Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SEMINAR

PERILAKU KEKERASAN

Dosen Pembimbing :

Ns. Netha Damayhantie,S.Kep,M.Kep

Pembimbing Kinik :

Ns. Afreni Yulni,S.Kep

Disusun Oleh :

Deden Nurma Saputra (PO71200180011)

Delvita Riani (PO71200290072)

Desmalinda Ramadhani (PO71200190071)


Syahprizal (PO71200190073)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


PRODI DIII JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan Kehadirat Allah Swt. karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan, sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah seminar ini dengan tepat waktu. Seminar yang berjudul “Gangguan Jiwa Dengan
Perilaku Kekerasan” disusun untuk memenuhi tugas matakuliah keperawatan jiwa jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jambi di RS Jiwa Daerah Provinsi Jambi.
Dalam penyusunan makalah seminar ini, kami banyak mengalami berbagai kesulitan.
Namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung maka terselesaikannya laporan ini. Untuk itu pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Direktur Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi yang telah memberikan izin dalam
melakukan praktik klinik keperawatan jiwa
2. Dosen pembimbing matakuliah keperawatan jiwa, yang telah memberikan
bimbingan dn pengarahan daalam menyelesaikan makalah seminar ini.
3. Kepala ruangan/CI diruang Teta RSJ Provinsi Jambi
4. Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan baik moral maupun spiritual
dalam proses pembelajaran.
5. Semua kakak ruangan Teta RSJ Provinsi Jambi yang telah memberikan ilmu yang
sangat bermanfaat
6. Serta rekan kelompok yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah
seminar.
Kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah seminar ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah seminar ini kedepannya.
Akhir kata, kami selaku penyusun mengharapkan semoga proposal ini berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak yang membaca, serta dapat dijadikan sebagai bahan untuk
menambah pengetahuan para mahasiswa dan pembaca
Jambi, 30 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan......................................................................................
2.2 Rentang Respon Marah.................................................................................................
2.3 Tanda Dan Gejala..........................................................................................................
2.4 Faktor Penyebab............................................................................................................
2.5 Mekanise Koping...........................................................................................................
2.6 Pohon Masalah..............................................................................................................
2.7 Proses Keperawatan.......................................................................................................
BAB III
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan
hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif
terhadap diri sendiri dan orang lain. Adanya kelemahan atau ketidakmampuan pada 3 unsur
tersebut dapat menyebabkan jiwa seseorang terganggu bahkan bisa menjadi gangguan jiwa.
Pada mulanya gangguan jiwa dianggap suatu hal yang gaib, sehingga penanganannya
secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib.
Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya
pada kesadaran, emosi, persepsi dan intelegensi. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan
bahwa individu yang sakit jiwa adalah aib dan memalukan, tidak bermoral bahkan tidak
beriman.
Pada umumnya ada 7 masalah keperawatan antara lain gangguan konsep diri: harga diri
rendah, isolasi sosial: menarik diri, gangguan sensori persepsi: halusinasi, perubahan proses
pikir: waham, resiko perilaku kekerasan, resiko bunuh diri dan deficit perawatan diri.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagaian caman bagi individu (Stuart dan Sundeen, 1995). Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan kunstruktif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu tidak
mengalami kecemasan, stress dan merasa bersalah, dan bahkan merusak diri sendiri, orang
lain dan lingkungan. Dalam hal ini peran serta keluarga dalam membantu menyelesaikan
masalah sangat berperan penting, karena keluarga merupakan orang yang terdekat. Namun
peran perwat merupakan ujung tombak dalam pelasanan kesehatan jiwa.
Masalah perilaku kekerasan banyak ditemukan pada pasien gangguan jiwa, sering
terjadi pada alasan masuk keluarga mengatakan pasien mengamuk, marah-marah, merusak,
mengancam bahkan melukai orang lain. Hal tersebut memerlukan penanganan yang spesifik
untuk mengarahkan pasien dalam mengelola rasa marah yang maladaptive menjadi adative
dan konstruktif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.2. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan
dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam 2 bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.
Adapun beberapa definisi lain mengenai perilaku kekerasan yaitu:
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri sendiri/orang lain
secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan. (Depkes RI, 2006)
Prilaku kekerasan suatu keadaan dimensi seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahyakan, secara fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain (Iyus yosep, 146:2007).
Prilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang,
yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan baik pada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal bertujuan untuk melukai orang lain
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000).
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Ekspresi marah yang segera karena sesuatu
penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah
tidak diperbolehkan.
Perilaku kekerasan dapat disimpulkan yaitu suatu keadaan emosi secara mendalam
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik pada diri
sendiri maupun orang lain dan merusak lingkungan.

1.3. RENTANG RESPON MARAH

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


1.3.1 Rentang Respon Adaptif
1) Asertif
Adalah suatu respon marah dimana individu mampu mengatakan atau mengungkapkan
rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain yang akan
memberikan kelegaan pada individu.
2) Frustasi
Adalah suatu respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan, kepuasan atau
rasa aman, individu tidak dapat menunda sementara atau menemukan alternative lain.
1.3.2 Respon Maladaptif
Respon Maladaptif adalah respon yang di berikan individu dalam menyelesaikan
masalahnya menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaannya suatu tempat.
Respon Maladaptif yaitu :
1) Pasif
Adalah perilaku yang ditandai dengan perasan tidak mampu untuk mengungkapkan
perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya, merasa kurang mampu, HDR,
pendiam, malu, dan sulit diajak bicara.
2) Agresif
Adalah suatu bentuk perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan mental
untuk bertindak dan masih terkontrol.
3) Perilaku Amuk
Adalah perasaan marah di sertai dengan rasa permusuhan yang kuat dan hilang kontrol,
di mana individu dapat merusak diri orang lain dan lingkungan (Dalami, 2009).
1.4. TANDA DAN GEJALA
Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau wawancara tentang
perilaku pada pasien. Berikut adalah beberapa tanda dan gejala pasien dengan perilaku
kekerasan:
1.4.1 Data Objektif (DO)
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Otot tegang
4) Mengatupkan rahang dengan kuat
5) Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
6) Berbicara kasar
7) Berdebat, mengancam secara verbal dan fisik
8) Sering memaksakan kehendak
9) Melempar makanan/memukul jika senang
1.4.2 Data Subjektif (DS)
1) Mengeluh perasaan terancam
2) Mengungkapkan perasaan tidak berguna
3) Mengungkapkan perasaan jengkel
4) Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada sesak dan
bingung.

1.5. FAKTOR PENYEBAB


1.5.1 Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan, diantaranya:
1) Faktor psikologis
Phsycoanalytical theory; teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat
dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua
insting. Pertama insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas, dan kedua insting
kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
Frustration-aggresion theory; teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini
berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku
yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir
semua orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung pentingnya peran
dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. Ini mengguanakan pendekatan
bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa
contoh dari pengalaman tersebut :
a. Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu
untuk menyelesaikan secara efektif
b. Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak, atau seduction parenteral, yang mungkin telah merusak hubungan
saling percaya (trust) dan harga diri.
c. Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola
pertahanan atau koping.
2) Faktor Sosial budaya
Social-Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini
mengemukakan bahwa “agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat
dipelajari melaluli observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka
semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya.
Pembelajaran ini biasa diinternal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima.
Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
3) Faktor Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis.
Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan
pada hipotalamus (yang berada ditengah system limbik) binatang ternyata menimbulkan
perilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada nucleus periforniks
hypothalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat
ekornya, medesis, bulunya berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan
hendak menerkam tikus atau objek yang ada disekitarnya. Jadi kerusakan fungsi system
limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus
temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan memori).
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif : serotonin, dopamine,
norepinephrine, acetilcolin, dan asam amino gaba.
Faktor-faktor yang mendukung :
a. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
b. Sering mengalami kegagalan
c. Kehidupan yang penuh tindakan agresif
d. Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
1.5.2 Faktor Presipitasi
Secara umum seorang akan merespon terhadap masalah apabila merasa dirinya
terancam. Bila dilihat dari sudut perawat klien, maka factor yang mencetuskan terjadinya PK
adalah terbagi 2, yaitu:
a. Klien : kelemahan fisik, keputus asaan, ketidak berdayaan/ kurang PD.
b. Lingkungan : ribut, kehilangan orang/ objek yang berharga, konflik interaksi social.
(Yosep, 2007)
Faktor –faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri: ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol solidarias seperti dalam
sebuah konser, penonton sepakbola, geng sekolah, perkelahian masal dst.
b. Ekpresi diri tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
c. Ketidak siapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidak mampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.

1.6. MEKANISME KOPING


Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti:
a. Displacement (pemindahan): pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang
atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
b. Sublimasi: mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang dapat
diterima oleh masyarakat.
c. Proyeksi: pengalihan buah pikiran atau impuls kepada orang lain yang tidak dapat di
toleransi.
d. Represi: pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran dari kesadaran seseorang.
e. Denial (penyangkalan): menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas tersebut.
f. Reaksi formasi: pengembangan sikap dan perilaku yang ia sadari, yang bertentangan
dengan apa yang ia rasakan atau ingin lakukan. (Abdul Nasir, 2011)
1.7. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Perilaku Kekerasan

Gangguan sensori persepsi Halusinasi

1.8. PROSES KEPERAWATAN


Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi 5 tahapan yaitu: Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, perencanaan/intervensi,
pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta
memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah metoda ilmiah yang digunakan dalam memberikan asuhan
keperawatan klien pada semua tatanan pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu
tekhnik penyelesaian masalah (Problem Solving.) (Keliat, 2006)
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam
melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa, karena peran perawat dalam
asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki. (Keliat, 2006)
Dalam penyusunan asuhan keperawatan melalui tahapan yaitu pengkajian, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
1.7.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan klien dan pola pertahanan klien
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosis keperawatan.
(Keliat, 2006)
I. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Data yang perlu dikaji dalam identitas klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, suku bangsa, pekerjaan, status perkawinan, nomor rekam medik,
ruangan, tanggal masuk dan tanggal dikaji, diagnosis medik dan alamat serta identitas
penanggung jawab.(Keliat, 2006)
2) Alasan Masuk
Kaji dan tanyakan pada klien dan keluarga, apakah yang menyebabkan klien dibawa
ke RSJ, upaya apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah perilaku
kekerasan dan bagaimana hasilnya. (Keliat, 2006)
3) Faktor Predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya, jika pernah tanyakan apakah pengobatan yang telah diberikan berhasil sehingga
klien dapat beradaptasi di masyarakat tanpa gejala-gejala gangguan jiwa, tanyakan pada klien
apakah klien pernah melakukan dan atau mengalami dan atau menyaksikan penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal,
tanyakan pula kepada klien/keluarga apakah ada anggota kluarga yang lain yang mengalami
gangguan jiwa jika ada tanyakan bagaimana hubungan klien dengan anggota keluarga
tersebut serta tanyakan tentang pengalaman yang tidak menyenangkan (kegagalan,
kehilangan /perpisahan / kematian, trauma selama tumbuh kembang) yang pernah dialami
klien pada masa lalu. (Keliat, 2006)
4) Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang diekspresikan oleh individu sebagai suatu tantangan, ancaman,
tuntutan yang memerlukan energi ekstra yang digunakan untuk koping.
5) Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ, observasi tanda-tanda vital,
tinggi dan berat badan, apakah ada penurunan atau kenaikan berat badan, dan kaji lebih lanjut
tentang system dan fungsi organ serta jelaskan sesuai dengan keluhan yang ada (Keliat,
2006). Klien dengan perilaku kekerasan bisanya terlihat gelisah, amuk atau kemarahan
disertai peningkatan tanda-tanda vital.
6) Psikososial
a. Genogram
Genogram minimal 3 generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan
keluarga, pola komunikasi dalam keluarga, pengambilan keputusan dan pola asuh (Keliat,
2006).
b. Konsep diri
(1) Citra tubuh: tanyakan pada klien mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
tubuh yang disukai dan tidak disukainya. (Keliat, 2006)
(2) Identitas diri: tanyakan pada klien mengenai status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan terhadap status dan posisinya, serta kepuasan sebagai laki-laki atau
perempuan. (Keliat, 2006)
(3) Peran: tanyakan mengenai tugas dan peran yang diemban dalam keluarga/masyarakat
serta kemampuannya dalam melaksanakan tugas tersebut. (Keliat, 2006)
(4) Ideal diri: tanyakan tentang harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas/peran: harapan
terhadap lingkungannya dan harapan terhadap penyakitnya. (Keliat, 2007)
(5) Harga diri: tanyakan hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan no 1,2,3,4 serta
penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupannya. (Keliat, 2006)
c. Hubungan sosial
Orang terdekat dalam kehidupan klien, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan
atau sokongan. Kelompok apa saja yang diikuti klien dalam masyarakat. Sejauh mana klien
terlibat dalam kelompok di masyarakat. (Keliat, 2006)
d. Spiritual
(1) Nilai keyakinan: pandangan dan keyakinan, terhadap gangguan jiwa sesuai dengan
norma budaya dan agama yang dianut, pandangan masyarakat setempat tentang
gangguan jiwa.
(2) Kegiatan ibadah : kegiatan ibadah di rumah secara individu dan kelompok. Pendapat
klien/keluarga tentang gangguan jiwa. (Keliat, 2006)
e. Status Mental
(1) Penampilan: observasi penampilan dari ujung rambut sampai ujung kaki, apakah
penampilan rapi, penggunaan baju sesuai atau tidak serta cara berpakaian sesuai atau
tidak. (Keliat, 2006)
(2) Pembicaraan: amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis dan
atau lambat (Keliat, 2006). Pada umumnya klien dengan perilaku kekerasan
pembicaraannya cepat, keras, mendominasi pembicaraan, berkata-kata dengan
ancaman, pembicaran kacau.
(3) Aktivitas motorik : kaji melalui observasi dan wawancara terhadap keluarga mengenai
ekspresi lesu, tegang, gelisah, agitasi (gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan),
tik (gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak terkontrol), grimasen (gerakan
otot-otot muka yang berubah-ubah dan tidak terkontrol), tremor, konfulsif (kegiatan
yang dilakukan berulang-ulang) (Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan
mengalami agitasi, peningkatan kegiatan motorik, mondar mandir dan gelisah.
(4) Alam perasaan: observasi keadaan sedih, putus asa, gembira berlebih, ketakutan dan
khawatir (Keliat, 2006). Pada klien dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia
paranoid biasanya gembira, sedih berlebihan tidak sesuai dengan situasi saat ini, alam
perasaan tidak sejalan dengan perilaku, ekpresi raut muka terlihat marah.
(5) Afek: observasi keadaan afek apakah datar, tumpul, labil, serta tidak sesuai (Keliat,
2006). Klien dengan perilaku kekerasan emosi labil dan cepat berubah-ubah.
(6) Interaksi selama wawancara meliputi: Bermusuhan atau tidak koperatif atau mudah
tersinggung, kontak mata kurang depensif dan curiga (Keliat, 2006). Pada saat
berinteraksi dengan klien dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid
kemungkinan sifat bermusuhan dan curiga akan muncul, klien mudah tersinggung,
mendominasi pembicaraan, berusaha mempertahankan pendapat, mudah curiga
terhadap orang lain yang mencoba mendekatinya dan tidak mudah percaya terhadap
orang lain.
(7) Persepsi : kaji apakah klien mengalami halusinasi, jika iya kaji isi halusinasi, frekuensi
gejala yang tampak pada saat klien berhalusinasi, dan perasaan klien terhadap
halusinasinya (Keliat, 2006). Perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh adanya
halusinasi pendengaran.
(8) Proses pikir : kaji apakah terdapat adanya sirkumtansial (pembicaraan berbeli-belit
tetapi sampai pada tujuan), tangensial (pembicaraan berbeli-belit dan tidak sampai pada
tujuan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak memiliki hubungan antar satu
kalimat dengan kalimat lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang meloncat-loncat dari
satu topik ke topik lainnya, ada hubungan yang tidak logis), blocking (pembicaraan
terhenti tiba-tiba tanpa adanya gangguan ekternal, perseverasi (pembicaraan yang
diulang-ulang) (Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan pada saat berbicara
diulang berkali-kali dan tidak dimengerti, berbicara terus menerus dan tidak mampu
menyusun pikiran dan idenya.
(9) Isi pikir: kaji dari data hasil wawancara apakah terdapat obsesi (pemikiran yang selalu
muncul walaupun klien berusaha untuk menghilangkannya); Fobia (ketakutan yang
patologis/ tidak logis terhadap objek/situasi tertentu); Hipokondria (keyakinan terhadap
adanya gangguan pada organ dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada); Depersonalisasi
(perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang, atau lingkungannya); Ide yang
terkait (keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi di lingkungan, bermakna, dan
terkait pada dirinya); Pikiran magis (keyakinan klien tentang kemampuannya
melakukan hal-hal yang mustahil / diluar kemampuannya); (Keliat, 2006). Klien dengan
perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid biasanya mengalami waham curiga,
obsesi dan pikiran magis. Waham (keyakinan yang berlebih dan tidak sesuai dengan
kenyataannya, baik waham agama, somatik, kebesaran, curiga, nihilistik).
(10) Tingkat kesadaran: pengkajian dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi, yaitu
tentang keadaan bingung dan sedasi (melayang-layang antara sadar dan tidak); stupor
(gangguan motorik, seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang sikap canggung)
dilakukan melalui observasi ; dan orientasi waktu, orang dan tempat didapat melalui
wawancara (Keliat, 2006).
(11) Memori: kaji apakah terjadi gangguan pada daya ingat jangka panjang, jangka pendek,
daya ingat saat ini, konfabulasi (cerita atau pembicaraan yang tidak benar untuk
menutupi gangguan daya ingatnya) (Keliat, 2006). Kemungkinan akibat perilaku
kekerasan yang dialami mengalami gangguan memori daya ingat jangka panjang,
pendek maupun saat ini.
(12) Kemampuan penilaian: kaji apakah terjadi gangguan kemampuan penilaian ringan
(dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain), atau terjadi
gangguan kemampuan penilaian bermakna (tidak dapat mengambil keputusan yang
sederhana walaupun dengan bantuan orang lain) (Keliat, 2006).
(13) Tingkat konsentrasi dan berhitung: kaji mengenai konsentrasi, perhatian dan
kemampuan dalam berhitung (Keliat, 2006).
(14) Daya tilik diri: kaji apakah klien mengingkari penyakit yang diderita dengan adanya
perilaku mengkritik diri sendiri dan/atau orang lain (Keliat, 2006). Klien dengan
perilaku kekerasan berpandangan mengingkari penyakit.
f. Kebutuhan Persiapan Pulang
(1) Makan : observasi dan tanyakan tentang: frekuensi, jumlah, variasi, macam (suka/tidak
suka/pantang) dan cara makan; serta observasi kemampuan klien dalam menyiapkan
dan membersihkan alat makan.
(2) Defekasi/berkemi: observasi kemampuan klien untuk pergi ke WC, menggunakannya,
membersihkannya; serta kemampuan dalam membersihkan diri dan merapihkan
pakaian.
(3) Mandi: observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci
rambut, gunting kuku, cukur (kumis, rambut, dan jenggot); observasi kebersihan tubuh
dan bau badan.
(4) Berpakaian: observasi kemampuan klien untuk mengambil, memilih, dan mengenakan
pakaian serta alas kaki; observasi penampilan dandanan klien; tanyakan dan observasi
frekuensi ganti pakaian.
(5) Istirahat dan tidur: observasi dan tanyakan tentang lama dan waktu tidur siang dan
malam; persiapan sebelum tidur; aktivitas sesudah tidur.
(6) Penggunaan Obat: observasi dan tanyakan tentang penggunaan obat (frekuensi, jenis,
dosis, waktu dan cara pemberian); reaksi obat.
(7) Pemeliharaan kesehatan: tanyakan pada klien dan keluarga tentang apa, bagaimana,
kapan, dan tempat perawatan lanjutan; siapa sistem pendukung yang dimiliki.
(8) Aktivitas di dalam rumah: tanyakan kemampuan klien dalam merencanakan, mengolah,
dan menyajikan makanan; merapihkan rumah; mencuci pakaian; mengatur kebutuhan
sehari-hari.
(9) Aktivitas di luar rumah: tanyakan kemampuan klien berbelanja untuk keperluan sehari-
hari; melakukan perjalanan mandiri (berjalan kaki, menggunakan kendaraan pribadi dan
umum); aktivitas lain yang dilakukan di luar rumah (Keliat, 2006)
g. Mekanisme koping
Data didapatkan dari melalui wawancara pada klien atau keluarga tentang koping yang
biasa digunakan baik adaptif maupun mal adaptif.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah psikososial dan lingkungan didapatkan melalui wawancara dengan klien atau
keluarga tentang masalah-masalah berhubungan dengan dukungan kelompok lingkungan
pendidikan pekerjaan, perumahan ekonomi pelayanan kesehatan dan lain-lain.
i. Pengetahuan
Pengetahuan didapat dari hasil tanya jawab dengan klien atau keluarga tentang penyakit
jiwa, faktor predisposisi, faktor presipitasi, penggunaan obat-obatan penyakit fisik,
mekanisme koping dan lain-lain (Keliat, 2006 : 85)
j. Daftar masalah keperawatan
Daftar masalah keperawatan ditulis sesuai dengan masalah yang ditemukan pada saat
melakukan pengkajian baik data subjektif maupun objektif. Adapun masalah keperawatan
yang mungkin muncul antara lain:
(1) Resiko Mencederai : diri, orang lain / lingkungan.
(2) Perilaku kekerasan
(Kumpulan Materi Keperawatan Jiwa RSJ Provinsi Jawa Barat, 2010).
II. Analisa Data
Dari data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokan menjadi dua macam yaitu
data objektif yang ditemukan secara nyata (data ini didapat melalui observasi dan periksaan
secara langhsung) dan data subjektif yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarganya (data ini didapat dari wawancara perawat kepada klien dan keluarga). Perawat
dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang di kumpulkan
yaitu :
a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan, klien hanya memerlukan pemeliharaan
kesehatan dan memerlukan follow up secara periodik karena tidak ada masalah serta
klien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
b. Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya preventif dan promotif
sebagai program antisipasi terhadap masalah.
c. Ada masalah dengan kemungkinan resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang
dapat menimbulkan masalah atau aktual, terjadi masalah disertai data pendukung
(Keliat, 2006 : 4).
1.7.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia
(Status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat
secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Nursalam,
2001).
Diagnosa keperawatan adalah suatu pertimbangan klinis tentang respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang aktual dan
potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar bagi pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat (Doenges, 2007).
Diagnosa keperawatan ditetapkan melalui tahapan:
1) Analisa data yang ditemukan baik data
subjektif maupun data objektif
2) Tetapkan rumusan diagnosis dalam
bentuk rumusan diagnosis tunggal
Diagnosis keperawatan dirumuskan dalam bentuk rumusan tunggal. Rumusannya
adalah rumusan “problem”, etiologi dari diagnosa tidak perlu dicantumkan tetapi cukup
dimengerti dan dipahami. Rumusan diagnosa ditunjang oleh semua data mayor dan satu atau
lebih data minor. Adapun data yang diperoleh sesuai dengan diagnosanya, antara lain:

Tabel 1.1

Diagnosa keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan

Diagnosa
No Deskripsi Data Mayor Data Minor
Keperawatan
1 Perilaku Kemarahan Subjektif : Subjektif :
kekerasan yang a.Mengancam a.mengatakan ada
diekspresikan b.Mengumpat yang mengejek,
secara c.Bicara keras mengancam
berlebihan dan dan kasar. b.mendengar
tidak Objektif : suara yang
terkendali baik a.Agitasi menjelekkan
secara verbal b.Meninju c.merasa orang
maupun c.Membanting lain mengancam
tindakan d.Melempar dirinya.
dengan Objektif :
mencederai a.menjauh dari
orang lain dan orang lain
atau merusak b.katatonia
lingkungan

Menurut buku Satuan Asuhan Keperawatan Jiwa oleh RSJ Cimahi tahun 2007 sesuai
dengan Musyawarah Nasional menerangkan bahwa, diagnosa keperawatan terdiri dari satu
komponen yaitu P (problem) saja (single diagnosis).
(Workshop : Standar Proses Keperawatan Jiwa, 2007).
Dari masalah perilaku kekerasan dapat ditemukan diagnosa keperawatan sebagai
berikut:
a. Perilaku kekerasan
b. Isolasi sosial
c. Gangguan persepsi sensori halusinasi
d. Defisit perawatan diri

1.7.3 Rencana Tindakan


Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam
mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab
dari diagnosa keperawatan (Nursalam, 2001 : 57)
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai
tiap tujuan. Rencana tindakan keperawatan disesuaikan standar asuhan keperawatan jiwa.
Dalam membuat suatu perencanaan harus sesuai dengan keadaan agar mendukung
terlaksananya rencana asuhan keperawatan meliputi tujuan, tindakan keperawatan dan
evaluasi, adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
a) Klien mampu berorientasi kepada realitas secara bertahap
b) Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
c) Klien mampu minum obat dengan prinsip 7 benar

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah ….x SP I
- Mengidentifikasi pertemuan, pasien - Identifikasi penyebab, tanda dan
penyebab dan mampu : gejala serta akibat perilaku kekerasan
tanda perilaku - Menyebutkan - Latih cara fisik 1 : Tarik nafas
kekerasan penyebab, tanda, dalam
- Menyebutkan gejala dan akibat - Latih cara fisik 2 : Pukul kasur /
jenis perilaku perilaku bantal
kekerasan yang kekerasan - Masukkan dalam jadwal harian
pernah dilakukan - Memperagaka pasien
- Menyebutkan n cara fisik 1 dan
akibat dari 2 untuk
perilaku kekerasan mengontrol
yang dilakukan perilaku
- Menyebutkan kekerasan
cara mengontrol
Setelah ….x SP 2
perilaku kekerasan
pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
- Mengontrol
mampu : - Latih secara sosial / verbal
perilaku
- Menyebutkan - Menolak dengan baik
kekerasannya
kegiatan yang - Meminta dengan baik
dengan cara :
sudah dilakukan - Mengungkapkan dengan baik
- Fisik
- Memperagaka - Masukkan dalam jadwal harian
- Sosial / verbal
n cara sosial / pasien
- Spiritual
verbal untuk
- Terapi
mengontrol
psikofarmaka
perilaku
(patah obat)
kekerasan
Setelah ….x SP 3
pertemuan, pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : (SP1,dan 2)
- Menyebutkan - Latih secara spiritual:
kegiatan yang - Berdoa
sudah dilakukan - Sholat
- Memperagaka - Masukkan dalam jadwal harian
n cara spiritual pasien

Setelah ….x SP 4
pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : (SP1,2,3)
- Menyebutkan - Latih patuh obat :
kegiatan yang - Minum obat secara teratur dengan
sudah dilakukan prinsip 7 B
- Memperagaka - Susun jadwal minum obat secara
n cara patuh obat teratur
- Masukkan dalam jadwal harian
pasien
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perilaku kekerasan dapat disimpulkan yaitu suatu keadaan emosi secara mendalam
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik pada diri
sendiri maupun orang lain dan merusak lingkungan.
Pasien dengan gangguan jiwa dengan risiko perilaku kekerasan memerlukan
implementasi perilaku kekerasan untuk mencegah perilaku kekerasan.

3.2 Saran

Rumah sakit harus meningkatkan SDM dalam penanganan pasien dnegan risiko
perilaku kekerasan dengan pelatihan sehingga mutu pelayanan dapat ditingkatkan. Bagi
perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan perilaku kekkerasan dengan
meningkakan pengetahuan dan keterampilan penatalaksanaan pasien dengan resiko perilaku
kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi Ana.(1999).Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,Edisi 1,Jakarta :EGC

Keliat Budi Ana.(1999).Gangguan Konsep Diri,Edisi 1,Jakarta :EGC

Hamid,A.Y.(2008) Bunga Rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa.Jakarta;EGC

Anda mungkin juga menyukai