Pengertian
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera sebagai akibat kontak langsung atau terpapar
dengan sumber-sumber panas, listrik, zat kimia, atau radiasi. Merupakan jenis luka, kerusakan
jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang
tinggi, sumberlistrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam
dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar,
tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak
jaringan otot, tulang,pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan
yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan. Seorang korban luka bakar
dapat mengalami berbagai macam komplikasi yang fatal termasuk diantaranya kondisi
shock, infeksi, ketidak seimbangan elektrolit dan masalah distress pernapasan. Selain komplikasi
yang berbentuk fisik, luka bakar dapat juga menyebabkan distress emosional danpsikologis yang
berat dikarenakan cacat akibat luka bakar dan bekas luka.
Secara anatomik, sebagian besar luka bakar terletak pada daerah kulit. Kulit merupakan
organ tubuh yang sangat penting. Ia merupakan struktur tubuh yang terbesar dan merupakan
penyatu dari bagian-bagian tubuh. Oleh karena itu, kulit memainkan peran yang sangat
signifikan dalam tubuh. Sama pentingnya dengan sistem lainnya dalam badan.
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam
homeostasis. Kulit mmepunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dari berbagai trauma dan
merupakan penahan terhadap bakteri, virus dan jamur. Kehilangan panas dan penyimpanan
panas diatur oleh vasodilatasi atau sekresi kelenjar-kelenjar keringat dan tanpa adanya kulit,
maka cairan tubuh akan hilang dalam beberapa waktu.
Kulit terdiri ada tiga lapisan, epidermis, dermis dan jaringan subkutan. Setiap lapisan
menjadi lebih berdiferensiasi (menjadi matur dan dengan fungsi yang lebih spesifik). Epidermis
merupakan lapisan yang terluar dengan ketebalan sekitar 0,1mm pada kelopak mata dan 1mm
pada telapak tangan dan telapak kaki. Lapisan eksternal dari sel-sel epitel bertingkat ini terutama
terdiri atas kreatinosit. Lapisan eksternal ini hamper pasti digantikan setiap 3-4 minggu. Sel-sel
yang mati mengandung sejumlah besar keratin, suatu protein fibrosa tak larut yang membentuk
barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan
cairan yang berlebihan dari tubuh.
Jaringan subkutan atau hipodermis adalah lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini
terutamanya adalah jaringan adipose, yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur
internal seperti otot dan tulang. Lapisan ini memungkinkan mobilitas kulit, pembentuk kontur
tubuh, dan pelindung tubuh. Lemak disimpan dan didistribusikan sesuai gender individu, dan
sebagian bertanggung jawab dalam membedakan bentuk tubuh antara wanita dan pria.
Kebanyakan makan menyebabkan peningkatan penumpukan lemak dibawah kulit. Jaringan
subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan factor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Gambar 2-1. Gambaran tiga dimensi kulit
2.2 Etiologi
Secara garis besar ada lima mekanisme penyebab timbulnya luka bakar, yaitu terutama
adalah sbb.:
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek
panas lainnya.
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat
kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka
bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih
dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui
tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu
sampai mengenai tubuh.
d. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan
dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.
e. Luka Bakar Cair
kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.
2.3 Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin
dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget
dan kesakitan. Pembuluh darah kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang
ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan hal
ini menimbulkan bula yang mengandung elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epdermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung
faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya,
tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-
pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh
pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari
kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
glukogenolisis
kebutuhan O2
LUKA
BAKAR
MAYOR
Adrenal miokard
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir ini, yang
mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar
telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai
disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya.
Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik setiap
tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah
sakit dengan injuri yang berat. Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat
kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar
dari pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 th).
Data yang berhasil dikumpulkan oleh Natinal Burn Information Exchange menyatakan 75
% semua kasus injuri luka bakar, terjadi didalam lingkungan rumah. Klien dengan usia lebih dari
70 tahun beresiko tinggi untuk terjadinya luka bakar.
2.7 Penatalaksanaan
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar
menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk
mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan
kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting.
Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensinya dapat dilihat pada rencana perawatan di
halaman lainnya. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1) Fase
emergent dan resusitasi 2) Fase acut dan 3) Fase Rehabilitasi. Berikut ini akan diuraikan sekilas
tentang fase tsb.:
1. Fase Darurat (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya
permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama
pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi
dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah (a) perawatan sebelum di
rumah sakit, (b) penanganan di bagian emergensi dan (c) periode resusitasi. Hal tersebut
akan dibahas berikut ini:
A. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)
Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar
dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan
memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau menghilangkan sumber
panas.
Petunjuk perawatan klien luka bakar sebelum di rumah sakit
1) Jauhkan penderita dari sumber Luka Bakar
i. Padamkan pakaian yang terbakar
iv. Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan tidak
menghantarkan arus.
iii. Kaji sirkulasi
Periode resusitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan diakhiri bila integritas
kapiler kembali mendekati keadaan normal dan perpindahan cairan yang banyak mengalami
penurunan.
Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan efek yang merusak dari perpindahan
cairan. Tujuan resuscitasi cairan adalah untuk mempertahankan ferfusi organ vital serta
menghindari komplikasi terapi yang tidak adekuat atau berlebihan. Terdapat beberapa formula
yang digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel diatas.
Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan klien dan luasnya luka
bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan meliputi adalah adanya inhalasi luka,
keterlambatan resusitasi awal, atau kerusakan jaringan yang lebih dalam. Faktor-faktor ini
cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang dibutuhkan untuk resusitasi
adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan pengecualian pada formula Evan dan
Brooke, cairan yang mengandung colloid tidak diberikan selama periode ini karena perubahan-
perubahan pada permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan yang banyak
mengandung protein kedalam ruang interstitial, sehingga meningkatkan pembentukan edema.
Selama 24 jam kedua setelah luka bakar, larutan yang mengandung colloid dapat diberikan,
dengan dextrose 5% dan air dalam jumlah yang bervariasi.
Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang ada hanyalah
sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon fisiologis klien. Keberhasilan atau
keadekuatan resusitasi cairan pada orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs,
adekuatnya output urine, dan nadi perifer yang dapat diraba.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output
urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah
emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus
dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua
pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan
adekuat tidaknya resusitasi. Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula
darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas
darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri
inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya
fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus
menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan oleh
karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung
atau dysrhythmia.
f) Manajemen nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti
morphine. Pemberian melalui intramuskuler atai subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari
jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindhan cairan yang
banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak
dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
g) Propilaksis tetanus
Propilaksis tetanus pada klien LB adalah sama, baik pada luka bakar berat maupun luka
bakar yang ringan.
h) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat penting bagi team yang
berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang lainnya perlu ditanyakan tentang kejadian
kecelakaan LB tersebut. Informasi yang diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat kesadaran pada
waktu kejadian, apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang tertutup atau terbuka, adakah
truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika klien terbakar karena zat kimia, tanyak
tentang zat kimia apa yang menjadi penyebabnya, konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah
dilakuak irigari segera setelah injuri. Sedangkan jika klien menderita LB karena elektrik, maka
perlu ditanyakan tentang sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang dapat digunakan untuk
menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan
klien masa lalu seperti kesehatan umum klien. Informasi yang lebih khusus adalah berkaitan
dengan penyakit-penyakit jantung, pulmoner, endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua
mempunyai implikasi terhadap treatment. Disamping itu perlu pula diketahui tentang riwayat
alergi klien, baik terhadap obat maupun yang lainnya.
i) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan
respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama
resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB
yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan
membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih dapat
terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah
penting untuk dilakukan.
Escharotomy merupakan tindakan yang tepat untuk masalah gangguan sirkulasi karena
LB yang melingkari bagian tubuh. Seorang dokter melaukan insisi terhadap eschar yang akan
mengurangi/menghilangkan konstriksi sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat tidur klien dan
tanpa menggunakan anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak nyeri. Namun jaringan yang
masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika perfusi jaringan adekuat tidak berhasil, maka
dapat dilakukan fasciotomy. Prosedur ini adalah menginsisi fascia, yang dilakukan di ruang
operasi dengan menggunakan anestesi.
Demikian juga, escharotomy dapat dilakukan pada luka bakar yang mengenai torak untuk
memperbaiki ventilasi. Setelah dilakukan tindakan escharotomy, maka perawat perlu melakukan
monitoring terhadap perbaikan ventilasi.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan sprei kering,
bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai
kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar
dengan menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu
menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin dan steril dapat
mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas kesehatan.
2. Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas kapiler
membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah
injuri. Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut : mengatasi infeksi,
perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen nyeri, dan terapi fisik.
A. Mengatasi infeksi
Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar meliputi autocontaminasi dari:
1) Oropharynx
2) Fecal flora
3) Kulit yg tidak terbakar dan
4) Kontaminasi silang dari staf
5) Kontaminasi silang dari pengunjung
6) Kontaminasi silang dari udara
Kegiatan khusus untuk mengatasi infeksi dan tehnik isolasi harus dilakukan pada semua
pusat-pusat perawatan LB. Kegiatan ini berbeda dan meliputi penggunaan sarung tangan, tutp
kepala, masker, penutup kaki, dan pakaian plastik. Membersihkan tangan yang baik harus
ditekankan untuk menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien. Staf dan pengunjung
umumnya dicegah kontak dengan klien jika ia menderita infeksi baik pada kulit, gastrointestinal
atau infeksi saluran nafas.
B. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Perawatan luka
sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan pembalutan luka.
1) Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi ini terdiri dari
merendam (immersion) dan dengan shower (spray). Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau
kurang untuk klien dengan LB acut. Jika terlalu lama dapat meningkatkan pengeluaran sodium
(karena air adalah hipotonik) melalui luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama
hidroterapi, luka dibersihkan secara perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai
macam larutan seperti sodium hipochloride, providon iodine dan chlorohexidine. Perawatan
haruslah mempertahankan agar seminimal mungkin terjadinya pendarahan dan untuk
mempertahankan temperatur selama prosedur ini dilakukan. Klien yang tidak dianjurkan untuk
dilakukan hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara hemodinamik tidak stabil dan yang
baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka dapat dibersihkan dan
dibilas di atas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan penggunaan zat antimikroba.
2) Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah eschar.
Debridemen luka pada LB meliputi debridemen secara mekanik, debridemen enzymatic, dan
dengan tindakan pembedahan.
a. Debridemen mekanik
Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan gunting dan
forcep untuk memotong dan mengangkat eschar. Penggantian balutan merupakan cara lain yang
juga efektif dari tindakan debridemen mekanik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara
menggunakan balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan pembalutan kering kepada balutan kering
(wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat, oleh
karena itu perlu terlebih dahulu dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri yang lebih efektif.
b. Debridemen enzymatic
Debridemen enzymatik merupakan debridemen dengan menggunakan preparat enzym
topical proteolitik dan fibrinolitik. Produk-produk ini secara selektif mencerna jaringan yang
necrotik, dan mempermudah pengangkatan eschar. Produk-prduk ini memerlukan lingkungan
yang basah agar menjadi lebih efektif dan digunakan secara langsung terhadap luka. Nyeri dan
perdarahan merupakan masalah utama dengan penanganan ini dan harus dikaji secara terus-
menerus selama treatment dilakukan.
c. Debridemen pembedahan
Debridemen pembedahan luka meliputi eksisi jaringan devitalis (mati). Terdapat 2 tehnik
yang dapat digunakan : Pada tangential exccision adalah dengan mencukur atau menyayat
lapisan eschar yang sangat tipis sampai terlihat jaringan yang masih hidup. sedangkan fascial
excision adlaah mengangkat jaringan luka dan lemak sampai fascia. Tehnik ini seringkali
digunakan untuk LB yang sangat dalam.
3) Balutan
a. Penggunaan penutup luka khusus
Luka bakar yang dalam atau full thickness pada awalnya dilakukan dengan menggunakan
zat/obat antimikroba topikal. Obat ini digunakan 1 - 2 kali setelah pembersihan, debridemen dan
inspeksi luka. Perawat perlu melakukan kajian terhadap adanya eschar, granulasi jaringan atau
adanya reepitelisasi dan adanya tanda-tanda infeksi. Umumnya obat-obat antimikroba yang
sering digunakan tampak pada tabel dibawah. Tidak ada satu obat yang digunakan secara umum,
oleh karena itu dibeberapa pusat pelayanan luka bakar ada yang memilih krim silfer sulfadiazine
sebagai pengobatan topikal awal untuk luka bakar.
Tabel 4 : Obat-Obatan Antimikroba Topical Yang Digunakan Pada Luka Bakar
Obat Spektrum Penggunaan Efek Samping Perawatan
Antimikroba
Krim Spektrum luas, 2x/hari,tebal 1/16 Leukopenia setelah Kaji efek samping.
Silver termasuk jamur inci. 2-3 hari pamakaian. Kaji keadekuatan
Sulfadia- Spektrum luas, Tak usah dibalut. Ruam pada otot managemen nyeri.
zine 1% Mempunyai 2x/hari,1/16 inci. Hyperchloremic Jika nyeri dan rasa
Mafenide aktivitas Tdk usah dibalut. metabolisme tak nyaman
acetate terhadap jamur Balutan tipis acidosis dari berlanjut, maka
Larutan meskipun diperlukan dan diuresis bicarbonat perlu
Mafenide sedikit. dibasahi dengan- karena hambatan dipertimbangkan
acetate Spektrum luas larutan untuk luka anhydrase carbonic. penggunaan topikal
5% Spektrum luas Balutan yang Menimbulkan rasa lainnya.
Silver tebal diperlukan nyeri. Gunakan secara
nitrate dan dibasahi dg Pruritus. hati-hati pada klien
5% larutan untuk luka Ruam pada kulit dengan gagal
Kolonisasi jamur. ginjal.
Hyponatremia Kaji efek samping
Hypochloremia Kaji keadekuatan
Hypokalemia managemen nyeri.
Hypocalcemia Cek serum
elektrolit setiap
hari.
Penetrasi terhadap
bekas luka buruk.
2) Pencangkokan kulit
Pencangkokan kulit yang berasal dari bagian kulit yang utuh dari penderita itu sendiri
(autografting) adalah pembedahan dengan mengangkat lapisan kulit tipis yang masih utuh dan
kemudian digunakan pada luka bakar yang telah dieksisi. Prosedur ini dilakukan di ruang operasi
dengan pemberian anaetesi.
Perawatan post operasi autograft meliputi: mengkaji perdarahan dari tempat donor;
memperbaiki posisi dan immobilisasi tempat donor; perawatan tempat donor; perawatan khusus
autograft (seperti : cultur epitel autograft)
a) Mengkaji Perdarahan
Perdarahan pada autograft dapat menghalangi / mencegah / mengganggu keberhasilan
menempelnya kulit yang dicangkok pada eksisi luka dan dapat mengakibatkan lepasnya graft.
Bila terdapat sedikit darah atau serum dapat dibersihkan dengan cara memutar ( dengan
menggunakan cotton swab steril) dari arah tengah graft menuju keperifer. Jika jumlahnya cukup
banyak , maka dapat dilakukan aspirasi darah/serum dengan menggunakan spuit dan jarum yang
kecil.
b) Pengaturan Posisi dan Immobilisasi
Autograft harus immobilisasi setelah pembedahan, umumnya selama 3-7 hari. Periode
waktu immobilisasi tersebut memungkinakan waktu autogratt menempel dan tertanam pada
dasar luka. Immobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cama. Mengatur posisi yang tepat,
traksi, splint, dapat digunakan untuk mencegah pergerakan yang tidak diinginkan dan lepasnya
graft. Perawat juga harus melakukan berbagai macam tindakan untuk mengurangi bahaya
immobilisasi.
c) Perawatan Tempat Donor
Berbagai macam tipe balutan dapat diguakan untuk menutup tempat donor, dan ini
tergantung pada ukuran , lokasi dan kondisi batas kulit atau jaringan. Tindakan perawatan juga
tergantung pada tipe balutan yang digunakan. Jika balutan dilakukan dengan menggunakan
sutura dan staples maka dapat diangkat pada 3-4 hari setelah pembedahan.
Meskipun terdapat perbedaan dalam tindakan perawatan , namun luka pada tempat donor
memerlukan tindakannya memerlukan ketelitian yang sama untuk penyembuhan dan mencegah
infeksi. Jika tempat donor mengalami infeksi, maka balutan harus diangkat secara hati-hati dan
dibersihkan. Kemudian luka harus selalu dibersihkan dan digunakan obat antibakteri. Bila tempat
donor membai/sembuh maka losion lubrikasi dapat digunakan untuk melunakan dan
menghilangkan rasa gatal. Tempat donor tersebut dapat digunakan kembali bila telah terjadi
penyembuhan secara lengkap.
d) Nutrisi
Mempertahankan intake nutrisi yang adekuat selama fase akut sangatlah penting untuk
meningkatkan penyembuhan luka dan pencegahan infeksi. BMR (basal metabolik rate) mungkin
40-100% lebih tinggi dari keadaan normal, tergantung pada luasnya luka bakar. Respon ini
diperkirakan berakibat pada hypotatamus dan adrenal yang menyebebkan peningkatan produksi
panas. Metabolik rate menurun bila luka telah ditutup. Selain itu metabolisme glukosa berubah
setelah mengalami luka bakar, mengakibatkan hiperglikemia . Rendahnya kadar insulin selama
fase emergent menghambat aktifitas insulin dengan meningkatkan sirkuasi catecholamine, dan
meningkatkan glukoneogenesis selama fase akut yang semuanya mempunyai implikasi terhadap
terjadinya hiperglikemia pada klien luka bakar.
Dukungan nutrisi yang agresif diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang
meningkat guna meningkatkan penyembuhan dan mencegah efek katabolisme yang tidak
diharapkan.
Formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi, dipengaruhi oleh beberapa
hal yaitu berat badan, jenis kelamin, usia, luasnya luka bakar dan aktifitas atau injuri.
Formulasinya adalah sebagai berikut:
(25 kkal x berat badan (kg) + (40 kkal x % luka bakar) = kkal/hari.
Dukungan nutrisi yang agresif umumnya diindikasikan untuk klien luka bakar dengan 30
% atau lebih, secara klinis memerlukan tindakan operasi multiple, perlunya penggunaan
ventilator mekanik, status mental dan status nutrisi yang buruk pada saat belum mengalami luka
bakar. Adapun metode pemberian nutrisi dapat meliputi diet melalui oral, enteral tube feeding,
periperal parenteral nutrition, total parenteral nutrisi, atau kombinasi.
e) Manajemen nyeri
Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri meliputi kedalaman injuri,
luasnya dan tahapan penyembuhan luka. Untuk tipe luka bakar partial thickness dan pada tempat
donor akan terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf. Berlawanan halnya
dengan luka bakar full thickness yang tidak mengalami rasa nyeri karena ujung-ujung superficial
telah rusak. namun demikian ujung-ujung saraf pada yang terletak pada bagian tepi dari luka
akan sangat sensitif. Faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang
terhadap nyeri adalah kecemasan, ketakutan dan kemampuan klien untuk menggunakan
kopingnya. Sedangkan faktor-faktor sosial meliputi pengalaman masa lalu tentang nyeri,
kepribadian, latar belakang keluarga, dan perpisahan dengan keluarga dan rumah. Dan perlu
diingat bahwa persepsi nyeri dan respon terhadap stimuli nyeri bersifat individual oleh karena itu
maka rencana penanganan perawatan dilakukan secara individual juga.
Pendekatan yang lebih sering digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah dengan
menggunakan zat-zat farmakologik. Morphine, codein, meperidine adalah nanalgetik narkotik
yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan treatmennya. Obat-
obat farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi analgesik inhalasi seperti nitrous
oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid juga dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan sampai
sedang.
Sedangkan tindakan Nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang
berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis, guided imagery, terapi bermain, tehnik relaksasi,
distraksi, dan terapi musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan kecemasan dan menurunkan
persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan bersamaan dengan penggunaan obat-obat
farmakologik.
f) Terapi fisik
Mempertahankan fungsi fisik yang optimal pada klien dengan injuri LB merupakan
tantangan bagi team yang melakukan perawatan LB. Perawat harus bekerja secara teliti dengan
fisioterapist dan occupational terapist untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan rehabilitasi
klien LB. Program-program exercise, ambulasi, aktifitas sehari-hari harus diimplementasikan
secara dini pada pemulihan fase acutsampai perbaikan fungsi secara maksimal dan perbaikan
kosmetik.
Kontraktur luka dan pembentukan scar (parut) merupakan dua masalah utama pada klien
LB. Kontraktur akibat luka dapat terjadi pada luka yang luas. Lokasi yang lebih mudah
terjadinya kontraktur adalah tangan, kepala, leher, dan axila.
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani kontraktur meliputi
terapi posisi, ROM exercise, dan pendidikan pada klien dan keluarga.
1) Posisi Terapeutik
Tabel dibawah ini merupakan daftar tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik untuk
klien dengan LB yang mengenai bagian tubuh tertentu selama periode tidak ada aktifitas
(inactivity periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi tersebut mempengaruhi bagian tubuh
tertentu dengan tepat untuk mengantisipasi terjadinya kontraktur atau deformitas.
Tabel : Posisi terapeutik Pada Klien Luka Bakar
Lokasi LB Posisi Terapeutik Tehnik Posisi
Leher Ekstensi Tanpa bantal
Anterior Netral ke ekstensi Bantal kecil/gulungan sprei kecil
Keliling Netral dibawah cervical untuk
Posterior/tdk Abduksi lengan 90- meningkatkan ekstensi leher.
simetris 110 derajat Lakukan splinting
Bahu/axila Ekstensi lengan (dibelat/dibidai)
Siku Ekstensi Hand splint
Lengan pergelangan tangan Hand splint
pergelangan tangan MCP pleksi 90 Hand splint
metakarpal derajat hand splint dengan abduksi ibu
sendi interpalangeal Ekstensi PIP/DIP jari
(MCP) Abduksi ibu jari Supine dengan kepala datar
Sendi proximal dan Abduksi jari-jari dengan tempat tidur dan kaki
distal interpalangeal Ekstensi paha ekstensi
(PIP/DIP) Ekstensi lutu Posisi prone
Ibu jari Netral Supine dengan lutut ekstensi
ruang antar jari-jari
Paha
Lutut
Pergelangan kaki
2) Exercise
Latihan ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada fase akut untuk mengurangi
edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi. Disamping itu melakukan
kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat efektif dalam mempertahankan fungsi dan ROM.
Ambulasi dapat juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada ekstremitas bawah dan harus
dimulai bila secara fisiologis klien telah stabil. ROM pasif termasuk bagian dari rencana
tindakan pada klien yang tidak mampu melakukan latihan ROM aktif.
3) Pembidaian (Splinting)
Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi dan mencegah atau memperbaiki
kontraktur. Terdapat dua tipe splint yang seringkali digunakan, yaitu statis dan dinamis. Statis
splint merupakan immobilisasi sendi. Dilakukan pada saat immobilisasi, selama tidur, dan pada
klien yang tidak kooperatif yang tidak dapat mempertahankan posisi dengan baik. Berlainan
halnya dengan dinamic splint. Dinamic splint dapat melatih persendian yang terkena.
4) Pendidikan
Pendidikan pada klien dan keluarga tentang posisi yang benar dan perlunya melakukan
latihan secara kontinue. Petunjuk tertulis tentang berbagai posisi yang benar, tentang
splinting/pembidaian dan latihan rutin dapat mempermudah proses belajar klien dan dapat
menjadi lebih kooperatif.
g. Mengatasi Bekas luka
Hipertropi bekas luka sebagai akibat dari deposit kolagen pada luka bakar yang
menyembuh. Beratnya hipertropi scar tergantung pada beberapa faktor antara lain kedalaman
LB, ras, usia, dan tipe autograft. Metode nonoperasi untuk meminimalkan hipertropi scar adalah
dengan terapi tekanan (pressure therapy). Yaitu dengan menggunakan pembungkus dan
perban/pembalut elastik (elastic wraps and bandages). Sedangkan tindakan pembedahan untuk
mengatasi kontraktur dan hipertropi scar meliputi :
1) Split-thickness dan full-thickness skin graft
2) Skin flaps
3) Z-plasties
4) Tissue expansion.
3. Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan luka
bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk peningkatan
kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk
meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan deformitas dan hipertropi
scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan support emosional serta pendidikan
merupakan bagian dari proses rehabilitasi. Perhatian khusus aspek psikososial.
Rehabilitasi psikologis adalah sama pentingnya dengan rehabilitasi fisik dalam
keseluruhan proses pemulihan. Banyak sekali respon psikologis dan emosional terhadap injuri
luka bakar yang dapat diidentifikasi, mulai dari “ketakutan sampai dengan psikosis”. Respon
penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality), latar belakang budaya dan etnic, luas
dan lokasi injuri, dan akibatnya pada body image. Disamping itu, berpisah dari keluarga dan
teman-teman, perubahan pada peran normal klien dan tanggungjawabnya mempengaruhi reaksi
terhadap trauma LB. Fokus perawatan adalah pada upaya memaksimalkan pemulihan psikososial
klien melalui intervensi yang tepat.
Terdapat 4 tahap respon psikososial akibat trauma LB yang ditandai oleh Lee sebagai
berikut: impact; retreat or withdrawal (kemunduran atau menarik diri); acknowledgement
(menerima) dan reconstructive (membangun kembali).
a. Impact.
Periode impact terjadi segera setelah injuri yang ditandai oleh shock, tidak percaya
(disbelieve), perasaan overwhelmed. Klien dan keluarga mungkin menyadari apa yang terjadi
tetapi kopingnya pada waktu itu buruk. Pada penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan
bahwa keluarga dengan klien yang sakit kritis mempunyai kebutuhan untuk kepastian
(assurance), kebutuhan untuk dekat dengan anggota keluarga yang lain dan kebutuhan akan
informasi. Lebih spesifik lagi keluarga ingin mengetahui kapan anggota keluarganya dapat
ditangani, apa yang akan dilakukan terhadap klien/anggota keluarganya, fakta-fakta tentang
perkembangan/kemajuan klien, dan mengapa tindakan/prosedur dilakukan terhadap klien.
n seperti pneumonia
Tanda :
a. Haluran urine menurun/ tak ada selam fase darurat. Warna mungkin hitam kemerahan bila
terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam.
b. Dieresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalm sirkulasi)
c. Penurunan bising usus/ tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stress penurunan motilitas/ peristaltik
Tanda :
a. Kulit : umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses thrombus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/ lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/ status syok
b. Cedera Api: terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas panas
yang dihasilakan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering,
merah; lepuh pada faring posterior; edema lingkar mulut dan/ atau lingkar nasal
c. Cedera kima: tampak lika bervariasi sesuai agen pentebab.
Kulit mungkin ncoklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus; lepuh, ulkus,
nekrosis, atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara
perkutan dann kerusakan jarinngan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera
d. Cedera listrik: cedera kutaneus ekstrenal biasanya lebih sedikit dari bawah nekrosis. Penampilan
luka bervariasi dapt meliputi luka aliran masuk keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran
pada proksimal tubuh tertutup, dan luka bakar teramal sehubunga dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/ dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor; kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik)
3.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Sel darah merah (RBC): dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell)
karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya
produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
b. Sel darah putih (WBC): dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White
Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
c. Gas darah arteri (ABG): hal yang penting pula diketahui adalah nilai gas darah arteri
terutama jika terjadi injuri inhalasi. Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2.
d. Karboksihemoglobin (COHbg) :kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat meningkat
lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
e. Serum elektrolit :
1) Potasium pada permulaan akan meningkat karena injuri jaringan atau kerusakan sel darah merah
dan menurunnya fungsi renal; hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai; magnesium
mungkin mengalami penurunan.
2) Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari tubuh; selanjutnya
dapat terjadi hipernatremia.
f. Sodium urine :jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi
cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak adekuatnya resusitasi cairan.
g. Alkaline pospatase : meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan pompa
sodium.
h. Glukosa serum : meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres.
i. BUN/Creatinin : meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal, namun
demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.
j. Urin : adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan
jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah kehitaman
menunjukan adanya mioglobin
k. Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.
l. Bronhoskopi: untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat ditemukan
adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi pada saluran nafas bagian atas
m. ECG: untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena elektrik.
n. Foto Luka: sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan penyembuhan
luka bakar.
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstitial.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. edema trahea, menurunnya fungsi ciliar paru akibat injuri
inhalasi
3. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d. konstriksi akibat luka bakar
2. Resiko tinggi terjadinya infeksi b.d. hilangnya pertahanan kulit, ganggu-an respon imune,
adanya pemasangan kateter (indweling urinary cateter dan intravenous cateter), dan prosedur
invasif (pengambilan sampel darah baik arteri maupun vena dan bronchoscopy).
3. Nyeri b.d. injury luka bakar, stimulasi ujung-ujung saraf, treatmen dan kecemasan.
4. Gangguan mobilitas fisik b.d. edema, nyeri, balutan, prosedur pembedahan, dan kontraktur luka.
3.4 Interverensi
1. Defisit volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan perpindahan
cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial.
Tujuan dan Kriteria hasil :
Klien akan memperlihatkan perbaikan keseimbangan cairan, yang ditandai oleh :
1) Tidak kehausan
2) Mukosa mulut/bibir lembab
3) Output urine : 30-50 cc/jam
4) Sensori baik
Interverensi
1) Ajarkan klien untuk batuk dan ber-nafas dalam setiap 1-2 jam selama 24 jam, kemudian se-tiap
2-4 jam, saat terjaga.
2) Letakan peralatan suction oral dalam jangkaun klien un-tuk digunakan sendiri oleh klien.
3) Lakukan endotracheal suction jika diperlukan, dan monitor serta doku-mentasikan karak-teristik
sputumnya.
Rasional
b. Interverensi
1) Berikan propilaksis tetanus jika perlu.
2) Pertahankan tehnik untuk mengontrol infeksi
3) Instruksikan keluarga atau lainya tentang tindakan-tindakan mengontrol infeksi.
4) Lakukan cuci tangan dengan baik
5) Kaji tanda-tanda klinik infeksi: perubahan warna luka atau drainage, bau, penyembuhan yang
lama; nyeri kepala, menggigil, anoreksia, mual; perubahan tanda-tanda vital; hiperglikemia dan
glikosuria; paralitic ileus, bingung, gelisah, halusinasi.
6) Sebelum diberikan obat topikal ulang, cuci dan bersihkan luka lebih dahulu.
7) Buang jaringan yg telah mati.
8) Potong rambut badan di sekitar tepian luka (kecuali bulu dan alis mata)
c. Rasional
1) Lingkungan eschar yang anaerobic memungkinkan pertumbuhan organisme penyebab tetanus.
2) Mencegah kontaminasi silang
3) Meningkatkan kesadaran/kepatuhan.
4) Menurunkan insiden kontaminasi silang
5) Luka terbuka dan klien imunokompromi sehingga infeksi luka baik lokal maupun sistemik
adalah suatu resiko.
6) Untuk membuang kotoran.
7) Jaringan tersebut medium yg baik bagi pertumbuhan bakteri
8) Rambut dapat terkontaminasi & menganggu menempelnya krim.
5. Nyeri b.d. injury luka bakar, stimulasi ujung-ujung saraf, treatmen dan kecemasan.
a. Tujuan dan Kriteria hasil
Klien akan lebih nyaman ditandai oleh:
1) Menyatakan rasa nyeri/tak nyaman berkurang.
2) Klien dapat menge-nali faktor-faktor yg mempengaruhi nyeri
b. Interverensi
1) Kaji respon klien terhadap nyeri saat perawatan luka dan saat istirahat.
2) Berikan obat penghilang nyeri:
a) 45 menit sebe-lumnya jika me-lalui mulut.
b) 30 menit sebelumnya jika melalui intra muskular
c) 5-10 menit sebelumnya jika melalui intravena
3) Jangan diberikan melalui intramuskular pada klien dengan luka bakar berat fase emergent
4) Ajarkan tehnik re-laksasi , terapi mu-sik, guided imagery, distraksi dan hypnosis
5) Jelaskan semua prosedur pada klien & sediakan waktu utk persiapan.
6) Bicaralah dengan klien ketika melakukan perawatan dan melakukan prosedur.
7) Kaji kemungkinan kebutuhan untuk pemberian anxiolitik
8) Catat respon klien terhadap medikasi dan pengobatan nonfarmakologi
c. Rasional
1) Sebagai data dasar
2) Waktu yang adekuat bagi onset analgetik.
3) Injeksi i.m. tidak dianjurkan karena keterbatasan sirkulasi meng-ganggu
absorpsi
4) Merupakan analgetik nonfarmakologik
5) Untuk menurunkan kecemasan
6) Meningkatkan rasa percaya klien
7) Kecemasan menurunkan ambang nyeri.
8) Menilai efektivitas intervensi.
6. Gangguan mobilitas fisik b.d. edema, nyeri, balutan, prosedur pembedahan, dan kontraktur luka.
a. Tujuan dan Kriteria hasil
Klien akan mengalami peningkatan mobilits fisik ditandai dengan kembali secara maksimal
melakukan aktivitas sehari-hari dengan kecacatan dan gangguan figur yang minimal.
b. Intervensi
1) Kaji ROM dan kekuatan otot pada area luka yg mungkin mengalami kontraktur setiap hari atau
jika diperlukan.
2) Pertahankan area luka dalam posisi fungsi fisiologis.
3) Jelaskan alasan perlunya aktivitas dan pengaturan posisi klien dan keluarga.
c. Rasional
1) Sebagai data dasar
2) Mencegah/menurunkan terjadinya kontraktur.
3) Meningkatkan kepatuhan.