Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ESI (EMERGENCY SEVERITY INDEX)


KEPERAWATAN BENCANA
Dosen Pengampu: Hj. Noor Khalilati, Ns., M. Kep

DI SUSUN OLEH

Rizqi Firdaus 1714201110053


Sahri Ramadan 1714201110055
Salsa Noor Sabrina 1714201110057
Tiara 1714201110062
Ahmad Rif’at Naufal Azmi 1714201110066
Dina Okhtiarini 1714201110070
Hesty Noor Oktaviani 1714201110075
Nadia Khairunnida 1714201110080
Rezki Amalia Ananda 1714201110087
Yuni 1714201110093
Nur Alisa Pebrianti 1714201110097

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “ ESI (Emergency Severity Index) dalam Keperawatan Bencana”. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk kepentingan proses belajar. Dalam
penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan
saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan untuk
pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan di masa mendatang.
Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita
dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Banjarmasin, 11 November 2020

Penyusun Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Rumusan Masalah. ....................................................................................... .2
C. Tujuan Masalah............................................................................................. .2
BAB II PEMBAHASAN
A. Emergency Severity Index (ESI)...................................................................3
B. Klasifikasi Triase ESI........................................................................... 3
C. Skala Emergency Severity Index.......................................................... 4
D. Tatalaksana Emergency Severity Index Triage..................................... 4
E. Kriteria Emergency Severity Index................................................... .......... 8
F. Faktor yang Berhubungan dengan Undertriage atau Overtriage pada Penggunaan
Emergency Severity Index untuk Triase IGD........................................ 8
G. Apikasi di Indonesia............................................................................. 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.................................................................................................... 10
B. Saran...............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. .11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kondisi IGD yang padat dan tidak terprediksi kerap menjadikan sumber daya
yang ada terbenam dalam kepadatan pasien yang masuk . Kepadatan ini
menurut Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat dianggap sebagai krisis
nasional. Kepadatan pasien IGD selain mengupayakan keselamatan pasien, juga
mengancam privasi pasien, dan membuat frustasi staf IGD sehingga proses triase
dirasa sebagai kebutuhan dan bukan sekedar pemenuhan standar. Triase adalah
tingkatan klasifikasi pasien berdasarkan penyakit, keparahan, prognosis, dan
ketersediaan sumber daya. Definisi ini lebih tepat diaplikasikan pada keadaan
bencana atau korban masal. Dalam kegawatdaruratan sehari-hari, triase lebih tepat
dikatakan sebagai metode untuk secara cepat menilai keparahan kondisi,
menetapkan prioritas, dan memindahkan pasien ke tempat yang paling tepat untuk
perawatan. Sebagian besar rumah sakit di Indonesia masih menggunakan sistem
triase "klasik". Sistem triase ini sebenarnya mengadaptasi sistem triase bencana,
dengan membuat kategori cepat dengan warna hitam, merah, kuning, dan hijau.
Hitam untuk pasien meninggal, merah untuk pasien gawat (ada gangguan jalan
nafas, pernafasan, atau sirkulasi), kuning untuk pasien darurat, dan sisanya hijau.
Sistem tiga level ini tidak cocok bagi IGD rumah sakit modern yang perlu
mempertimbangkan evidence-based medicine atau kedokteran berbasis bukti. Ada
beberapa sistem triase berbasis bukti yang bisa diacu. Sistem tersebut antara lain
salah satunya Emergency Severity Index (ESI) dari Amerika Serikat. Emergency
Severity Index (ESI) dikembangkan sejak akhir tahun sembilan puluhan di Amerika
Serikat. Sistem ESI bersandar pada perawat dengan pelatihan triase secara spesifik.
ESI tidak secara spesifik mempertimbangkan diagnosis untuk penentuan level triase
dan tidak memberikan batas waktu tegas kapan pasien harus ditemui dokter.
Menarik untuk membahas ESI dalam konteks IGD rumah sakit di Indonesia. Ada
sedikitnya tiga alasan mengapa ESI lebih cocok diterapkan di sebagian besar IGD
di Indonesia. Pertama, perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan

1
2

tanpa harus menunggu intervensi dokter. Alasan kedua, pertimbangan pemakaian


sumber daya memungkinkan IGD memperkirakan utilisasi tempat tidur. Ketiga,
sistem triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang
secara umum dipakai di Indonesia. Triase ESI bersandar pada empat pertanyaan
dasar algoritme pada gambar 1. Kategorisasi ESI 1, ESI 2, dan ESI 5 telah jelas.
Kategori ESI 2 dan ESI 3 mensyaratkan perawat triase mengetahui secara tepat
sumber daya yang diperlukan. Aslinya, ESI dibuat dalam konteks IGD sebagai
antar muka EMS dan pelayanan rumah sakit.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud Emergency Severity Index (ESI)?
2. Bagaimana Klasifikasi Triase ESI?
3. Bagaimana Skala Emergency Severity Index?
4. Bagaimana Tatalaksana Emergency Severity Index Triage?
5. Bagaimana Kriteria Emergency Severity Index?
6. Apa Faktor yang Berhubungan dengan Undertriage atau Overtriage pada
Penggunaan Emergency Severity Index untuk Triase IGD?
7. Bagaimana Apikasi di Indonesia Mengenai ESI?

C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini meliputi beberapa aspek berikut :

1. Mengetahui Emergency Severity Index (ESI).


2. Mengetahui Klasifikasi Triase ESI.
3. Mengetahui Skala Emergency Severity Index.
4. Mengetahui Tatalaksana Emergency Severity Index Triage.
5. Mengetahui Kriteria Emergency Severity Index.
6. Mengetahui Faktor yang Berhubungan dengan Undertriage atau Overtriage
pada Penggunaan Emergency Severity Index untuk Triase IGD.
7. Mengetahui Apikasi di Indonesia Mengenai ESI.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Emergency Severity Index (ESI)


Triase adalah kategorisasi pasien berdasarkan urgensi dan prognosis pada
presentasi klinis pasien. Tujuan utama triase adalah untuk mengidentifikasi pasien
dengan kondisi kritis dan sensitif waktu dengan cepat dan memprioritaskan
perawatan mereka dibanding mereka yang dapat menunggu atau kondisinya lebih
stabil. Emergency Severity Index (ESI) merupakan instrumen triase yang andal dan
valid untuk instalasi gawat darurat (IGD). Sistem ESI dikembangkan di Amerika
Serikat dan Kanada oleh perhimpunan perawat emergensi. Emergency Severity
Index diadopsi secara luas di Eropa, Australia, Asia, dan rumah sakit-rumah sakit di
indonesia. Emergency Severity Index (ESI) adalah algoritma triase gawat darurat
lima tingkat, yang awalnya dikembangkan pada tahun 1999 oleh Agency for
Healthcare Research and Quality (AHRQ). ESI triase didasarkan kondisi klinis
kesehatan pasien dan jumlah sumber daya kesehatan (baik pemeriksaan penunjang
atau tindakan medis) yang dibutuhkan. Dalam skala ESI, pasien diklasifikasikan
dan diprioritaskan berdasarkan tingkat keparahan penyakit mereka dengan
memperkirakan jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk perawatannya.

B. Klasifikasi Triase ESI

Kategori
Keterangan
ESI
ESI 1 Apabila pasien memerlukan intervensi penyelamatan jiwa
ESI 2 Apabila pasien tidak bisa menunggu karena resiko tinggi, perubahan
kesadaran akut, atau nyeri hebat
ESI 3 Apabila pasien memerlukan lebih satu sumber daya
ESI 4 Apabila pasien memerlukan sumber daya lebih hanya satu
ESI 5 Apabila pasien bisa menunggu karena resiko tidak tinggi, tidak
terjadi perubahan kesadaran akut atau nyeri hebat

3
4

C. Skala Emergency Severity Index


Emergency Severity Index (ESI) memiliki 5 skala prioritas yaitu:
1. Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang
mengancam jiwa (impending life/limb threatening problem) sehingga
membutuhkan tindakan penyelematan jiwa yang segera. Parameter prioritas 1
adalah semua gangguan signifikan pada ABCD. Contoh prioritas 1 antara lain,
cardiac arrest, status epilptikus, koma hipoglikemik dan lain-lain.
2. Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang
berpotensi mengancam jiwa atau organ sehingga membutuhkan pertolongan
yang sifatnya segera dan tidak dapat ditunda. Parameter prioritas 2 adalah
pasien-pasien haemodinamik atau ABCD stabil dengan penurunan kesadaran
tapi tidak sampai koma (GCS 8-12). Contoh prioritas 2 antara lain, serangan
asma, abdomen akut, luka sengatan listrik dan lain-lain.
3. Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang membutuhkan
evaluasi yang mendalam dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Contoh
prioritas 3 antara lain, sepsis yang memerlukan pemeriksaan laboratorium,
radiologis dan EKG, demam tifoid dengan komplikasi dan lain-lain.
4. Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang memerlukan satu
macam sumber daya perawatan IGD. Contoh prioritas 4 antara lain pasien BPH
yang memerlukan kateter urine, vulnus laceratum yang membutuhkan hecting
sederhana dan lain-lain.
5. Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan
sumber daya. Pasien ini hanya memerlukan pemeriksaan fisik dan anamnesis
tanpa pemeriksaan penunjang. Pengobatan pada pasien dengan prioritas 5
umumnya per oral atau rawat luka sederhana. Contoh prioritas 5 antara lain,
common cold, acne, eksoriasi, dan lain-lain. (Hadi, 2014)

D. Tatalaksana Emergency Severity Index Triage


Semua pasien yang datang ke UGD harus dinilai oleh petugas triase dan
mendapatkan penanganan gawat darurat yang sesuai dengan tingkat
kegawatdaruratan pasien, sesuai dengan kriteria emegency severity index:
5

1. ESI level 1 resusitasi : Memerlukan intervensi segera untuk menyelamatkan


nyawa atau pasien tidak responsif- prioritas tertinggi. Kondisi yang termasuk
dalam kriteria ESI level 1 misalnya:
a) Henti jantung
b) Henti napas
c) Distress pernapasan yang berat dengan tipe pernapasan agonal atau
gasping.
d) SpO2 < 90
e) Trauma berat dengan penurunan kesadaran
f) Overdosis dengan jumlah pernapasan <6 kali per menit
g) Bradikardi atau takikardi berat dengan tanda-tanda hipoperfusi
h) Hipotensi dengan tanda-tanda hipoperfusi
i) Pasien trauma yang membtuhkan resusitasi &airan kristaloid dan kolloid
segera
j) Nyeri dada, pucat, berkeringat dingin, tekanan darah <70/palpasi
k) Shok anapilaktik
l) Anak atau bayi kejang
m) Pasien penurunan kesadaran karena intoksikasi alkohol
n) Hipoglikemi dengan perubahan status mental
o) Perdarahan di kepala dengan pupil anisokor
p) Trauma jatuh dari ketinggian yang tidak berespon terhadap rangsangan
2. ESI Level 2 Gawat Darurat: Saat dokter atau perawat menentukan bahwa
pasien bukan termasuk dalam kriteria ESI Level 1, maka dokter / perawat
mengarahkan ke ESI Level 2. Beberapa hal bisa membantu untuk menentukan
apakah pasien termasuk dalam kriteria ESI Level 2, yaitu:
a) Apakah pasien dalam kondisi resiko tinggi?
b) Apakah ada gangguan kesadaran akut berupa kebingungan/ letargi/
disorientasi?
c) Apakah pasien mengeluh nyeri hebat skala ≥ 6 atau distress?
Kondisi yang termasuk dalam kategori resiko tinggi, misalnya:
6

a) Nyeri dada, curiga sindrom koroner akut tetapi tidak memerlukan


penanganan life saving segera dengan kondisi stabil.
b) Luka tertusuk jarum pada petugas kesehatan.
c) Tanda-tanda stroke namun tidak termasuk dalam kriteria ESI Level 1.
d) Tanda-tanda kehamilan ektopik dengan hemodinamik stabil.
e) Pasien kemoterapi disertai dengan immunocompromised dan demam.
f) Pasien percobaan bunuh diri yang tidak termasuk dalam kriteria ESI Level
1.
Beberapa contoh kondisi pasien yang bingung, letargi atau disorientasi adalah:
a) Kejadian baru kebingungan pada pasien lanjut usia (> 65 tahun)
b) Anak / bayi yang ibunya melaporkan anaknya tidur sepanjang waktu.
c) Pasien remaja yang tiba-tiba kebingungan dan disorientasi.
Penilaian skala nyeri juga harus dilakukan oleh petugas triase untuk
menentukan level ESI. Ketika pasien melaporkan nyeri peringkat 6/10 atau
lebih besar, perawat triase dapat menentukan pasien sebagai ESI level 2. Nyeri
hebat adalah salah satu alasan paling umum untuk mengunjungi UGD.
Misalnya seorang pasien dengan pergelangan kaki terkilir datang ke UGD
dengan level nyeri 8/10. Rasa nyeri pada pasien ini dapat diatasi dengan
intervensi perawatan sederhana: kursi roda, elevasi dan aplikasi es. Pasien ini
aman untuk menunggu dan tidak perlu ditempatkan pada ESI level 2
berdasarkan pada rasa sakit. Pada beberapa pasien, nyeri dapat dinilai dengan
klinis pengamatan:
a) Ekspresi wajah tertekan, meringis, menangis
b) Berkeringat
c) Postur tubuh
d) Perubahan tanda-tanda vital : hipertensi, takikardi dan peningkatan laju
pernapasan

Sebagai contoh, pasien dengan nyeri perut yang mengeluarkan keringat,


takikardi, dan memiliki tekanan darah tinggi atau pasien dengan nyeri
7

pinggang yang parah, muntah, pucat kulit, dan riwayat kolik ginjal merupakan
contoh pasien yang memenuhi kriteria ESI Level 2.

3. ESI Level 3 Darurat: Memerlukan lebih dari 2 sumberdaya UGD sesuai dengan
Emergency Severity Index.
4. ESI Level 4 Kurang Darurat: Memerlukan 1 sumberdaya UGD sesuai dengan
Emergency Severity Index.
5. ESI Level 5 Tidak Gawat Darurat: Tidak memerlukan sumber daya UGD
sesuai dengan Emergency Severity Index – prioritas terendah untuk diperiksa.
Penilaian awal di area triase: proses penilaian pasien bersifat individual
berdasarkan kebutuhan dan usia pasien, meliputi:
a) Tanda vital termasuk suhu dan pengkajian nyeri.
b) Status mental/neurologis bila terindikasi dari keluhan utama pasien.
c) Berat badan dalam kilogram dan panjang / tinggi badan atau lingkar
lengan atas dalam sentimeter untuk semua pasien.
d) Tanyakan tentang riwayat alergi, medications, past illnes/ medical history,
last meal, event (riwayat kejadian).
e) Status imunisasi
f) Obat-obatan saat ini – kapan terakhir minum obat bila berkaitan dengan
keluhan utama.
g) Riwayat penyakit sebelumnya.
h) Penilaian penggunaan obat terlarang dan/atau alkohol bila dicurigai.
i) Visus (untuk semua keluhan utama gangguan penglihatan atau cidera
mata).
j) Penilaian perilaku.
k) Kemampuan komunikasi.
l) Penilaian adanya tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
8

E. Tindakan Yang Dilakukan Pada Pasien, Sesuai Dengan Kriteria Emergency


Severity Index
1. Level 1: pasien dengan kondisi yang mengancam nyawa langsung diarahkan
ke ruang resusitasi, ditempatkan pada bed pasien dan ditangani segera.
2. Level 2: Pasien dengan kondisi beresiko mengancam organ, penurunan
kesadaran dan nyeri berat (VAS lebih dari 6) harus segera ditangani.
Penempatan pasien dapat dilakukan di ruang resusitasi atau ruang observasi /
tindakan berdasarkan kondisi pasien.pasien ditempatkan di ruang resusitasi/
observasi/ tindakan didampingi perawat UGD, dilakukan tindakan sesuai
kebutuhan dan harus dinilai ulang keadaannya minimal setiap 2 jam.
3. Level 3: Pasien ditempatkan di ruang observasi, dilakukan tindakan sesuai
kebutuhannya dan harus dinilai ulang keadaannya minimal setiap 4 jam
sebelum bed tersedia.
4. Level 4 Kurang Darurat: Pasien ditempatkan di ruang observasi, dan harus
dinilai ulang keadaannya minimal setiap 8 jam sebelum bed tersedia.
5. Level 5 Tidak Gawat Darurat: Pasien ditempatkan di ruang tunggu, dan harus
dinilai ulang keadaannya minimal setiap 8 jam sebelum bed tersedia. Apabila
pasien datang dalam jam poliklinik, pasien dapat diarahkan ke poliklinik yang
sesuai.

F. Faktor yang Berhubungan dengan Undertriage atau Overtriage pada


Penggunaan Emergency Severity Index untuk Triase IGD
Studi mengenai ESI menunjukkan adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya undertriage atau overtriage, terutama faktor usia, tanda vital, dan keluhan
utama pasien.
1. Usia
Semakin tua usia pasien, semakin besar risiko terjadinya undertriage. Peluang
undertriage akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan paling besar
untuk pasien berusia ≥ 70 tahun.
2. Tanda Vital
9

Bradikardia, takikardia, hipoksia, hipertermia, serta hipotensi ringan


berhubungan dengan peningkatan risiko undertriage pada pasien.
3. Keluhan Utama
Sejumlah keluhan utama dikaitkan dengan risiko undertriage, seperti keluhan
neurologis, sinkop, nyeri dada, nyeri perut, nyeri punggung, dan sesak napas.
Sebaliknya, keluhan infeksi saluran pernapasan atas serta keluhan yang
berhubungan dengan telinga, hidung, dan tenggorokan berhubungan dengan
risiko overtriage. Selain itu, hipertensi dan keluhan alergi juga berhubungan
dengan risiko overtriage.

G. Apikasi di Indonesia
Ada sedikitnya tiga alasan mengapa ESI lebih cocok diterapkan di sebagian
besar IGD di Indonesia. Pertama, perawat triase dipandu untuk melihat kondisi dan
keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter. Hal ini sangat bermanfaat
untuk fasilitas kesehatan dengan jumlah tenaga dokter yang terbatas sehingga
dokter tidak perlu dialokasikan untuk ikut memegang triase. Alasan kedua,
pertimbangan penggunaan sumber daya yang digunakan dalam sistem ESI sangat
bermanfaat pada fasilitas kesehatan dengan sumber daya terbatas. Ketiga, sistem
triase ESI menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara
umum dipakai di Indonesia. Di sisi lain, terdapat risiko overtriage dan undertriage.
Untuk itu, perlu dilakukan pelatihan terhadap tenaga kesehatan supaya dapat
menentukan level ESI dengan tepat, terutama pada kasus yang memiliki faktor
risiko terjadinya inakurasi. Selain itu, fasilitas kesehatan juga perlu terlebih dahulu
menentukan batas lama tunggu pasien untuk masing-masing level ESI sebelum
sistem ini dapat diaplikasikan di fasilitas kesehatan di Indonesia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
ESI merupakan salah satu sistem triase yang memiliki 5 skala tingkatan dengan
validitas, rehabilitas dan sensitifitas yang tinggi yang dapat diaplikasikan di IGD
Rumah Sakit. Dalam pelaksanaannya sistem triase ini dapat dilakukan oleh dokter
triase maupun perawat triase. Untuk mencegah terjadinya kekeliruan penentuan
kategori triase maka pemeriksaan harus mempertimbangkan usia pasien, riwayat
gangguan tanda vital, dan keluhan utama spesifik pasien serta dapat ditambah dengan
pemeriksaan lain.
B. Saran
Dengan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun serta kami berharap makalah ini bisa berguna bagi pembaca untuk
menambah referensi khususnya bagi mahasiswa ilmu keperawatan dalam
mempelajari tentang 5 level sistem triase salah satunya ESI (Emergency Severity
Index).

10
DAFTAR PUSTAKA

Datusanantyo, R.A. 2013. Emergency Severity Index (ESI): Salah Satu Sistem Triase
Berbasis Bukti. RAD Journal 10(7):1-3.

Gilboy, N., Tanabe, P., Travers, D., dan Rosenau, A.M. 2012. Emergency Severity
Index (ESI): A Triage Tool for Emergency Department. Implementation
Handbook .4th ed.AHRQ Publication.

Hana Ariyani , Ida Rosidawati. 2020. Literature Review: Penggunaan Triase


Emergency Severity Index (Esi) Di Instalasi Gawat Darurat (Igd). Jurnal Kesehatan
Bakti Tunas Husada : Jurnal Ilmu Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan Farmasi
Volume 20 Nomor 2. (Diakses Tanggal 11 November 2020 Jam 17:00 WITA). Web:
file:///C:/Users/User/Downloads/606-1189-1-SM.pdf.

11

Anda mungkin juga menyukai