Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

PERILAKU KEKERASAN

Dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa


Disusun oleh
Kelompok 2
Acep Maskur 312017004
Asep Saefulloh 312017009
Etty Pangestuty 312017015
Lidya N Octavia 312017024
Mukhlis Haryanto 312017026
Okta Lindrayana 312017027
Sopiyandi 312017033
Susilo 312017035
Tri Wahyuningsih 312017037
Wiki Fathul Barri 312017039

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam
semoga tercurah untuk Nabi danteladan kita, Muhammad SAW, juga untuk seluruh
keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan
ihsan sampai hari kiamat.
Alhamdulillah, kami telah menyelesaikan makalah “ Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan” untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa pada program pendidikan S1 Keperawatan, semester III.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini. Kiranya dapat berguna bagi pendidikan kesehatan
khususnya bagi perawat dan pembaca.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran
yang membangun sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas makalah ini.
Semoga makalah ini memenuhi kriteria penilaian dan bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, Oktober 2018

Penulis

2
3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3


BAB I ...................................................................................................................... 4
TINJAUAN TEORITIS .......................................................................................... 4
A. TINJAUAN KONSEP ................................................................................. 4
B. ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................... 8
BAB II ................................................................................................................... 17
PEMBAHASAN ................................................................................................... 17
A. KASUS....................................................................................................... 17
B. PEMBAHASAN ........................................................................................ 18
BAB III ................................................................................................................. 23
KESIMPULAN ..................................................................................................... 23
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 23
B. SARAN ...................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24
BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. TINJAUAN KONSEP
1. DEFINISI
Stuart dan Sundeen dalam Yusuf AH (2015) mendefinisikan perilaku kekerasan
sebagai bagian dari rentang respon marah yang paling maladaptive, yaitu amuk.
Definisi marah sendiri diartikan sebagai perasaan jengkel atau kesal yang muncul
sebagai respon terhadap kecemasan atas kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan oleh klien sebagai ancaman. Sedangkan Keliat dalam Yusuf AH (2015)
mendefinisikan amuk sebagai respon kemarahan paling maladaptive dimana
tandanya adalah adanya perasaaan marah dan bermusuhan yang sangat kuat disertai
kehilangan control yang dapat mencelakakan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan
Pendapat Berkowits dikutip oleh Yosep I (2011) bahwa perilaku kekerasan
merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi oleh individu, dimana yang
bbersangkutan menunjukan perilaku actual melakukan kekerasan kepada diri
sendiri, orang lain ataupun lingkungan, secara lisan ataupun non verbal, dengan
tujuan melukai secara fisik atau psikologisnya. Hal ini sejalan dengan Maramis
yang dikutip Yosep I (2011) menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan yang dapat membahayakan diri sendiri dan lingkungan termasuk orang lain
dan barang-barang disekitar
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, penulis menyusun kesimpulan bahwa
definisi perilaku kekerasan adalah respon paling maladaptis dari perasan marah
individu terhadap stressor yang ditandai dengan melakukan kekerasan fisik maupun
non fisik baik verbal ataupun nonverbal yang dapat mencelakai diri sendiri,
lingkungan maupun orang lain dan benda disekitarnya

4
5

Adapun rentang respon marah dibagi dalam 5 kelompok respon. Rentang respon
asertif dan frustasi berada dalam rentang respon adaptif dan tidak tergolong
gangguan perilaku, sedangkan perilaku pasif, agresif dan kekerasan sudah
tergolong respon perilaku marah yang maladaptive.
Rentang respon marah digambarkan sbb :

Gambar 1. Rentang Respon Marah


Sumber : Keperawatan Jiwa, H.248

2. RESPON DAN PERILAKU YANG TERKAIT


Berikut ini diungkapkan respon perilaku yang terkait respon marah
maladaptive:
ASPEK PASIF AGRESIF KEKERASAN
Nada bicara /  Negatif  Menyombongkan diri  Berlebihan
isi  Menghina diri  Merendahkan orang lain  Menghina orang lain
pembicaraan  Dapatkah saya (kamu pasti tidak bisa, (Anda selalu/tidak
lakukan? kamu selalu melanggar, pernah)
 Dapatkah ia lakukan? kamu tidak pernah
menurut, kamu tidak
akan bisa)
Nada suara  Diam  Keras  Tinggi
 Lemah / lambat  ngotot  Menuntut
 Merengek / mengeluh
Sikap tubuh  Melorot  Kaku  Tegang
 Menundukan kepala  Condong kedepan  Bersandar ke depan

Personal  Orang lain dapat  Sikap dengan jarak akan  Memiliki teritorial
space masuk pada teritorial menyerang orang lain orang lain
pribadinya
6

gerakan  Minimal  Mengancam  Mengancam, ekspansi


 Lemah  Posisi menyerang gerakan
 Resah
Kontak mata  Sedikit/tidak ada  Mata melotot dan  Melotot
dipertahankan

3. FAKTOR PREDISPOSISI
Terdapat beberapa teori yang dikaitkan sebagai factor predisposisi respon
perilaku kekerasan, diantaranya :
a. Teori biologi
1) Neurologic factor : beragam komponen dari system saraf seperti synap,
neurotransmitter, dendryt, axon terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan
mempengaruhi sifat agresif. Sistim limbic sangat terlibat dalam
menstimulasi terjadinya perilaku bermusuhan dan respon agresif
2) Genetic factor : adanya factor genetic yang diturunkan dari orang tuan
yang berperilaku agresif
3) Cyrcardian rhythm : pada waktu-waktu tertentu irama sirkardian tubuh
mengalami peningkatan kortisol, misalnya pada jam-jam sibuk yang
menstimulasi perilaku agresif
4) Biochemistry factor : neurotransmitter di otak (epinephrine,
norepinephrin, dopamine, asetilkolin dan serotonin)
5) Brain area disorder : gangguan karena tumor, trauma otak, peradangan
dll
b. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan
c. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah,
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan
7

d. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive)
e. Aspek religiusitas : dalam aspek ini, dikatakan bahwa kemarahan merupakan
dorongan setan melalui pembuluh darah ke jantun, otak, dan organ vital
manusia dan tidak mempertimbangkan akal dan norma agama

4. STRESSOR PRESIPITASI
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Ketidaksiapan pada peran baru yang
mendadak harus dijalankan dapat memicu perilaku kekerasan. Demikian
pula dengan situasi lingkungan atau hubungan keluarga atau bertetangga
yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang
yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang
lain.
Interaksi sosial yang provokatif dan konflik seperti ekspresi diri dalam
skala besar dalam konser music, club pendukung olahraga, geng sekolah, dapat pula
memicu perilaku kekerasan. Termasuk perilaku antisocial, penyalahguaan obat dan
narkoba serta alkoholisme sehingga tidak mampu mengontrol emosinya bila
berhadapan dengan situasi yang menstimulasi.

5. PENILAIAN TERHADAP STRESSOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KASUS TERKAIT
Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan pohon masalah yang dijelaskan
oleh Stuart dan sundeen dalam Yosep (2011) sbb :
8

Gambar : pohon masalah


Sumber : yosep, H. 250

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Hal-hal yang harus digali dalam pengkajian diantaranya adalah mekanisme
koping individu sehingga dapat mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya.
Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego
seperti :
a. displacemen : mengungkapkan marahnya pada obyek yang berbeda dari
sumber kemarahannya
b. proyeksi : mengalihkan rasa marah dari ketidakmampuan diri menjadi
meyalahkan orang lain atau system atau sarana yang dianggap menjadi
penyebab ketidakmampuannya
c. represi : individu seolah-olah tidak marah atau tidak kesal
d. ekspress feeling : rasa marahnyatidak diungkapkannya dan ditekannya
samapi ia melupakanya
Pada pengkajian penting menggali apakah klien pernah mengalami masa
berduka yang berkepanjangan dari seseorang yang dianggap berarti bagi
kehidupannya. Bila kondisi kehilangannya tidak berakhir dan menyebabkan
9

rasa harga diri rendah yang menyebabkannya sulit bergaul dan menimbulkan
halusinasi untuk melakukan tindak kekerasan maka kondisi ini akan berrisiko
mencelakai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar
Bila koping keluarga tidak efektif pada saat klien berada dalam masa kehilangan
maka hal ini akan menyebabkan klien sering keluar masuk RS.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perilaku kekerasan Terhadap Orang Lain (Nanda, 2017: hal.436)
Batasan karakteristik : Rentan melakukan perilaku yang individu
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan orang lain secara fisik,
emosional, dan/ atau seksual.
Faktor Risiko :
1) Bahasa tubuh negatif (mengepalkan jari, postur tubuh kaku, mengunci
rahang, hiperaktifitas, terburu-buru, cara berdiri mengancam)
2) Pola perilaku kekerasan terhadap orang lain
(memukul/menendang/meludahi/mencakar orang lain,melempar
objek/menggigit seseorang, percobaan perkosaan, pelecehan seksual)
3) Pola perilaku kekerasan anti sosial (mencuri, meminjam dengan
paksaan, memaksa meminta hak istimewa, menolak untuk
makan/minum obat)
4) Riwayat melakukan kekerasan tak langsung (merobek objek di dinding,
melempar objek, memecahkan jendela, membanting pintu).
b. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan (Nanda, 2017:
hal.438)
Defini Operasional : Rentan melakukan perilaku yang individu
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri secara fisik,
emosional, dan/ atau seksual.
10

Faktor Risiko :
1) Isolasi sosial
2) konflik hubungan interpersonal
3) Status pernikahan (lajang, janda, cerai)
4) Usia > 45 tahun
5) Masalah kesehatan mental (depresi, psikosis, gangguan kepribadian)
c. Harga diri rendah kronis (Nanda, 2017: hal 289)
Defini Operasional : Evaluasi diri/ perasaan negatif tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang berlangsung lama.
Batasan karakteristik :
1) Perilaku tidak asertif
2) Perilaku bimbang
3) Seringkali mencari penegasan
Faktor yang berhubungan:
1) Gangguan psikiatrik
2) Koping terhadap kehilangan tidak efektif
3) Kurang respek dari orang lain
4) Terpapar peristiwa traumatik
d. Isolasi sosial (Nanda, 2017: hal.476)
Definisi Operasional : Kesendirian yang dialami oleh individu dan
dianggap timbul karena orang lain dan sebagai suatu pernyataan negatif
atau mengancam.
Batasan Karakteristik :
1) Apek sedih
2) Menunjukkan permusuhan
Faktor yang Berhubungan :
1) Perilaku sosial tidak sesuai norma
2) Perubahan status mental
3) Sumber personal yang tidak adekuat (pengendalian diri buruk)
e. Duka cita (Nanda, 2017: hal.360)
11

Definisi Operasional : suatu proses komplek yang normal meliputi respons


dan perilaku emosional, fisik, spiritual, social, dan intelektual ketika
individu, keluarga dan komunitas memasukkan kehilangan yang actual,
adaptif atau dipersepsikan kedalam kehidupan mereka sehari-hari.
Batasan karakteristik :
1) Marah
2) Memisahkan diri
3) Menyalahkan
4) Perilaku panik
5) Terluka

Faktor yang berhubungan :


1) Kematian orang terdekat
2) Kehilangan objek penting (kepemilikan, rumah, status,bagian tubuh)
f. Ketidakmampuan Koping Keluarga (Nanda, 2017. hal.353)
Definisi Operasional : perilaku individu pendukung (anggota keluarga,
orang terdekat atau teman dekat) yang membatasi
kapasitas/kemampuannya dan kemampuan klien untuk secara efektif
melakukan tugas penting untuk adaptasi keduanya terhadap masalah
kesehatan.
Batasan Karakteristik :
1) Mengabaikan hubungan dengan anggota keluarga
2) Mengabaikan kebutuhan dasar klien
3) Perilaku keluarga yang mengganggu kesejahteraan
4) Tidak menghormati kebutuhan klien
Faktor yang berhubungan :
1) Gaya koping yang tidak sesuai antara individu pendukung dan klien
2) Hubungan keluarga ambivalen
3) Perbedaan gaya koping antara individu pendukung dan klien
12

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Perilaku kekerasan Terhadap Orang Lain (NIC, 2013: hal.573)
Intervensi Keperawatan :
1) Dukungan perlindungan terhadap kekerasan
2) Bantuan control marah
3) Pengurangan kecemasan
4) Manajemen perilaku
5) Teknik menenangkan
6) Peningkatan koping
7) Intervensi krisis
8) Manajemen lingkungan : Pencegahan kekerasan
9) Pemberian obat
10) Dukungan keluarga
11) Peningkatan keterlibatan keluarga
12) Manajemen pengobatan
13) Peningkatan harga diri
b. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (NIC, 2013: hal.572)
Intervensi Keperawatan :
1) Bantuan kontrol marah
2) Pengurangan kecemasan
3) Manajemen perilaku : menyakiti diri
4) Modifikasi perilaku
5) Peningkatan koping
6) Konseling
7) Manajemen lingkungan : pencegahan kekerasan
8) Latihan asertif
9) Peningkatan keterlibatan keluarga
10) Peningkatan kesadaran diri
11) Peningkatan harga diri
12) Mediasi konflik
13) Fasilitasi proses berduka
13

14) Peningkatan sistem dukungan


c. Harga diri rendah kronis (NIC, 2013: hal 516)
Intervensi Keperawatan :
1) Konseling
2) Dukungan emosional
3) Peningkatan harga diri
4) Peningkatan sosialisasi
5) Peningkatan system dukungan
6) Pengurangan kecemasan
7) Membangun hubungan yang kompleks
8) Peningkatan koping
9) Dukungann pengambilan keputusan
10) Fasilitasi proses berduka
11) Peningkatan peran
d. Isolasi sosial (NIC, 2013: hal.528)
Intervensi Keperawatan :
1) Membangun hubungan yang kompleks
2) Konseling
3) Dukungan emosional
4) Manajemen lingkungan
5) Peningkatan integritas keluarga
6) Inspirasi harapan
7) Peningkatan harga diri
8) Peningkatan sistem dukungan
e. Duka cita (NIC, 2013: hal.510)
Intervensi Keperawatan :
1) Mendengar aktif
2) Bantuan kontrol marah
3) Bimbingan antisipatif
4) Peningkatan koping
5) Konseling
14

6) Dukungan emosional
7) Dukungan keluarga
8) Peningkatan sistem dukungan
9) Manajemen limgkungan : kenyamanan
10) Dukungan spiritual

f. Ketidakmampuan Koping Keluarga (NIC, 2013. hal.547)


Intervensi Keperawatan :
1) Membangun hubungan yang kompleks
2) Peningkatan koping
3) Konseling
4) Peningkatan integritas keluarga
5) Dukungan keluarga
6) Dukungan spiritual
7) Bantuan kontrol marah
8) Pengurangan kecemasan
9) Manajemen lingkungan pencegahan kekerasan

4. TUJUAN KEPERAWATAN
a. Perilaku kekerasan Terhadap Orang Lain (NOC, 2013: hal.693)
Out come :
1) Menahan diri dari perilaku kekerasan
2) Menahan diri dari agresifitas
3) Menahan diri dari kemarahn
4) Penghentian terhadap kekerasan
5) Pemulihan terhadap kekerasan : emosi
b. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (NOC, 2013: hal.694)
Out come :
1) Menahan diri dari memutilasi
2) Menahan diri dari bunuh diri
3) Menahan diri dari kemarahan
15

4) Kontrol diri terhadap depresi


5) Kesadaran diri
6) Keterampilan interaksi sosial
7) Keterlibatan sosial
8) Dukungan sosial
9) Tingkat depresi
c. Harga diri rendah kronis (NOC, 2013: hal 679)
Out come :
1) Kesadaran Diri
2) Harga diri
3) Penghentian terhadap kekerasan
4) Perlindungan terhada kekerasan
5) Pemulihan terhadap kekerasan : emosi
6) Status kenyamanan : Psikospiritual dan Sosiokultural
7) Tingkat depresi
8) Ketahanan keluarga
9) Iklim sosial keluarga
10) Resolusi berduka
11) Keparahan kesepian
12) Kesehatan spiritual
d. Isolasi sosial (NOC, 2013: hal.619)
Out come :
1) Keparahan kesepian
2) Keterlibatan sosial
3) Iklim sosial keluarga
4) Tingkat rasa takut
5) Tingkat kecemasan sosial
6) Dukungan sosial
7) Keterampilan interksi sosial
8) Menahan diri dari kemarahan
e. Duka cita (NOC, 2013: hal.607)
16

Out come :
1) Respon berduka komunitas
2) Ketahanan Keluarga
3) Resolusi berduka
4) Menahan diri dari kemarahan
5) Status Kenyamanan : Psikospiritual
6) Koping keluarga
7) Fungsi keluarga
8) Resolusi bersalah
9) Kontrol diri terhadap depresi

f. Ketidakmampuan Koping Keluarga (NOC, 2013. hal.633)


Out come :
1) Koping keluarga
2) Penghentian terhadap kekerasan
3) Pemulihan terhadap kekerasan
4) Tingkat kecemasan
5) Tingkat depresi
6) Kontrol diri terhadap depresi
7) Ketahanan kelurga
BAB II

PEMBAHASAN

A. KASUS
1. Kasus Perilaku Kekerasan
Sejak 1 bulan yang lalu, Ny. I (50 tahun) di rawat di RSJ. 2 hari
sebelum masuk rumah sakit klien melempar rumah sendirinya dengan
gunting dan memecahkan kaca rumahnya dengan kayu. Klien marah-
marah dan mengamuk tanpa sebab. Karena perilakunya klien langsung
dibawa keluarganya ke RSJ. Pada saat dikaji, Ny. I tampak tegang, tatapan
matanya tampak tajam, dan tangannya terus menerus mengepal.
Berdasarkan informasi dari keluarganya, ± 5 bulan sebelum masuk
rumah sakit harta suaminya diambil alih oleh saudara-saudaranya dan saat
itu harta suaminya dijual seluruhnya dan klien hanya mendapatkan
sebagian kecil dari hartanya yang membuat kesehatan jiwa klien sering
melamun, mudah tersinggung, dan sering marah marah dan sering
berbicara sendiri sampai tidak memperbolehkan keponakannya masuk
kedalam rumahnya dan menuduh keponakannya mau membunuh klien.
Keluarga klien mengatakan, Ny. I tidak memiliki gangguan jiwa di
masa lalu dan baru pertama kali dirawat di RSJ, namun 2 tahun yang
lalu, sejak suami klien meninggal, Ny. I mulai mengalami perubahan
perilaku. Klien sering merasa sedih, marah dan sering melamun, mudah
tersinggung. Makan dan minum biasa, perawatan diri baik, pasien
tidak berobat dan minum obat karena belum ada perubahan yang
berarti. Terapi yang sedang di dapatkan oleh klien:
- Aripriprazole 1x 1 10 mg/PO
- Donepezil 1x1 10mg/PO

17
18

2. Kajian
1) Pengkajian apa lagi yang harus dilakukan pada klien diatas?
2) Buat pathway dari permasalahan yang muncul dan tentukan
masalah keperawatan apa yang dialami klien diatas?
3) Tindakan keperawatan apa yang harus diberikan pada pasien
diatas, berikan rasionalisasi atas tindakan yang diberikan.
4) Intervensi keperawatan spiritual yang paling tepat diberikan pada
pasien diatas.
5) Jelaskan efek samping dari psikofarmako yang didapatkan oleh pasien
tersebut?

B. PEMBAHASAN

1. Pengkajian lain yang harus dilakukan adalah :


a. Pemeriksaan fisik : termasuk TTV, Riwayat kesehatan fisik: keluhan secara
fisik, bila ada ada riwayat kontrol dan pengobatannya.
b. Pengkajian aspek psikososial : konsep diri dan hubungan social dan
spiritual.
c. Pengkajian status mental.
19

2. Pathway dari permsalahan yang muncul

Ekspresi emosi berlebih

Ketidakmampuan menghadapi
stressor

Koping individu tidak efektif

Gangguan berpikir Kekerasan meningkat

Halusinasi Sering merasa


sedih, sering
melamun
Isi halusinasi
mengganggu

Harga diri
rendah
Risiko kekerasan

3. Tindakan keperawatan dan rasionalisasi


Intervensi Rasional

1. Bina hubungan saling percaya Kepercayaan dari klien merupakan


hal yang mutlak serta akan
memudahkan dalam melakukan
pendekatan keperawatan terhadap
klien
20

2. Bantu klien mengungkapkan Menetukan mekanisme koping


perasaan marahnya yang dimiliki klien dalam
menghadapi masalah serta sebagai
langkah awal dalam menyusun
strategi berikutnya

3. Bantu klien mengungkapkan Deteksi dini sehingga dapat


tanda-tanda perilaku mencegah tindakan yang dapat
kekerasan yang dialaminya membahayakan klien dan
lingkungan sekitar

4. Berdiskusi dengan klien Melihat mekanisme koping klien


terhadap perilaku kekerasan dalam menyelesaikan masalah
yang dilakukannya yang dihadapi

5. Berdiskusi dengan klien Membantu klien melihat dampak


akibat negative terhadap yang ditimbulkan akibat perilaku
perbuatan yang merugikan kekerasan yang dilakukan klien
diri sendiri atau oranglain

6. Berdiskusi mengenai apakah Menurunkan perilaku yang


klien mau cara yang baru destruktif yang akan mencederai
mengungkapkan marah, klien dan lingkungan sekitar
memilih alternative marah
selain perilaku kekerasan,
cara sehat mengungkapkan
marah : latihan asertif dengan
orang lain, nafas dalam, pukul
bantal, berdzikir, atau
meditasi dengan keyakinan
yang lain.

7. Anjurkan klien untuk Meningkatkan kepercayaan diri


menggunakan cara yang klien serta asertifitas klien saat
sudah dilatih saat marah/jengkel
marah/jengkel

8. Diskusikan tentang Keluarga merupakan system


pentingnya peran keluarga pendukung utama bagi klien

9. Jelaskan manfaat penggunaan Menyukseskan program


obat secara teratur dan pengobatan klien
21

kerugiannya bila tidak minum


secara teratur

4. Intervensi keperawatan spiritual yang paling tepat diberikan pada kasus ini
adalah dzikir, karena dzikir membuat hati menjadi tentram, senang, gembira dan
tenang dan menghilangkan rasa susah dan kegelisahan hati
Di dalam al-Qur’an (13:28) menjelaskan
ُ ُ‫ٱّللِ ت َۡط َمئِ ُّن ۡٱلقُل‬
‫وب‬ ِۗ َّ ‫ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ َوت َۡط َمئِ ُّن قُلُوبُ ُهم ِبذ ِۡك ِر‬
َّ ‫ٱّللِ أ َ ََل ِبذ ِۡك ِر‬
Artinya :
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.

5. Jelaskan efek samping dari psikofarmako yang didapatkan oleh pasien


tersebut?
a. Aripiprazole adalah obat jenis antipsikotik yang digunakan untuk
meredakan gejala skizofrenia. Obat ini juga diberikan untuk mengatasi
gejala episode mania pada gangguan bipolar. Pada episode mania,
penderita terlihat sangat enerjik, bersemangat, dan bicara dengan cepat.
Aripiprazole bekerja dengan cara menyeimbangkan kerja senyawa kimia
di dalam otak yang menjadi pemicu gangguan suasana hati. Efek samping
yang dirasakan adalah: sakit kepala atau pusing, mengantuk, mual, batuk,
ruam, gelisah, cemas, lemah, insomnia, konstipasi, penglihatan kabur,
hidung tersumbat, berat badan bertambah, tremor.
b. Donepezil adalah obat yang digunakan untuk mengobati kebingungan
(demensia) yang terkait dengan penyakit Alzheimer. Obat ini tidak
menyembuhkan penyakit Alzheimer, tetapi dapat meningkatkan daya
ingat, kesadaran, dan kemampuan untuk memungsikan indra. Obat ini
merupakan blocker enzim yang berfungsi untuk mengembalikan
keseimbangan zat alami (neurotransmitter) di otak Beberapa efek samping
dari Donepezil adalah malaise, kehilangan nafsu makan, insomnia, kram
22

otot, kulit gatal, dan gejala GI seperti mual, muntah, atau diare. Bila alergi
maka akan ditemui tanda-tanda alergi seperti: gatal-gatal; sulit bernafas;
pembengkakan pada wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan.
a) efek samping yang parah terjadi, seperti:
 Tinja yang Anda keluarkan berwarna hitam atau berdarah
 Batuk darah atau muntah yang terlihat seperti darah atau endapan
kopi
 Sulit buang air kecil
 Kejang (penglihatan kabur atau kejang)

b) Adapun efek samping yang tidak terlalu parah termasuk:


 Mual, muntah, diare
 Hilangnya nafsu makan
 Kram otot
 Cepat lelah; atau
 Susah tidur (insomnia)
BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Masalah utama pada kasus ini adalah perilaku kekerasan dengan resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Setelah di lakukan pelaksanaan
asuhan keperawatan terhadap Ny. I dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan perilaku
kekerasan membina hubungan saling percaya dapat menciptakan suasana terapeutik
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan. Melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien khususnya dengan perilaku kekerasan, pasien sangat
membutuhkan kehadiran keluarga sebagai pendukung yang mengerti keadaaan dan
permasalahan dirinya. Dan peran serta orang yang bersangkutan (penyebab
timbulnya kemarahan klien) harus bisa merubah perilakunya. Dalam hal ini bahwa
peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan klien.

B. SARAN

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat harus mengkaji keadaan


umum pasien secara menyeluruh atau secara konferhensif dan sistematis, agar data
yang didapat bisa untuk dilakukan asuhan keperawatan lebih efektif.

23
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2004). Nursing Interventions


Classifcation (NIC) (5th ed.). America :Mosby Elsevier
Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. (2008). Nursing
OutcomesClasssifcation (NOC) (5th ed.). Uniited States of America: Mosby
Elsevier
NANDA. 2016. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 edisi
10. Jakarta : EGC
Struart, GW, 2013, Principles and practice psychiatric nursing, 10th edition, St
Elsevier Mosby, Louise Missouri
Yosep, I, 2011, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Refika Aditama, Bandung
Yusuf, AH, dkk, 2015, Buku ajar keperawatan jiwa, Salemba Medika, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai