DISUSUN OLEH:
D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2017/2018
i
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan
rahmat-nya dan karunia-Nya kami masih diberi kesehatan dan
kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang ASUHAN
berjudul “KONSEP
KEPERAWATAN JIWA PADA PERILAKU KEKERASAN”, ini
dapat selesai tepat waktu.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk semua.
ii
DAFTAR ISI
Sampul Depan..............................................................................................i
Kata Pengantar..........................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perilaku Kekerasan.............................................................4
2.2 Tanda dan Gejala Marah........................................................................4
2.3 Pengkajian............................................................................................... 6
2.4 Diagnosa..................................................................................................9
2.5 Rencana Keperawatan............................................................................9
2.6 Evaluasi..................................................................................................14
BAB III. PENUTUP
1. Kesimpulan...........................................................................................15
2. Saran....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap
kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa
bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam
hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan
ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.
a. Tujuan umum
b. Tujuan Khusus
1
BAB II
PEMBAHASAN
seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk
bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku
kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai
atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa
perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada
di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat
melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan
pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan
selama di rumah.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah
yang paling maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang
timbul sebagai respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi)
yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1991). Amuk
merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat,
1991).
Keterangan:
2
3. Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu
mengungkapkan perasaan.
4. Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
5. Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol
dengankebutuhan
3
interaksi
b. Bawel
c. Sarkasme
d. Berdebat
e. Meremehkan
3. Fisik
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Napas pendek
d. Keringat
e. Sakit fisik
f. Penyalahgunaan zat
g. Tekanan darah meningkat
4. Spiritual
a. Kemahakuasaan
b. Kebijakan/kebenaran diri
c. Keraguan
d. Tidak bermoral
e. Kebejatan
f. Kreativitas terlambat
4
5. Sosial
a. Menarik diri
b. Pengasingan
c. Penolakan
d. Kekerasan
e. Ejekan
f. Humor
5
PROSES TERJADINYA AMUK
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang
ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain,
atau lingkungan (Keliat, 1991). Amuk adalah respons marah terhadap
adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan
ketidakberdayaan.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal.
Secara internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri,
sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif.
Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1)
mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3) menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan katakata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila
perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang,
biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah
yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif
dan amuk.
2.3 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
➢ Faktor Predisposisi
a. Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah
merupakan hasil dari dorongan insting (instinctual drives).
b. Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul
sebagai hasil dari peningkatan frustasi. Tujuan yang tidak
tercapai dapat menyebabkan frustasi berkepanjangan.
c. Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan
terjadinya agresivitas sebagai berikut.
6
a. Sistem limbik Merupakan organ yang
mengatur dorongan dasar dan ekspresi
emosi serta perilaku seperti makan, agresif,
dan respons seksual. Selain itu, mengatur
sistem informasi dan memori.
b. Lobus temporal Organ yang berfungsi
sebagai penyimpan memori dan melakukan
interpretasi pendengaran.
c. Lobus frontal Organ yang berfungsi sebagai
bagian pemikiran yang logis, serta
pengelolaan emosi dan alasan berpikir.
d. Neurotransmiter Beberapa neurotransmiter
yang berdampak pada agresivitas adalah
serotonin (5-HT), Dopamin, Norepineprin,
Acetylcholine, dan GABA.
d. Perilaku (behavioral)
a. Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan
gangguan belajar mengakibatkan kegagalan
kemampuan dalam berespons positif terhadap
frustasi.
b. Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada
anak-anak atau godaan (seduction) orang tua
memengaruhi kepercayaan (trust) dan percaya diri
(self esteem) individu.
c. Perikaku kekerasan di usia muda, baik korban
kekerasan pada anak (child abuse) atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga
memengaruhi penggunaan kekerasan sebagai
koping.
7
a. Internal : penguatan yang diterima ketika
melakukan kekerasan.
b. Eksternal : observasi panutan (role model), seperti
orang tua, kelompok, saudara, figur olahragawan
atau artis, serta media elektronik (berita kekerasan,
perang, olahraga keras).
e. Sosial kultural
a. Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada
kekerasan. Hal ini mendefinisikan ekspresi perilaku
kekerasan yang diterima atau tidak diterima akan
menimbulkan sanksi. Kadang kontrol sosial yang
sangat ketat (strict) dapat menghambat ekspresi
marah yang sehat dan menyebabkan individu
memilih cara yang maladaptif lainnya.
b. Budaya asertif di masyarakat membantu individu
untuk berespons terhadap marah yang sehat.
Faktor sosial yang dapat menyebabkan
timbulnya agresivitas atau perilaku kekerasan yang
maladaptif antara lain sebagai berikut.
a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
hidup.
b. Status dalam perkawinan.
c. Hasil dari orang tua tunggal (single
parent).
d. Pengangguran.
e. Ketidakmampuan mempertahankan
hubungan interpersonal dan struktur
keluarga dalam sosial kultural.
➢ Faktor Presipitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
1) Internal.
8
a. Kelemahan.
b. Rasa percaya menurun.
c. Takut sakit.
d. Hilang kontrol.
2) Eksternal
a. Penganiayaan fisik.
b. Kehilangan orang yang dicintai.
c. Kritik.
2.4 Diagnosis
Pohon masalah
Diagnosis Keperawatan
a. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
9
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya.
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol
perilaku kekerasannya.
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
➢ Tindakan
Bina hubungan saling percaya.
a. Mengucapkan salam terapeutik.
b. Berjabat tangan.
c. Menjelaskan tujuan interaksi.
d. Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu
pasien.
a) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku
kekerasan saat ini dan masa lalu.
b) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab
perilaku kekerasan.
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
fisik.
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis.
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
sosial.
f) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
spiritual.
g) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual.
h) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan pada saat marah secara:
• Verbal
1
• terhadap orang lain
• obat
keyakinan pasien.
1
➢ Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien
bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus
dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku
kekerasan.
4) Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
➢ Strategi Penahanan
• Kesadaran diri
• Pendidikan pasien
• Latihan asertif
➢ Stategi Preventif
• Komunikasi
• Perubahan lingkungan
• Perilaku
• Psikofarmakologi
➢ Strategi Antisipasi Strategi Penahanan
• Manajemen krisis
• Pengasingan
• Pengendalian/pengekangan
➢ Manajemen Krisis
1. Identifikasi pemimpin tim krisis.
2. Susun atau kumpulkan tim krisis.
3. Beritahu petugas keamanan yang diperlukan.
4. Pindahkan semua pasien dari area tersebut.
5. Siapkan atau dapatkan alat pengekang (restrains).
6. Susun strategi dan beritahu anggota lain.
7. Tugas penanganan pasien secara fisik.
1
8. Jelaskan semua tindakan pada pasien, “Kami harus mengontrol
Tono, karena perilaku Tono berbahaya pada Tono dan orang
lain. Jika Tono sudah dapat mengontrol perilakunya, kami akan
lepaskan”.
9. Ikat/kekang pasien sesuai instruksi pemimpin (posisi yang
nyaman).
10. Berikan obat psikofarmaka sesuai instruksi.
11. Jaga tetap kalem dan konsisten.
12. Evaluasi tindakan dengan tim.
13. Jelaskan kejadian pada pasien lain dan staf seperlunya.
14. Secara bertahap integrasikan pasien pada lingkungan.
➢ Pengasingan
Pengasingan dilakukan untuk memisahkan pasien dari orang lain di
tempat yang aman dan cocok untuk tindakan keperawatan.
Tujuannya adalah melindungi pasien, orang lain, dan staf dari
bahaya. Hal ini legal jika dilakukan secara terapeutik dan etis.
Prinsip pengasingan antara lain sebagai berikut (Stuart dan
Sundeen, 1995: 738).
1. Pembatasan gerak
a. Aman dari mencederai diri.
b. Lingkungan aman dari perilaku pasien.
2. Isolasi
a. Pasien butuh untuk jauh dari orang lain, contohnya
paranoid.
b. Area terbatas untuk adaptasi, ditingkatkan secara bertahap.
3. Pembatasan input sensoris
1. Ruangan yang sepi akan mengurangi stimulus.
➢ Pengekangan
Tujuan dari pengekangan adalah mengurangi gerakan fisik pasien,
serta melindungi pasien dan orang lain dari cedera. Indikasi antara lain
sebagai berikut.
1. Ketidakmampuan mengontrol perilaku.
1
2. Perilaku tidak dapat dikontrol oleh obat atau teknik
psikososial.
3. Hiperaktif dan agitasi.
➢ Prosedur pelaksanaan pengekangan adalah sebagai berikut.
1. Jelaskan pada pasien alasan pengekangan.
2. Lakukan dengan hati-hati dan tidak melukai.
3. Ada perawat yang ditugaskan untuk mengontrol tanda vital,
sirkulasi, dan membuka ikatan untuk latihan gerak.
4. Penuhi kebutuhan fisik, yaitu makan, minum, eliminasi, dan
perawatan diri.
Selengkapnya baca Stuart dan Sundeen (1995: 739) dan
pedoman pengikatan.
2.6 EVALUASI
➢ Pada pasien
a. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala
perilaku kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan,
serta akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
b. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku
kekerasan secara teratur sesuai jadwal, yang meliputi: 1) secara
fisik, 2) secara sosial/verbal,secara spiritual,
c. terapi psikofarmaka.
➢ Pada keluarga
a. Keluarga mampu mencegah terjadinya perilaku kekerasan.
b. Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan
menghargai pasien.
c. Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara
mengontrol perilaku kekerasan.
d. Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus
dilaporkan pada perawat.
1
BAB III
PENUTUPAN
3.1. KESIMPULAN
3.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat kami buat yaitu untuk
kekerasan dan perilaku kekerasan karena dalam makalah kami tentunya masih
banyak kekurangannya.
1
DAFTAR PUSTAKA