
Ventilasi mekanik
Positif end_expiratory pressure (PEEP)
Observasi AGD
Titrasi cairan (untuk mempertahankan parameter
fisiologi normal)
Terapi farmakologi
Pemeliharaan jalan napas
Pencegahan infeksi
Dukungan nutrisi
Monitor semua sistem
Gagal napas akut (Acute respiratory Failure)
 Pendahuluan

Gagal napas timbul ketika pertukaran gas antara oksigen dan


karbon dioksida di paru tidak dapat mengimbangi laju
konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida pada sel
tubuh.

Kondisi ini mengakibatkan tekanan oksigen arterial kurang


dari 50 mmHg (hipoksemia) dan tekanan karbon dioksida
arterial meningkat lebih dari 45 mmHg (hiperkapnea)
Definisi berdasarkan analisa gas darah tidak absolut
bergantung pada riwayat penyakit sebelumnya.
Etiologi
Penyakit dan kondisi yang dapat menyebbkan
gagal ventilasi (ventilatory failure) adalah :
Kelainan yang merusak otot respiratori termasuk
: neuromuskular disorder(multipel sklerosis,
miastenia gravis, sindrom guillain barre,
polieomielitis). Cedera tulang belakang
Lesi sistem saraf pusat atau infeksi yang dapat
merusak pusat mekanisme respirasi diotak,
seperti stroke/cerebral vaskuler accident (CCA),
cerebral edema, peningkatan TIK, meningitis.
Lanjutan...
Overdosis obat, seperti analgetik
opioiddan sedatif, yang dapat
menimbulkan hiperventilasi.
Lain-lain seperti obesitas berat, sleep
apnea, dan obstruksi jalan napas atas
(termasuk endotracheal tube)
Patologi
Klasifikasi gagal napas akut
1. Gagal napas hipoksemi atau
normokapnea (hipoksemia dengan
PaCO2 normal atau rendah) / oxygenation
failure.
2. Gagal napas hiperkapnea atau
ventilatorik (hipoksemia dan
hiperkapnea) / ventilatory failure.
3. Kombinasi dari keduanya
Ventilatory failure (hipoventilasi)
Terjadi akibat mekanisme :
1. Abnormalitas mekanisme dari paru-paru
atau dinding paru
2. Defek pada pusat kontrol respirasi di
otak
3. Kerusakan fungsi dari otot respirasi
Terima kasih......

Anda mungkin juga menyukai