Kelompok 1
Disusun oleh :
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat serta
karunia-Nya dapat menyelesaikan penyusunan Makalah tentang “Triage Emergency
Severity Indexs (ESI)” ini sebagai salah satu wujud pengabdian kami kepada institusi
dan sebagai sarana untuk tercapainya Visi dan Misi STIKes Kharisma Karawang
yang bertujuan kepada Visi dan Misi STIKes Kharisma Karawang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan Penulian.........................................................................................2
BAB II Pembahasan
A. Sejarah Triage Emergency Severity Index (ESI)......................................3
B. Pengklasifikasian Triage Emergency Severity Index (ESI).....................3
C. Pengaplikasian Triage Emergency Severity Index (ESI).........................5
D. Apakah Triage Emergency Severity Index (ESI) dapat diaplikasikan
DiIndonesia.................................................................................................7
BAB III Penutup
A. Kesimpulan.................................................................................................8
B. Saran............................................................................................................8
Daftar Pustaka
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan triase modern tak lepas dari pengembangan sistim layanan
gawat darurat. Kehidupan yang semakin kompleks menyebabkan terjadi
revolusi sistem triase baik di luar rumah sakit maupun dalam rumah sakit.
Kata triase berasal dari bahasa perancis trier, yang artinya menyusun atau
memilah. Kata ini pada awalnya digunakan untuk menyebutkan proses
pemilahan biji kopi yang baik dan yang rusak. Proses pemilahan di dunia medis
pertama kali dilaksanakan sekitar tahun 1792 oleh Baron Dominique Jean
Larrey, seorang dokter kepala di Angkatan perang Napoleon.Pemilahan pada
serdadu yang terluka dilakukan agar mereka yang masih bisa ditolong
mendapatkan prioritas penanganan.
Triase menjadi komponen yang sangat penting di unit gawat darurat terutama
karena terjadi peningkatan drastis jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit
melalui unit ini. Berbagai laporan dari UGD menyatakan adanya kepadatan
(overcrowding) menyebabkan perlu ada metode menentukan siapa pasien yang
lebih prioritas sejak awal kedatangan. Ketepatan dalam menentukan kriteria
triase dapat memperbaiki aliran pasien yang datang ke unit gawat darurat,
menjaga sumber daya unit agar dapat fokus menangani kasus yang benar-benar
gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat darurat ke fasilitas kesehatan yang
sesuai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan
masalah:
1. Bagaimana Triage Emergency Severity Indexs (ESI) di kembangkan?
2. Bagaimana pengklasifikasian Triage Emergency Severity Indexs (ESI)?
3. Bagaimana Pengaplikasian Triage Emergency Severity Indexs ESI?
4. Apakah Triage Tersebut dapat diaplikasikan DiIndonesia (didukung penelitian)?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diharapkan penulis dan pembaca dapat memahami tentang
perkembangan Triase modern terutama Triage Emergency Severity Indexs
(ESI) dalam system pelayanan kegawat daruratan.
2. Tujuan Khusus
a. Pembaca dapat Memahami apa itu Triage Emergency Severity Indexs
(ESI) dalam system pelayanan kegawat daruratan.
b. Pembaca dapat Memahami Pengkalsifikasian Triage Emergency Severity
Indexs (ESI) dalam system pelayanan kegawat daruratan.
c. Pembaca dapat Memahami bagaimana Pengaplikasian Triage Emergency
Severity Indexs (ESI) dalam system pelayanan kegawat daruratan.
d. Pembaca dapat Mengetahui apakah Triage Emergency Severity Indexs
(ESI) dapat diaplikasikan dalam system pelayanan kegawat daruratan di
Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Prioritas 1 (label biru)
merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang mengancam jiwa
(impendinglife/limbthreatening problem) sehingga membutuhkan tindakan
penyelematan jiwa yang segera. Parameter prioritas 1 adalah semua gangguan
signifikan pada ABCD. Contoh prioritas 1 antara lain, cardiac arrest, status
epilptikus, koma hipoglikemik dan lain-lain.
2. Prioritas 2 (label merah)
merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa
atau organ sehingga membutuhkan pertolongan yang sifatnya segera dan tidak
dapat ditunda. Parameter prioritas 2 adalah pasien-pasien haemodinamik atau
ABCD stabil dengan penurunan kesadaran tapi tidak sampai koma (GCS 8-
12). Contoh prioritas 2 antara lain, serangan asma, abdomen akut, luka
sengatan listrik dan lain-lain.
3. Prioritas 3 (label kuning)
merupakan pasien-pasien yang membutuhkan evaluasi yang mendalam dan
pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Contoh prioritas 3 antara lain, sepsis
yang memerlukan pemeriksaan laboratorium, radiologis dan EKG, demam
tifoid dengan komplikasi dan lain-lain.
4. Prioritas 4 (label kuning)
merupakan pasien-pasien yang memerlukan satu macam sumber daya
perawatan IGD. Contoh prioritas 4 antara lain pasien BPH yang memerlukan
kateter urine, vulnus laceratum yang membutuhkan hecting sederhana dan
lain-lain.
5. Prioritas 5 (label putih)
merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan sumber daya. Pasien ini
hanya memerlukan pemeriksaan fisik dan anamnesis tanpa pemeriksaan
penunjang. Pengobatan pada pasien dengan prioritas 5 umumnya per oral atau
rawat luka sederhana. Contoh prioritas 5 antara lain, common cold, acne,
eksoriasi, dan lain-lain. (Hadi, 2014)
4
C. Pengaplikasian Triage Emergency Severity Index (ESI)
Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal berdasarkan sindrom
yang menggambarkan keparahan pasien dan perkiraan kebutuhan sumber daya
unit gawat darurat yang dibutuhkan (pemeriksaan laboratorium, radiologi,
konsultasi spesialis terkait, dan tindakan medik di unit gawat darurat).
Apabila ada pasien baru datang ke unit gawat darurat, maka petugas triase
akan melakukan dua tahap penilaian, tahap pertama adalah menentukan keadaan
awal pasien apakah berbahaya atau tidak, bila berbahaya maka kondisi pasien
termasuk level 1 atau 2. Pasien dikelompokkan kedalam level 1 apabila terjadi
ganggguan di tanda vital yang mengancam nyawa seperti henti jantung paru dan
sumbatan jalan nafas. Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan sindrom yang
potensial mengancam akan dikelompokkan ke level 2 seperti nyeri dada
tipikal, perubahan kesadaran mendadak, nyeri berat, curiga keracunan, dan
gangguan psikiatri dengan risiko membahayakan diri pasien atau orang lain.
Pasien yang tidak memenuhi kriteria level 1 dan 2 akan memasuki tahap
penilaian kedua yaitu perkiraan kebutuhan pemakaian sumber daya UGD
(pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan atau terapi
intravena) dan pemeriksaan tanda vital lengkap. Apabila saat triase diperkirakan
pasien yang datang tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang dan terapi
intravena, maka pasien termasuk kategori 5, apabila pasien diperkirakan perlu
menggunakan satu sumber daya UGD (laboratorium atau x ray atau EKG,
atau terapi intravena) maka termasuk kategori 4, apabila pasien diperkirakan
membutuhkan lebih dari satu sumber daya UGD untuk mengatasi masalah
medisnya, maka akan masuk kategori 3 (apabila hemodinamik stabil) atau
kategori 2 (apabila hemodinamik tidak stabil). Analisis sistematik yang
dilakukan Christ menunjukkan bahwa ESI dan CTAS adalah sistim triase
yang memiliki reliabilitas paling baik.
5
Skema 1. Alur Pengambilan Keputusan Triase Metode ESI
6
D. Apakah Triage
Emergency Severity Index (ESI) dapat diaplikasikan DiIndonesia
Dindonesia ESI telah digunakan dalam konteks IGD rumah sakit di
Indonesia. Ada sedikitnya tiga alasan mengapa ESI lebih cocok diterapkan
di sebagian besar IGD di Indonesia. Pertama, perawat triase dipandu untuk
melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi dokter.
Alasan kedua, pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD
memperkirakan utilisasi tempat tidur. Ketiga, sistem triase ESI
menggunakan skala nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara
umum dipakai di Indonesia. Aslinya, ESI dibuat dalam konteks IGD
sebagai antar muka EMS dan pelayanan rumah sakit. Sebuah penelitian di
Eropa (5) juga menambahkan fakta menarik mengenai ESI pada pasien
yang datang sendiri ke IGD, kondisi yang lebih mirip dengan Indonesia.
Penelitian ini menemukan bahwa sistem triase ESI ini dapat dipercaya dan
diandalkan pada pasien-pasien yang datang sendiri ke IGD. Tidak ada
7
modifikasi yang perlu dilakukan pada algoritme sistem triase ESI untuk
pasien-pasien yang datang sendiri ke IGD.
Berbagai fakta di atas meyakinkan kita bahwa sistem triase ESI
berpotensi diaplikasi di IGD rumah sakit di Indonesia untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan efisiensi pelayanan. Kepala IGD perlu
merencanakan waktu dan strategi untuk dapat berpindah dari sistem triase
"klasik" menjadi sistem triase ESI ini. Namun, alasan efisiensi sumber
daya dan keselamatan pasien sudah cukup bagi IGD rumah sakit untuk
merencanakan sistem yang lebih baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Triase Amerika Serikat disebut juga dengan Emergency Severity Index
(ESI) dan pertama kali dikembangkan di akhir tahun 90-an oleh perhimpun
perawat emergency.
Emergency Severity Index (ESI) dapat dikalsifikasikan menurut penyakit,
keparahan,prognosis, dan ketersedian sumber daya. Dapat juga dibedakan
menurut 5 skala prioritas, yaitu Prioritas 1 (label biru), Prioritas 2 (label
merah), Prioritas 3 (label kuning), Prioritas 4 (label kuning), dan Prioritas 5
(label putih).
Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal berdasarkan sindrom
yang menggambarkan keparahan pasien dan perkiraan kebutuhan sumber
daya unit gawat darurat yang dibutuhkan (pemeriksaan laboratorium,
8
radiologi, konsultasi spesialis terkait, dan tindakan medik di unit gawat
darurat).
sistem triase ESI berpotensi diaplikasi di IGD rumah sakit di Indonesia
untuk meningkatkan keselamatan pasien dan efisiensi pelayanan. Kepala IGD
perlu merencanakan waktu dan strategi untuk dapat berpindah dari sistem
triase "klasik" menjadi sistem triase ESI ini. Namun, alasan efisiensi sumber
daya dan keselamatan pasien sudah cukup bagi IGD rumah sakit untuk
merencanakan sistem yang lebih baik.
B. Saran
Setelah mempelajari Perkembangan Triage modern yang salah satunya
Triage Emergency severity Indexs (ESI) dalam system pelayanan kegawat
daruratan, diharapkan dapat mengmbil manfaat untuk bahan pembelajaran
penulis dan pembaca. Kurang lebihnya kami meminta kritik serta saran yang
membangun untuk memperbaiki karya tulis ilmiah kami.
Daftar Pustaka
Hadiki Habib, Septo Sulistio, Radi Muharris Mulyana, Imamul Aziz Albar.(2016
Nov). Triase Modern Rumah Sakit dan Aplikasinya di
Indonesia. https://www.researchgate.net/publication/311715654.
Diakses pada tanggal 4 februari 2020 pukul 11.20 WIB
9
10
11